Anda di halaman 1dari 22

BAHASA INDONESIA

DIKSI

Irmayanti 1754041012
Indra Rosanda 1754042008
NurArifah 1754041030
Leoviana Yosi N 1754042010

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami mengakui masih banyak kekurangan dalam makalah ini karena
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 14 Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................i
Kata Pengantar ........................................................................................................... ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
b. Rumusan Masalah .............................................................................................2
c. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Diksi ................................................................................................ 3
b. Fungsi Diksi ...................................................................................................... 4
c. Pembagaian Makna Kata .................................................................................. 4
d. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata ..............................................10
e. Syarat-syarat Ketepatan Diksi ...........................................................................11
f. Gaya Bahasa dan Idiom ......................................................................................14
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan ........................................................................................................18
b. Saran ..................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa terbentuk dari beberapa tataran gramatikal, yaitu dari tataran terendah
sampai tertinggi adalah kata, frase, klausa, kalimat. Ketika anda menulis dan
berbicara, kata adalah kunci pokok dalam membentuk tulisan dan ucapan. Maka dari
itu kata-kata dalam bahasa Indonesia harus dipahami dengan baik, supaya ide dan
pesan seseorang dapat dimengerti dengan baik. Kata-kata yang digunakan dalam
komunikasi harus dipahami dalam konteks alinea dan wacana. Tidak dibenarkan
menggunakan kata-kata sesuka hati, tetapi yang harus mengikuti kaidah-kaidah yang
benar.

Menulis merupakan kegiatan yang menghasilkan ide secara terus menerus


dalam bentuk tulisan yang teratur yang mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan,
perasaan ( ekspresif ). Untuk itu penulis atau pengarang membutuhkan keterampilan
dalam hal struktur bahasa dan kosakata. Yang terpenting dalam menulis adalah
penguasaan kosakata yang merupakan bagian dari diksi. Ketetapan diksi dalam
membuat suatu tulisan atau karangan tidak dapat diabaikan demi menghasilkan
tulisan yang mudah dimengerti. Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata pengarang
dalam menggambarkan “cerita“ pengarang. Walaupun dapat diartikan begitu, diksi
tidak hanya pilih-memilih kata saja atau mengungkapkan gagasan pengarang, tetapi
juga meliputi gaya bahasa, dan ungkapan-ungkapan.

Tidak dapat disangkal bahwa dalam penggunaan kosa kata adalah bagian yang
sangat penting dalam dunia perguruan tinggi. Prosesnya mungkin lamban dan sukar,
tapi orang akan merasa lega dan puas sebab tidak akan sia-sia semua jerih payah yang
telah diberikan. Manfaat dari kemampuan yang diperolehnya itu akan lahir dalam
bentuk penguasaan terhadap pengertian-pengertian yang tepat bukan sekedar
menggunakan kata-kata yang hebat tanpa isi. Dengan pengertian-pengertian yang
1
tepat itu, kita dapat pula menyampaikan pikiran kita secara sederhana dan langsung.
Mereka yang luas kosa katanya akan memiliki pula kemampuan yang tinggi
untuk memilih setepat-tepatnya kata mana yang paling harmonis untuk mewakili
maksud atau gagasannya. Secara populer orang akan mengatakan bahwa kata meneliti
sama artinya dengan kata menyelidiki, mengamati, dan menyidik. Karena itu, kata-
kata turunannya seperti penelitian, penyelidikan, pengamatan, dan penyidikan adalah
kata yang sama artinya atau merupakan kata yang bersinonim. Mereka yang luas kosa
katanya menolak anggapan itu karena tidak menerima anggapan itu, maka mereka
akan berusaha untuk menetapkan secara cermat kata mana yang harus digunakan
dalam sebuah konteks tertentu. Sebaliknya yang miskin kosa katanya akan sulit
menemukan kata lain yang lebih tepat, karena ia tidak tahu bahwa ada kata lain yang
lebih tepat dan karena ia tidak tahu bahwa ada perbedaan antara kata-kata yang
bersinonim itu. Maka atas dasar tersebutlah kita sebagai mahasiswa yang baik
hendaknya mengetahui dan memahami bagaimana penggunaan pilihan kata yang
tepat dan cermat dalam konteks yang tepat pula.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian diksi ?
2. Apa fungsi diksi ?
3. Bagaimana pembagian makna kata dan kesalahan gabungan kata dan kata ?
4. Apa syarat-syarat ketepatan diksi ?
5. Apa yang di maksud dengan gaya bahasa dan idiom ?

C. Tujuan penulis
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian diksi.
2. Mahasiswa mampu mengetahui fungsi diksi.
3. Mengetahui pembagian makna kata dan kesalahan gabungan kata dan kata.
4. Mahasiswa mampu mengetahui syarat-syarat ketepatan diksi.
5. Mahasiswa mampu mengetahui gaya bahasa dan idiom. 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Diksi
Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata
tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana. Pemilihan kata dapat
dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan.
Pemilihan kata bukanlah sekedar memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih
kata yang cocok. Cocok dalam arti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada,
dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya.
Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata
dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan
mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara
aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu
mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-
mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-
tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita dapat lari dari kamus. Kamus
memberikan suatu ketetapan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini,
makna kata yang tepatlah yang diperlukan.
Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa
yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Disamping itu, pemilihan kata
itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Pemilihan
kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau
bermiripan. Ketersediaan kata akan ada apabila seseorang mempunyai bendaharaan
kata yang memadai, seakan-akan ia memiliki senarai (daftar) kata. Senarai kata itu

3
dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian. Tanpa
menguasai sediaan kata yang cukup banyak, tidak mungkin seseorang dapat
melakukan pemilihan atau seleksi kata.
Pemilihan kata bukanlah sekedar kegiatan memilih kata yang tepat melainkan
juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks
dimana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa
masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih kata diperlukan analisis dan
pertimbangan tertentu. Sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan mampus ,wafat,
tewas, gugur, berpulang, kembali ke haribaan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, kata-
kata tersebut tidak dapat bebas digunakan karena ada nilai rasa dan nuansa makna
yang membedakannya.

B. Fungsi Diksi
Dalam karangan ilmiah, diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep,
pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah. Adapun fungsi diksi
antara lain :
a) Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
b) Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
c) Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
d) Mencegah perbedaan penafsiran.
e) Mencegah salah pemahaman.
f) Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

C. Pembagian Makna Kata


a. Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna
wajar ini adalah makna yang sesuai dengan apa adanya . Denotatif adalah suatu
pengertian yang dikandung dalam sebuah kata secara objektif. Makna denotatif
4
(denotasi) lazim disebut: 1) makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan hasil
observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, atau
pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif. 2)
makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi yaitu tempat duduk yang berkaki empat
(makna sebenarnya). 3) makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna
sebenarnya.
Contoh:
Wanita dan perempuan secara konseptual sama ; gadis dan perawan secara
denotatif sama maknanya sedangkan kumpulan, rombongan, gerombolan, secara
konseptual sama maknanya. Istri dan bini secara konseptual sama.
b. Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna asosiatif, makna yang timbul sebagai akibat
dari sikap sosial, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna
konseptual. Makna konotatif atau konotasi berarti makna kias, bukan makna
sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyakat ke masyarakat lain, sesuai
dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna konotasi juga dapat
berubah dari waktu ke waktu.
Contoh:
“Prabowo Hatta dan Jokowi Kalla berebut kursi presiden.” Kalimat tersebut
tidak menunjukan makna bahwa Prabowo dan Jokowi Kalla tarik-menarik kursi
karena kata kursi berarti jabatan presiden.
Makna konotatif dan denotatif berhubungan erat dengan kebutuhan pemakaian
bahasa. Makna denotatif ialah arti harfiah suatu kata tanpa ada suatu makna yang
menyertainya sedangkan makna konotatif adalah makna yang mempunyai tautan
pikiran, perasaan, dan lain-lain yang menimbulkan nilai rasa tertentu. Dengan kata
lain, makna konotatif lebih bersifat pribadi dan khusus, sedangkan denotatif
maknanya umum.
Kalimat dibawah ini menunjukan hal itu.
Dia adalah wanita manis (konotatif). 5
Dia adalah wanita cantik (denotatif).
Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan
gambaran umum seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu
maksud yang bersifat memukau perasaan kita.
Nilai kata-kata itu dapat bersifat baik dan dapat pula bersifat jelek. Kata-kata
yang berkonotasi jelek dapat kita sebutkan seperti kata tolol (lebih jelek daripada
bodoh ), mampus (lebih jelek daripada mati), dan gubuk (lebih jelek daripada rumah).
Di pihak lain, kata-kata itu dapat mengandung arti kiasan yang terjadi dari makna
denotatif referen lain. Makna yang dikenakan kepada kata itu dengan sendirinya akan
ganda sehingga kontekslah yang lebih banyak berperan dalam hal ini.
Perhatikan contoh dibawah ini:
Sejak dua tahun yang lalu ia membanting tulang untuk memperoleh
kepercayaan masyarakat. Kata membanting tulang (yang mengambil suatu denotatif
kata pekerjaan membanting sebuah tulang) mengandung makna “bekerja keras” yang
mengandung sebuah kiasan. Kata membanting tulang dapat kita masukkan dalam
golongan kata yang bermakna konotatif.

c. Umum dan Khusus


Kata umum dibedakan dari kata khusus berdasarkan ruang lingkupnya. Makin
luas ruang lingkup suatu kata, makin umum sifatnya. Sebaliknya, makna kata menjadi
sempit ruang lingkupnya makin khusus sifatnya.
Makin umum suatu kata makin besar kemungkinan terjadi salah paham atau
perbedaan tafsiran. Sebaliknya, makin khusus, makin sempit ruang lingkupnya,
makin sedikit terjadi salah paham. Dengan kata lain, semakin khusus makna kata
yang dipakai, pilihan kata semakin cepat. Perhatikan contoh berikut:
1) Kata umum: melihat
Kata khusus: melotot, melirik, mengintip, menatap, memandang,
2) Kata umum: berjalan
Kata khusus: tertatih-tatih, ngesot, terseok-seok, langkah tegap, 6
3) Kata umum: jatuh
Kata khusus: terpeleset, terjengkang, tergelincir, tersungkur, terjerembab, terperosok,
terjungkal.
d. Kata konkret dan Abstrak
Kata yang acuannya semakin mudah diserap panca indra disebut kata konkret,
seperti meja, rumah, mobil, dan lain-lain. Jika suatu kata tidak mudah diserap panca
indra maka kata itu disebut kata abstrak, seperti gagasan dan saran. Kata abstrak
digunakan untuk mengungkapkan gagasan rumit. Kata abstrak mampu membedakan
secara halus gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Akan tetapi, jika dihambur-
hamburkan dalam suatu karangan, karangan itu dapat menjadi samar dan tidak
cermat.
e. Sinonim
Sinonim adalah dua kata atau lebih yang pada asasnya mempunyai makna
yang sama, tetapi bentuknya berlainan. Sinonim ialah persamaan makna kata.
Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk ejaan, dan pengucapannya. Contoh:
agung, besar, raya. Mati, mangkat, wafat, meninggal, dan lain-lain.
f. Pembentukan Kata
Ada dua cara pembentukan kata, yaitu dari dalam dan luar bahasa Indonesia.
Dari dalam bahasa Indonesia terbentuk kosa kata baru dengan dasar kata yang sudah
ada, sedangkan dari luar terbentuk kata baru melalui unsur serapan. Dari dalam
bahasa Indonesia terbentuk kata baru, misalnya: tata buku, tata bahasa, daya tahan,
dan lain-lain. Dari luar bahasa Indonesia terbentuk kata-kata melalui pungutan kata,
misalnya: bank, valuta, dan lain-lain.
g. Perubahan Makna
Bahasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat pemakainya,
pengembangan diksi tejadi pada kata. Namun, hal ini berpengaruh pada penyusunan
kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan tersebut dilakukan memenuhi
kebutuhan komunikasi. Komunikasi kreatif berdampak pada perkembangan diksi,
7
berupa penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu,
bahasa berkembang dengan sesuai kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan
dapat menimbulkan perubahan yang mencakup perluasan, penyempitan, pembatasan,
pelemahan, pengaburan, dan penggeseran makna.
Faktor penyebab perubahan makna:

1. Kebahasaan
a) Perubahan intonasi adalah perubahan makna yang diakibatkan oleh perubahan
nada, irama, dan tekanan. Contoh dalam kalimat;
• Paman teman saya belum nikah
• Paman, teman saya belum nikah
• Paman, teman, saya belum nikah
• Paman, teman, saya, belum nikah
b) Perubahan struktur frasa: kaleng susu (kaleng bekas tempat susu) susu kaleng
(susu yang dikemas dalam kaleng), dokter anak (dokter spesialis anak), anak dokter
(aanak yang dilahirkan oleh orang tua yang menjadi dokter).
c) Perubahan bentuk kata adalah perubahan makna yang ditimbulkan oleh perubahan
bentuk. Contoh; tua (tidak muda) jika ditambah awalan ke- maka menjadi ketua,
makna berubah menjadi pemimpin.
d) Kalimat akan berubah makna jika struktur kalimatnya berubah. Perhatikan kalimat
berikut:
• Karena sudah diketahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat itu.

Kalimat diatas, salah kesejajaran bentuk kata diketahui seharusnya mengetahui.


• Karena mengetahui sebelumnya, satpam segera dapat meringkus penjahat itu.
• Pencuri itu segera diringkus oleh satpam karena sudah diketahui sebelumnya.
2. Kesejarahan
Kata perempuan pada zaman penjajahan Jepang digunakan untuk menyebut
perempuan penghibur. Orang menggantinya dengan kata wanita . Kini setelah orang
8
melupakan peristiwa tersebut menggunakannya kembali dengan pertimbangan, kata
perempuan lebih mulia dibanding kata wanita.

3. Kesosialan

Masalah kesosialan berpengaruh terhadap perubahan makna. Contoh; petani


kaya disebut petani berdasi, militer disebut baju hijau.

4. Kejiwaan

Perubahan makna karena faktor kejiwaan ditimbulkan oleh pertimbangan:


rasa takut, kehalusan ekspresi, dan kesopanan. Perhatikan contoh berikut ini:

a) Tabu:
• Pelacur disebut tunasusila
• Germo disebut hidung belang
b) Kehalusan:
• Bodoh disebut kurang pandai
• Malas disebut kurang pandai
c) Kesopanan:
• Ke kamar mandi disebut kebelakang
• Gagal disebut kurang berhasil

5. Bahasa Asing

Perubahan makna karena faktor bahasa asing, misalnya kata tempat orang
terhormat diganti dengan VIP.

6. Kata Baru

Kreativitas pemakai bahasa berkembang terus sesuai dengan kebutuhannya.


Kebutuhan tersebut, memerlukan bahasa sebagai alat ekspresi dan komunikasi.
Perhatikan penggunaan kata: jaringan, kinerja,dan justifikasi.

9
• Jaringan kerja untuk menggantikan network
• Justifikasi untuk menggantikan pembenaran
• Kinerja untuk menggantikan performance

D. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dan Kata


a. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata yang mana, di mana, daripada. Perhatikan
contoh pemakaian di mana, yang mana, daripada, yang salah dalam kalimat ini.
• Dalam rapat yang mana dihadiri oleh para ketua RT dan Rw.
• Demikian tadi sambutan Pak Lurah di mana beliau telah menghimbau kita untuk
lebih tekun bekerja.

• Marilah kita perhatikan kebersihan kita daripada lingkungan kita.

Kalimat 1 (satu) kerap kita dengar dalam aktivitas bermasyarakat kalau kita
amati. Terdapat dua kesalahan dalam pemakaain bentuk gabungan itu, kesalahan
pertama, dalam sebagian kalimat itu terdapat kata yang berlebih atau mubazir yang
mengakibatkan terjadinya polusi bahasa. Kata mana dalam kalimat pertama tidak
diperlukan, cobalah baca kalimat pertama tanpa kata mana, jadi bunyinya berubah
seperti ini. Dalam rapat yang dihadiri oleh para ketua RT dan Rw.

Kalimat 2 (dua), pada bagian besar kalimat ini terjadi salah pakai bentuk
gabung di mana tidak boleh dipakai dalam bentuk kalimat. Fungsi di mana dan yang
mana bukan sebagai penghubung klausa-klausa, baik dalam sebuah kalimat maupun
penghubung antar kalimat. Kalimat ini harus dipecah menjadi dua.

 Demikian tadi sambutan pak Lurah


 Beliau telah menghimbau kita untuk lebih tekun dan bekerja
Ada pun kalimat terakhir ini sama seperti kalimat pertama.

b. Kesalahan Pemakaian Gabungan Kata dengan, di, dan ke.


Pemakaian kata dengan dalam kalimat terutama ragam lisan, sering tidak
10
tepat. Perhatikan contoh yang salah berikut ini:
(1) Sampaikan salam saya dengan Dona
(2) Mari kita tanyakan langsung dengan dokter ahlinya.
Kata dengan pada kalimat diatas harus diganti dengan kepada, jika tidak
kepada siapa salam ditujukan. Kata dengan tidak cocok dipakai untuk kalimat diatas
karena dengan dapat berarti bersama.
Senada dengan kekeliruan pemakaian kata sambung dengan, pemakaian yang
keliru juga sering terjadi untuk kata depan di dan ke yang seharusnya di isi oleh kata
pada dan kepada. Kata depan di dan ke harus diikuti oleh tempat, waktu, sedangkan
kepada harus diikuti nama/jabatan orang atau kata ganti orang.
Contoh:
(1) Buku agendaku tertinggal di rumah Andi.
(2) Jangan menoleh ke kiri.
(3) Permohonan cuti diajukan kepada direktur.

c. Kesalahan Pemakaian Kata berbahagia


Dalam pertemuan formal ditengah masyarakat, kita sering mendengar kata
berbahagia dipakai secara keliru oleh pembawa acara dan juga oleh pembicara lain.
Umumnya kata berbahagia itu dimunculkan pada bagian awal suatu acara ketika
pembicara menyapa hadirin, seperti contoh yang keliru berikut ini:
(1) Selamat malam dan selamat datang ditempat yang berbahagia ini.
(2) Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mengajak hadirin untuk.
Pemakaian dalam kalimat 1 dan 2 dikatakan keliru karena berbahagia bukan kata
sifat. Jika pada kata berbahagia diganti kata sifat misalnya, aman ,indah, bersih, tentu
saja kalimatnya benar.

E. Syarat-syarat Ketepatan Diksi


Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang
11
sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan
oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha
secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan
tidak akan menimbulkan salah paham.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut persyaratan
yang harus di penuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang
sesuai dengan tuntutan komunikasi. Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata
adalah :
1. Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.
Denotasi ialah kata yang bermakna lugas atau tidak bermakna ganda.
Sedangkan konotasi ialah kata yang dapat menimbulkan bermacam-macam makna.
Contoh :
 Bunga eldeweis hanya tumbuh ditempat yang tinggi. (Denotasi)
 Sinta adalah bunga desa di kampungnya. (Konotasi)
2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.
 Siapa pengubah peraturan yang memberatkan pengusaha?
 Pembebasan bea masuk untuk jenis barang tertentu adalah peubah peraturan yang
selama ini memberatkan pengusaha.
3. Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya.
 Intensif – insensif
 Karton – kartun
 korporasi - koperasi
4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika
pemahaman belum dapat dipastikan.
Contoh :
 Modern : canggih (secara subjektif)
 Modern : terbaru atau muktahir (menurut kamus)
 Canggih : banyak cakap, suka menggangu, banyak mengetahui,
bergaya intelektual (menurut kamus) 12
5. Waspada terhadap penggunaan imbuhan asing.
Contoh :
 Dilegalisir seharusnya dilegalisasi.
 Koordinir seharusnya koordinasi.
6. Membedakan pemakaian kata penghubung yang berpasangan secara tepat.

Contoh :

Pasangan yang salah Pasangan yang benar


antara ..... dengan .... antara .... dan .....
tidak ..... melainkan ..... tidak ..... tetapi .....
baik ..... ataupun ..... baik ..... maupun .....
bukan ..... tetapi ..... bukan ...... melainkan .....

7. Membedakan kata umum dan kata khusus secara cermat.


Kata umum adalah sebuah kata yang mengacu kepada suatu hal atau
kelompok yang luas bidang lingkupnya. Sedangkan kata khusus adalah kata yang
mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan kongkret.
Contoh :
 Kata umum : melihat
 Kata khusus : melotot, membelak, melirik, mengintai, mengamati, mengawasi,
menonton, memandang, menatap.
8. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
Contoh :
 Isu (berasal dari bahasa Inggris “issue”) berarti publikasi, perkara.
 Isu (dalam bahasa Indonesia) berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar
angin, desas-desus.
9. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim, berhomofoni, dan berhomografi.
Sinonim adalah kata-kata yang memiliki arti sama.
13
Homofoni adalah kata yang mempunyai pengertian sama bunyi, berbeda tulisan, dan
berbeda makna.
Homografi adalah kata yang memiliki kesamaan tulisan, berbeda bunyi, dan berbeda
makna.
Contoh :
 Sinonim : Hamil (manusia) – Bunting (hewan)
 Homofoni : Bank (tempat menyimpan uang) – Bang (panggilan kakak laki-laki)
 Homografi : Apel (buah) – Apel (upacara)

10. Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat.


Kata abstrak mempunyai referensi berupa konsep, sedangkan kata konkret
mempunyai referensi objek yang diamati.
Contoh :
 Kata abstrak
Kebaikan seseorang kepada orang lain merupakan sifat terpuji.
 Kata konkret
APBN RI mengalami kenaikkan lima belas persen.

F. Gaya Bahasa dan Idiom


1. Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau langgam bahasa dan sering juga disebut majas adalah cara
penutur mengungkapkan maksudnya. Banyak cara yang dapat dipakai untuk
mengungkapkan maksud. Ada cara yang memakai perlambang (majas metafora,
personifikasi) ada cara yang menekankan kehalusan (majas eufemisme, litotes) dam
masih banyak lagi majas yang lainnya. Semua itu pada prinsipnya merupakan corak
seni berbahasa untuk menimbulkan kesan tertentu bagi mitra komunikasi kita
(pembaca/pendengar).

14
Sebelum menampilkan gaya tertentu ada enam faktor yang mempengaruhi
tampilan bahasa seorang komunikator dalam berkomunikasi dengan mitranya, yaitu :

a) Cara dan media komunikasi : lisan atau tulisan, langsung atau tidak langsung,
media cetak atau media elektronik.
b) Bidang ilmu : filsafat, sastra, hukum, teknik, kedokteran, dll.
c) Situasi : resmi, tidak resmi, setangah resmi.
d) Ruang atau konteks : seminar, kuliah, ceramah, pidato.
e) Khalayak : dibedakan berdasarkan umur (anak-anak, remaja, dewasa, orang tua);
jenis kelamin (laki-laki, perempuan); tingkat pendidikan dan status sosial (rendah,
menengah, tinggi).
f) Tujuan : membangkitkan emosi, diplomasi, humor, informasi.

Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata


Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling
tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya
penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat.
Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam
menghadapi situasi-situasi tertentu.
Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapatlah dibedakan menjadi :
a. Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa dalam bentuknya yang lengkap, gaya
yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan
oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Gaya
bahasa resmi biasa kita jumpai dalam penyampaian amanat kepresidenan, berita
negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, artikel-
artikel yang serius atau esai yang memuat subyek-subyek yang penting, semuanya
dibawakan dengan gaya bahasa resmi.
Contoh dalam pembukaan UUD 1945: 15
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan ini ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. ...(selanjutnya)

b. Gaya Bahasa Tak Resmi


Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam
bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau
kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis,
buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam
perkuliahan, dan sebagainya. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa
yang umum dan normal bagi kaum terpelajar.
Contoh :
Sumpah pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28 Oktober 1928 adalah
peristiwa nasional, yang mengandung benih nasionalisme. Sumpah Pemuda
dicetuskan pada zaman penjajahan. Nasionalisme pada zaman penjajahan
mempunyai watak khusus yakni anti penjajahan. Peringatan kepada Sumpah Pemuda
sewajarnya berupa usaha merealisasikan gagasan-gagasan Sumpah Pemuda.

c. Gaya Bahasa Percakapan


Dalam gaya bahasa percakapan, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan
kata-kata percakapan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan tak resmi,
maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian
sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih
dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila
dibandingkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi. 16
Contoh berikut adalah hasil rekaman dari sebuah diskusi dalam seminar
Bahasa Indonesia tahun 1996 di Jakarta :
Pertanyaan yang pertama, di sini memang sengaja saya tidak membedakan antara
istilah jenis kata atau word classes atau parts of speech. Jadi ketiganya saya artikan
sama di sini. Maksud saya ialah kelas-kelas kata, jadi penggolongan kata, dan hal itu
tergantung kepada dari mana kita melihat dan dasar apa yang kita pakai untuk
menggolongkannya. .......(selanjutnya)

2. Idiom
Menurut Moeliono, Idiom adalah ungkapan bahasa yang artinya tidak secara
langsung dapat dijabarkan dari unsur-unsurnya. Sedangkan menurut Badudu, idiom
adalah bahasa yang teradatkan. Oleh karena itu, setiap kata yang membentuk idiom
berarti di dalamnya sudah ada kesatuan bentuk dan makna.
Walaupun dengan prinsip ekonomi bahasa, salah satu unsurnya tidak boleh
dihilangkan. Setiap idiom sudah tepat sedemikian rupa sehingga para pemakai bahasa
mau tidak mau harus tunduk pada aturan pemakaiannya. Sebagian besar idiom yang
berupa kelompok kata, misalnya gulung tikar, adu domba, muka tembok tidak boleh
dipertukarkan susunannya menjadi *tikar gulung, *domba adu, *tembok muka karena
ketiga kelompok kata yang terakhir itu bukan idiom.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa makna dari
gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang
sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat
pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa
sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata itu. Diksi berfungsi sebagai alat
agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pembaca atau penulis terhadap pendengar
atau pembaca dalam berkomunikasi. Diksi memiliki beberapa syarat-syarat ketepatan
agar menimbulkan imajinasi yang sesuai antara pembicara dan pendengar.

B. Saran
Sebagai seorang mahasiswa perlu sekali mempelajari dan memahami bagaimana
penggunaan diksi yang tepat dan cermat karena seorang mahasiswa itu selalu
dibebankan dan berkelut dengan karya-karya tulis dalam setiap tugas perkuliahannya.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah kami
ke depannya.
.

18
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia. 2006.
Hs, Widjono. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengenmbangan Kepribadian di
Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo. 2007
https://gamepos.id/pengertian-diksi-fungsi-diksi-dan-macam-macam-diksi/

19

Anda mungkin juga menyukai