Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

TRAUMA RADIASI PADA MATA

Disusun oleh:
Artaulina Napitupulu – 1261050229
Jessica Audina – 1261050160
Adinda Adia Putri – 1261050240
Fratisca Sara – 1261050179
Joseph Anggasta Simanjuntak – 1361050052
Faradiba Saumly Agniesta – 1361050116
Hanna Immanuella Sidabutar - 1361050186
I Gusti Ayu Ratna Dewi – 1361050238

Dosen Pembimbing:
Dr. Med. dr. Jannes F. Tan AA, SpM.

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


PEIODE 12 JUNI 2017 – 22 JULI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa : Artaulina Napitupulu, Jessica Audina, Adinda Adia Putri,
Fratisca Sara, Joseph Anggasta Simanjuntak Faradiba
Saumly Agniesta, Hanna Immanuela Sidabutar, dan I Gusti
Ayu Ratna Dewi
Bagian : Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
Periode : Peridode 12 Juni 2017 – 22 Juli 2017
Pembimbing : Dr. Med.dr. Jannes F. Tan AA, SpM.

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal: 10 Juli 2017


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepanitraan Klinik
Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.

Jakarta, 12 Juli 2017

(Dr. Med. dr. Jannes F. Tan AA, Sp. M.)

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini, dalam rangka pemenuhan tugas

kepanitraan Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.

Keberhasilan penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh

karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-

tulusnya kepada:

1. Dr. Med. dr. Jannes F. Tan AA, Sp. M., selaku pembimbing referat yang telah
bersedia meluangkan waktu memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada
penulis dengan penuh kasih dan kesabaran, sehingga referat ini dapat tersusun
dengan baik.

2. Ibunda dan ayahanda kami tercinta yang selalu memberikan semangat, doa,
nasihat, dan dukungan baik secara moril ataupun materiil, serta kasih sayang tulus
dan ikhlas kepada penulis, semoga pencapaian ini dapat membuat ibunda dan
ayahanda bangga.

3. Serta rekan-rekan kepanitraan FKUKI yang selalu sedia membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Seperti kata pepatah, “tak ada gading yang tak retak”, begitu pula dengan

penulisan referat ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan

referat ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun atas hal

iii
tersebut. Besar harapan penulis agar referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

dan pihak-pihak lainnya.

Jakarta, Juli 2017

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR............................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1 Anatomi Mata …...………………...................................................... 3

2.1.1 Palpebra ...… ….…………….................................................. 3

2.1.2 Sistem Lakrimal ..………………............................................. 4

2.1.3 Konjungtiva ..…..………………............................................. 5

2.1.4 Kornea ..……..……………...................................................... 6

2.1.6 Sklera .…..………………........................................................ 6

2.1.7 Traktus Uvealis ..……….......................................................... 7

2.1.8 Lensa Mata ..…………………................................................. 8

2.1.9 Retina …..…………………..................................................... 8

2.2 Mekanisme Melihat ..……………...................................................... 9

2.3 Jenis Radiasi Elektromagnetik..……………....................................... 10

2.3.1 Cahaya Tampak.………………................................................. 11

2.3.2 Cahaya tidak tampak …….……................................................. 11

2.3.2. a Sinar Gamma ………..……................................................. 11

v
2.3.2. b Sinar X-Ray……..…..……................................................. 12

2.3.2. c Sinar Ultraviolet ….....……................................................. 12

2.3.2. d Sinar Inframerah …....……................................................. 15

2.4 Trauma Mata Akibat Sinar Radiasi…………………............................. 16

2.4.1 Pterigium ...………..…….…................................................ 20

2.4.2 Fotokeratitis ......………..…................................................. 21

2.4.3 Katarak …......………..……................................................. 23

2.4.4 Degenerasi Makula ...…..…................................................. 25

2.5 Pencegahan Trauma Radiasi pada Mata ……………………................ 28

BAB III KESIMPULAN 29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 30

vi
BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu indra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih
lagi dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak
dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka terhadap sinar.1 Meskipun mata
telah mendapat perlindungan dari tulang orbita, bantalan lemak retrobulber, kelopak mata, bulu
matanya, serta berbagai macam alat pelindung mata telah diciptakan, tetapi trauma mata akibat
sinar radiasi masih masih kerap terjadi.

Radiasi adalah pemancaran dan kerambatan gelombang yang membawa energi melalui
ruang atau zat antara, misalnya pemancaran dan perambatan gelombang elektromagnetik,
gelombang bunyi, gelombang lenting, penyinaran. Radiasi gelombang elektromagnetik adalah
kombinasi medan listrik dan medan magnet yang berosilasi dan merambat lewat ruang dan
membawa energi dari satu tempat ke tempat yang lain. Matahari meradiasikan sinar
elektromagnetik yang berspektrum luas, tetapi hanya beberapa saja yang bisa mencapai bumi,
yaitu sinar ultraviolet (UV) dengan panjang gelombang sekitar 295- 400 nm, cahaya tampak
(400-800 nm) dan inframerah (800-1200 nm).2

Sistem optik mata berlaku sebagai sebuah lensa pembesar yang kuat, memfokuskan sinar
yang datang ke sebuah titik kecil di makula, dan menimbulkan luka bakar termal. Faktor-faktor
radiasi yang dapat menyebabkan kerusakan mata meliputi panjang gelombang, intensitas,
durasi pemaparan, efek kumulatif, sudut kejadian, elevasi matahari, refleksi tanah dan
ketinggian, dan struktur anatomi alis dan kelopak mata. Karena faktor ini, perlindungan
terhadap sinar UV harus lebih tinggi bagi mereka yang menghabiskan berjam-jam di bawah
sinar matahari serta selama aktivitas tertentu dengan pantulan tinggi seperti sedang salju atau
di atas air.2

Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah gangguan refraksi yang
tidak terkoreksi, diikuti oleh katarak dan glaukoma. Sebesar 18% tidak dapat ditentukan dan
1% adalah gangguan penglihatan sejak masa kanak-kanak. Sedangkan penyebab kebutaan
terbanyak di seluruh dunia adalah katarak, diikuti oleh glaukoma dan Age related Macular
Degeneration (AMD). Sebesar 21% tidak dapat ditentukan penyebabnya dan 4% adalah
gangguan penglihatan sejak masa kanak-kanak.3

1
Jumlah kebutaan terbanyak adalah di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat.
Sedangkan tersedikit adalah di Provinsi Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Jumlah severe
low vision terbanyak adalah di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat sedangkan
tersedikit adalah di Provinsi Papua Barat, Sulawesi Barat dan Maluku Utara. Menurut
pekerjaan, prevalensi tertinggi didapatkan pada kelompok tidak bekerja dan
petani/nelayan/buruh. Terdapat kemungkinan orang yang menderita kebutaan akhirnya tidak
dapat bekerja dan sebaliknya orang yang tidak bekerja memiliki akses kesehatan yang lebih
rendah. Sedangkan tingginya prevalensi pada kelompok petani/nelayan/buruh dapat
berkorelasi dengan risiko yang lebih besar untuk menderita katarak akibat bekerja di bawah
sinar matahari/ultraviolet langsung dan ditambah keterbatasan akses kesehatan untuk
mendapatkan penanganan yang baik.4

American Macular Degeneration Foundation menekankan perlindungan untuk pekerja


konstruksi, petani, supir truk, life guard, dan mereka yang terlibat kegiatan di luar ruangan,
seperti kegiatan olahraga pantai.5 Nilai pedoman jarang akan terpenuhi dalam konteks
paparan pada pekerja luar ruang, terutama pada daerah garis lintang bawah (kurang dari 30
derajat). Dalam kedua kasus tersebut, pengurangan besar dalam paparan dapat dicapai dengan
berbagai tindakan perlindungan. Sehingga elemen kunci dalam mencapai tujuan mengurangi
paparan UVR adalah kesadaran pekerja.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata

Mata merupakan organ perifer sistem penglihatan yang terdiri dari bola mata, adneksa
atau alat-alat tambahan, serta otot-otot ekstraokular. Untuk menciptakan suatu keadaan
struktural yang mampu melindungi mata dari jejas tanpa mengurangi fungsi optimalnya,
maka bola mata terletak di dalam suatu rongga skeletal yang disebut orbita. Orbita
berfungsi sebagai proteksi tulang keras, di dalamnya terdapat kumpulan lemak yang
memainkan peran sebagai bantalan yang meredam getaran-getaran yang mungkin
mencederai mata. Selain itu, sistem kavitas orbita ini juga merupakan tempat
terstrukturnya sistem lokomotor mata dan adneksanya.
Bola mata dapat dipandang sebagai organ akhir saraf optik yang merupakan saraf
sensoris. Mata menerima rangsang sinar dan mengubahnya menjadi impuls saraf yang
berjalan di sepanjang lintasan visual yang terdiri atas retina, nervus optikus, khiasma
optikum, traktus optikus, dan radiasio optika, yang akhirnya akan mencapai korteks
visual di fissura kalkarina sehingga timbul sensasi melihat.

2.1.1 Palpebra

Palpebra atau kelopak mata mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Palpebra mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.

Palpebra merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata
terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Gangguan penutupan
kelopak mata akan mengakibatkan keringnya permukaan mata.

Bagian-bagian palpebra:

a. Kelenjar: kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis
pada pangkal rambut dan kelenjar Meibom pada tarsus
b. Otot: M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan
bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. M. orbikularis berfungsi menutup
3
bola mata yang dipersarafi N. fasialis. M. levator palpebra, yang berorigo pada
anulus foramen orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus
M. orbikularis okuli menuju kulit kelopak bagian tengah. Otot ini dipersarafi oleh
N. III yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
c. Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. Palpebrae

2.1.2 Sistem Lakrimal

Gambar 1 Anatomi Sistem Lakrimalis

Sistem air mata atau lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu:

1. Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo


antero superior rongga orbita
2. Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus nasolakrimal terletatak di bagian
depan rongga orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam
rongga hidung di dalam meatus inferior

4
Bola Mata

Gambar 2 Strutur
Bola mata Anatomi
berbentuk bulatBola Mata
dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian
depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk
dengan 2 kelengkungan yang berbeda.

2.1.3 Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian


belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas 3
bagian:

- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan


dari tarsus
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya
- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan


jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

5
2.1.4 Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya
merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda:

a. Epitel
Terdiri dari 5 – 6 lapis sel yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva
bulbaris.
b. Lapisan Bowman
Merupakan lapisan jernih aselular
c. Stroma
Tersusun atas jalinan lamella serat-serat kolagen yang terhidrasi bersama
keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.
d. Membran Descemet
Merupakan lamina basalis endotel kornea
e. Lapian endotel
Hanya memiliki satu lapis sel dan berperan besar dalam detursegensi stroma
kornea. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi. [6]

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari
50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

2.1.5 Sklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang hampir
seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta berbatasan
dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus opticus di posterior. Di sekitar
nervus opticus, sklera ditembus oleh a. ciliaris posterior longa dan brevis, dan n.
ciliaris longus dan brevis.

6
2.1.6 Traktus Uvealis

Uvea merupakan lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan
siliar, dan koroid. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi
oleh a. siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal
dekat tempat masuk saraf optik dan a. siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot
superior, medial inferior, dan pada otot rektus lateral. A. siliar anterior dan posterior
ini bergabung menjadi satu membentuk A. sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea
posterior mendapat perdarahan dari a. siliar posterior brevis yang menembus sklera di
sekitar tempat masuk saraf optika.

Iris

Iris adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior berupa permukaan pipih dengan
apertura bulat yang terletak di tengah (pupil), memisahkan bilik mata depan dari bilik
mata belakang yang masing-masing berisi aqueous humor. Lapisan berpigmen pekat
pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapian epitel
pigmen retina ke arah anterior.

Di dalam stroma iris terdapat dua kelompok jaringan otot polos, yaitu sirkular dan
radial, sehingga pupil mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis banyaknya
sinar yang masuk ke dalam bola mata. Reaksi pupil ini merupakan juga indikator
untuk fungsi simpatis (midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil.6

Corpus ciliare

Corpus ciliare secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,


membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Aqueous humor
diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata belakang, aqueous humor
melalui pupil masuk ke bilik mata depan.

Di dalam corpus ciliare terdapat musculus ciliaris, yang berorigo pada proc. ciliaris
untuk mengatur serat-serat zonula yang terdiri dari 3 otot akomodasi, yaitu
longitudinal, radiar dan sirkular. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa
sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat
maupun yang berjarak jauh. 6

7
Koroid

Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Koroid melekat
erat ke posterior pada tepi-tepi nervus optikus. Dii sebelah anterior, koroid bergabung
dengan corpus ciliare. Kumpulan pembuluh darah koroid mendarahi bagian luar retina
yang menyokongnya. 6

2.1.7 Lensa

Lensa adalah suatu struktur lempeng cakram bikonveks, avaskular, tak berwarna,
dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa tergantung pada zonula di belakang
iris. Seiring bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi
sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastik.

Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar tiga puluh lima persennya
adalah protein (kandungan proteinnya tertinggi diantara jaringan tubuh lainnya).
Selain itu terdapat sedikit sekali mineral, namun tinggi kalium. Asam askorbat dan
glutatio terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. 6

2.1.8 Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus
ciliare dan berakhir pada ora serrata. Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen
epitel retina.

Lapisan-lapisan retina dari sisi terluar adalah sebagai berikut:

1. Epitel pigmen retina


2. Lapisan fotoreseptor (terdiri atas sel batang dan sel kerucut)
3. Membran limitan eksterna (membran ilusi)
4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
5. Lapisan pleksiform luar (tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan
sel horizontal)
6. Lapisan nukleus dalam (tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller)
7. Lapisan pleksiform dalam (tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel
ganglion)

8
8. Lapisan sel ganglion
9. Lapisan serabut saraf (lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik)
10. Membran limitan interna

Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan iskemia
dan merah pada hiperemia. Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang a.
oftalmika, a. retina sentralis masuk ke retina melalui papil saraf optik yang akan
memberikan nutrisi pada retina dalam. Sedangkan lapisan luar retina atau sel kerucut
dan batang mendapat nutrisi dari koroid. 6

2.2 Mekanisme Melihat

Bola mata merupakan suatu sistem kamera atau alat potret yang mempunyai sistem
lensa, diafragma, dan film. Sebagai sistem lensanya adalah kornea, cairan aqueous, lensa
mata, dan vitreum. Sebagai diafragma adalah palpebra dan pupil. Sebagai filmnya adalah
retina. 5

Suatu obyek dapat dilihat jika obyek tersebut mengeluarkan cahaya (sebagai sumber
cahaya) atau memantulkan cahaya. Jumlah cahaya yang masuk ke mata akan dikontrol
intensitasnya oleh iris yang mengatur besar kecilnya pupil. Mata manusia hanya mampu
melihat cahaya dengan panjang gelombang 400 nm-750nm yang disebut dengan cahaya
tampak

Ukuran pupil di sesuaikan oleh kontraksi otot-otot iris untuk menyesuaikan kebutuhan
cahaya yang diperlukan.6 Ketika cahaya terang, untuk mengurangi jumlah cahaya yang
masuk maka otot sirkular akan berkontraksi sehingga pupil mengecil. Sebaliknya, ketika
cahaya redup otot radialis akan berkontraksi/memendek sehingga ukuran pupil
membesar.

Setelah memasuki pupil, cahaya akan dibiaskan dan di fokuskan oleh lensa mata.
Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa baik pada sumber cahaya dekat ataupun jauh
dapat difokuskan di retina yang dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung
pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Cahaya harus melalui beberapa lapis sel
sebelum mencapai sel fotoreseptor batang dan kerucut.6

Agar suatu obyek dapat dilihat maka harus terjadi bayangan di retina dan bayangan
ini harus dapat dihantarkan ke otak. Suatu objek dapat terlihat paling jelas jika cahaya

9
dari objek tepat terjatuh (terfokus) pada retina, tepatnya di makula lutea. Terjadinya
bayangan di retina serta timbulnya impuls saraf untuk dikirim ke fissura kalkarina
menyangkut perubahan kimia fotoreseptor (rodopsin) di sel-sel konus dan basilus. Impuls
cahaya dapat dialirkan ke otak dengan urutan sel fotoreseptor – sel bipolar – sel ganglion.
Sel ganglion akan meneruskan impuls ke saraf optik untuk kemudian dihantarkan ke
otak, yaitu korteks visual di fissura kalkarina untuk selanjutnya disadari. 1

2. 3 Jenis Radiasi Elektromagnetik

Radiasi adalah pancaran energi yang berasal dari proses transformasi atom atau inti
atom yang tidak stabil. Ketidak-stabilan atom dan inti atom mungkin memang sudah
alamiah atau buatan manusia. Radiasi elektromagnetik merupakan pancaran gelombang
yang terbentang dalam rentang frekuensi yang luas yang dalam perambatannya tidak
membutuhkan medium.

Gambar 3 Panjang Gelombang


Radiasi elektromagnetik ini meliputi gelombang radio, radiasi infrared, gelombang
Sinar UV, sinar X, dan sinar Ɣ memiliki persamaan, yakni sama-sama membentuk
spektrum elektromagnetik yang bergerak dengan kecepatan cahaya. Perbedaannya
adalah pada panjang gelombangnya. Panjang gelombang ialah jarak yang ditempuh
sebuah gelombang untuk membentuk satu siklus yang sempurna. Panjang gelombang
terkait dengan jumlah energi yang dibawa oleh gelombang.2

10
2.3.1 Cahaya tampak
Cahaya tampak adalah bagian dari spektrum elektromagnetik yang terlihat oleh
mata manusia. Radiasi dari rentang panjang gelombang ini disebut cahaya tampak.
Mata manusia normal merespons panjang gelombang dari sekitar 400 nm – 750 nm
dengan frekuensi kira-kira 430-790 THz.
Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari
disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange bila menyerap
warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila
menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak. Untuk lebih
jelasnya perhatikan tabel berikut:

Tabel 1 Spektrum Cahaya Tampak dan Warna-Warna komplementer

2.3.2 Cahaya Tidak Tampak

2.3.2.a Sinar Gamma (Ɣ)

Sinar gamma mempunyai frekuensi paling tinggi, dengan begitu ia memiliki


daya tembus sangat besar hingga dapat menembus plat besi. Sinar gamma adalah
radiasi pengion, dan karenanya sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Sumber
alami sinar gamma di bumi meliputi peluruhan gamma dari radioisotop yang terjadi
secara alami, dan radiasi sekunder dari interaksi atmosfer dengan partikel sinar
kosmik.

Panjang gelombang : < 10-12 m

Frekuensi : > 1019 HHz

Energi : > 100 keV

11
Manfaat : membunuh sel kanker, sterilitas berbagai
peralatan/perlengkapan kedokteran.

Dalam dunia medis, sinar gamma digunakan untuk membunuh sel kanker tanpa
harus menjalani operasi besar, disebut dengan radioterapi. Zat radioaktif
digunakan untuk membunuh sel kanker – tetapi zat itu akan diserap oleh bagian
tubuh tertentu, jadi sisa tubuh sekitarnya hanya mendapat dosis yang rendah.
Misalnya lapisan perut (mual), folikel rambut (rambut cenderung rontok), dan
tumbuh.2

2.3.2.b Sinar-X

Sinar-X dapat menyebabkan pembakaran di jaringan tubuh manusia,


termasuk mata.2

Panjang gelombang : 0.01nm – 10 nm

Frekuensi : 3x1016 Hz – 3x1019 Hz

Energi : 100 eV – 100 keV

Manfaat : menggambarkan bagian dalam benda, seperti dalam


radiografi medis (rontgen) dan keamanan bandara (pemindai
bagasi), kristalografi (termasuk studi DNA), astronomi
(mempelajari emisi sinar-X dari benda-benda langit),
analisis mikroskopis (untuk menghasilkan gambar benda-
benda yang sangat kecil), radiografi industri (inspeksi bagian
industri), tomografi komputasi industri (untuk menghasilkan
representasi komponen tiga dimensi baik secara eksternal
maupun internal), lukisan dan foto

2.3.2.c Ultraviolet

Matahari merupakan sumber alami energi ultraviolet. Berdasarkan WHO,


radiasi sinar UV yang berasal dari matahari dikategorikan sebagai karsinogen.
Pekerja mungkin terkena radiasi ultraviolet (UVR) dari matahari dan sumber
buatan yang menghasilkan radiasi tersebut. Meskipun pekerja indoor biasanya
dilindungi oleh pakaian dan kacamata, tingkat perlindungan yang sama umumnya

12
tidak diraih untuk pekerja di luar ruangan. Pekerja di luar ruangan menerima
paparan radiasi UV secara signifikan sehingga dengan demikian meningkatkan
risiko. Konsekuensi buruk yang terkait dengan paparan radiasi UV terjadi pada
mata dan kulit.

Panjang gelombang : 100 nm- 400nm yang dibagi menjadi:


- sinar UV-A (λ 315-400 nm),
- sinar UV-B (λ 280-315 nm), dan
- sinar UV-C (λ 100-280 nm)

Frekuensi : 30 PHz – 750 THz

Manfaat : pembentukan vitamin D oleh kulit, penerangan, dan


pembunuh bakteri.

Sumber radiasi UV alam adalah matahari, tetapi karena adanya lapisan ozon,
maka radiasi matahari yang sampai ke bumi intensitasnya lebih rendah. Sebagai
penyerap utama radiasi UV, lapisan gas ini melindungi bumi dari pajanan radiasi
UV yang lebih pendek dari 290 nm. Semakin berkurangnya lapisan ozon sebagai
akibat dari pelepasan chloofluorocarbon (CFC) hasil buatan manusia ke atmosfer
akan memperkecil tingkat proteksi ozon terhadap sinar UV dan menyebabkan
tingkat kerusakan akibat pajanan radiasi UV semakin besar.9 Berikut adalah faktor-
faktor yang dapat meningkatkan risiko paparan radiasi UV terhadap mata:10

Lapisan Ozon

Lapisan ozon pada atmosfer memberikan penghalang protektif yang krusial


dari radiasi panjang gelombang yang lebih pendek. Tidak hanya
memfilter/menyaring UVC dan UV vacuum yang berbahaya yang merupakan
bagian dari spectrum UV; ozon juga menipiskan UVB yang mencapai bumi.

Sejumlah ozon ada di atmosfer yang lebih atas, yang bervarisi dalam lokasi,
waktu tahun, hari, menentukan jumlah UVB dan UVA yang rendah sampai 330nm,
yang kita terpapar pada permukaan bumi. Penipisan lapisan ozon sangat relevan
ketika membahas paparan UV dan akan menyebabkan peningkatkan UVB yang
mencapai bumi. Setelah pelarangan mengenai penggunaan luas
chlorofluorocarbons (CFC), diperkirakan bahwa lapisan ozon mungkin secara
signifikan tidak pulih sampai 2050.11, 12

13
Ketinggian dan Garis Lintang

Tingkat radiasi UV dipengaruhi oleh ketinggian; karena atmosfer menipis


pada kenaikan yang lebih tinggi, menyerap sedikit radiasi UV, meningkatkan
paparan.

Dosis UV meningkat dengan menurunkannya garis lintang; bagian ekuator


menerima tingkat radiasi UV tertinggi. Sinar matahari paling kuat di khatulistiwa,
dimana matahari paling banyak langsung di atas dan sinar UV menempuh jarak
paling sedikit. Lapisan ozon secara alami lebih tipis di daerah tropis dibandingkan
dengan garis lintang pertengahan dan tinggi. Di lintang yang lebih tinggi, matahari
lebih rendah di langit, jadi sinar UV harus bergerak jarak yang lebih jauh melalui
bagian atmosfer yang kaya ozon dan, pada gilirannya, paparkan lintang tersebut ke
radiasi UV yang lebih sedikit. 12

Waktu

Matahari berada tepat di atas kepala sekitar waktu tengah hari. Pada saat ini,
sinar matahari memiliki jarak paling sedikit dengan atmosfir dan memiliki tingkat
UVB paling tinggi. Sudut matahari bervariasi dengan musim. Hal ini menyebabkan
intensitas UV sinar berubah. Di pagi hari dan sore hari, sinar matahari menembus
atmosfer dengan sudut dan intensitasnya sangat berkurang. Kira-kira 80% radiasi
UV dari matahari mencapai permukaan bumi antara jam 10 pagi dan 2 sore untuk
semua musim kecuali musim dingin. 11, 12, 13

Kondisi cuaca

Sebagian besar awan tidak melindungi dari UV, membuat hari menjadi
mendung, di mana orang mungkin tidak mengambil langkah untuk melindungi diri
mereka, terutama bahaya. Peneliti telah menunjukkan bahwa meskipun pada hari-
hari yang mendung, indeks UV hanya menurun sedikit menjadi 0,9 dibandingkan
awal 1,0. Hanya hujan, kabut dan awan yang rendah secara signifikan menurunkan
paparan terhadap radiasi UV. 11, 12

Pantulan

Paparan dari sumber yang terbuyar karena UV melalui atmosfer dan sumber
yang terpantul seperti salju, bangunan dan air diduga lebih penting. Jumlah radiasi

14
UV yang terbuyar dan terpantul tergantung pada jenis permukaan; misalnya salju
memantulkan 80-94% sinar UVB dibandingkan dengan air yang memantulkan 5-
8%. Jenis paparan tidak langsung bertanggung jawab terhadap 50% radiasi UV
yang kita terima. 11, 12

Karakteristik absorpsi jaringan mata

Telah digambarkan bahwa UVA dan UVB menggunakan berbagai efek pada
jaringan biologi, yang ditentukan dengan panjang gelombang masing-masing.
Demikian juga, juga terdapat perbedaan pada karakteristik absropsi jaringan mata
terhadap radiasi UV. Korea dan lensa intraocular merupakan jaringan yang paling
penting pada mata untuk mengabsorpsi radiasi UV. Di bawah 300nm (UV-B),
kornea yang menyerap sebagain besar radiasi; lensa terutama menerap UVA
kurang dari 370nm (Gambar 3). Paparan UV telah terlibat sebagai faktor resiko
atau penyebab pada pathogenesis sebagian besar kondisi mata. 12

2.3.2.d Inframerah

Sinar infra merah adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang


lebih panjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio.
Dengan panjang gelombang ini maka cahaya infra merah tidak akan tampak oleh
mata namun radisi panas yang ditimbulkannya masih terasa/ dideteksi.

Panjang gelombang : 700 nm - 1 mm yang dibagi menjadi:


- IR-A (λ 780-1400 nm),
- IR-B (λ 1400-3000 nm), dan
- IR-C (λ 3000-10000 nm)

Frekuensi : 430 THz – 300 GHz

Energi : <12 eV

Manfaat : membantu penglihatan di kegelapan, remote, terapi saraf,


mendeteksi benda-benda langit, dan kamera pencitraan termal
infra merah yang digunakan untuk mendeteksi hilangnya
panas pada sistem terisolasi, untuk mengamati perubahan
aliran darah di kulit, dan untuk mendeteksi panas berlebih
peralatan listrik

15
Secara umum, radiasi inframerah tersebut diklasifikasikan sebagai radiasi
nonpengion. Meski energinya kurang ionisasi, namun dapat menyebabkan beragam
efek biologis termal. Secara khusus, radiasi infra merah menginduksi getaran dan
rotasi molekuler, dari stimulus panas yang dihasilkan dari intensitas tinggi.

2.4 Trauma Mata Akibat Radiasi

Semakin pendek panjang gelombang sinar, maka energi yang dihasilkan lebih
besar dan lebih berbahaya. Radiasi dengan panjang gelombang pendek memiliki potensi
tertinggi untuk kerusakan organisme.6 Untungnya, atmosfer bumi dapat menyerap dan
menghancurkan sebagian besar sinar yang berbahaya tersebut.2 Selain itu, berbagai
struktur mata memiliki karakteristik penyaringan dan penyerapan panjang gelombang
yang berbeda sebelum akhirnya mencapai retina.1 Energi radiasi yang dibawa ke dalam
jaringan dapat menyebabkan kerusakan melalui mekanisme fotokimia, fototermal, dan
fotomekanik. Secara singkat, mekanisme cedera mata bergantung pada panjang
gelombang, durasi pulsasi, intensitas dan ukuran energi.4,6 Pendaki gunung, mengelas,
pemain ski, rekreasi pantai memiliki risiko kerusakan mata karena pemantulan UVR di
lingkungan ini sangat tinggi.14

Mekanisme Kerusakan Fototermal

Kerusakan fototermal disebabkan oleh panjang gelombang yang lebih panjang pada
spektrum cahaya yang terlihat (visible radiation) dan juga di dekat daerah sinar
inframerah (infrared radiation). Kerusakan terjadi ketika suhu retina meningkat lebih
dari 10 °C di atas suhu retina normal, yang kemudian menginduksi denaturasi protein.
Ketika energi diserap oleh pigmen melanin di epitel pigmen retina (RPE) dan koroid,
kerusakan dapat terjadi juga sebagai akibat dari pemecahan ikatan kimia.Waktu pajanan
yang dapat menyebabkan kerusakan jenis ini adalah ± 0.1 – 1.0 detik.15

Kerusakan fototermal tidak hanya bergantung pada panjang gelombang tetapi


berkaitan juga dengan kecepatan penerimaan. Mekanisme fototermal terjadi ketika
absorpsi cahaya yang berlebihan oleh RPE dan struktur di sekitarnya menyebabkan
peningkatan temperatur lokal dan menimbulkan inflamasi serta jaringan parut dari RPE
dan neurosensori retina dan koroid di sekitarnya. Akibat dari peningkatan temperatur
maka terjadi denaturasi protein dan kerusakan jaringan.16

16
Selain menyerang retina, mekanisme kerusakan fototermal juga dapat menyerang
lensa. Lensa merupakan bagian dari anterior mata yang memiliki kapasitas untuk
menyimpan energi foton dengan penyerapan resonansi. Jika energi foton sama dengan
penyerapan pita spesifik di sebuah molekul, penyerapan terjadi sebagai peristiwa yang
berpasangan dengan probabilitas yang ditentukan oleh kecocokan antara energi foton dan
celah energi yang tersedia untuk molekul beresonansi. Radiasi ultraviolet dan radiasi
inframerah gelombang pendek sama dengan konfigurasi elektron dalam materi pita
absorbsi sempit. Energi foton radiasi inframerah berhubungan dengan getaran molekul
dalam materi dengan pita penyerapan non spesifik yang luas. Penyerapan radiasi
ultraviolet atau foton radiasi tampak gelombang pendek biasanya berubah karena
reaktivitas kimia spesifik, kerusakan fotokimia, sedangkan penyerapan foton inframerah
meningkatkan getaran yang diamati sehingga terjadi kenaikan suhu. Biomolekul besar
yang penting seperti protein, cenderung kehilangan struktur ruang saat bergetar
(denaturasi). Tingkat denaturasi protein ditentukan oleh laju konstanta yang bergantung
suhu seperti dijelaskan pada persamaan Arrhenius. Kerusakan pada jaringan biologis
terjadi karena tingginya tingkat kerusakan akibat getaran yang disebut kerusakan
termal.17

Mekanisme Kerusakan Fotomekanik

Fotomekanik terjadi jika energi yang diserap cukup intensif untuk


menghasilkan gelombang akustik yang secara mekanik dapat merusak retina. Kerusakan
fotomekanik tergantung pada tingginya irradiasi dan lama paparannya pendek.
Fotomekanik terjadi jika energi yang diserap cukup intensif untuk menghasilkan
gelombang akustik yang secara mekanik dapat merusak mata (retina).18

Kerusakan fotomekanik disebabkan oleh penyerapan energi yang cepat oleh


jaringan di mana disipasi panas tidak dapat terjadi, mengakibatkan kekuatan mekanik
yang menyebabkan kerusakan pada fotoreseptor dan RPE (retinal pigmented epitel).
Jenis kerusakan ini ditentukan oleh tingkat penghantar dan kuantitas energi, bukan
panjang gelombangnya. Kerusakan terjadi ketika energi cahaya dideposit sebelum
relaksasi mekanis dapat terjadi.19

17
Mekanisme Kerusakan Fotokimia

Kerusakan fotokimia disebabkan oleh paparan radiasi elektromagnetik energi


tinggi, sehingga dapat menyebabkan pembentukan radikal bebas, perubahan dan
kerusakan pada DNA, dan akhirnya terjadi kematian sel.20 Perubahan pada molekul DNA
sering berarti bahwa enzim yang mengikat protein tidak dapat “membaca” kode DNA
pada saat di molekul. Akibatnya, protein yang terdistorsi tidak dapat dibuat, atau sel dapat
mati.12

Radikal bebas adalah atom atau sekelompok atom dengan sejumlah elektron
bebas tidak berpasangan, hal ini dapat terjadi ketika oksigen berinteraksi dengan molekul
tertentu.21 Hal ini dapat terjadi ketika cahaya yang diserap oleh kromofor dan membentuk
keadaan molekul yang bebas secara elektronis, kemudian mengalami transformasi kimia
dan/atau berinteraksi dengan molekul lain. Hal ini menyebabkan perubahan kimia dari
kedua molekul yang berinteraksi atau transfer energi eksitasi ke molekul lain, sehingga
molekul menjadi reaktif secara kimia. Radikal bebas yang terbentuk kemudian mengarah
ke efek fotodinamik.22

Energi radiasi dapat menyebabkan eksitasi atom atau molekul dengan


memindahkan elektron terluar (valensi) ke tingkat energi orbital yang lebih tinggi.
Radiasi harus berada dalam kisaran panjang gelombang tertentu dimana energi yang
dihasilkan cukup besar untuk menyebabkan eksitasi. Bagian dari molekul yang menyerap
radiasi tersebut disebut kromofor.22 Cahaya yang diserap oleh kromofor menginisiasi
reaksi kimia yang kemudian menyebabkan perpindahan energi, proton, dan elektron ke
molekul lain sehingga menjadikannya reaktif, proses ini dikenal sebagai “stress
oksidatif”.21

Radikal bebas memiliki tiga sasaran utama, yaitu:

1) Membran seluler, radikal hidroksil menyebabkan gangguan pada membran dan


peroksidasi lipid, sehingga dapat menginduksi pembentukan malonik dialdehid
(senyawa mutagenik).

2) Protein dan enzim (terutama asam amino, sistein, dan metionin) dengan
memodifikasi struktural dan aktivitas fungsionalnya;

3) Asam nukleat, dengan mutasi, onkogenesis dan perubahan sintesis protein. Sebagai
tambahan, radikal hidroksil dapat bereaksi pula dengan sejumlah komponen DNA,

18
dengan target purin dan pirimidin serta deoksiribosa sehingga terjadi perubahan
struktur DNA.

Selain itu radikal bebas juga menginduksi proses penuaan dini dan memodifikasi
kemampuan sel untuk bereaksi terhadap jenis stres lainnya.22

Radiasi ultraviolet dosis tinggi menyebabkan peningkatan regulasi sitokin


proinflamasi dengan mengaktifkan faktor peningkat-rantai-sinar-kappa dari sel B aktif
(NF-jB) dan menyebabkan apoptosis pada sel dengan kerusakan membran sel langsung
melalui aktivasi reseptor nekrotik.14

Sistem pertahanan antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang menghambat oksidasi molekul lainnya yang dapat
memicu terbentuknya radikal bebas. Telah diketahui sebelumnya bahwa penyerapan
gelombang radiasi elektromagnetik menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Hal ini
disebabkan sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara pembentukan radikal bebas dan
pertahanan antioksidan.

Berbagai antioksidan enzimatik dan non-enzimatik memainkan peran kunci dalam


melindungi jaringan okular terhadap kerusakan oksidatif dengan mencari dan
menetralkan radikal bebas dan menghentikan proses stress oksidatif. Faktor penting
dalam melindungi kornea dari kerusakan akibat radiasi sinar UV adalah oksida aldehida
kristal kornea (ALDH3A1). Enzim ini terdiri dari sebagian besar protein larut kornea dan
bekerja pada metabolisme aldehid toksis, menyebabkan penurunan nitratinamida adenin
dinukleotida fosfat (NADPH), dan penetralan radikal bebas. Bahkan enzim tersebut
dapat menyerap sinar UV secara langsung.14,22

Molekul antioksidan penting lainnya adalah glutathione, yang didistribusikan


secara berbeda di dalam kornea dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada epitel. Dalam
kondisi stres oksidatif, ia dapat melawan radikal bebas serta meningkatkan kembali
antioksidan lainnya, seperti vitamin C dan E, serta melindungi integritas membran
seluler.

Asam askorbat (vitamin C) diketahui dapat mempromosikan penyembuhan


jaringan kornea yang rusak dengan berfungsi sebagai kofaktor untuk sintesis kolagen.
Antioksidan penting lainnya dari kornea meliputi sistein L, Ltyrosine, a-tocopherol,
retinol, albumin, feritin, superoksida dismutase, dan katalase.14 Antioksidan asam

19
askorbat ada dalam konsentrasi yang tinggi di aqueous humour. Vitamin C ini mampu
mengangkut radikal bebas di aqueous dan melindungi terhadap kerusakan DNA lensa
yang disebabkan UV. Pasien dengan katarak mengalami penurunan kadar asam askorbat
di ruang anterior dan penurunan yang signifikan asam askorbat terlihat pada aqueous
humour setelah paparan UV.12

2.4.1 Pterigium dan Pinguekula

Pterigium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskular pada


konjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea. Pinguekula merupakan
lesi kuning keputihan pada konjungtiva bulbi di daerah nasal atau temporal limbus.
Pterigium merupakan proses degenerasi dan hipertrofi yang banyak ditemukan di
daerah tropis, terutama di sekitar khatulistiwa. Hal ini dapat terjadi pada salah satu
atau kedua mata.1

Manifestasi Klinis

Pinguekula tampak seperti penumpukan lemak. Pada pemeriksaan histologis


ditemukan degenerasi serabut kolagen di stroma, penipisan epitel, dan kadang
pengapuran. Pterigium berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap sentral
kornea dan basis menghadap lipatan semilunar, pada canthus medius. Beberapa
pterygia (jamak untuk pyterygium) tumbuh perlahan. Sebuah pterygium jarang
tumbuh begitu besar sehingga menutupi pupil mata dan terjadi pada orang dewasa
berusia 20-40 tahun. Secara umum pterigium dapat diklasifikasikan menjadi:1

- tipe 1: pterigium kecil, lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi korea
hanya pada tepinya saja
- tipe 2: pterigium rekuren tanpa keterlibatan zona optis, kepala pterigium
terangkat dan menginvasi kornea sampai dengan zona optis, pada tubuh
pterigium tampak kapiler-kapiler yang membesar
- tipe 3: pterigium rekuren dengan keterlibatan zona optis, merupakan bentuk
pterigium yang paling berat, pterigium tipe ini dapat mengancam kebutaan.

20
(A) (B)

Gambar 4(A) Pinguekula (B)Pterigium

Patogenesis
Penyebab pastinya tidak diketahui. Hal ini lebih sering terjadi pada orang yang
memiliki banyak paparan sinar matahari dan angin, seperti orang yang bekerja di luar
rumah. Faktor risiko terpapar area cerah, berdebu, berpasir, atau angin kencang.
Petani, nelayan, dan orang-orang yang tinggal di dekat khatulistiwa sering
terpengaruh. Pterigium jarang terjadi pada anak-anak.

Penatalaksanaan

Karena pterygium terlihat, beberapa orang mungkin ingin menghilangkannya


karena alasan kosmetik. Namun, kecuali jika mempengaruhi penglihatan, operasi
untuk mengeluarkan pterygium tidak dianjurkan. Bahkan jika diangkat melalui
operasi, pterygium mungkin tumbuh kembali, terutama jika dibuang sebelum usia 40
tahun. Beberapa gejala seperti iritasi bisa diatasi dengan air mata buatan.7
Operasi dianjurkan apabila pterigium telah mencapai 2 mm ke dalam kornea.
Penatalaksanaan pterigium sering memberikan hasil yang kurang memuaskan karena
adanya kekambuha, sehingga untuk menurunkan angka kekambuhan sering diberikan
obat tambahan seperti mitomisin C saat dilakukan tindakan operasi.1

2.4.2 Fotokeratitis

Fotokeratitis atau keratitis ultraviolet disebabkan oleh efek toksik dari radiasi
ultraviolet dosis tinggi akut yang mencerminkan sensitivitas permukaan okular
terhadap cedera fotokimia. Meskipun banyak patologi yang terkait dengan paparan
UV adalah kronik, memerlukan bertahun-tahun untuk berkembang, fotokeratitis
merupakan contoh yang jelas respon akut terhadap radiasi UV. Juga dikenal sebagai
snow blindness.14

21
Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari keratitis UV yang biasanya bilateral berkisar dari keratitis
punkata superfisial ringan sampai kasus parah dengan deskuamasi epitel total.12, 14
Keratitis pungtata superfisial adalah penyakit bilateral rekurens kronik yang jarang
ditemukan; wanita lebih sering terkena. Penyakit ini ditandai dengan kekeruhan epitel
yang meninggi berbentuk lonjong dan berbatas tegas, yang menampakkan bintik-
bintik pada pemulasan dengan fluoresein, terutama di daerah pupil.6

Ditandai dengan iritasi ringan, sensasi benda asing, nyeri yang hebat, lakrimasi,
blefarospasme dan fotofobia, kemosis konjungtiva, blepharospasm, dan penurunan
ketajaman penglihatan. Biasanya gejala muncul beberapa jam setelah terpapar dan
dapat berlangsung hingga 3 hari.12, 14

Gambar 5 Bintik-bintik pada kornea setelah pemulasan dengan fluoresein

Patogenesis

Epitel dan endotel kornea rentan terhadap radisasi UV. Peningkatan paparan
UVB menyebabkan kerusakan mekanisme pelindung antioksidan, menyebabkan
cedera kornea. Epitel kornea dan lapisan Bowman menyerap sekitar dua kali lebih
banyak radiasi UV-B daripada lapisan kornea posterior. Epitel superficial yang
menjadi teriritasi dalam fotokeratitis. Satu jam paparan terhadap UV yang dipantulkan
dari salju atau enam sampai delapan jam paparan yang dipantulkan dari pasir di sekitar
tengah hari cukup untuk menyebabkan ambang batas fotokeratitis. Tingkat di
bawahnya masih mungkin gejala ketidaknyamanan pada mata yang ringan.12, 20

Efek radiasi pada kornea dari jenis radiasi ini melibatkan koagulasi protein pada
lapisan depan dan tengah (epitel dan stroma). Kerusakan kornea menghasilkan nyeri
dan vaskularisasi segera. Akhirnya, luka bakar bisa menyebabkan ulkus, yang
menyebabkan hilangnya transparansi dan opasitas. Penglihatan biasanya kabur karena
22
trauma epitel, yang berakibat fatal. Selain itu, berkedip tak terkendali di atas
permukaan kornea yang terpapar menyebabkan rasa sakit dan blepharospasm.20
Selain karena paparan radiasi sinar UV, fotokeratitis juga dapat disebabkan oleh
paparan sinar inframerah karena kornea mentransmisikan 96% kejadian inframerah di
kisaran 700-1400 (nm). Tingkat kerusakan yang terjadi cukup tinggi, terutama di
kisaran 750-990 (nm).

Penatalaksanaan

Terlepas dari strategi utama untuk menghindari paparan sinar UV lebih lanjut,
ada beberapa pendekatan terapeutik untuk membantu gejala klinis dan mendapatkan
pemulihan lebih cepat. Penggunaan pelumasan topikal yang sering, idealnya dengan
air mata buatan preservatif yang mengandung sifat antioksidan seperti Artelac EDO
(Bausch + Lomb, Bridgewater, NJ), dapat direkomendasikan. Memang, air mata
buatan juga harus digunakan sebagai ukuran pencegahan, terutama bila berisiko
tinggi, karena stabilitas film air mata akan berkurang secara signifikan karena adanya
peningkatan penguapan.
Anestesi topikal tidak boleh digunakan karena mereka menunda dan mencegah
reepitelisasi kornea. Namun, dalam situasi darurat, penerapan anestesi topikal jangka
pendek dapat dianggap sebagai penghentian rasa sakit yang penting dan terus
berkedip. Jika tidak, untuk kenyamanan dan kelegaan rasa sakit, lensa kontak perban
selain pelumasan biasanya cukup. Selain itu, salep antibiotik topikal harus digunakan
dalam kasus sedang dan berat untuk mencegah infeksi.
Pada kasus yang parah, tambahan tetes mata antiinflamasi nonsteroid dan
acetaminophen oral atau analgesik narkotika lainnya dapat digunakan untuk
mengurangi gejala ketidaknyamanan dan kemerahan jaringan konjungtiva. Tetes mata
cycloplegic (siklopentolat 1%) juga dapat dipertimbangkan untuk menghilangkan rasa
sakit, namun menghasilkan pupil yang lebar, mengubah ketajaman visual dan
meningkatkan silau. Meski sangat efisien untuk menghilangkan rasa sakit, mereka
mungkin tidak pantas digunakan di lingkungan padang gurun.14

Komplikasi

Karena reepitelisasi cepat dari kornea, resolusi gejala klinis seringkali cepat dan
kerusakan permanen sangat jarang terjadi.

23
2.4.2 Katarak

Katarak adalah keadaan buramnya lensa mata yang mempengaruhi penglihatan.


Kebanyakan katarak berhubungan dengan penuaan. Pada usia 80, lebih dari setengah
dari semua orang Amerika memiliki katarak atau menjalani operasi katarak. Katarak
dapat terjadi pada salah satu atau kedua mata.

Manifestasi Klinis

Gejala yang paling umum dari katarak adalah kemunduran fungsi penglihatan secara
progresif berupa berkabut atau kabur tanpa disertai nyeri, warna tampak pudar, silau,
sebuah halo mungkin muncul di sekitar lampu, penglihatan malam yang buruk,
penglihatan ganda atau beberapa gambar dalam satu mata, penurunan ketajaman
penglihatan.23, 26

Klasifikasi katarak menurut perkembangannya, yaitu:6, 25

1. Katarak imatur, sebagian lensa keruh, (1,0<AV<3/60)

2. Katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa, tidak terdapat bayangan
iris pada shadow test. (3/60<AV<1/300)

3. Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi


lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi
keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan
kering.

- Katarak morgagni, pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan


zonula zinii menjadi kendur, disertai dengan penebalan kapsul, korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat.

24
(A) (B) (C)

Gambar 6 (A) Katarak imatur (B) Katarak matur {C) Katarak Morgagni

Patogenesis

Seiring waktu, lensa menguning dan kehilangan transparansinya, terutama


karena perubahan protein lensa yang ireversibel yang disebabkan karena penuaan,
keturunan (genetik) dan paparan UV. Paparan terhadap radiasi UV terbukti
menyebabkan perkembangan katarak pada hewan percobaan dan hubungan antara UV
dan pembentukan katarak pada manusia sangat jelas. Pada lensa katarak secara
karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas cahaya
dan mengurangi transparensinya. Perubahan protein lainnya mengakibatkan perubaan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel
di antara serat-serat lensa atau migrasi sel-sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang
menyimpang.6 WHO memperkirakan bahwa 12-15 juta penduduk yang menjadi buta
karena katarak setiap tahun, sampai 20% mungkin disebabkan atau meningkat karena
paparan matahari.

Lensa menyerap UVA dan UVB. Kedua jenis radiasi tersebut terbukti merusak
lensa melalui mekanisme yang berbeda. Hubungan positif yang signifikan dilaporkan
antara UVB dan katarak kortikal, ada juga hubungan yang mungkin dengan katarak
sub kapsular posterior. Jumlah UVB yang besar diserap oleh stroma kornea, sehingga
penipisan dengan operasi keratoconus atau operasi refraktif memungkinkan lebih
banyak UVB mencapai lensa. Belum diketahui apakah operasi penipisan stroma
meningkatkan resiko katarak.12

25
Penatalaksanaan

Meskipun demikian, gejala katarak awal dapat diperbaiki dengan kacamata,


pencahayaan yang terang, dan kacamata hitam anti silau. Jika tindakan ini tidak
membantu, operasi adalah satu-satunya tatalaksana yang efektif. Pembedahan yang
dilakukan adalah ekstraksi lensa dan menggantinya dengan lensa buatan. Obat anti
katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya aldose reductase inhibitor (agen
yang menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol), aspirin, agen glutathione-
rising, dan antioksidan vitamin C dan E. 6, 24, 25

Berdasarkan integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra
capsular cataract extraction (ICCE) dan extra capsular cataract extraction (ECCE).
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.

 Ekstraksi Katarak Intrakapsular/ICCE

Tindakan mengangkat seluruh lensa berikut kapsulnya. Seluruh lensa dibekukan


di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dikeluarkan melalui incisi korneal superior
yang lebar. Metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksasi dan
dislokasi. Tindakan ini sudah jarang dilakukan. Insiden terjadinya ablatio retinae
pascaoperasi jauh lebih tinggi dengan tindakan ini dibandingkan pascabedah
ekstrakapsular.6, 23

 Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler/ECCE

Tindakan mengangkat nukleus lensa dalam kaeadaan utuh, sehingga


membutuhkan insisi yang relatif lebih lebar. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi
lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan. akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca
bedah ablasi. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya
katarak sekunder. 6, 24 akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca

26
bedah ablasi. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya
katarak sekunder. 6, 24

 Phakoemulsifikasi

Phakoemulsifikasi (phaco) dilakukan dengan membongkar dan memindahkan


kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin phaco akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi
yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis. Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis padat. 6, 24

Komplikasi

 Komplikasi Intra Operatif 25

Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi
suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata
kedalam luka serta retinal light toxicity.

 Komplikasi dini pasca operatif 25

o COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan
yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar,
edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema
kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih)

o Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus

o Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak
adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka
yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan
endoftalmitis.

o Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

27
2.4.2 Degenerasi Makula Terkait Usia

Degenerasi makula terkait usia (AMD) adalah penyebab utama kehilangan


penglihatan di kalangan orang berusia 50 dan lebih tua. Ini menyebabkan kerusakan
pada makula, titik kecil di dekat pusat retina dan bagian mata yang dibutuhkan untuk
penglihatan tajam. AMD dengan sendirinya tidak menyebabkan kebutaan total, tanpa
kemampuan untuk melihat. Namun, hilangnya penglihatan sentral di AMD dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari yang sederhana, seperti kemampuan melihat wajah,
mengemudi, membaca, menulis, atau melakukan pekerjaan dekat, seperti memasak
atau memperbaiki barang di sekitar rumah.

Meskipun jumlah radiasi UV yang mencapai retina pada mata orang dewasa
sangat rendah, dengan pelindungan oleh kekuatan filtering dari lensa (1% UV di
bawah 340 nm dan 2% antara 340-360nm), penelitian menghubungkan perkembangan
awal degenerasi macula terkait usia dengan waktu terbesar yang dihabiskan di luar
ruang, sedangkan beberapa penelitian tidak menemukan hubungan tersebut.
Hubungan yang terbaru antara insiden 10 tahun degenerasi macula terkait usia dan
lamanya paparan terhadap cahaya matahari di musim panas telah dilaporkan.12

Manifestasi Klinis

Area yang kabur di dekat pusat penglihatan adalah gejala yang umum. Seiring
waktu, area yang kabur bisa tumbuh lebih besar atau Anda bisa mengembangkan noda
kosong pada penglihatan utama Anda. Benda juga mungkin tidak tampak seterang
dulu. Dalam pemeriksaan akan terdapat drusen, yang merupakan endapan kuning di
bawah retina.

Ada tiga tahap AMD yang didefinisikan berdasarkan ukuran dan jumlah drusen
di bawah retina, yaitu:6

- AMD awal: drusen berukuran sedang, yang kira-kira memiliki lebar rambut
rata-rata manusia. Orang dengan AMD awal biasanya tidak memiliki masalah
penglihatan.
- AMD menengah: drusen besar, perubahan pigmen di retina, atau keduanya.
Beberapa orang mengalami kehilangan penglihatan, namun kebanyakan orang
tidak akan mengalami gejala apapun.

28
- AMD lanjut: selain drusen, orang dengan AMD lanjut mengalami gangguan
penglihatan. Terdapat dua jenis AMD lanjut, yaitu:
o Atrofi geografis (AMD kering), ada pemecahan bertahap sel
fotoreseptor di makula yang menyampaikan informasi visual ke otak,
dan jaringan pendukung di bawah makula. Tampak daerah-daerah atrofi
epitel pigmen retina dan sel-sel reseptor yang berbatas tegas, lebih besar
dari dua diameter disukus, yang memungkinkan pembuluh-pembuluh
darah koroid di bawahnya terlihat secara langsung. Kehilangan
penglihatan apabila fovea sudah terkena
o AMD neovaskular (AMD basah), pembuluh darah abnormal tumbuh di
bawah retina. Pembuluh ini dapat membocorkan cairan dan darah, yang
dapat menyebabkan pembengkakan dan kerusakan makula.
Kerusakannya mungkin cepat dan parah, tidak seperti atrofi geografis
yang lebih bertahap. Hal ini dimungkinkan untuk memiliki atrofi
geografis dan AMD neovaskular pada mata yang sama.
AMD basah ditandai dengan adanya neovaskularisasikoroid atau
pelepasan epitel pigmen retina serosa.

Tidak semua orang dengan AMD awal akan berkembang menjadi AMD lanjut.
Bagi orang yang memiliki AMD awal di satu mata dan tidak ada tanda-tanda AMD di
mata lain, sekitar lima persen akan mengembangkan AMD lanjut setelah 10 tahun.
Bagi orang yang memiliki AMD awal di kedua mata, sekitar 14 persen akan
mengembangkan AMD lanjut setidaknya satu mata setelah 10 tahun. Dengan deteksi
cepat AMD, ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi risiko
kehilangan penglihatan Anda dari AMD yang terlambat.

(A) (B)

Gambar 7 (A) AMD Kering (B) AMD Basah

29
Patogenesis

Perubahan-perubahan di matriks ekstraselular yang berbatasan dengan


membran Bruch dan pembentukan deposit-deposit subretina adalah dasar
perkembangan penyakit ini. Penebalan difus membran Bruch secara progresif akan
menurunkan kemampuan oksigen untuk menembus epitel pigmen retina dan
fotoreseptor. Hipoksia yang terjadi menyebabkan pelepasan faktor-faktor
pertumbuhan dan sitokin, yang merangsang pertumbuhan pembuluh koroid baru.
Timbulnya daerah-daerah berdefek di membran Bruch memungkinkan pembuluh-
pembuluh baru terus tumbuh ke dalam ruang subretina, di antara epitel pigmen retina
dan retina, membentuk suatu membran neovaskular koroid. Pembuluh darah tersebut
mengalami kebocoran cairan serosa dan/atau darah, menimbulkan distorsi dan
berkurangnya kejernihan penglihatan sentral. Selain itu, penurunan penglihatan dapat
terjadi akibat perkembangan proses degeneratif menuju kematian sel dan atrofi epitel
pigmen retina.6

Penatalaksanaan

Peneliti di National Eye Institute menguji apakah mengkonsumsi suplemen gizi


dapat melindungi AMD dalam Studi Penyakit Mata Terkait Mata (AREDS). Mereka
menemukan bahwa asupan harian vitamin dan mineral dosis tinggi tertentu dapat
memperlambat perkembangan penyakit pada orang-orang yang memiliki AMD
intermediate, dan mereka yang memiliki AMD lanjut di satu mata.27

Uji coba AREDS menunjukkan bahwa kombinasi vitamin C, vitamin E, beta-


karoten, seng, dan tembaga dapat mengurangi risiko akhir AMD sebesar 25 persen.
Formulasi AREDS bukan obat, tidak akan mengembalikan penglihatan yang sudah
hilang dari AMD. Tapi mungkin menunda awalan AMD lanjut. Ini juga bisa
membantu memperlambat kehilangan penglihatan pada orang yang sudah memiliki
AMD lanjut. 27

Fotokoagulasi laser retina dapat mengurangi ukuran drusen, tetapi


meningkatkan kecepatan neovaskularisasi koroid dan tidak direkomendasikan di luar
uji coba klinis. Jaringan parut akibat laser tersebut dapat meluas dan menyebabkan
penurunan penglihatan, dan angka kekambuhan membran 6

30
2.5 Pencegahan

Efek radiasi bersifat kumulatif sepanjang hidup kita, dan mata orang muda sangat
rentan. Pentingnya harus ditempatkan dalam memulai perlindungan pada mata sejak usia
muda. Anak-anak sangat rentan terhadap kerusakan radiasi UV, karena mereka memiliki
pupil yang lebih besar, lensa yang lebih jernih dan menghabiskan lebih banyak waktu di
luar ruang, walaupun hanya 3% memakai kacamata hitam secara teratur.
Bentuk orbita dan alis memberikan beberapa perlindungan anatomi dari radiasi UV
langsung. Namun, cahaya yang dipantulkan masih bisa menyerang orbita, dan anatomi
adneksa mata sedemikian rupa sehingga membuatnya sangat rentan terhadap sumber UV
yang tersebar/terbuyar atau terpantul, misalnya terpantul oleh antarmuka film air mata.
Paparan sinar UV maksimum pada mata terjadi relatif tidak terpengaruh oleh awan,
membuat perlindungan penting sepanjang tahun. Telah terbukti secara eksperimental
bahwa penggunaan topi lebar dapat mengurangi paparan sinar UV ke mata. Penggunaan
kacamata hitam sering dikaitkan dengan penurunan 40% risiko katarak sub-kapsular
posterior.
Penggunaan topi dan kacamata hitam sangat penting, tetapi ada dua fakta lebih
lanjut yang harus diperhatikan. Pertama, penggunaan kacamata hitam bervariasi dalam
populasi. Sebuah survei menunjukkan bahwa mayoritas orang tidak memakai
perlindungan lebih dari 30% dari waktu mereka di luar ruangan; bahkan, hampir
seperempatnya tidak pernah memakai kacamata hitam. Kedua, mayoritas kacamata hitam
tidak mencegah sinar periferal mencapai mata. Kacamata hitam yang dibuat dengan baik
menghalangi hampir semua radiasi UV yang masuk melalui lensa, sebagian besar desain
memberikan perlindungan sisi yang tidak memadai.

Soft contact lens yang pas mencakup seluruh kornea dan limbus. Menambahkan
penghalang UV ke dalam soft lens memberi perlindungan pada kedua area ini dan bagian
dalam mata dari sinar UV langsung dan terpantul. Tidak seperti kacamata hitam, lensa
kontak ini juga efektif mengurangi intensitas cahaya periferal UV yang terfokus pada
limbus nasalis. Perlindungan diberikan pada semua sudut kejadian, dan menimbulkan
kemungkinan bahwa risiko penyakit mata seperti pterigium dan katarak kortikal dini
dapat dikurangi dengan memakai lensa kontak UV-blocking.

31
BAB III

KESIMPULAN

Dengan lapisan ozon yang semakin berkurang, mencegah mata dari UVR menjadi lebih
penting. Saat memakai kacamata hitam, perisai samping harus digunakan untuk menghindari
pantulan balik yang disebabkan oleh lapisan antireflective dan lensa gelap dan ringan harus
dipilih tergantung kondisi lingkungan. Lensa kontak penyensaan UV mungkin merupakan
pilihan yang sangat bagus karena mereka secara otomatis menyaring cahaya dari semua sudut.
Saat berada di luar rumah, penting untuk diingat bahwa beban UV pada mata mungkin
mencapai puncak pada jam yang berbeda dengan kulit karena kenaikan sinar matahari langsung
dan terpantulkan ke mata pada sudut matahari yang lebih rendah. Karena mekanisme
pertahanan antioksidan kornea dan kemampuan untuk reepitelisasi dengan cepat, gejala klinis
seringkali membatasi diri dalam beberapa hari. Untuk menghilangkan gejala klinis yang
ditemukan secara efektif, rezim pengobatan yang relatif mudah diikuti

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Augsburger J, Asbury T. Mata & Orbita. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury :

Trauma Ed : Susanto D. Jakarta : EGC.2015 : 372.

2. Bergmanson J and Sheldon T. Ultraviolet radiation revisited . CLAO J, 1997

:23:3196-204

3. Aly ME, Mohamed SE, Effect of Infrared Radiation on The Lens. Indian J

Ophtalmol. 2011

4,Voke, J. Radiation Effect on The Eye Part 1.Infrared Radiation Effect on ocular

Tissue. 2015;1-2.

5. Eva RP, FRCO. Anatomi dan Embriologi Mata. Oftalmologi Umum Vaughan &

Asbury:Trauma Ed: Susanto D.Jakarta:EGC.2015:8-14.

6. Barbu, Daniela M. The Effects of Radiation on the Eye in Industrial Environments..

Annals of the University of Oradea. 2015:(2):7-12.

_____________________________________________________________________

X 7. United States Environmental Protection Agency: UV Radiation. [internet].

Available from https://www.epa.gov/ozone/stratohome.html. 2010.

X 8. Yoshinaga PD. The Eye and Electromagnetikc Radiation.[internet].Available from

https://www.coavision.org. 2010.

_____________________________________________________________________

9. Contin MA, Benedetto MM, Quinteros ML, Guido ME. Light Pollution :The

Possible Consequences of Exccessive Illumination on Retina. Macmillah

Publishers.2015;1-9.

33
X 10. Vitresia H, Solar Retinopathy. Sub Bagian Retina PPDS Fakultas Kedokteran

Andalas .Februari.2008:5-6.

=============================================================

11. Soderberg PG, Talebizadeh N, Z Yu, Galichanin. Does infrared or ultraviolet light

damage the lens?. Departement of Neurosciences, Ophtalmology, Gullstrand

laboratory, Upsalla University Hospital, Uppsala, Sweden. Januari.241 -6.

12. Willman G. Ultraviolet Keratitis: From the Pathophysiological Basis to Prevention

the Pathophysiological Basis to Prevention and Clinical Management.High Altitude

Medicine and Biology. German : Mary Ann Liebert.2015.(16):277-80.

13. Ferrer FJG, Scwab IR, Shetlar DJ. Mata & Konjungtiva. Oftalmologi Umum

Vaughan & Asbury:Trauma Ed: Susanto D.Jakarta:EGC.2015.(17):97-105.

14. Shtein RM, Sugar A. Pterygium and Konjungtiva Degenerations. In: Yanoff M,

Duker JS eds Ophtalmology. 4th ed. Philadelphia, PA: Elsefier Saunders. 2014.

15. Harper RA, Shock JP.Lensa. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury:Trauma Ed:

Susanto D.Jakarta:EGC.2015:169-80.

------------------------------------------------------------------------------------------------------

X16. National Eye Institute. Facts About Age-Related Macular

Degeneration.[internet].2015.Available from https://www.nei.nih.gov.

34
17. Fletcher EC, Chong NHV, Shetlar DJ.Retina. Oftalmologi Umum Vaughan &

Asbury:Trauma Ed: Susanto D. Jakarta : EGC. 2015 : 185-93.

35

Anda mungkin juga menyukai