Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu indera manusia yang fungsinya sangat penting
sehingga kebutaan menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah.
Diperkirakan ada 285 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan di dunia,
10
dimana 39 juta mengalami kebutaan dan 246 juta memiliki low vision .
Berdasarkan hasil survei angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 %. Angka ini
menempatkan Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan
nomor dua di dunia. Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak, yaitu sekitar
1,5 % dari jumlah penduduk di Indonesia dan 78 % disebabkan oleh katarak.3
Besarnya jumlah penderita katarak berbanding lurus dengan jumlah penduduk
usia lanjut. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia. Di Indonesia
diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Jumlah ini meningkat
menjadi dua kali lipat pada tahun 2020. Kebutaan akibat katarak atau kekeruhan
lensa merupakan masalah kesehatan global yang harus segera diatasi karena
kebutaan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan hilangnya
produktifitas serta membutuhkan biaya besar untuk pengobatannya9.
Kebutaan yang terjadi akibat katarak akan terus meningkat karena
penderita tidak menyadarinya, daya penglihatan baru terpengaruh setelah katarak
berkembang sekitar 3-5 tahun dan menyadari penyakitnya setelah memasuki
stadium kritis. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai gejala
katarak. Oleh karena itu sangat penting meningkatkan pengetahuan masyarakat
dan kesadaran akan kesehatan mata sehingga kekeruhan lensa dapat segera
tertangani dan tidak mengganggu aktivitas penderita.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA


Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk,
memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan
gambaran kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.3,7,8
Mata memiliki struktur sebagai berikut :
 Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang
bewarna putih dan relatif kuat.
 Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata
dan bagian sklera.
 Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan
pembungkus dari iris, pupil, dan bilik anterior serta membantu
memfokuskan cahaya.
 Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.
 Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang
kornea dan di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang
masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
 Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos
dan vitreus, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
 Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang
bola mata, berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus
ke otak.
 Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan
visual ke otak.
 Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa
dan kornea (mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan

1
sumber makanan bagi lensa dan kornea, dihasilkan oleh processus
ciliaris.
 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di
depan retina (mengisi segmen posterior mata)

Gambar 1. Anatomi Mata

A. ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang
memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan
memberikan akomodasi.. Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke
belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh zunula zinii
(ligamentum suspensorium lentis) yang menghubungkannya dengan korpus
siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior.
Lensa diliputi oleh kapsula lentis yang bekerja sebagai membran yang
semipermiabel, yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.3,7,8

2
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar subepitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan
persambungan lamellae ini ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan
slitlamp. Bentuk ( Y ) tegak di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan
ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang tersusun dari
banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator
lensa.3,7,8
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), serta sedikit sekali mineral yang biasa berada di
dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat
dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh
darah atau saraf di lensa.3,7,8

Gambar 2. Lensa

B. FISIOLOGI LENSA

3
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior
lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.2,7
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih
konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-
kanak dan terus berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini
proses bertambah cepat, dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah
tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan,
kurang jernih dan tampak seperti “gray reflek” atau “senil reflek”, yang sering
disangka katarak. Karna proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan
daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada
orang Indonesia dimulai pada usia 40 tahun.2,7

C. PEMERIKSAAN LENSA
Pemeriksaan yang dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan
tajam penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop,
penlight, loop, sebaiknya dengan pupil dilatasi.8

D. METABOLISME LENSA NORMAL


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation
(sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus.
Kadar kalium dibagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior,
sedangkan kadar natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium
bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion

4
natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan
ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase.7
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan
ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose
reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol
dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.7

II. DEFINISI

Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa


yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih
sering dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1
di seluruh dunia. Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi
banyak juga faktor lain yang mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin,
penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak
berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat
hidrasi, denaturasi protein, dan proses penuaan sehingga memberikan
gambaran area berawan atau putih.3,8

Kekeruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,


sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek
terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah
lensanya.3,8

5
Gambar 3. Gambaran Katarak

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak


terjadi secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga
penglihatan penderita terganggu secara tetap atau penderita mengalami
kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata yang lain, namun
dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.3,8
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan
pasien mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila
diperlukan pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaiki
ketajaman penglihatan pada >90% kasus, sisanya mungkin mengalami
kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya
glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya
pandang.3,8

Gambar 4. Gambaran Katarak

6
III. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai
60-80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap
10.000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di
seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.5

IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat
dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi,
alkohol, defisiensi vitamin E, radang menahun dalam bola mata, dan polusi
asap motor/pabrik yang mengandung timbal.3,8 Cedera pada mata seperti
pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan trauma kimia dapat
merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.8
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai
katarak kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya
peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat
terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti
diabetes mellitus.3

V. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia
dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan
hambatan jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini

7
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.3,8
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi
dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa
yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan
dari lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan
osmotik yang menyebabkan kekeruhan lensa.6
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut
kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di
tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga
terjadilah sklerosis nukleus lensa.6
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:8
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopia
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
protein nukleus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal

8
d. Korteks tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik
dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat
perubahan pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar
ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan
mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga
mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke
retina.8

Gambar 5. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan


katarak

VI. KLASIFIKASI

Morfologi Maturitas Onset


Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile

9
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni

KATARAK SENILIS
1. Definisi dan Epidemiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis
antara lain:3
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin
α dan β adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock
protein berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul
protein agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak
dapat lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.6,8
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:
1. Katarak senilis kortikal

10
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan
penurunan asam amino dan kalium yang mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang
diikuti oleh koagulasi protein.5
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:
- Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya
dapat diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.8
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi
dengan adanya area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat
dimulai dari ekuator ke arah sentral (kuneiform) atau dapat
3,5
dimulai dari sentral (kupuliform).
Gambar 6
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian
lensa. Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya
tekanan osmotik, bahan lensa yang degeneratif, dan dapat
terjadi glaukoma sekunder.3 ,5 Gambar 7

11
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh
bagian lensa. Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan
menyeluruh pada derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut,
dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.3,5
Gambar 8
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah
mencair. Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa
menjadi mengerut.3,5
Gambar 9
- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengerutan dapat berjalan
terus dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi
longgar.3,5

Perbedaan stadium katarak


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

2. Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa, hal ini menyebabkan lensa
menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi. Maturasi pada katarak
12
senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa kehilangan
daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan
akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa
mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi
akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna
coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen
dan jarang berwarna merah (katarak rubra).5,6

Gambar 10. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.3,5
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test

13
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

4. Diagnosa

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan
jantung.6,8

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui


kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior
dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur
intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis
penglihatannya.6

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik
mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran
lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil,
posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab
subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya,
kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test
dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu,

14
pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas
bagian belakang harus dinilai.8

5. Diagnosis Banding

Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan


dengan kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma,
retinopathy of prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus
(PHPV).5

6. Tatalaksana

Terapi untuk katarak yang masih tipis dapat dibantu dengan menggunakan
kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat
meredamkan cahaya. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa
menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya,
seperti uveitis, glaukoma dan/atau retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil
yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan
risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak
dilakukan bila mengganggu kehidupan sosial atau atas indikasi medis lainnya 3

Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,
medis, dan kosmetik.8
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi

15
katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma),
endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati
diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus)
untuk memperoleh pupil yang hitam.
Persiapan Pre-Operasi6
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-
Iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (diazepam 5 mg) pada malam harinya bila
pasien cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
Tetesan diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma,
antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat
antidiabetik sebaiknya tidak diberikan pada hari operasi untuk
mencegah hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat diteruskan sehari
setelah operasi.

Anestesi8
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu,
atau retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit
Parkinson, dan reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :
 Peribulbar block

16
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva
dengan jarum 25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis,
peningkatan TIO, hilangnya refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada
n.vagus yang diakibatkan stimulus rasa sakit pada bola mata, yang
mengakibatkan bradikardia dan bisa menyebabkan cardiac arrest)
Komplikasi :
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi
 Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan
kapsul tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang area subtenon.
Anestesi diinjeksikan diantar ekuator bola mata.
 Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine
0.5%, lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi
intrakamera atau infusa larutan lidokain 1%, biasanya selama
hidrodiseksi.

Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi, SICS.

1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.


Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
dipindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan

17
tindakan pembedahan yang sangat lama populer. ICCE tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi
pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.3,6,8

Gambar 11. Teknik ICCE

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi


lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder
lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata
dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan

18
kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.3,6,8

Gambar 12. Teknik ECCE

Gambar 13. ECCE dengan pemasangan IOL

3. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan


memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini hanya diperlukan irisan yang
sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan menyedot

19
massa katarak yang telah hancur sampai
bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang
dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Karena incisi yang kecil maka
tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan
sendirinya, yang memungkinkan pasien
dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat
pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis.3,6,8

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik
operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan
hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma
fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.6

Jenis teknik Keuntungan Kerugian


bedah katarak
Extra capsular  Incisi kecil  Kekeruhan pada kapsul
cataract  Tidak ada komplikasi vitreus posterior
 Kejadian endophtalmodonesis  Dapat terjadi
extraction lebih sedikit perlengketan iris dengan
(ECCE)  Edema sistoid makula lebih kapsul
jarang
 Trauma terhadap endotelium
kornea lebih sedikit
 Retinal detachment lebih
sedikit
 Lebih mudah dilakukan

Intra capsular  Semua komponen lensa Incisi lebih besar


diangkat Edema cistoid pada makula

20
cataract Komplikasi pada vitreus
extraction Sulit pada usia < 40 tahun
Endopthalmitis
(ICCE)
Fakoemulsifikasi  Incisi paling kecil  Memerlukan dilatasi
 Astigmatisma jarang pupil yang baik
terjadi  Pelebaran luka jika ada
 Pendarahan lebih sedikit IOL
 Teknik paling cepat
KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa
intra okular (intra ocular lens, IOL).6
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas)
akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5
mg dapat memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik
topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata
dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa
pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan
operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa;
dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)

21
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama
teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema,
prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan
endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina,
dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah
beberapa waktu post operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa
toksik (toxic lens syndrome).

PREVENTIF DAN PROMOTIF


Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak
senilis ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap
hal-hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah
paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap
dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E)
secara teori bermanfaat.5

Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok, karena rokok memproduksi


radikal bebas yang meningkatkan risiko katarak. Selanjutnya, juga dapat
mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang. Memperbanyak porsi buah dan
sayuran. Lindungilah mata dari sinar ultraviolet. Selalu menggunakan kaca mata
gelap ketika berada di bawah sinar matahari. Lindungi juga diri dari penyakit
seperti diabetes.6

22
PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara definitif pada katarak senilis dapat
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan
prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.4

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17th ed. USA :
Mc Graw-Hill; 2007.
2. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
5. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses
dari http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 19 Juni 2017.
6. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J
Ophthalmol. 2011.
7. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku
Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
9. Arimbi, A.T. Faktor-faktor yang berhubungan dengan katarak degeneratif
di RSUD Budhi Asih. 2014

24

Anda mungkin juga menyukai