Anda di halaman 1dari 4

SITI

 HABIBAH  ZEIN  
12700504  
FK  UWKS  -­‐  2015  

TUGAS INTERNA
MACAM-MACAM ANTIBIOTIKA NEFROTOKSIS

1. GOLONGAN AMINOGLIKOSIDA
Aminoglikosida merupakan antibiotika yang penggunaannya sangat luas terutama
untuk pengobatan infeksi gram negative, namun demikian penggunaannya dibatasi karena
sifat nefrotoksisitasnya (Ward, 2002). Kegagalan fungsi ginjal akibat pemakaian
aminoglikosida terjadi bila kenaikan kadar kreatinin plasma hingga 45 mol/L selama
atau setelah terapi, angka kejadiannya 10-37% setara denga dosis dan lamanya pemakaian,
bahkan ada yang mengatakan sampai 50% dalam waktu 14 hari atau lebih pemakaian.
(Luft, 1984) walaupun sifat nefrotoksisitasnya reversible, tetapi terapi dialysis kadang
dieprlukan karena beratnya kegagalan ginjal akut.
Mekanisme terjadinya nefrotoksis
Aminoglikosida masuk ke dalam ginjal mencapai maksimal di kortek ginjal dan sel
tubulus, melalui proses endositosis dan sequestration, aminoglikosida berikatan dengan
lisosom membentuk myeloid body / lisosom sekunder dan fosfolipidosis. Kemudian
membrane lisosom pecah dan melepaskan asam hidrolase dan mengakibatkan kematian sel
(Jha, 1995).
Mekanisme lain dapat diketahu lewat permukaan sek, G protein bergabung dengan
Ca++ (polyvalent cation)-sensing receptor (Ca R) dimana reseptor ini berada di nefron
distalis serta lumen tubulus proksimalis, dan dikatakan bahwa CaR ini terlibat dalam proses
kerusakan sel (Ward, 2002).
Factor risiko toksisitas aminoglikosida antara lain adanya depletion ion natrium dan
kalium, iskemia ginjal, karena usia lanjut, penggunaan diuretika, penyakit hati dan obat lain
yang nefrotoksis.
Berikut merupakan contoh aminoglikosida berdasar urutan yang paling toksis :
1. Neomisin
2. Gentamisin
3. Tobramisin
4. Netilmisin
5. Amikasin
6. Streptomisin
(Singh, 2003)

2. GOLONGAN SULFONAMID
Penggunaan obat golongan sulfonamide meningkat dengan adanya AIDS, bila
dikombinasikan dengan beberapa obat dapat digunakan untuk pengobatan malaria
(sulfadoksin dan pyrimethamine).

  1  
SITI  HABIBAH  ZEIN  
12700504  
FK  UWKS  -­‐  2015  

Hampir semua obat golongan sulfonamide dieksresikan melalui ginjal, baik dalam
bentuk asetil maupun bentuk bebas. Mas aparuh obat tergantung dari fungsi ginjal,
karenanya hasru diperhatikan bila fungsi ginjal terganggu (Mariana, 1995)
Spectrum nefrotoksisitasnya meliputi: nefritis interstisial akut, arteritis nekrotikan,
gangguan ginjal akut akibat anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi G-6-PD dan
gangguan ginjal akut akibat kristaluria pada pemakaian lama golongan sulfonamide ini.
Golongan sulfonamide yang banyak menyebabkan gangguan ginjal antara lain sulfadiazine
dan kotrimoksazol (Singh, 2003). Walaupun demikian penggunaan obat golongan sulfa lain
tetap harus hati-hati.

3. AMPHOTERICIN B (AM B)
Merupakan obat anti jamur yang efektif, tetapi efek nefrotoksis sangat banyak,
karenanya perlu perhatian khusus. Beberapa makalah melaporkan bahwa frekuensi
gangguan ginjal akut mencapai 49% dan 65% (Deray, 2002). Menurut Wingard dkk lebih
50% pasien secara signifikan kadar serum kreatinin meningkat dari sebelumnya, dan 15%
darinya membutuhkan dialysis (Wingard et al, 1999). AmB bersifat hidrofilik sehingga
mudah bercampur dengan membrane sel epithel dan meningkatkan permiabilitas. Hal ini
akan merusak sel endotel yang mengakibatkan vasokonstriksi arteirol afferent dan efferent
glomerulus dan menyebabkan penurunan GFR dan berakibat terjadi oliguria (Singh, 2003).
Toksisitas terhadap tubulus tergantung dari efek toksis langsung dan iskemik yang
berkelanjutan.

4. RIFAMPISIN
Merupakan obat antituberkulosis yang mempunyai efek nefrotoksis disbanding
dengan antituberkulosis lainnya. Insiden nefrotoksis bervariasi antara 1,8%-16% dari
semua kasus gangguan ginjal akut (GGA). Kebanyakan GGA karena rifampisin akibat obat
yang menginduksi anemia hemolitik. Lamanya terapi berperan penting, dilaporkan sesudah
2 bulan pengobatan, meskipun reaksi awal dapat ditemukan dalam 13 hari (Singh, 2003).
Pada kebanyakan kasus denga terapi suportif akan membaik dalam 3 minggu.

5. ACYCLOVIR
Merupakan obat anti virus, bila diberikan lebih 500mg/m2 IV akan menyebabkan
nefrotoksis. Kelarutan yang rendah menyebabkan presipitasi intratubuler dengan gejala
obstruksi uropati dan hematuri. Pada pemeriksaan urin akan tampak adanya Kristal
berbentuk jarum. Tampak adanaya inflamasi pada daerah obstruksi di tubulus.
Factor risiko terjadinya nefrotoksis meliputi pengurangan volume cairan, adanya
gejala insuffisiensi ginjal, dan infuse bolus yang cepat.
Biasanya penanganan yang tepat dapat memulihkan mendekati fungsi ginjal yang
normal dalam waktu 10-14 hari, walaupun kadang-kadang perlu dialysis.

  2  
SITI  HABIBAH  ZEIN  
12700504  
FK  UWKS  -­‐  2015  

6. GOLONGAN PENICILIN, SEFALOSPORIN, DAN BETALAKTAM LAINNYA


Walaupun umumnya tidak nefrotoksis tetapi nefropati dapat terjadi pad pemberian
meticilin, penicillin G dan ampisillin. Kelainannya berupa nefritis interstisialis,
diperkirakan terjadi berdasarkan mekanisme reaksi imun yang tergantung dari dosis dan
lamanya pemberian, khususnya pada meticillin dan penicillin G. sedangkan ampicillin
menimbulkan nefropati yang ada hubungannya dengan kadar obat yang tinggi dalam serum.
Walaupun nefropati penicillin lebih didasari reaksi imun, tidak dapat disingkirkan
kemungkinan efek nefrotoksis langsung oleh penicillin yang diberikan dalam dosis yang
sangat tinggi dan untuk masa yang lama. Diantara ketiga golongan penicillin ini, methicillin
yang tersering menyebabkan nefritis interstisialis, bahkan telah dikemukakan bahwa
frekuensi kejadian efek samping lebih tinggi dari yang disangka selama ini (Istiantoro dan
Gan, 1995)
Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksis, meskipun jauh lebih kurang dari
aminoglikosida dan polimiksin. Nefrotoksis terutama pada sefalodrin dosis 4 gr/hari,
sefalosporin lain dengan dosis terapi jauh kurang toksis dibandingkan dengan sefalodrin,
kombinasi dengan gentamisin dan tobramisin mempermudah nefrotoksis (Istiantoro dan
Gan, 1995). Pada dasarnya nefrotoksisitas sefalosporin dikarenakan adanya dosis yang
berlebihan dan bia dikombinasikan dengan aminoglikosida dan methicillin (Luft, 1984).
Mekanisme nefrotoksis melalui reaksi iskemia dan endotoksemia serta renal cortex
mithochondria injury (Tune B dan Hsu, 1990)
Betalaktam lain umumnya mempunyai efek nefrotoksis yang hampir sama dengan
golongan penisilin dan sefalosporin.

7. VANCOMISIN
Merupakan antibiotika yang dihasilkan oleh streptomises orientalis yang tidak dapat
diserap oleh saluran cerna, karena hanya diberikan intravena untuk mendapatkan efek
sistemik. Obat ini sangat toksis, obat ini hanya dipakai kalau obat yang lain sebabkan alergi
(Setiabudy, 2005))
Uremia yang fatal bila pemberiannya dosis besat, terapi yang lama, atau diberikan
pada gangguan ginjal, Karena itu perlu monitoring uang sangat ketat. Pemakaian sekarang
biasanya sudah dengan bentuk lain yaitu dalam bentuk kombinasi dengan D-mannitol dan
makrogol 400 (PEG 400), dimana efek nefrotoksisnya jauh berkurang. (Chasani, 2008)
Mekanisme kerusakan ginjal akibat vancomisin melalui kerusakan glomerulus yaitu
dilatasi Bowman’s space dan hipertrofi glomerulus. Sedangkan di tubulus dapat berupa
dilatasi tubulus renalis, nekrosis atau degenerasi epitel tubulus dan adanya silinder hialin
dalam tubulus (Hodoshima, 2004)

  3  
SITI  HABIBAH  ZEIN  
12700504  
FK  UWKS  -­‐  2015  

DAFTAR PUSTAKA
Chasani, Sofa. Antibiotik Nefrotoksik Penggunaan pada Gangguan Fungsi Ginjal. Devisi
Ginjal Hipertensi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP/RS Dr Kariadi Semarang.
2008.
Deray G. Amphotericin B Nephrotoxicity. Journ of Antimicrobial Chemotherapy. 2002. 49
Suppl S1:37-41.
Hodoshima N, Nakano Y, Izumi M, Mitomi N et al. Protective Effect of Inactive
Ingredients against nephrotoxicity of Vancomycin Hydrochloride in Rat. Drug
Metab. Pharmacokin. 2004; 19:68-75
Istiantoro YH, dan Gan VHS. Penisilin, sefalosporin dan antibiotic Betalaktam lainnya.
Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi FK UI. Edisi 4. 1995
Jha V, Chugh KS. Drug Induced Renal Disease. J Assoc Physicians India 1995; 43:407-15
Luft F C. Visscher D W. Nierste D M et al. Ceftazidime Nephrotoxicity in Rat.
Antimicrobial Agents and Chemotherapy. 1984: 513-514
Mariana Y, Setiabudy R. Sulfonamid, Kotrimoksazol dan Antiseptik Saluran Kemih.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi UI. 1995.
Setiabudy R. Antimikroba lain. Farmakologi dan Terapi. Bag. Farmakologi FK UI. Edisi 4
2005: 675-685.
Singh NP, Ganguli A, Pralash A. Drug Induced Kidney Disease. JAPI 2003;51:970-1977.
Tune B M and Hsu C-Y. The Renal Mitochondria Toxicity of Betalactam Antibiotics: in
Vitro Effects of Cephaloglycin and Imipenem. Journ of the Am Soc of Nephrology.
1990;1:615-821
Ward DT, Mc Larnon SJ, Riccardi D A. Aminoglycosides Increase Intracellular Calcium
Levels and ERK Activity in Proximal Tubular Cells Expressing the Extracellular
Calcium-Sensing Receptor. J Am Soc Nephrol. 2002;13:1481-1489
Wingard JR, Kubilis P, Yee G, White M, Waishe L. et al. Clinical Significance of
Nephrotoxicity in Patient Treated with Amphotericin B for Suspected or Proven
Aspergillosis. Clinical Infectious Diseases : 1999;26: 1402-1407

  4  

Anda mungkin juga menyukai