Anda di halaman 1dari 9

Kenapa Koruptor = Tikus Berdasi ???

1. Suka Nyolong Baik koruptor dan tikus dua-duanya memiliki kesamaan suka nyolong. Bedanya kalo tikus nyolong

makanan kamu, sementara kalo koruptor nyolong duit kamu (yang harusnya bisa buat beli makanan juga).Tapi

mungkin perbedaan mendasarnya adalah apa yang mendasari mereka nyolong. Tikus nyolong karena memang

mereka harus bertahan hidup, sementara koruptor nyolong karena…karena apa ya? Karena serakah sih. 2. Susah

Ditangkep Baik tikus dan koruptor sama-sama susah ditangkep. Mereka sangat gesit dalam hal kabur dan pinter

banget sembunyi. Bedanya kalo tikus sembunyi di belakang lemari atau di gorong-gorong, kalo koruptor

sembunyinya di luar negeri, pake duit yang dia colong dari kamu. Jadi kalo tikus mau gak mau jadi kotor pas

sembunyi, koruptor malah bisa sambil jalan-jalan dan menikmati peradaban pas sembunyi. 3. Hidup Membaur di

Masyarakat Baik tikus dan koruptor sama-sama hidup membaur di antara kita semua dan terkadang sulit untuk

menyadari kehadiran mereka. Setelah kamu melihat mereka, kamu baru tahu bahwa ternyata hidup kamu dikelilingi

oleh mereka dan kamu memang gak bisa lepas dari mereka. Kamu boleh kesel, pengen memberantas mereka, tapi

ternyata mereka sudah menjamur dan jumlahnya jauh lebih banyak dari kamu. 4. Pantesnya Dihukum Mati Daripada
ngeracunin hidup kamu, baik koruptor dan tikus memang pantesnya dihukum mati aja. Bedanya kalo tikus layaknya

dihukum mati karena bisa menyebarkan penyakit, sementara kalo koruptor layaknya dihukum mati

karena…menyebarkan penyakit juga sih. Sama nyolong duit kamu. Tapi lebih ke karena mereka nyolong duit kamu.

Brengsek. 5. Bermuka Busuk Yah, biasanya keduanya sama-sama bermuka busuk. Kamu kadang-kadang bisa

nemu tikus yang lucu sih, tapi lebih sering kamu udah jijik duluan kan liatnya. Sama halnya dengan koruptor lah. Yah

begitulah kira-kira. Semoga membantu kamu dalam mempelajari perkorupsian. Ada yang kurang? Silakan

tambahkan pendapat kamu di comment.

Sumber Artikel: http://www.feringeblog.co.cc/2011/09/kenapa-koruptor-disamakan-dengan-tikus.html

Copyright FeriNgeblog.com

Nah ini adalah sebuah pertanyaan yang sungguh tepat di era korupsi semacam ini. Seharusnya kalian

memang peduli dengan hal-hal semacam ini. Ini penting lho untuk mendalami tentang perkorupsian. Siapa tau kamu

mau jadi koruptor handal. Baiklah, langsung saja kita jawab. Kenapa koruptor disamakan dengan tikus? Hmm,

mungkin karena mereka memiliki beberapa kesamaan, antara lain sama-sama:

1. Suka Nyolong

Baik koruptor dan tikus dua-duanya memiliki kesamaan suka nyolong. Bedanya kalo tikus nyolong makanan

kamu, sementara kalo koruptor nyolong duit kamu (yang harusnya bisa buat beli makanan juga).Tapi mungkin

perbedaan mendasarnya adalah apa yang mendasari mereka nyolong. Tikus nyolong karena memang mereka harus

bertahan hidup, sementara koruptor nyolong karena…karena apa ya? Karena serakah sih.

2. Susah Ditangkep

Baik tikus dan koruptor sama-sama susah ditangkep. Mereka sangat gesit dalam hal kabur dan pinter banget

sembunyi. Bedanya kalo tikus sembunyi di belakang lemari atau di gorong-gorong, kalo koruptor sembunyinya di luar

negeri, pake duit yang dia colong dari kamu. Jadi kalo tikus mau gak mau jadi kotor pas sembunyi, koruptor malah

bisa sambil jalan-jalan dan menikmati peradaban pas sembunyi.

3. Hidup Membaur di Masyarakat

Baik tikus dan koruptor sama-sama hidup membaur di antara kita semua dan terkadang sulit untuk menyadari

kehadiran mereka. Setelah kamu melihat mereka, kamu baru tahu bahwa ternyata hidup kamu dikelilingi oleh mereka

dan kamu memang gak bisa lepas dari mereka. Kamu boleh kesel, pengen memberantas mereka, tapi ternyata

mereka sudah menjamur dan jumlahnya jauh lebih banyak dari kamu.

4. Pantesnya Dihukum Mati

Daripada ngeracunin hidup kamu, baik koruptor dan tikus memang pantesnya dihukum mati aja. Bedanya kalo

tikus layaknya dihukum mati karena bisa menyebarkan penyakit, sementara kalo koruptor layaknya dihukum mati
karena…menyebarkan penyakit juga sih. Sama nyolong duit kamu. Tapi lebih ke karena mereka nyolong duit kamu.

Brengsek.

5. Bermuka Busuk

Yah, biasanya keduanya sama-sama bermuka busuk. Kamu kadang-kadang bisa nemu tikus yang lucu sih,

tapi lebih sering kamu udah jijik duluan kan liatnya. Sama halnya dengan koruptor lah.

1.perampokan
2.penculikan
3.kdrt
4.kekerasan seksual
5.pelecehan
6.tawuran
7.pengguna narkoba dan sejenis nya
8.pembajakkan
9.korupsi
10.pembunuhan

Akibat dari penjajahan jepang dalam bidang politik.

a. Bidang politik
Sejak awal pemerintahannya, Jepang melarang bangsa Indonesia berserikat dan berkumpul.
Oleh karena itu, Jepang membubarkan organisasi-organisasi pergerakan nasional yang
dibentuk pada mas Hindia Belanda, kecuali MIAN. MIAI kemudian dibubarkan dan
digantikan dengan Masyumi. Para tokoh pergerakan nasional pada masa pendudukan
Jepang mengambil sikap kooperatif. Dengan sikap ini, meraka banyak yang duduk dalam
badan-badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang, seperti Gerakan 3 A, Putera, dan Cuo
Sangi In. Selain itu, para tokoh pergerakan nasional juga memanfaatkan kesatuan-kesatuan
pertahanan yang dibentuk oleh Jepang, seperti Jawa Hokokai, Heiho, Peta, dan sebagainya.

Kebijaksanaan pemerintah Jepang tersebut bertujuan untuk menarik simpati dan


mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu Jepang dalam perang melawan sekutu,
namun kenyataannya dimanfaatkan oleh para tokoh pergerakan nasional, sehingga banyak
memberikan keuntungan bagi perjuangan bangsa Indonesia. Dengan demikian, pemerintah
jepang berhasil melakukan pengekangan terhadap berbagi kegiatan pergerakan nasional,
namun tidak berhasil mengekang berkembangnya kesadaran nasional bangsa Indonesia
menuju Indonesia merdeka.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geografis Indonesia memiliki arti yang strategis, luas wilayah Indonesia mencapai
1.900.000 km2 atau sekitar lima puluh tuju kali luas Belanda, lima kali luas Jepang, hampir empat kali luas
Prancis, dua kali luas Pakistan dan lebih dari separo luas India. Dari timur ke barat kepulauan Indonesia
terbentang sejauh 5000 km, dari utara ke selatan sekitar 2000 km. Sebuah wilayah yang cukup luas. Bukan
hanya luas wilayah yang menjadi sebuah kebanggaan, selain itu Indonesia kaya raya dengan sumber daya
alamnya (SDA) yang memadai. Tak heran jika Indonesia dijadikan lirikan atau sasaran oleh dunia
internasional untuk dieksploitasi (SDA) lebih-lebih oleh bangsa Eropa.
Belanda masuk sejak Tahun 1596 Cornelis De Houtman di Banten – dan puncaknya pada masa
kekuasaan VOC kongsi dagang pemerintah Belanda VOC melalui eksploitasinya Tahun 1602 di bawah
komando Gubernur Jendral Hindia Belanda, J.P Coen (meminpin 1619-1623 dan 1627-1629). Dari yang
tadinya praktek monopoli "alamiah" dalam perdagangan rempah-rempah, hingga penggunaan kekuatan
politik, yakni masa culture stelsel (culture sistem, tanam paksa) dan seterusnya. Culture stelsel dilakukan
karena pailitnya VOC. Sebelumnya Hindia Belanda sempat dibawah jajahan Inggris selama lima Tahun
(1811-1816) Di bawah Sir Thomas Stanford Raffles.
Tanam paksa kurang lebih selama 40 Tahun (1830-1870) di bawah gubernur jendral Van Den
Bosch. Cara eksploitasi model Culture Stelsel ini sendri dapat diturunkan dari kebutuhan pemerintah
Belanda untuk menutup kas Negara untuk membiayai peperangan yang terjadi di Eropa. Sistem tanam
paksa atau sistem kultur, bahwa rakyat membayar pajak dengan barang, bukan uang. Dengan sistem ini dia
akan punya banyak hasil bumi untuk dikrim ke Belanda. Banyak Keterlibatan negera secara aktif dalam
memobilisasi kekuatan ekonomi di daerah koloni karenanya di butuhkan. Berikutnya, revolusi Februari 1848
di Perancis mengintrodusir pergeseran gagasan ekonomi politk di Belanda termasuk Hindia Belanda di
dalamnya. Liberalisme ekonomi adalah anak kandeng revolusi ini. Yang melalui desakan dari golongan
Liberal (F. Van De Putte, De Waal, Thorbecke, dll) serta golongan humanis melalui E. Douwess Dekker (1812-
1979) di Belanda.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Korupsi pada masa Pra Kemerdekaan?
2. Bagaimana Korupsi pada masa Kolonial Belanda?
3. Bagaimana contoh kasus tindakan korupsi pada masa Kolonial Belanda?
4. Apa saja kegiatan yang lazim dilakukan pada kasus tindakan korupsi masa Kolonial Belanda?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk memahami bagaimana korupsi pada masa Pra Kemerdekaan?
2. Untuk memahami bagaimana korupsi pada masa Kolonial Belanda?
3. Untuk memahami bagaimana contoh kasus tindakan korupsi pada masa Kolonial Belanda?
4. Untuk memahami apa saja kegiatan yang lazim dilakukan pada kasus tindakan korupsi masa Kolonial
Belanda?
BAB II
KORUPSI PADA MASA PRA KEMERDEKAAN

2.1 Pra Kemerdekaan


Penjajahan bagi Bangsa Indonesia adalah sesuatu yang sangat merugikan secara material maupun
imaterial. Secara material kita sangat dirugikan dan dapat dilihat dengan jelas bagaimana sumber daya
alam kita dikeruk dan dihisap untuk kepentingan penjajah tanpa memperdulikan bagaiamana kehidupan
bangsa kita ini yang sangat menderita. Sumber daya alam dihisap sedemikian rupa sehingga bangsa kita
hidup kesusahan di tanah airnya sendiri. Tanah air yang kaya tetapi bangsanya masih miskin baik secara
material maupun imaterial. Secara imaterial bangsa kita sebenarnya diajarkan dan
ditumbuhkembangkannya suatu praktek yang membudaya yang sangat membahayakan bukan hanya pada
zaman penjajahan, tetapi akan menjadi suatu warisan yang merusak bangsa secara moral dan pada
akhirnya merusak semuanya kalau kita tidak tanggap dan segera sadar untuk memberantasnya. Praktek
yang membudaya tersebut adalah yang sangat kita kutuk yaitu “Korupsi”.
Korupsi ini tumbuh dengan suburnya pada zaman penjajahan Belanda khususnya dengan didukung
oleh masyarakat yang bermoral bejat dan tidak sadar dengan nasionlalisme. Moral yang bejat ini akan bisa
menumbuhkan korupsi dengan subur di setiap zaman dan keadaan. Bibit korupsi ditanam dengan mantap
pada zaman penjajahan dengan berbagai bukti kejadian-kejadian yang dicatat dan diamati oleh para
sejarawan dan saksi yang menyaksikan secara langsung bagaimana keadaan pada zaman penjajahan
Belanda tersebut.
Menurut Herdiansyah Hamzah, pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan
meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para
penjajah kolonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan
tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah
adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan
pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga
dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk
memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan
menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih
akrab degan sebutan Kompeni) tersebut, dengan tanpa mengenal saudara serumpun sendiri, telah
menghisap dan menindas bangsa sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan si penjajah. Ibarat anjing
piaraan, suruhan panjajah Belanda ini telah rela diperbudak oleh bangsa asing hanya untuk mencari
perhatian dengan harapan mendapatkan posisi dan kedudukan yang layak dalam pemerintahan yang
dibangun oleh para penjajah. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya penjajah yang mempraktekkan
hegemoni dan dominasi ini, menjadikankan orang Indonesia juga tak segan menindas bangsanya sendiri
lewat perilaku dan praktek korupsi-nya. Tak ubahnya seperti drakula penghisap darah yang terkadang
memangsa kaumnya sendiri demi bertahan hidup.

2.2 Masa Kolonial Belanda


Belanda menjajah Indonesia selama kurang lebih 350 tahun adalah karena perilaku elit lebih suka
memperkaya diri sendiri (melalui upeti), menumpuk harta, dan memelihara sanak (abdi dalem), sedangkan
penduduk miskin mudah dihasut provokasi atau mudah termakan isu dan diadu domba.Budaya yang sangat
tertutup dan penuh “keculasan” itu turut menyuburkan perilaku korupsi di Nusantara. Pada masa ini,
perilaku korup mulaimasuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik ,dikalangan tokoh-tokoh lokal
yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah administratif tertentu,
semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang
notabenemerupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah
teritorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak
dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan
rakyat Indonesia
Penindasan atas penduduk pribumi (rakyat Indonesia yang terjajah) juga dilakukan oleh bangsa
Indonesia sendiri, yaitu penyelewengan pada pelaksanaan Sistem “Cultuur Stelsel (CS)” yang secara harfiah
berarti Sistem Pembudayaan, mirip Dwang Stelsel(DS), yang artinya “Sistem Pemaksaan” sehingga kita
kenal dengan istilah Tanam Paksa, diantaranya adalah:
 Penduduk diwajibkan menanam 1/5 dari tanah miliknya dengan tanaman yang laku dijual di pasar
internasional (Kopi, Tembakau, Cengkeh, Kina, Tebu dan boleh juga Padi, bukan seperti sebelumnya yang
lebih suka ditanam penduduk yaitu pete, jengkol, sayur- sayuran, padi dan lain-lain). Namun praktiknya ada
yang dipaksa oleh “Belanda Item” (orang Indonesia yang bekerja untuk Belanda) menjdi 2/5, 4/5 dan ada
yang seluruh lahan ditanami dengan tanaman kesukaan Belanda
 Tanah yang ditanami tersebut (1/5) tidak dipungut pajak, namun dalam praktiknya penduduk tetap
diwajibkan membayar (meskipun yang sering meng-korup belum tentu Belanda)
 Penduduk yang tidak rnempunyai tanah diwajibkan bekerja di perkebunan atau perusahaan Belanda
selama umur padi (3,5 bulan). Namun, praktiknya ada yang sampai 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan bahkan
ada yang sampai mati. Jika ada yang tertangkap karena berani melarikan diri maka akan mendapat
hukuman cambuk (poenali sanksi).
 Jika panen gagal akibat bencana alam (banjir, tanah longsor, gempa bumi) maka segala kerugian akan
ditanggung pemerintah. Namun praktik di lapangan, penduduk tetap menanggung beban itu yang
diperhitungkan pada tahun berikutnya
 Jika terjadi kelebihan hasil produksi (over product) dan melebihi kuota, maka kelebihannya akan
dikembalikan kepada penduduk. Namun praktiknya dimakan oleh “Belanda Item” atau para
pengumpul.Pelaksanaan CS akan diawasi langsung oleh Belanda. Namun pelaksanaannya justru lebih
banyak dilakukan oleh “Belanda Item” yang karakternya kadang-kadang jauh lebih kejam, bengis dan tidak
mengenal kompromi sehingga bermunculanlah perlawanan Diponegoro, Imam Bonjol, Aceh, dll
Di Indonesia, langkah-langkah pembentukan hukum positif untuk menghadapimasalah korupsi
telah dilakukan selama beberapa masa perjalanan sejarah dan melaluibebrapa masa perubahan
perundang-undangan. Keberadaan tindak pidana korupsi dalamhukum positif Indonesia sebenarnya sudah
ada sejak lama, yaitu sejak berlakunya KitabUndang-Undang Hukum Pidana 1 Januari 1918. KUHP
sebagaisuatu kodifikasi dan unifikasiberlaku bagi semua golongan di Indonesia sesuai dengan asas
konkordansi dan diundangkandalam Staatblad 1915 nomor 752, tanggal 15 Oktober 1915
.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus Korupsi di Zaman Pra Kemerdekaan pada masa Kolonial Belanda
Contoh Kasus 1
Pada zaman kolonial belanda adalah kasus korupsi dana pemberantasan penyakit pes dan
dugaaan korupsi terhadap Demang Jayeng Pranawa. Kasus korupsi dana pemberantasan penyakit pes ini
terjadi salah satunya dengan tindakan yang dilakukan oleh Mantri Gunung Colo Madu , Raden Mas Ngabehi
Harjasasmita telah melakukan tindak korupsi dalam penggunaan dana untuk perbaikan rumah penduduk
dalam rangka pemberantasan penyakit pes. Tindak korupsi itu antara lain berupa penggelembungan harga
pembelian gedek (dinding dari anyaman bambu). Ini sangat menarik karena menunjukkan bahwa
budayamark up (penggelembungan harga) atas suatu pengadaan barang atau jasa sudah dikenal dengan
baik pada zaman kolonial Belanda.
Mengenai dugaan korupsi terhadap Demang Jayeng Pranawa ini muncul dengan adanya surat
kaleng dimana dalam surat kaleng itu Jayeng Pranawa, wakil kepala desa Jurug diduga melakukan
sejumlah tindakan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Tindakan tersebut diantaranya, pertama, tiap
hari melakukan turne ke desa-desa yang dianggap menyusahkan para bekel yang didatangi dan ia
meminjam uang kepada para bekel dengan cara memaksa. Kedua, Ia meminta uang untuk pembuatan
surat kitir (surat keterangan) terhadap penduduk yang bernama Wangsadikroama, dari desa Jomboran
sebesar 30 sen yang hendak menjual berasnya ke Kota Solo. Ketiga, ia melindungi pelaku durjana koyok
yang melakukan tindak kejahatan di desa Klampok, Jagamasan sebab pencurinya kenal dengannya sebagai
akibatnya pencurinya tidak berhasil ditangkap. Namun hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa isi surat
kaleng tersebut tidak benar. Surat kaleng itu diperkirakan hanyalah sebuah rekayasa karena merasa benci
terhadap Jayeng Pranawa. Para bekel dan nara karya merasa berat dalam menjalankan program
pengembangan pertanian desa yang dicanangkannya.
Dalam sejarah Jawa dikatakan oleh Onghokham persoalan pemungutan pajak dan kesewenangan
para pejabat pada tingkat tersebut, seperti para demang dan khususnya para penjaga pintu gerbang (tool
gates) menyebabkan pemberontakan, antara lain pemberontakan Diponegoro (1825-1830). Kebanyakan
pengikut Diponegoro bukan memprotes sang patih, sultan ataupun Belanda, akan tetapi pemungut di
gerbang jalanan, berdasrkan arsip Belanda, pada zaman kolonial lebih banyak protes terhadap
kesewenangan dan korupsi dari sang lurah daripada sang bupati.

Contoh kasus 2
Van Rossen, Komisaris Besar (hoofdcommissaris) Polisi Batavia, yang merangkap sebagai
komandan wilayah polisi lapangan Batavia dan Banten, yang ditahan karena dugaan kasus penggelapan.
Cerita ini ditulis oleh Marieke Bloembergen, Dosen Sejarah Universitas Amsterdam yang merangkap
sebagai peneliti senior di KITLV (Institute Linguistik dan Antropologi Kerajaan Belanda), dalam bukunya
berjudul: "Polisi Zaman Hindia Belanda Dari Kepedulian dan Ketakutan".
Kisah itu terjadi pada 8 September 1923, tak lama setelah perayaan kenaikan tahta Ratu
Wilhelmina. Waktu itu, Asisten Residen Batavia, JJ van Helsdingen, setelah mendapat informasi yang cukup
dari dalam kepolisian, berhasil mengumpulkan cukup bukti. Dia menangkap Van Rossen atas dugaan
keterlibatan kasus tersebut.
Kemudian Rossen mengakui segala tuduhan itu, lalu ditahan. Rossen datang ke Batavia pada
1918, menggantikan Komisaris Besar Polisi Boon. Dia disebut sebagai tokoh yang bersih oleh Gubernur
Jenderal Van Limburg Stirum. Ternyata, selama bertahun-tahun Rossen berhasil memperkaya diri sendiri
dengan mempermainkan pos anggaran kepolisian.
Caranya, dia mengalihkan sebagian uang yang tersedia karena adanya kekosongan jabatan dan
menyalahgunakan kebijakan kepegawaian. Dia mengangkat pegawai sementara, lalu memecatnya. Rossen
berhasil menggelapkan uang kepolisian dengan jumlah besar, mencapai satu juta gulden.
Sejak 1922, Helsdingen selalu mengawasi dan mencermati segala tindak tanduk Rossen itu.
Kecurigaan terhadap Rossen menguat setelah melihat harta kekayaanya melimpah. Dia memiliki mobil
Hudson warna merah, rumah dengan interior mewah dan sebuah vila di Belanda.Setelah diusut, ternyata
Rossen terlibat pemerasan rumah perjudian dan pelacuran di kawasan Senen, Batavia (sekarang Jakarta).
Setiap bulan, rumah judi dan pelacuran itu membayar uang kepada kantor polisi Senen sebesar 2.000
gulden. Uang itu mengalir ke kantong pribadi Rossen.
Setelah kasus penggelapan dana kepolisian itu terbongkar, Rossen diseret ke pengadilan, dan
dituntut dengan hukuman 6 tahun penjara.

3.2 Kegiatan Korupsi yang Dilakukan


1. Dana pemberantasan penyakit pes dan dugaaan korupsi terhadap Demang Jayeng Pranawa.
2. Adanya surat kaleng dimana dalam surat kaleng itu Jayeng Pranawa, wakil kepala desa Jurug diduga
melakukan sejumlah tindakan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Pertama, tiap hari melakukan turne
ke desa-desa yang dianggap menyusahkan para bekel yang didatangi dan ia meminjam uang kepada para
bekel dengan cara memaksa.
3. Kedua, Ia meminta uang untuk pembuatan surat kitir (surat keterangan) terhadap penduduk yang bernama
Wangsadikroama, dari desa Jomboran sebesar 30 sen yang hendak menjual berasnya ke Kota Solo. Ketiga,
ia melindungi pelaku durjana koyok yang melakukan tindak kejahatan di desa Klampok, Jagamasan sebab
pencurinya kenal dengannya sebagai akibatnya pencurinya tidak berhasil ditangkap.
4. Van Rossen, Komisaris Besar (hoofdcommissaris) Polisi Batavia berhasil memperkaya diri sendiri dengan
mempermainkan pos anggaran kepolisian.Caranya, dia mengalihkan sebagian uang yang tersedia karena
adanya kekosongan jabatan dan menyalahgunakan kebijakan kepegawaian.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Belanda menjajah Indonesia selama kurang lebih 350 tahun adalah karena perilaku elit lebih suka
memperkaya diri sendiri (melalui upeti), menumpuk harta, dan memelihara sanak (abdi dalem), sedangkan
penduduk miskin mudah dihasut provokasi atau mudah termakan isu dan diadu domba. Budaya yang
sangat tertutup dan penuh “keculasan” itu turut menyuburkan perilaku korupsi di Nusantara.
Korupsi ini tumbuh dengan suburnya pada zaman penjajahan Belanda khususnya dengan didukung
oleh masyarakat yang bermoral bejat dan tidak sadar dengan nasionlalisme. Moral yang bejat ini akan bisa
menumbuhkan korupsi dengan subur di setiap zaman dan keadaan. Bibit korupsi ditanam dengan mantap
pada zaman penjajahan dengan berbagai bukti kejadian-kejadian yang dicatat dan diamati oleh para
sejarawan dan saksi yang menyaksikan secara langsung bagaimana keadaan pada zaman penjajahan
Belanda tersebut.
4.2 Saran
Penulis dan pembaca dapat mengambil pelajaran dari kasus korupsi yang dilakukan pada masa
Kolonial Belanda sehingga tidak ada lagi tindak perilaku korups yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai