Anda di halaman 1dari 14

TORI PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT PIAGET

TEORI PERKEMBANGAN DAN TEORI PERKEMBANGAN


KOGNITIF MENURUT VYGOTSKY
MAKALAH

Ditujukan untuk memenuhi tugas teori belajar yang diampuh oleh Dr. Susanah, M.Pd

Oleh kelompok 1

Dhany Heru Aditama (17030174037)

Vina Millah Maziyyah (17030174041)

Fahilan Nur Bachhtiar (17030174049)

Luthfia Laili Ayu Novitasari (17030174086)

Ita Priyanti (17030174088)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN MATEMATIKA

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

2017/2018
TORI PERKEMBANGAN KOGNITIF MENURUT PIAGET
TEORI PERKEMBANGAN DAN TEORI PERKEMBANGAN
KOGNITIF MENURUT VYGOTSKY

Sehubung dengan kelemahan teori behaviorisme yang telah ditemukan


sebelumnya, banyak para ahli pendidik merasa kurang puas dengan teori yang
hanya mementingkan aspek jasmani seorang siswa dna hanya mementingkan S-R
(Stimulus-Response). Akibat kuatnya pengaruh behaviorisme pada dunia
pembelajaran, perubahan dari behaviorisme ke kognitivisme bukanlah perubahan
yang mudah dan serta merta. Terjadi apa yang disebut dengan revolusi kognitif.
Revolusi Kognitif adalah nama gerakan intelektual yang dikutip dari buku Suryono
(2014:74) yang terjadi pada tahun 1950-an. Para pendidik mengkritik behaviorisme
karena kebergantungan kepada prilaku yang diamati untuk menjelaskan
pembelajaran.
Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar. Menurut Suyono (2014:75) teori ini menekankan
bahwa prilaku seseorang ditentukan oleh presepsi serta pemahaman tentang situasi
yang berhubungan dengan tujuan belajar. Teori ini juga berpandangan bahwa
belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengelolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan
aktifitas yang melibatkan proses belajar yang sangat kompleks (Budiningsih,
2005:34).
Dalam bukunya, Suryono (2014:77) menjelaskan mengenai proses
pengolahan informasi berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu proses
pengolahan informasi dalam sensor pencatat, kemudian diproses dalam memori
jangka pendek, selanjutnya ditransfer menuju memori jangka panjang. Semua
proses tersebut berlangsung dalam proses belajar.

A. Teori Kognitif menurut Piaget


Menurut Piaget yang dikutip dari Hariyanto (2014:85), perkembangan
kognitif mempunyai empat aspek, yaitu :
1) Kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf;
2) Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan
dunianya;
3) Interaksi social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam
hubungannya dengan lingkungan social, dan
4) Ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri
organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnyaa menurut tahapan
yang teratur. Proses berpikir anak merupakan suatu aktifitas gradual, tahap demi
tahap dari fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak. Pada suatu
tahapperkembangan tertentuakan muncul struktur kognitiftertentu yang
keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung kepada pencapaian tahapan
sebelumnya.
Secara garis besar terdapat tiga konsep teoritis utama dari Jean Piaget
(Hergenhahn & Olson, 2008:313-318), yaitu sebagai berikut :
1. Skema
Skema (Schema; jamak: schemata) merupakan potensi umum yang
dimiliki organisme untuk bertindak dengan cara tertentu. Tindakan tersebut
seperti memegang, menatap, menggapai, dan sebagainya. Misalnya skema
memegang adalah kemampuan umum untuk memegang sesuatu. Skema
memegang ini dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat
tindakan memegang bisa dimungkinkan. Sedangkan schemata merupakan
kumpulan dari skema-skema. Ruseffendi (2006:135) meyatakan bahwa
schemata merupakan kegiatan penyelarasan perbuatan fisik dan perbuatan
mentalnya. Schemata merupakan penyelarasan antara akal dan geraknya.
Contoh : Gerakan refleks menghisap pada bayi, ada gerakan otot pada pipi
dan bibir yang menimbulkan gerakan menghisap.
2. Asimilasi
Asimiliasi adalah proses merespon lingkungan sesuai dengan
struktur kognitif seseorang, atau dengan kata lain asimilasi yaitu
pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan
fisik. Asimilasi merupakan penyerapan informasi baru ke dalam pikiran
(Ruseffendi, 2006). Struktur kognitif yang ada pada momen tertentu akan
dapat diasimilasikan oleh organisme. Misalnya, jika skema menggapai,
memegang sudah tersedia bagi anak, maka segala sesuatu yang dialami anak
akan diasimilasikan ke schemata.
Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya
memperoses satu stimulis saja, melainkan memproses banyak stimulus.
Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan skemata, tetapi
asimilasi mempnagruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian
asimilasi adalah bagian dari proses kognitif, denga proses itu individu
secara kognitif megadaptsi diri terhadap lingkungan dan menata
lingkungan itu.

3. Akomodasi
Akomodasi merupakan proses kedua yang penting untuk
menghasilkan mekanisme untuk perkembangan intelektual. Ruseffendi
(2006) menyatakan bahwa akomodasi merupakan menyusun kembali
struktur pikiran karena adanya informasi baru sehingga informasi
tersebut punya tempat.
Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru
atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-
sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada
keserasian dan disebut oleh Piaget adalah keseimbangan.

4. Ekuilibrasi

Menurut Piaget, semua organisme punya tendensi bawaan untuk


menciptakan hubungan harmonis antara dirinya dengan lingkungannya.
Ekuilibrasi (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan untuk
mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang
maksimal. Ekuilibrasi ini diartikan juga sebagai dorongan kearah
keseimbangan secara terus menerus.
5. Inteligensi
Intelegensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang
cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan
mendapat pengalaman; bagian internal dari setiap organisme karena semua
organisme yang hidup selalu mencari kondisi yang kondusif untuk
kelangsungan hidup mereka. (Piaget dalam Hergenhahn & Olson, 2008).
Teori piaget ini berusaha mencari tahu bagaimana perkembangan
kemampuan intelektual.
6. Interiorisasi
Interiorisasi merupakan penurunan ketergantungan pada lingkungan
fisik dan meningkatkannya penggunaan struktur kognitif. Pada awalnya
anak merespon stumuli lingkungan secara langsung dengan gerak refleks.
Pengalaman awal melibatkan penggunaan dan elaborasi schemata bawaan
seperti memegang, menghisap, menggapai. Hasil pengalaman disimpan
dalam struktur kognitif. Dengan banyaknya pengalaman, anak
mengembangkan struktur kognitif dan memungkinkan untuk beradaptasi
dengan mudah. Sehingga pada akhirnya anak mampu merespon situasi yang
lebih kompleks dan tidak berganting pada situasi sekarang. Misalnya
mereka mampu memikirkan objek yang sebelumnya tidak mampu mereka
pikirkan.
Piaget berpendapat bahwa manusia sama secara genetik dan mempunyai
pengalaman yang hampir sama, sehingga mereka dapat diharapkan untuk sungguh
– sungguh memperlihatkan keseragaman dalam perkembangan kognitif mereka. Ia
menjelaskan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Jean Piaget
dibagi kedalam empat kelompok yaitu :
1.Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun) (Tahap Sensorimotor menurut
Piaget dimulai sejak umur 0 sampai 2 tahun.)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan
persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan
tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. Beberapa contoh penerapan
pada tahap ini adalah seorang ibu mengajarkan pengenalan angka kepada
anaknya yang masih kecil.
2.Tahap preoperasional (umur 2 - 7 tahun) :
Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2 - 7/8 tahun. Ciri pokok
perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa
tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi
menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.
Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan
bahasa dalam mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat
sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek.
Karakteristik tahap ini adalah:
a.Self counter nya sangat menonjol.
b.Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan
mencolok.
c.Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria
yang benar.
d.Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat
menjelaskan perbedaan antara deretan.
Contoh penerapan pada tahap ini adalah ketika seorang anak ditanya
lebih banyak manya air 1 liter yang di masukkan kedalam tabung berukuran
kotak dan satunya dimasukkan kedalam tabung yang memanjang. Maka
secara relatif seorang anak akan menjawab tabung pada ukuran kotak.
Tahap intuitif (umur 4 - 7 atau 8 tahun), Anak telah dapat
memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks.
Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata.
Oleh sebab itu, pada usia ini, anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya
secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas.
Karakteristik tahap ini adalah :
a.Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang
disadarinya.
b.Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih
kompleks.
c.Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.
d.Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti
terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak
kekekalan masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan
kekekalan volume pada usia 7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah objek
adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang
berbeda.
Pada contoh penerapan tahap ini adalah ketika seorang siswa sd
diberi pertanyaan tentang jumlah laki-laki dikelas berjumlah 12 orang dan 8
orang perempuan dengan pertanyaan banyak mana antara laki-laki dikelas
dengan semua orang dikelas. Maka jawaban secara reflek adalah laki-laki.
Pada tahap praoperasional terdapat beberapa hukum kekekalan yang
mendasar. Yaitu :
1. Kekekalan Masa
Bahwa masa benda jika dihitung pada timbangan manapun akan
sama bila menunjukkan skala yang sama. Semua benda bermasa sama
meskipun berbeda jenis. Contoh : berat mana antara besi se-1kg dengan
kapas se-1kg? Maka jawabnnya adalah sama meskipun jenisnya berbeda.
2. Kekekalan Volume
Volume juga mengalami kekekalan pada tiap skala hitungnya
meskipun berbeda fluida yang diamatinya. Contoh : lebih banyak mana air
100 mililiter yang dimasukkan ke gelas atau dimasukkan kedalam laut?
Biasanya akan menjawab yang dimasukkan kedalam laut pada usia ini.
3. Kekekalan Panjang
Bila ditanya panjang mana korek api yang disusun dengan verikal
memanjang atau secara horizontal memanjang? Maka jawaban dari anak
relatif yang disusun secara horizontal
4. Kekekalan Bentuk
Biasanya pertanyaan nya adalah banyak mana lima bola basket yan
disusun secara horizontal atau bole pmpong yang disusun secara horizontal?
Jawaban yang benar adalh sama, tetapi seorang anak relatif menjawab bola
basket.
3.Tahap operasional konkret (umur 7 -11 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai
menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya
reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis,
akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Operation
adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang
ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses
transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.
Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak
sudah dapat berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam
melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah
dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi.
Namun sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian,
pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak
sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di
dalamnya. Namun taraf berpikirnya sudah dapat dikatakan maju. Anak
sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. Untuk
menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret,
sehingga ia mampu menelaah persoalan. Sungguhpun demikian anak usia
7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.
Pada tahap seorang anak sudah dapat berpikir sedikit lebih logis
seperti operasi penjumlahan dan pengurangan. Mereka sudah bisa
membayangkan jika 1 + 1 adalah 2.
4.Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun) :
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu
berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir
"kemungkinan". Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive
dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik
kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini
kondisi berpikir anak sudah dapat :
a.Bekerja secara efektif dan sistematis.
b.Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua
kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat
merumuskan beberapa kemungkinan.
c.Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam
proporsional tentang C1, C2 dan R misalnya.
d.Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi. Pada tahap
ini mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal
operations paling lambat pada usia 15 tahun. Tetapi berdasarkan penelitian
maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan
mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan
formal ope Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan
perkembangan intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehingga
perkembangan intelektual ini dapat dijadkan landasan untuk memahami
belajar. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang
terjadi akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget
mengenai terjadinya belajar didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema,
asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar itu
sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran.
Tindakan kognitif menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian
terhadap lingkungan (Wilis, 1989).
Implementasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran
adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan
cara berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi
lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi
dengan lingkungan sebaik-baiknya. Bahan yang harus dipelajari anak
hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
3. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
4. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

Inti dari implementasi teori Piaget dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut
:
1. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar
pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus
memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban
tersebut.
2. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali
dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran.
Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi
penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya
sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3. Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk
menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perembangan,
teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui
urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan
kecepatan yang berbeda.ration.

B. Teori Kognitif menurut Vygostky


Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam
situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934) seorang psikolog
berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak lebih dari
setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar
ketika memasuki akhir abad ke-20.(Danoerbroto, 2015:03)
Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Sofiet selama sepuluh
tahun dari tahun 1920-1930. Namun karyanya baru dipublikasikan diduia barat
pada tahun 1960an. Sejak saat itulah, tulisan-tulasannya menjadi sangat
berpengaruh didunia. Vygotsky juga mengagumi Piaget , Vigotsky setuju dengan
teori Piaget bahwa perkembangan kognitiv terjadi secara bertahap dan dicirikan
dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, akan tetapi Vygotsky tidak setuju dengan
pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk
gambara realitasya sendirian, karena menurut Vygotsky suatu pengetahuan tidak
hanya didapat oleh anak itu sendiri melainkan mendapat bantuan dari
lingkungannya juga.
Perkembangan kognitif dalam pandangan Vygotsky diperoleh melalui dua
jalur, yaitu proses dasar secara biologis dan proses psikologi yang bersifat
sosiobudaya (Elliot, et.al, 2000: 52). Studi Vygotsky fokus pada hubungan antara
manusia dan konteks sosial budaya di mana mereka berperan dan saling berinteraksi
dalam berbagi pengalaman atau pengetahuan. Oleh karena itu, teori Vygotsky yang
dikenal dengan teori perkembangan sosiokultural menekankan pada interaksi sosial
dan budaya dalam kaitannya dengan perkembangan kognitif.
Perkembangan pemikiran anak dipengaruhi oleh interaksi sosial dalam
konteks budaya di mana ia dibesarkan. Menurut Vygotsky (Salkind, 2004: 278),
setiap fungsi dalam perkembangan budaya anak akan muncul dua kali yaitu pada
mulanya di tingkat sosial dalam hubungan antarmanusia atau interpsikologi,
kemudian muncul di tingkat personal dalam diri anak atau intrapsikologi. Hal ini
berarti, perlu mengetahui proses sosial dan budaya yang membentuk anak untuk
memahami perkembangan kognitifnya.
Menurut vygostky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif
seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat
primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivatif atau merupakan turunan
dan bersifat sekunder. Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu
berasal dari sumber – sumber diluar dirinya. Konsep – konsep penting teori
sociogenesis vygotsky tentang perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-
sociogenesis dalam teori belajar dan pembelajaran adalah:
1. Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development)
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan serangkaian tugas yang
terlalu sulit dikuasai anak seorang diri, tetapi dapat dipelajari dengan bantuan dan
bimbingan orang dewasa atau anak-anak lain yang terlatih. Vygotsky membedakan
antara aktual development dan potensial development pada anak. Actual
development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa
bantuan orang dewasa atau anak-anak lain. Sedangkan potensial development
membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah
di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan anak-anak lain.
Menurut Vygotsky, ZPD merupakan celah antara actual development dan
potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Maksud
dari ZPD adalah menitikberatkan pada interaksi sosial akan dapat memudahkan
perkembangan anak. Ketika anak mengerjakan pekerjaannya di sekolah sendiri,
perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan
perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang
dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih
kompleks.
2. Scaffolding
Scaffolding merupakan suatu istilah pada proses yang digunakan orang
dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya.
Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar
bantuan selama tahap - tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi
bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih
tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri.
Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan
menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat
mandiri
3. Bahasa
Para pakar perilaku memandang bahasa sama seperti perilaku lainnya,
misalnya duduk, berjalan, atau berlari. Mereka berpendapat bahwa bahasa hanya
merupakan urutan respons (Skinner,1957) atau sebuah imitasi (Bandura, 1977).
Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru, kita tidak
mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya.
Kita tidak mempelajari bahasa di dalam suatu ”ruang hampa sosial” (social
vacuum). Kebanyakan anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita
memerlukan pengenalan kepada bahasa yang lebih dini untuk memperoleh
keterampilan bahasa yang baik (Adamson,1992; Schegloff,1989). Dewasa ini,
kebanyakan peneliti penguasaan bahasa yakin bahwa anak-anak dari berbagai
konteks sosial yang luas menguasai bahasa ibu mereka tanpa diajarkan secara
khusus dan dalam beberapa kasus tanpa penguatan yang jelas ( Rice,1993).
Dengan demikian aspek yang penting dalam mempelajari suatu bahasa
tampaknya tidaklah banyak. Walaupun begitu, proses pembelajaran bahasa
biasanya memerlukan lebih banyak dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan
guru. Suatu peran lingkungan yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam
penguasaan bahasa pada anak kecil disebut motherese, yakni cara ibu dan orang
dewasa sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas
dari pada normal, dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana.
Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap di dalam
tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan orang lain pada
dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu ( Conti-Ramsden & Snow, 1991;
Maratsos, 1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja sangat
dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di sekitar anak
sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang diperkirakan di
masa lalu ( Von Tetzchner & Siegel, 1989).
Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan kognitif
daripada Piaget. Bagi Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap
perkembangan yang cukup maju. Pengalaman berbahasa anak tergantung pada
tahap perkembangan kognitif saat itu. Namun, bagi Vygotsky, bahasa berkembang
dari interaksi sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah
komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak
mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu
memecahkan masalah.
Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan bahasa
untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari menyelesaikan
masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret, percakapan
batiniah tidak terdengar lagi.
4. Sosiokultural
Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental
seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan
temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat
ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan
bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam
perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai
ilmuwan kecil yang kesepian.
Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan
individual, sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa
dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky,
anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk
memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak
memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan
menyelesaikan masalah.
Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat
kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat
itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua
selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain
secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak
tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan
anggota lain dalam kebudayaannya.
Vygotsky menekankan baik level konteks sosial yang bersifat institusional
maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada level institusional,
sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat yang berguna bagi
aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah, penemuan seperti komputer, dan
melek huruf. Interaksi institusional memberi kepada anak suatu norma-norma
perilaku dan sosial yang luas untuk membimbing hidupnya.
Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang lebih langsung pada
keberfungsian mental anak. Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan
dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung.
Informasi tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan
interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia.
Melalui pengorganisasian pengalaman-pengalaman interaksi sosial yang berada di
dalam suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak
menjadi matang.
Lingkungan sosial yang menguntungkan anak adalah orang dewasa atau
anak yang lebih mampu yang dapat member penjelasan tentang segala sesuatu
sesuai dengan nilai kebudayaan. Sebagai contoh, bila anak menunjuk suatu objek,
orang dewasa tidak hanya menjelaskan tentang obyek tersebut, namun juga
bagaimana anak harus berperilaku terhadap objek tersebut (Rita, dkk, 2008:134).
Vygotsky membedakan proses mental menjadi 2, yaitu :
Elementary. Masa praverbal, yaitu selama anak belum menguasai verbal,
pada saat itu anak berhubungan dengan lingkungan menggunakan bahasa tubuh.
Higher. Masa setelah anak dapat berbicara. Pada masa ini, anak akan
berhubungan dengan lingkungan secara verbal.
Vygotsky menggambarkan teorinya sebagai berikut :

Ilustrasi teori Vygotsky

Vygotsky menjelaskan ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru


untuk membantu siswa dalam melewati ZPDnya dalam pembelajaran yaitu:
1. Instruksi perlu direncanakan guru untuk memberikan latihan dalam ZPD anak
baik secara individu atau kelompok.
2. Kegiatan pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dalam kelompok anak-
anak yang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda sehingga dapat membantu
belajar anak satu sama lain
3. Pemberian scaffolding kepada siswa berupa bantuan pada awal kegiatan, untuk
selanjutnya mengurangi bantuan-bantuan tersebut agar siswa lebih bertanggung
jawab dengan tugas yang diberikannya.

Penerapan teori belajar Vygotsky dalam interaksi belajar mengajar mungkin dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus secara
aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini berarti
anak-anak bekerja dalam Zone of proximal developmnet dan guru menyediakan
scaffolding bagi anak selama melalui ZPD.
2. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya
juga berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak, kerja kelompok secara
kooperatif tampaknya mempercepat perkembangan anak.
3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi
oleh teman sebaya (peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang
agak tertinggal dalam pelajaran. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak
lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga
bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan
menyediakan scaffolding yang sesuai
Pembelajaran akan lebih efektif tatkala seorang guru mengajar dengn
menggunakan teori vygotsky sebagai landasan, bentuk pembelajaran yang
dimaksud adalah :
a. Sebelum mengajar, seorang guru hendaknya dapat memahami ZPD siswa batas
bawah sehingga bermanfaat untuk menyusun struktur mteri pembelajaran.
Implikasinya guru lebih akuat tatkala menyusun strategi mengajarnya, sehingga
tidak melulu selalu memberikan bimbingan kepada siswa. Dampak pengiringnya
adalah siswa dapat belajar sampai tingkat keahlian yang diharapkan dan mencapai
ZPD pada batas atas.
b. Untuk mengembangkan pembelajaran yang komunitas seorang guru perlu
memanfaatkan tutor sebaya didalam kelas.
c. Dalam pembelajaran seorang guru hendaknya menggunakan teknik scaffolding
dengan tujuan siswa dapat belajar atas inisiatifnya sendiri, sehingga mereka dapat
mencapai keahlian pada batas atas ZPD.
DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R, dan Matthew H. Olson. 2008. Teoris of Learning (Teori Belajar),
Edisi Ketujuh, Jakarta. Kencana Prenada Media Group.

Budiningsih, Asrih. 2011. Karateristik Siswa Sebagai Pijakan Dalam Penelitian


dan Metode Pembelajaran. Yogyakarta:Cakrawala Pendidikan. Vol. 30,
No. 1
Damardi. 2017. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran dalam Dinamika
Belajar Siswa. Yogyakarta: Budi Utama.
Danurbroto. 2015. Teori Belajar Piageat dan Vygostky. Jakarta: Indonesian Digital
Journal of Mathematics and Education.
Suyono, dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya:Remaja
Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai