Anda di halaman 1dari 16

TUGAS INDIVIDU

KEPERAWATAN JIWA
PENGOBATAN GANGGUAN JIWA

Disusun oleh :
SRI SUMARAH
1705017

PROGRAM RPL PRODI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA
YAKKUM YOGYAKARTA
2018
PSIKOFARMAKA
A. Definisi
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf
kualitas hidup pasien.
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: anti-psikosis, anti-
depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,.
Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic,
antidepressants dan psikomimetika.

B. Jenis Psikofarmaka
1. Anti-Psikotis
Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, dahulu dinamakan major transquilizer. Salah
satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951
sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi tingkat
kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia dan
ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan.
No
Golongan Obat Sediaan Dosis Anjuran
.

1. Fenotiazin Chlorpromazin Tablet 25 dan 100 mg, 150-600


mg/hari
Injeksi 25 mg/ml

Thioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150-600


mg/hari

Trifluoperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10-15 mg/hari


Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12-24 mg/hari

Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10-15 mg/hari

2. Butirofenon Halloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 5-15 mg/hari


mg

Injeksi 5 mg/ml

Droperidol Amp 2.5 mg/ ml 7,5 – 15


mg/hari

4. Difenilbutil Pimozide Tablet 1 dan 4 mg 1-4 mg/hari


piperidin

5. Atypical Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2-6 mg/hari

a. Indikasi
Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam menangani skizofreni, untuk
memgurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif
dalam mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam menangani
mania, Tourette’s syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan
demensia. Juga dapat dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan
depresi delusional.
b. Efek Samping
1) Extrapiramidal: distonia akut, parkinsonism, akatisia, dikinesia tardive
2) Endokrin: galactorrhea, amenorrhea
3) Antikolinergik: hiperprolaktinemia
Bila terjadi gejal tersebut, obat anti-psikosis perlahan-lahan dihentikan. Bisa
diberikan obat reserpin 2,5 mg/hari. Obat pengganti yang yang paling baik adalah
klozapin 50-100 mg/hari.
Reaksi idiosinkrasi yang timbul dapat berupa diskrasia darah, fotosensitivitas,
jaundice, dan Neuroleptic Malignant Syndrome (NSM). NSM berupa
hiperpireksia, rigiditas, inkontinensia urin, dan perubahan status mental dan
kesadaran. Bila terejadi NSM, hentikan pemakaian obat, perawatan suportif dan
berikan agonis dopamin (bromokriptin 3x 7,5 sampai 60 mg/hari, L-Dopa 2x100
mg atau amantidin 200 mg/hari)
c. Kontra Indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi,
ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran.
2. Anti-Depresan
Sinonim antidepresan adalah thimoleptika atau psikik energizer. Umumnya yang
digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin,
amitriptilin, dothiepin dan lofepramin).
No. Golongan Obat Sediaan Dosis Anjuran

1. Trisiklik Amitriptilin Tablet 25 mg 75-150 mg/hari


(TCA)

Imipramin Tablet 25 mg 75-150 mg/hari

2. SSRI Sentralin Tablet 50 mg 50-150 mg/hari

Fluvoxamin Tablet 50 mg 50-100 mg/hari

Fluoxetin Kapsul 20 mg, 20-40 mg/hari

Kaplet 20 mg

Paroxetin Tablet 20 mg 20-40 mg/hari

3. MAOI Moclobemide Tab 150 mg 300-600 mg/


hari

4. Atypical Mianserin Tablet 10, 30 mg 30-60 mg/hari

Trazodon Tab 50 mg, 100 mg 75-150 mg/hari


dosis terbagi

Maprotilin Tab 10, 25, 50, 75 mg 75-150 mg/hari


dosis terbagi
a. Indikasi
Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna juga
pada penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan
depresi.
b. Efek Samping
1) Trisklik dan MAOI : antikolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan
kabur, konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG,
hipotensi).
2) SSRI : nausea, sakit kepala
3) MAOI : interaksi tiramin
Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul atropine toxic syndrome
dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi, delirium,
confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya :
1) Gastric lavage
2) Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi
3) Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat diulangi
setiap 30-40 menit hingga gejala mereda.
4) Monitoring EKG
c. Kontra Indikasi
1) Penyakit jantung coroner
2) Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsy.
3. Anti-Mania
Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators, mood
stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang menjadi acuan
adalah litium karbonat.
No Nama Generik Sediaan Dosis anjuran

1 Litium karbonat 250-500 mg


2 Haloperidol Tab 0,5 mg,2 mg, 5 mg 4,5-15 mg

Liq 2 mg/hr

Injk 5 mg/ml

3 Karbamazepin Tab 200 mg 400-600 mg/hr

2-3 x/hr

a. Efek Samping
1) Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan kondisi fisik
pasien
2) Gejala efek samping pada pengobatan jangka lama : mulut kering, haus,
gastrointestinal distress (mual, muntah, diare feses lunak), kelemahan otot,
poliuria, tremor halus (fine tremor, lebih nyta pada pasien usia lanjut dan
penggunaan bersamaan dengan neuroleptika dan antidepresan). Tidak ada
efek sedasi dan gangguan akstrapiramidal.
3) Efek samping lain : hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan
fungsi tiroid, edema pada tungkai metalic taste, leukositosis, gangguan daya
ingat dan kosentrasi pikiran.
4) Gejala intoksikasi
a) Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi pikiran
menurun, bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, berjalan tidak stabil
b) Dengan semangkin beratnya intoksikasi terdapat gejala : kesadaran
menurun, oliguria, kejang-kejang
c) Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah
5) Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :
a) Demam (berkeringat berlebihan)
b) Diet rendah garam
c) Diare dan muntah-muntah
d) Diet untuk menurunkan berat badan
e) Pemakaian bersama diuretik, antireumatik, obat anti inflamasi non steroid
6) Tindakan mengatasi intoksikasi lithium
a) Mengurangi faktor predisposisi
b) Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl diberikan secara IV
sebanyak 10 ml
7) Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang faktor
predisposisi, minum secukupnya, bila berkeringat dan diuresis banyak harus
diimbangi dengan minum lebih banyak, mengenali gejala dan intoksikasi dan
kontrol rutin
b. Kontra Indikasi
Wanita Hamil.
4. Anti-Ansietas
Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik, transquilizer
minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat
racun adalah diazepam atau klordiazepoksid.
No Nama Generik Golongan Sediaan Dosis aniuran

1 Diazepam Benzodiazepin Tab 2- 5 mg Peroral 10-


30mg/hr,2-3
x/hari

Paenteral
IV/IM

2-10 mg/kali,
setiap 3-4 jam

2 Klordiazepoksoid Benzodiazepin Tab 5 mg 15-30 mg/hari

Kap 5 mg 2-3 x/sehari

3 Lorazepam Benzodiazepin Tab 0,5-2 mg 2-3 x 1 mg/hr


4 Clobazam Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10
mg/hr

5 Brumazepin Benzodiazepin Tab 1,5-3-6 3 x 1,5 mg/hr


mg

6 Oksazolom Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10


mg/hr

7 Klorazepat Benzodiazepin Cap 5-10mg 2-3 x 5 mg /


hr

8 Alprazolam Benzodiazepin Tab0,25-0,5- 3 x 0,25-0,5


1 mg mg/hr

9 Prazepam Benzodiazepin Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr

10 Sulpirid NonBenzodiazepin Cap 50 mg 100-200


mg/hari

11 Buspiron NonBenzodiazepin Tab 10 mg 15-30 mg/hari

a. Efek Samping
1) Sedasi ( rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerka psikomotor
menurun, kemampuan kognitif melemah)
2) Relaksasi otot ( rasa lemas, cepat lelah dan lain-lain)
3) Potensi menimbulkan ketergntungan lebih rendah dari narkotika
4) Potensi ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat
dipertahankan setelah dosis trerakhir berlangsung sangat singkat.
5) Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat,
pasien menjadi iritabel, bingung, gelisah, insomania, tremor, palpitasi,
keringhat dingin, konvulsi.
b. Kontra Indikasi
Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma, miastenia gravis,
insufisiensi paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit hati kronik Pada pasien usia
lanjut dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxal reaction) berupa
kegelisahan, iritabilitas, disinhibisi, spasitas oto meningkat dan gangguan tidur.
Ketergantungan relatif sering terjadi pada individu dengan riwayat peminum
alkohol, penyalagunaan obat atau unstable personalities. Untuk mengurangi resiko
ketergantungan obat, maksimum lama pemberian 3 bulan dalam rentang dosis
terapeutik.
5. Anti-Insomnia
Sinonimnya adalah hipnotik, somnifacient, atau hipnotika. Obat acuannya adalah
fenobarbital.

No Nama Generik Golongan Sediaan Dosis aniuran

1 Nitrazepam Benzodiazepin Tab 5 mg Dewasa 2 tab

Lansia 1 tab

2 Triazolam Benzodiazepin Tab 0,125 mg Dewasa 2 tab

Lansia 1 tab

Tab 0,250 mg Dewasa 2 tab

Lansia 1 tab

3 Estazolam Benzodiazepin Tab 1 mg 1-2 mg/malam

Tab 2mg

4 Chloral hydrate Non- Soft cap 500 mg 1-2 cap, 15-30


Benzodiazepin menit sebelum
tidur

a. Efek Samping
1) Supresi SSP pada saat tidur
2) Rebound Phenomen
3) Disinhibiting efect yang menyebabkan perilaku penyerangan dan ganas pada
penggunaan golongan benzodiazepine dalam waktu yang lama
b. Kontra Indikasi
1) Sleep apnoe syndrome
2) Congestive heart failure
3) Chronic respiratory disease
4) Wanita hamil dan menyusui
6. Anti Obsesif-Kompulsif
Dalam membicarakan obat anti obsesi kompulsi yang menjadi acuan adalah
klomipramin. Obat anti obsesi kompulsi dapat digolongkan menjadi :
a. Obat anti obsesi kompulsi trisiklik, contoh klomipramin
b. Obat anti obsesi kompulsi SSRJ, contoh sentralin, paroksin, flovokamin,
fluoksetin

No Nama Generik Sediaan Dosis anjuran

1 Clompramine Tab 25 mg 75-200 mg/hr

2 Fluvoxamine Tab 50 mg 100-200 mg/hr

3 Sertraline Tab 50 mg 50-150 mg/hr

4 Fluxetine Cap 20 mg, caplet 20-80 mg/hr


20 mg

5 Paroxetine Tab 20 mg 40-60 mg/ hr

a. Mekanisme kerja
Menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala mereda.
b. Cara penggunaan
Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah
klomipramin. Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI
dimana efek samping relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah
klomopramin mulai dengan 25-50 mg /hari (dosis tunggal malam hari), dinaikkan
secara bertahap dengan penambahan 25 mg/hari sampai tercaapi dosis efektif
(biasanya 200-300 mg/hari).
Dosis pemeliharan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual,
klomipramin sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum
dihentikan lakukan pengurangan dosis secara tappering off. Meskipun respon
dapat terlihat dalam 1-2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai
setidaknya diperlukan waktu 2- 3 bulan dengan dosis antara 75-225 mg/hari
7. Anti-Panik
Dalam membicarakan antipanik yang menjadi obat acuan adalah imipramine.
No Nama Generik Sediaan Dosis Anjuran

1 Imipramin Tab 25 mg 75-150 mg/hr

2 Clomipramin Tab 25 mg 75-150 mg/hr

3 Alprazol Tab 0,25 mg,0,5 mg, 2-4 mg/hr


1 mg

4 Moclobemid Tab 150 mg 300-600 mg/hr

5 Sertralin Tab 50 mg 50-100 mg/hr

6 Fluoxetin Cap dan caplet 20 20-40 mg/hr


mg

7 Parocetin Tab 20 mg 20-40 mg/hr

8 Fluvoxamine Tab 50 mg 50-100 mg/hr

a. Mekanisme kerja
Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic reseptor di SSP.
Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin pada
celah sinaptik antar neuron
b. Cara Penggunaan Obat
1) Golongan SSRI mempunyai efek samping yang lebih ringan
2) Alprozolam merupakan obat yang paling kurang toksiknya dan onset kerjanya
lebih cepat
c. Efek samping obat
1) Mengantuk, sedasi, kewaspadaan berkurang
2) Neurotoksik
d. Lama Pemberian Obat
1) Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama 6-12
bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi
penderita sudah memungkinkan
2) Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh.
Dalam keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama
2 tahun. Setelah itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.
TERAPI SOMATIC
A. Definisi
Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberi
perlakuan adalah fisik klien tetapi target terapi adalah prilaku klien.
B. Jenis Terapi Somatic
1. Pengikatan
2. Isolasi
3. Terapi kejang listrik / electro convulsive therapy / ECT
4. Fototerapi
5. Terapi deprivasi tidur
C. Elektro Convulsive Therapy ( ECT )
1. Definisi
Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy ( ECT ) adalah bentuk terapi
pada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui electrode yang ditempelkan pada pelipis klien. Terapi ini pada awalnya untuk
menangani skizofrenia tetapi kemudian disadari bahwa terapi ini lebih cocok untuk
gangguan afektif.
2. Sejarah Tindakan ECT
Terapi dengan konvulsi sebenarnya telah dikenal sejak abad 16. Paraselsus (140-
1541) menggunakan camphor atau kamper atau kini disebut kapur barus. Kamper ini
diberikan secara oral untuk menginduksi kejang sebagai terapi pada pasien gangguan
mental. Penggunaan kamper ini bertahan sampai abad ke-18. Pada sekitar tahun 1917,
Julius Wagner-Jaugregg, seorang psikiater dari Wina, mulai menggunakan malaria
sebagai penginduksi demam untuk mengobati pasien dengan paresis umum pada
pasien gangguan mental (sipilis terminal). Pada tahun 1093, mulai dikenal pula
penggunaan insulin dan psycho surgery. Manfred Sakel dari Wina mengumumkan
kesuksesan pengobatan skizofrenia dengan insulin. Insulin ini digunakan untuk
menginduksi koma yang pada beberapa pasien menyebabkan kejang. Kejang ini yang
diperkirakan menyebabkan perbaikan pada pasien.
Pada tahun 1934, Ladislaus von Meduna dari Budapest menginjeksi kamper
dalam minyak untuk menginduksi kejang pada pasien dengan skizofrenia katatonik.
Ini merupakan terapi konvulsi modern pertama. Terapi dinyatakan berhasil, demikian
juga dengan sejumlah pasien psikotik lainnya. Von Medunna mengobservasi bahwa
pada otak pasien epilepsi ditemukan jumlah sel glia yang lebih banyak dari orang
nomal, sementara pada pasien skizofrenia jumlah sel glia lebih sedikit. Dengan hal ini
dikemukakan hipotesa bahwa ada antagonisme biologis antara kejang dan skizofrenia.
Karena sifatnya yang long acting, kamper kemudian digantikan oleh pentylenetrazol,
namun zat ini sering menimbulkan keluhan sensasi keracunan pada kondisi pasien
sadar, disebabkan aktivitas antagonis GABAnya.
Pada tahun 1938, di Roma, Ugo Cerleti dengan asistennya Lucio Bini melakukan
ECT pertama pada pasien skizofrenia. ECT dilakukan sebanyak 11 kali dan pasien
memberikan respons yang bagus. Pengunaan ECT kemudian menyebar luas di seluruh
dunia. Kini ECT digunakan terutama pada depresi mayor dan skizofrenia.
3. Perkembangan ECT
ECT telah digunakan secara berkelanjutan selama lebih dari 70 tahun.
Bagaimanapun, telah dilakukan beberapa perkembangan teknis :
a. Pengenalan anestesi pada pelaksanaan ECT yang mengurangi distress pada pasien
dalam proses ECT.
b. Anestesi juga diizinkan untuk digunakannya muscle relaxant yang mengurangi
ketegangan pada sistem muskuloskeletal, mengurangi cedera.
c. Pre-oksigenasi dan ventilasi terpimpin selama pemulihan yang mengurangi efek
samping.
d. Stimulus listrik terutama didisain untuk menghasilkan kejang yang bersifat
terapeutik tanpa memberikan energi listrik yang tidak perlu pada otak.
e. Penempatan elektroda yang beragam yang dapat dipilih berdasarkan kebutuhan
klinis kasus.
f. Metode monitoring aktivitas otak dan tubuh sebelum, selama, dan setelah kejang.
4. Indikasi ECT
Indikasi ECT terutama adalah untuk gangguan afektif tipe depresi walaupun
sering juga diberikan pada klien dengan skizofrenia. Untuk klien depresi perbaikan
yang timbul lebih cepat, hanya memerlukan 6 – 10 kali terapi, sedangkan untuk
skizofrenia membutuhkan 20 – 30 kali terapi secara terus menerus. Frekuensi terapi
yang biasanya dilaksanakan adalah tiap 2 – 3 hari sekali ( seminggu 2 kali ).
5. Kontra Indikasi ECT
Walaupun sebagian terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa kondisi
merupakan kontra indikasi diberikan terapi ECT. Kondisi – kondisi klien yang kontra
indikasi tersebut adalah :
a. Tumor intra cranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra cranial.
b. Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
c. Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya
fraktur tulang.
d. Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
e. Asthma bronkhial, Karena ECT dapat memperberat penyakit ini.
6. Peran Perawat
a. Tahap Persiapan
1) Tangani kecemasan dan kurang pengetahuan klien tentang prosedur ECT
2) Melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidantifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontra indikasi ECT.
3) Menyiapkan surat persetujuan tindakan ( informed consent )
4) Mempuasakan klien minimal 6 jam sebelum ECT
5) Menghentikan pemberian obat sebelum ECT
6) Melepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang dipakai
oleh klien.
7) Memakaikan pakaian yang longgar.
8) Membantu mengosongkan blast ( kandung kemih )
b. Tahap Pelaksanaan
1) Membaringkan klien dengan posisi telentang
2) Siapkan alat
3) Pasang bantalan gigi
4) Sementara ECT dilaksanakan, tahan persendian dengan supel ( sendi bahu
rahang dan lutut ).
5) Setelah selesai bantu nafas.
c. Setelah ECT
1) Observasi dan awasi tanda vital sampai kondisi stabil
2) Jaga keamanan klien
3) Bila sudah sadar bantu orientasi klien dengan menjelaskan apa yang sedang
terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2014. Psikofarmaka. http://en.wikipedia.org/wiki.html diaskes pada tanggal 9


September 2015
Hoan Tjay, Tan dan Rahardja Kirana. 2013. Obat-Obat Penting. Jakarta : Gramedia.
Setiawan.2009.Gangguan Jiwa. http://www.Gizi.net diakses pada tanggal 9 September 2015
Maslim R. 2004. Paduan Praktis: Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi ketiga. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Jiwa UNIKA AMA

Anda mungkin juga menyukai