Anda di halaman 1dari 22

Pengaruh Kualitas Pelayanan Puskesmas Santun Lansia Pada Kepuasan Pasien Lanjut

Usia Di Puskesmas Santun Lanjut Usia Ambariani, 1 Gaga Irawan, 2 Herry Garna, 3 Farid
Husin, 4 Tita Husnitawati Madjid, 5 Hadyana Sukandar 6 1 Mahasiswa Program Studi
Magister Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 2 Departemen Ilmu Gizi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, 3 Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran 5 Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran 6 Departemen Epidemiologi dan Biotatistik Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Abstrak Peningkatan jumlah lansia membawa dampak
pada permasalahan kesehatan dan ekonomi.keadaan ini disebabkan penduduk lansia
mengalami kemunduran fisik secara alamiah sehingga tidak mampu mandiri dalam
pemenuhan kebutuhan hidup. Kesehatan yang baik merupakan kunci bagi lansia untuk dapat
tetap mandiri dan berperan dalam kehidupan keluarga dan di tengah masyarakat.program
Puskesmas Santun Lansia yang dicanangkan sejak tahun 2003 untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan lansia agar tercapai kualitas hidup lansia yang sehat dan mandiri.tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepuasan pasien lanjut
usia di Puskesmas Santun Lanjut Usia.Penelitianini menggunakan metode explanatory survey
untuk meneliti lebih jauh pengaruh kualitas pelayanan Puskesmas Santun Lansia pada
kepuasan pasien lansia. Penelitian dilakukan melalui suatu instrumen survei yang
mengandung pertanyaan mengenai kualitas pelayanan, dengan menggunakan pendekatan
teori servqual dari Parasuraman. Subjek penelitian berjumlah 100 pasien lansia dari bulan
Oktober Desember 2013. Hasil survei dianalisis dengan Uji Kruskal-Wallis, Mann-Whitney,
dan regresi berganda.hasil penelitian menunjukkan bahwakualitas pelayanan Puskesmas
Santun Lansia (dimensi bukti fisik, ketanggapan, dan perhatian) mempunyai pengaruh pada
kepuasan pasien lansia (p<0,05). Besar pengaruh bukti fisik 0,42 (17,6%), ketanggapan 0,28
(7,8%), dan perhatian 0,25 (6,3%). Dimensi pelayanan lainnya (kehandalan dan jaminan)
tidak terbukti berpengaruh (p>0,05). Variabel sosio-demografik (usia dan pendidikan)
berbeda signifikan dengan skor kepuasan pasien lansia (p<0,05).kualitas pelayanan
Puskesmas Santun Lansia dalam dimensi servqual (bukti fisik, kehandalan, ketanggapan,
jaminan, dan perhatian) telah dipersepsikan memiliki kenyataan cukup baik, walaupun
kualitas pelayanan yang diterima masih belum memenuhi harapan. Kata kunci: Kepuasan
pasien lansia, kualitas pelayanan, puskesmas santun lansia
Korespondensi: Jl. Karya Bhakti No. 3 Cibubur, mobile (021) 8730818/ HP
087722363669, e-mail:ambarianihari@gmail.com IJEMC, Volume 1 No. 1, Desember 2014
59
2 The Effect Of Healthcare Services Quality On Elderly Patient Satisfaction In Public Health
Center Mannered Elderly In District Bogor Of West Java Abstract An increasing number of
elderly in population have an impact on the health and economic problems. These
circumstances due to physical decline in the elderly and is unable to naturally self-sufficient
in fulfilling the needs of their own lives. Good health is the key for the elderly to remain
independent and play a role in family life and in society. Mannered elderly health center's
program launched in 2003 to fulfill the health care needs of the elderly in order to achieve the
quality of life of elderly healthy and independent. The design of this study is an explanatory
survey method to asses quality of mannered elderly health center services which effected on
satisfaction of elderly patients. The study was conducted through a survey instrument
consisting questions about the quality of service by using the theories of Parasuraman
(servqual). Subjects of the study were 100 elderly patients who had visited mannered elderly
health centers in October-December 2013. Several socio-demographic variables were
included in the study. Kruskal-Wallis test, Mann-Whitney test and multiple regression
analyses, were applied in the study. The results indicates that services quality (tangibles
dimension, responsiveness and empathy) of mannered elderly health center had a statistically
significant effect on satisfaction of elderly patients (p<0.05). The dimension of tangibles has
influenced on satisfaction; 0.42 (17.6%), and responsiveness; 0.28 (7.8%), and empathy; 0.25
(6.3%). While the other dimensions of services quality (reliability and assurance) had not a
statistically significant effect. Further, some of elderly patients's socio-demographic (age and
education) were found to have a statistically significant difference on their satisfaction s score
(p<0.05).the service quality of mannered elderly health center in servqual dimensions
(tangibles, reliability, responsiveness, assurance, and empathy) have been perceived to have a
reality quite well. Despite this fact the quality of care received is still not meet the patient's
expectations for the fifth dimension. Keywords: Satisfaction elderly patients, service quality,
mannered elderly health centers 60 IJEMC, Volume 1 No. 1, Desember 2014
3 Pendahuluan Peningkatan UHH secara global, menyebabkan populasi penduduk dengan
kelompok lansia bertambah menjadi dua kali lipat. Indonesia termasuk negara dengan jumlah
lansia terbanyak kelima di dunia pada tahun 2000yaitu sebanyak 15,3 juta orang dan
meningkat menjadi 18,1 juta orangpada tahun 2010. 1-5 Peningkatan ini berdampak pada
permasalahan kesehatan dan ekonomi yang merupakan permasalahan utama penduduk lansia.
1-4 Keadaan ini disebabkan penduduk lansia mengalami kemunduran fisik secara alamiah
sehingga tidak mampu mandiri dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Kesehatan yang baik
merupakan kunci bagi lansia untuk dapat tetap mandiri serta berperan dalam kehidupan
keluarga dan di tengah masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas hidup lansia, maka
pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan perlindungan lansia yang salah satunya dengan
pengadaan program puskesmas yang santun bagi lansia yang mulai dicanangkan sejak tahun
2003. 3-5 Di Kabupaten Bogor, program ini baru diterapkan oleh 12 puskesmas dari total 40
puskesmas. 6 Tantangan yang dihadapi dalam upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan lansia ini adalah sarana dan prasarana pelayanan kesehatan masih terbatas
memberikan layanan yang ramah dan mudah diakses oleh lansia. 1,3-5 Kepuasan pasien
merupakan salah satu ukuran suksesnya pelayanan kesehatan. 7,811 Kepuasan pasien
bergantung pada banyak faktor, seperti kualitas pelayanan klinis, ketersediaan obat, perilaku
tenaga kesehatan dalam pelayanan, infrastruktur tempat pelayanan, kenyamanan secara fisik,
dukungan emosional, dan menghargai kesukaan pasien. 7-14 Ketimpangan antara harapan
dan layanan yang diterima pasien berhubungan dengan penurunan kepuasan. 10,12 Kepuasan
pasien terhadap kualitas pelayanan merupakan konsep dominan dalam jaminan kualitas dan
program peningkatan kualitas. Pasien lansia merupakan pengguna jasa pelayanan kesehatan
dan kelompok pasien yang penting dengan adanya pengembangan kebijakan pelayanan
kesehatan. 11,15 Dari uraian tersebut, maka sangat penting dilakukan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh kualitas pelayanan pada kepuasan pasien lanjut usia di Puskesmas
Santun Lanjut Usia. Metode Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan metode
survei analitik untuk meneliti pengaruh kualitas pelayanan Puskesmas Santun Lansia pada
kepuasan pasien lansia. Data dikumpulkan secara potong lintang, yaitu pengambilan data
semua objek penelitian yang dikumpulkan secara langsung dari responden melalui kuesioner
dalam satu kali pengambilan. 16-19 Pengukuran kualitas pelayanan Puskesmas Santun Lansia
penelitian ini menggunakan pendekatan konsep servqual, yaitu meliputi dimensi bukti fisik,
kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan perhatian. 20 Bukti fisik merupakan gambaran nyata
yang ditampilkan oleh puskesmas, sedangkan kehandalan merupakan kemampuan puskesmas
dalam memberikan pelayanan secara akurat dan tepat merupakan unsur penting yang mampu
memberikan kepuasan kepada pasien. Dimensi lain yang juga penting dalam memberikan
kepuasan kepada pelanggan adalah ketanggapan, jaminan, dan perhatian petugas. Kualitas
dipersepsikan baik, apabila petugas memiliki perhatian, rasa menghargai, peka serta memiliki
kemampuan secara cepat dan tepat dalam menanggapi keluhan maupun memberikan
informasi sesuai kebutuhan pasien. 15,21-23 Pengukuran persepsi pasien lansia terhadap
kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Santun Lansia menggunakan skala ordinal.
Kepuasan pasien lansia didefinisikan sebagai kesesuaian kualitas pelayanan yang diterima
dengan yang diharapkan oleh pasien lansia. 24 Pengukuran kepuasan pasien lansia terhadap
pelayanan kesehatan di Puskesmas Santun Lansia menggunakan rasio skor kenyataan
dibandingkan dengan skor harapan responden untuk lima dimensi pelayanan (bukti fisik,
kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan perhatian). 10,12,25 Analisis statistik untuk
mengetahui pengaruh variabel kualitas pelayanan Puskesmas Santun Lansia (bukti fisik,
kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan perhatian) pada kepuasan pasien, menggunakan
regresi multivariabel. Prosedur statistik ini digunakan untuk mencari koefisien jalur (besar
kontribusi) variabel penyebab (X) pada variabel akibat (Y). 19 Penelitian dilaksanakan di
Puskesmas Ciawi untuk melaksanakan program Puskesmas Santun Lansia di Kabupaten
Bogor pada bulan IJEMC, Volume 1 No. 1, Desember 2014 61
4 Oktober 2013 Januari 2014. Jumlah sampel yang diperoleh adalah 100 orang. Peneliti
menggunakan asumsi bahwa perbedaan lokasi dan kondisi 12 Puskesmas Santun Lansia yang
tersebar di Kabupaten Bogor bersifat konstan dalam kualitas pelayanan sehingga tidak
dimasukkan sebagai variabel penelitian, sehingga pengambilan sampel hanya di satu
Puskesmas Santun Lansia, yaitu Puskesmas Ciawi yang merupakan pilot project program
Puskesmas Santun Lansia di Kabupaten Bogor pada tahun 2012. Hasil Berdasarkan hasil
penelitianpada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa kepuasan belum mendekati skor ideal
kepuasan 100%, diduga terkait dengan persepsi responden yang menilai kualitas dimensi
pelayanan Puskesmas Santun Lansia tidak sesuai dengan harapan mereka. Pelayanan
Puskesmas Santun Lansia dirasakan cukup oleh responden yang ditunjukkan oleh skor
kepuasan yang lebih besar dari 70%. Fakta ini mengindikasikan bahwa layanan Puskesmas
Santun Lansia harus segera ditingkatkan melalui upaya perbaikan pelayanan secara bertahap.
Tabel 1. Gambaran Kualitas Pelayanan Puskesmas Santun Lansia dan Kepuasan Pasien
Lansia Total Skor Rata-rata Dimensi Kualitas Pelayanan Harapan Kenyataan Kepuasan (%)
Bukti fisik 23,09 17,65 76,6 Kehandalan 23,48 16,77 71,5 Ketanggapan 23,46 19,31 82,3
Jaminan 23,45 19,99 85,1 Perhatian 23,07 19,11 82,9 Rata-Rata 23,31 18,57 79,7 Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dimensi kehandalan mempunyai skor kenyataan berada di
bawah rata-rata, sedangkan skor harapannya berada di atas rata-rata. Hal ini mengindikasikan
bahwa dimensi kehandalan merupakan dimensi yang harus diprioritaskan untuk segera
diperbaiki pelaksanaannya. Prioritas perbaikan selanjutnya setelah kehandalan yaitu dimensi
bukti fisik karena kenyataannya dipersepsikan di bawah rata-rata meskipun harapannya juga
di bawah ratarata.selain itu, dimensi bukti fisik dalam pelayanan Puskesmas Santun Lansia
perlu lebih disosialisasikan keuntungannya dibandingkan dengan puskesmas lainnya kepada
masyarakat lansia untuk meningkatkan harapannya.dimensi perhatian menempati prioritas
perbaikan ketiga. setelah bukti fisik. Perbaikan dimensi perhatian sebaiknya ditekankan
kepada upaya sosialisasi yang lebih baik kepada masyarakat lansia meningkatkan
harapannya. Dimensi ketanggapan dan jaminan merupakan dimensi kualitas pelayanan yang
pelaksanaannya harus dipertahankan karena memiliki kenyataan dan harapan yang di atas
rata-rata kualitas pelayanan. Keseluruhan perbaikan pelaksanaan dimensi kualitas pelayanan
harus ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan Puskesmas Santun Lansia.
Berdasarkan hasil pada Tabel 2 diperoleh skor kepuasan pasien lansia memiliki perbedaan
yang signifikan secara statistik berdasarkan perbedaan karakteristik usia dan pendidikan. 62
IJEMC, Volume 1 No. 1, Desember 2014
5 Tabel 2 Hubungan Skor Kepuasan dengan Karakteristik Pasien Lansia Skor Kepuasan
Pasien (Skala- 100) Statistik Karakteristik n x SD Uji Nilai p Jenis kelamin Perempuan 70
80,89 13,5-0,95 a 0,343 Laki-laki 30 78,43 10,9 Usia (tahun) 60 70 72 82,05 12,1-2.09 a
0,037 >70 28 75,26 13,4 Pendidikan Tidak sekolah 23 82,82 11,28 SD 28 75,02 12,25 SMP
19 81,43 12,59 11,51 b 0,021 SMA 14 86,74 12,77 Perguruan tinggi 6 82,99 13,99
Keterangan :n = jumlah; x= rata-rata skor; SD = simpangan baku; a = statistik Z Mann-
Whitney; b = statistik chi-kuadrat Kruskal-Wallis Hasil Uji Mann-Whitney terbukti bahwa
perbedaan jenis kelamin tidak terbukti dapat menjelaskan perbedaan skor kepuasan,
sedangkan perbedaan usia dapat menjelaskan perbedaan skor kepuasan yang terjadi.
Berdasarkan Uji Kruskal-Wallis terbukti bahwa perbedaan tingkat pendidikan dapat
menjelaskan perbedaan skor kepuasan yang terjadi. Berdasarkan hasil analisis regresi
diperoleh hasil yaitu model pengaruh kualitas pelayanan pada kepuasan pasien lansia dapat
diterima secara statistik (F=55,876; p<0,001). Variabel independen yang tidak terbukti
bermakna secara statistik dan dikeluarkan dari model adalah dimensi kehandalan (p=0,573)
dan jaminan (p=0,328). Tabel 3 Hasil Analisis Regresi Multivariabel Variabel
KoefisienRegresi (β) Standard Error Koefisien Jalur (ρ) Statistik-t Nilai p Dimensi bukti fisik
0,32 0,07 0,42 4,59 <0,001 Dimensi ketanggapan 0,19 0,06 0,28 3,44 0,001 Dimensi
perhatian 0,20 0,09 0,25 2,30 0,023 Keterangan: r-multiple = 0,797; p<0,001; variabel yang
tidak bermakna = kehandalan dan jaminan; dependen: kepuasan pasien lansia Hasil analisis
pada Tabel 3 menunjukkan bahwa dimensi bukti fisik, ketanggapan, dan perhatian
mempunyai pengaruh yang bermakna secara statistik pada kepuasan pasien lansia
sebesar(0,797 2 x100%= 63,6%. Besarnya pengaruh dimensi bukti fisik pada kepuasan
pasien lansia adalah 0,42 atau (0,42 2 x100%=17,64%. Besarnya pengaruh dimensi
ketanggapan pada kepuasan pasien lansia adalah 0,28 atau (0,28) 2 x100%=7,84%. Besarnya
pengaruh dimensi perhatian pada kepuasan pasien lansia adalah 0,25 atau (0,25) 2 x 100% =
6,25%. Merujuk pada hasil analisis tersebut dapat ditunjukkan bahwa besar pengaruh dari
faktor lainnya (yang tidak diamati) adalah (100 63,6)%=36,4%. Berdasarkan kajian teori
sebelumnya bahwa jika layanan Puskesmas Santun Lansia ditingkatkan, maka dapat
memuaskan pasien lansia terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan pemerintah.
Secara teoritis, pasien yang puas akan memaksimalkan adanya pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan bagian perilaku kesehatan berupa
kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Salah
satu upaya pemanfaatan pelayanan kesehatan ikut ditentukan oleh IJEMC, Volume 1 No. 1,
Desember 2014 63
6 kualitas pelayanan, yaitu pelayanan yang dipersepsikan baik dan memuaskan, apabila
dirasakan sesuai dengan yang diharapkan. 27 Pembahasan Upaya pemanfaatan pelayanan
kesehatan salah satunya ditentukan oleh kualitas pelayanan, yaitu pelayanan yang
dipersepsikan baik dan memuaskan, apabila dirasakan sesuai dengan yang diharapkan. 4
Pelayanan kesehatan kepada pasien lansia secara rinci telah digariskan oleh pemerintah
dalam bentuk pedoman penyelenggaraan Puskesmas Santun Lansia. 22 Namun pada
pelaksanaannya, program ini belum dilaksanakan sesuai dengan pedoman tersebut, karena
terkendala permasalahan jumlah tenaga kesehatan yang tersedia di puskesmas dan minimnya
sumber dana untuk membiayai jalannya program. Sehingga jika dikaitkan dengan harapan
responden terhadap pelayanan Puskesmas Santun Lansia yang seharusnya mereka terima,
diperoleh sebuah kesenjangan antara harapan dan kenyataan pelayanannya. Secara
keseluruhan kualitas pelayanan Puskesmas Santun Lansia mempunyai kenyataan layanan
yang cukup baik. Harapan yang besar responden terhadap pelayanan yang berkualitas
tercermin pada besarnya harapan pada setiap dimensinya. Dimensi pelayanan yang
mempunyai harapan terbesar ada pada dimensi kehandalan, sedangkan harapan terkecil ada
pada dimensi perhatian. Hal ini mengindikasikan kepercayaan pasien lansia kepada kualitas
pelayanan puskesmas yang diharapkan mampu menyembuhkan berbagai gangguan
kesehatannya. Meskipun memiliki kenyataan yang belum sesuai harapan, namun seluruh
dimensi kualitas pelayanan telah dipersepsikan cukup baik dalam kenyataan layanannya.
Puskesmas Santun Lansia mempunyai ciriciri sebagai berikut: 1) memberikan pelayanan
yang baik, berkualitas, dan sopan; 2) memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada
lansia; 3) memberikan keringanan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi lansia
dari keluarga miskin atau tidak mampu; 4) memberikan dukungan/bimbingan pada lansia
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, agar tetap sehat mandiri; 5) melakukan
pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak-banyaknya sasaran lansia yang
ada di wilayah kerja puskesmas; serta 6) melakukan kerjasama dengan lintas program dan
lintas sektor terkait di tingkat kecamatan dengan asas kemitraan, untuk bersama-sama
melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup lansia. 4,22 Hasil
penelitian membuktikan bahwa kualitas pelayanan Puskesmas Santun Lansia signifikan
berpengaruh positif pada kepuasan pasien lansia. Model akhir ini menunjukkan bahwa
dimensi bukti fisik, ketanggapan, dan perhatian berpengaruh terhadap kepuasan pasien lansia
sebesar 63,6%; sedangkan yang tidak terbukti secara statistik berpengaruh adalah dimensi
kehandalan dan jaminan. Hasil ini secara substansi konsisten dengan hasil penelitian Bamfo
dan Hagin 29 bahwa hubungan antara lansia dan tenaga kesehatan saat menerima pelayanan
kesehatan merupakan inti kepuasan pasien lansia.kepercayaan dan komunikasi yang baik
merupakan kunci hubungan yang dapat menciptakan kepuasan pasien lansia.sikap perhatian
dari para tenaga kesehatan saat memberikan pelayanan terhadap pasien lansia mampu
menumbuhkan kenyamanan, perasaan aman, dan kepuasan terhadap layanan. Hasil penelitian
ini juga konsisten dengan yang ditemukan Kuzma dkk. 30 Pengukuran kepuasan dilakukan
terhadap aspek perilaku dan kinerja tenaga kesehatan dalam pelayanan, ranking layanan yang
disediakan, aksesibilitas, perlakukan, adanya penyuluhan kesehatan, kelengkapan sarana serta
prasarana, ketersediaan obat, dan kepercayaan terhadap tenaga kesehatan dalam pelayanan
kesehatan. Aspek perilaku tenaga kesehatan diduga menjadi penyebab tingginya tingkat
kepuasan pasien.hasil penelitian tersebut konsisten dengan hasil penelitian Aldana dkk. 31
yang mengukur kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan kesehatan di daerah luar
perkotaan Bangladesh di tahun 2001.Hasilnya menunjukkan bahwa kepuasan pasien tertinggi
diperoleh pada aspek perilaku dari tenaga kesehatan dalam melayani pasien. Aspek ini
dipersepsikan pasien sebagai aspek yang lebih penting dibandingkan kompetensi teknis
tenaga kesehatan.kemampuan puskesmas dalam memberikan kepuasan kepada pasien tidak
terlepas dari kenyamanan fisik tempat pelayanan, penampilan petugas, daya tanggap, dan
perhatian pemberi layanan. Kualitas dipersepsikan baik, apabila petugas memiliki perhatian,
rasa menghargai, peka serta memiliki kemampuan secara cepat dan tepat dalam 64 IJEMC,
Volume 1 No. 1, Desember 2014
7 menanggapi keluhan maupun memberikan informasi sesuai kebutuhan pasien. Berdasarkan
teori dan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa peningkatan/penurunan kepuasan pasien
lansia terhadap pelayanan Puskesmas Santun Lansia tampak jelas dipengaruhi oleh kualitas
pelayanan yang diterimanya. Sejumlah faktor yang tidak dimasukkan kedalam penelitian
terbukti mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap perubahan kepuasan, yaitu sebesar
36,4%. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan pasien lansia sesungguhnya tidak terlepas dari
proses interaksi lansia dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi ini dapat menghasilkan
peningkatan atau dapat juga mengakibatkan penurunan kepuasan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa skor kepuasan pasien lansia memiliki perbedaan yang signifikan secara
statistik berdasarkan perbedaan karakteristik usia dan pendidikan. Hal ini bukti bahwa
perbedaan usia dan pendidikan pada kelompok lansia dapat menjelaskan perbedaan skor
kepuasan yang terjadi. Merujuk pada nilai skor kepuasan rata-rata yang lebih tinggi pada
kelompok usia responden 60 70 tahun dibandingkan dengan kelompok usia >70 tahun
menunjukkan bahwa semakin bertambahnya usia responden maka sulit untuk merasakan
kepuasan pada pelayanan puskesmas. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Flett dkk 21 menunjukkan bahwa variabel usia mempunyai hubungan dengan
peningkatan kepuasan lansia terhadap pelayanan kesehatan yang diterima. Hasil ini juga
konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Howse 24 di Inggris menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok usia dengan kepuasan lansia terhadap
layanan kesehatan. Para lansia ini menunjukkan mudah mensyukuri kesehatan yang
dirasakannya setelah memperoleh layanan kesehatan. Pembahasan dapat disimpulkan bahwa
kualitas pelayanan Puskesmas Santun Lansia di Kabupaten Bogor berpengaruh positif
terhadap kepuasan pasien lansia. Secara khusus diperoleh simpulan bahwa dimensi bukti
fisik, kehandalan, ketanggapan, jaminan, dan perhatian, yang diterima oleh pasien lansia
dalam pelayanan Puskesmas Santun Lansia, dipersepsikan cukup baik.kepuasan pasien lansia
terhadap pelayanan Puskesmas Santun Lansia belum 100%, karena pelayanan yang diterima
belum memenuhi harapan pasien untuk seluruh dimensi.perbedaan jenis kelamin tidak
signifikan berbeda pada kepuasan pasien lansia. Sedangkan perbedaan usia dan pendidikan,
signifikan berbeda pada kepuasan pasien lansia. Dimensi bukti fisik, ketanggapan, dan
perhatian, signifikan berpengaruh positif pada kepuasan pasien lansia.sedangkan dimensi
ketahanan dan jaminan tidak signifikan berpengaruh pada kepuasan. Diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk menjelaskan peran dari faktor-faktor relevan lain yang diduga berperan
pada perubahan (peningkatan/penurunan) kualitas pelayanan Puskesmas Santun Lansia
dengan memperhatikan aspek internal dan eksternal petugas, misalnya motivasi petugas
puskesmas dan iklim kerja Puskesmas Santun Lansia. Hal ini terkait dengan bukti bahwa
terdapat pengaruh dari faktor yang lain (di luar dimensi kualitas pelayanan) pada kepuasan
pasien lansia. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi lebih dalam
mengenai kualitas pelayanan Puskesmas Santun Lansia dengan mengaitkannya pada
implikasi kebijakan pemerintah terhadap pengembangan program Puskesmas Santun Lansia.
Hal ini disebabkan karena beberapa permasalahan dalam pelayanan Puskesmas Santun Lansia
terkait dengan keterbatasan jumlah tenaga petugas dan dukungan dana. Secara praktis, hasil
ini dapat dijadikan informasi awal bagi pemerintah untuk mulai meningkatkan alokasi
anggaran pada pembangunan sarana dan prasarana di Puskesmas Santun Lansia.Hal ini
merujuk kepada fakta bahwa semakin tua lansia maka semakin menuntut tersedianya sarana
yang membantu kebutuhan mereka.sedangkan semakin tinggi tingkat pendidikan lansia,
cenderung merasa lebih puas terhadap pelayanan Puskesmas Santun Lansia. Hasil ini
mengindikasikan suatu kebutuhan untuk pelatihan komunikasi bagi para tenaga kesehatan
yang ditugaskan di Puskesmas Santun Lansia.Sehingga petugas nantinya dapat
berkomunikasi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien lansia yang berpendidikan
rendah.diperlukan penambahan jumlah petugas untuk Puskesmas Santun Lansia.Hal ini
terkait dengan pelayanan puskesmas yang belum sesuai dengan harapan pasien lansia.
Pemerintah diharapkan lebih serius untuk memberikan dukungan dana dan menambah jumlah
petugas untuk Puskesmas Santun Lansia. Kesenjangan IJEMC, Volume 1 No. 1, Desember
2014 65
8 yang terjadi lebih disebabkan karena keterbatasan Puskesmas Santun Lansia dari aspek
dana dan tenaga petugas, sehingga pelayanan terhadap pasien lansia menjadi tidak sesuai
dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. Daftar Pustaka 1. Undang-Undang Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009.. 2. Kemenkes RI. Menuju tua: sehat, mandiri dan
produktif. Kesehatan yang baik memperpanjang usia dan kehidupan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2012. 3. Susanto A. Jumlah lansia Indonesia, lima besar
terbanyak di dunia. Berita Liputan6. Minggu 24 Maret 2013. 4. Kemenkes RI. Gambaran
kesehatan lanjut usia di Indonesia. Buletin jendela data dan informasi kesehatan. Semester I
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013. 5. Komnas Lansia RI.
Profil penduduk lanjut usia 2009. Jakarta: Komisi Nasional Lanjut Usia Republik Indonesia;
2010. 6. Depkes RI. Pedoman Puskesmas Santun UsiaLanjut bagi petugas kesehatan. Jakarta:
Dirjen BinaKesehatan Masyarakat Direktorat Kesehatan Keluarga Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2003. 7. Dinkes Provinsi Jawa Barat. Profil kesehatan Jawa Barat 2012.
Bandung: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat; 2013. 8. Dinkes Kabupaten Bogor. Profil
kesehatan Kabupaten Bogor 2012. Bandung: Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor; 2013. 9.
Notoatmodjo S. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. 10. Notoatmojo S.
Promosi kesehatan teori & aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. 11. British Geriatric
Society. Quality care for older people with urgent &emergency care needs. The Silver Book.
2012. (diunduh 29 Juli 2013). Tersedia dari: www.bgs.org.uk/campaigns/silverb/silver_book_
complete.pdf. 12. MacAdam M. Frameworks of integrated care for the elderly: systematic
review 2008. CPRN Research Report. April 2008. Ontario: Canadian Policy Research
Network; 2008. (diunduh 29 Juli 2013). Tersedia dari:
www.cprn.org/documents/49813_en.pdf. 13. Lynch M, Workman D, Shipp B, Gill G,
Edwards L, Rosecranz N, et.al. Elderly services in health centers: aguide to address unique
challenges of caring for elderly people with disabilities, frailty, and other special needs.
Wisconsin USA: National Association of Community Helath Centers; 2008. 14. Sodani
PR,Sharma K. Assessing patient satisfaction for investigative services at public hospitals to
improve quality of services. Nat J Comm Med. 2011Oct-Des;2(Issue 3):404 8. 15.
Raftopoulos V. A grounded theory for patient s satisfaction with quality of hospital care. Icus
Nurs Web J. 2005 June; Issue 22:136 9. 16. Shaikh BT, Mobeen N, Azam SI, Rabbani F.
Using SERVQUAL For assessing and improving patient satisfaction at a rural health facility
in Pakistan. Eastern Mediterranean Health J. 2008;14(2):44755. 17. Haryanto JO, Olivia.
Pengaruh faktor pelayanan rumah sakit, tenaga medis, dan kualitas pelayanan rumah sakit
terhadap intense pasien Indonesia untuk berobat di Singapura. J Ekonomi Bisnis.
2009;14(2):144 51. 66 IJEMC, Volume 1 No. 1, Desember 2014
A. PENDAHULUAN
B. Latar Belakang
C. Kebanyakan negara-negara maju telah bersetuju menetapkan umur orang
lanjut usia adalah 65 tahun. Terdapat pernyataan mengatakan bahwa kelompok
orang lanjut usia adalah sewaktu seseorang mula menerima manfaat pensiunnya.
Pada saat ini, Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu (PBB) tidak ada mengeluarkan
apa-apa standar kriteria untuk menentukan umur yang jelas untuk lanjut usia,
tetapi PBB juga bersetuju mengatakan umur 60 tahun ke atas adalah merujuk
kepada orang lanjut usia (WHO, 2010).
D. Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran
sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu
ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. World Health
Organization (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia (WHO, 2010).
E. Di Indonesia, telah dipersetujui bahwa penduduk lanjut usia adalah mereka
yang berumur 60 tahun ke atas. Sesuai dengan undang-undang Nomor 13 tahun
1998 pasal 1 ada dimuatkan mengenai pengertian lanjut usia, yaitu seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Menkokesra, 2010).
F. Jumlah penduduk di dunia berdasarkan International Data Base (IDB),
pada sensus 2000 adalah sekitar 6,038,550,220 orang. Terdapat peningkatan pada
sensus 2005, dengan jumlah penduduk didunia dicatatkan seramai 6,456,443,080
orang. Peningkatan sebanyak kurang lebih 400,000,000 dan dijangka pada tahun
2010, jumlah penduduk dunia sekitar 6,830,586,985 orang.
Jumlah orang lanjut usia (lansia) di dunia pada tahun 2000 adalah seramai
603,999,996 manakala sensus 2005 seramai 670,430,020 orang lansia.
Dijangkakan pada sensus 2010 seramai 765,226,542 orang lansia didunia (IDB,
2010).
G. Berdasarkan data statistik, di Indonesia pula, jumlah penduduk di
Indonesia yang dilakukan pada Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005
adalah seramai 213,375,287 dan penduduk lansianya sebanyak 15,537,710 orang.
Manakala jumlah penduduk di Sumatera Utara sebanyak 11,688,987 dan jumlah
lansia sebanyak 631,604 orang. (Data statistik Indonesia, 2010)
Menurut Abikusno N (2002) dalam Rahayu, L et al (2005). Peningkatan
jumlah lanjut usia terjadi baik di negara maju maupun berkembang. Indonesia
cukup signifikan dalam percepatan pertambahan lanjut usia di dunia. Pada tahun
1971 jumlah lanjut usia sebanyak 5,3 juta (4,48% dari jumlah pendudukan).
Tahun 1990 meningkat 2 kali lipat menjadi 112,7 juta (6,56% dari jumlah total
penduduk)
H. Peningkatan jumlah lanjut usia jauh lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan jumlah balita. Post-war baby boom di Indonesia yang terjadi pada
dekade 1960-1970-an diperkirakan akan mengakibatkan aged-population boom
pada dua dekade permulaan abad ke 21. Generasi yang lahir pada tahun 19602970-an,
pada tahun 1990-an sedang memasuki kehidupan berkeluarga dan pada
tahun 2010-2020-an akan memasuki tahap lanjut usia. Diperkirakan tahun 2020
jumlah lanjut usia akan meningkat menjadi 28,8 juta jiwa, sedangkan jumlah
balita diperkirakan menurun (Abikusno N (2002) dalam Rahayu, L et al (2005)).
Proses penuaan penduduk mempunyai dampak luas dan persoalan yang
muncul karena kebutuhan atas pelayanan, kesempatan, dan fasilitas bagi lanjut
usia akan bertambah. Pemerintah dan masyarakat telah berupaya melaksanakan
kebijakan dan program untuk kesejahteraan lanjut usia dengan mendirikan pantipanti

werdha.
I. Mengikuti Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 telah mengamanatkan, memperhatikan
“Fakir Miskin dan Anak Terlantar”. Pendirian Panti Sosial didasarkan atas Undang-
Undang RI no.4 Tahun 1965 tentang “Pemberian Bantuan Kehidupan bagi Orang-Orang
Jompo”(Undang-undang dasar RI 1945 dan daftar undang-undang 1965).
Menurut Depsos RI (2003) dalam Rahayu, L et al (2005). Di provinsi
Sumatera Utara tahun 2000 jumlah lanjut usia ada 6359 ribu jiwa atau 5,75% dari total
penduduk 11.506,8 ribu jiwa. Panti Werdha Kota Binjai merupakan panti
lanjut usia yang terbesat di Sumatera Utara.
J. Menurut Putri (2008) dalam Matrixmart (2009) Tinggal di panti
merupakan pilihan bagi lanjut usia dengan berbagai alasan karena dalam hidup
ini ada sebagian orang yang beruntung dan ada pula yang tidak.
Sebagian dari lansia ada yang tinggal bersama keluarga yaitu anak dan
cucunya, namun sebagian lagi ada yang menghabiskan masa hidupnya di panti
jompo. Panti jompo adalah suatu tempat yang akan menjadi tempat perkembangan
interaksi sosial, dikarenakan mereka akan hidup bersama dengan sesama lanjut
usia, selain itu pada panti jompo, mereka akan mendapatkan pelatihan-pelatihan
yang bertujuan untuk memberdayakan para orang lanjut usia agar tetap produktif.
Perkembangan fisik dan kesehatan orang lanjut usia akan mendapat kontrol yang
efektif (Matrixmart, 2009).
K. Berdasarkan penelitian dari Rahayu, L et al (2005) di UPTD Abdi Dharma
Asih Binjai, diketahui jenis penyakit yang banyak diderita lanjut usia adalah
reumatik sebanyak 36%. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya konsumsi zat
gizi sewaktu berusia muda seperti kalsium, vitamin D dan lain-lain. Urutan kedua
adalah penyakit kulit sebanyak 30%. Ini mungkin disebabkan kurangnya hygiene
perorangan lanjut usia, penyakit ini tidaklah berbahaya tetapi menimbulkan
gangguan seperti gatal-gatal dan warna kulit yang kehitaman bekas garukan
sehingga menimbulkan gangguan estetika bila dilihat langsung. Sedangkan yang
paling sedikit dideritai adalah stroke, malaria, batuk pilek, dan diare sebesar 14%.
Kesimpulann yang bisa dibuat adalah perlunya pelayanan kesehatan yang efektif
dan efisien disediakan pada warga panti.
L. Jadi, dari data ini menunjukkan pentingnya penelitian ini dilakukan dan juga kenapa
penelitian ini perlu dilakukan di Panti UPTD Abdi Dharma Asih Binjai karena Panti
UPTD Abdi Dharma Asih Binjai merupakan panti jompo yang terbesar di Sumatera Utara
dan juga belum dijumpai lagi mana-mana penelitian berkaitan tingkat kepuasan lansia
terhadap pelayanan kesehatan di panti jompo Kota Binjai.
M. Rumusan Masalah
N. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah yang
penulis kemukakan adalah untuk mengetahui adakah pelayanan kesehatan sudah
memuaskan kepada warga di Panti UPTD Abdi Dharma Asih Binjai.
O. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan orang lanjut
usia terhadap pelayanan kesehatan di di Panti UPTD Abdi Dharma Asih Binjai.
3. Tujuan Khusus
4. Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
Mengetahui tingkat kepuasan orang lanjut usia terhadap pelayanan
kesehatan di Panti UPTD Abdi Dharma Asih Binjai:
5. Tingkat kepuasan orang lanjut usia terhadap tenaga medis yaitu
dokter dan perawat.
6. Tingkat kepuasan orang lanjut usia terhadap prasarana kesehatan
yang disediakan.
P. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Bagi Panti UPTD Abdi Dharma Asih Binjai.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
memperbaiki pelayanan yang diberikan kepada para penghuni panti.
2. Bagi Ilmu pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam memperkaya dan memperluas pengetahuan dalam pengelolaan
lansia khususnya yang tinggal di Panti Jompo
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan
penelitian yang lebih besar.
Q.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
R. Orang Lanjut Usia

Lanjut usia merupakan anugerah. Menjadi tua, dengan segenap


keterbatasannya, pasti akan dialami oleh seseorang bila ia panjang umur. Di
Indonesia, istilah untuk kelompok lanjut usia ini belum baku, orang memiliki
sebutan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan istilah lanjut usia ada pula
usia lanjut. Atau jompo dengan padanan bahasa Inggeris biasa disebut the aged,
the elders, older adult, serta senior citizen.
Dalam uraian selanjutnya akan digunakan istilah lanjut usia atau yang
lebih dikenal nama lansia.
Kapan seseorang dikategorikan usia lanjut? Para ahli membedakannya
menjadi 2 macam usia yaitu: usia kronologis dan usia biologis (Setiawan, 2002)
Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Di Indonesia, dengan
usia pensiun 56 tahun, barang kali dapat dipandang sebagai batas seseorang mulai
memasuki usia lanjut, namun dalam perkembangan selanjutnya, menurut
undangundang No. 13 Tahun 1998 dinyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas adalah
yang
palik layak disebut usia lanjut.
Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Di mana biasanya diterapkan
kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis.
Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI (Buku Pedoman
Pembinaan, 2000) dikenal pula usia psikologis, yaitu dikaitkan dengan
kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian terhadap settiap situasi
yang dihadapinya.
Berikut ini adalah definisi usia lanjut dalam beberapa literatur:
1.

Smith dan Smith (1999), menggolongkan usia lanjut menjadi tiga yaitu;
young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun); dan old old (lebih dari
85 tahun).

Universitas Sumatera Utara

16

2.

Setyonegoro (1984), menggologkan bahwa yang disebut usia lanjut


(geriatric age) adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Selanjutnya
terbahagi ke dalam usia 70-75 tahun (young old); 75-80 tahun (old); dan
lebih dari 80 tahun (very old)

3.

Menurut Bab I Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 1998


tantang Kesejahteraan Usia Lanjut , lansia adalah seseorang yang sudah
mencapai usia 60 tahun ke atas.
Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik atau biologis, kondisi
psikiologis, serta perubahan kondisi sosial. Para usia lanjut, bahkan juga
masyarakat menganggap seakan tugas-tugasnya sudah selesai, mereka
berhenti bekerja dan semakin mengundurkan diri dari pergaulan
bermasyarakat yang juga merupakan salah satu ciri fase ini, biasanya usia
lanjut merenungkan hakikat hidupnya dengan lebih intensif serta mencoba
mendekatkan dirinya kepada Tuhan.

2.2 Konsep Dasar dan Perspektif Usia Lanjut


2.2.1 Aspek Demografi Usia Lanjut
Aspek demografi pada usia lanjut meliputi gambaran umum, geografi dan
lansia, serta pola kehidupan lansia di Negara maju.

2.2.2 Gambaran Umum


Ciri-ciri demografi lansia selain jumlah dan proporsi populasinya juga isu
yang penting adalah gambaran morbiditas dan mortilitas. Adapun dampak
akhirnya berupa gambaran usia harapan hidup yang dalam perkembangannya
mengalami dinamika perubahan.
Secara global, bila ditinjau dari aspek peradaban umat manusia, maka
terdapat konsep transisi kependudukan dari pelbagai pakar, termasuk pakar
gerontology
( Comfort 1964 dan Myres 1984) menggambarkan pertumbuhan jumlah lansia
akibat penurunan pada angka morbiditas.

Universitas Sumatera Utara

17

Konsep rectanggularisasi tampil grafik penduduk yang tetap bertahan


hidup yang semula berbentuk segitiga lambat laun semakin berubah menjadi
persegi empat . Seperti dilihat di bawah:

Gambar 2.1
Kurva Manusia yang Bertahan Hidup
(Sumber: Strechler dalam Miller, 1995)
Berdasarkan gambar diatas, tampak bahwa kurva populasi manusia yang
tetap bertahan hidup menurut usia mereka digambarkan dalam empat periode
sebagai berikut A ke B, B ke C, C ke D, dan D ke F.

A= periode zaman kuno hingga awal abad ke -19


B= Periode abad ke -19
C= periode sampai dengan 1935
D= periode 1950-1960
E= periode 1970-1980
F periode sesudah 1980

Periode A ke D menunjukkan populasi pria maupun wanita, sedangkan E dan F


menunjukkan berturut-turut pria dan wanita.
Periode transisi A ke B diakibatkan oleh perbaikan perumahan, sanitasi,
dan antiseptic. Periode transisi B ke C diakibatkan oleh faktor utama, yaitu public
health. Higene, dan imunisasi. Periode C ke D terutama diakibatkan oleh

Universitas Sumatera Utara

18

antibiotik; perbaikan pelayanan medis, gizi, dan penyuluhan kesehatan. Sementara


transisi D ke F adalah kemajuan mutakhir dalam bidang biomedika (Miller, 1995).

2.2.3 Geografi dan Lansia


Sejalan dengan hal tersebut, struktur demografi penduduk di Indonesia
selama kurun waktu/ decade terakhir ini (dan seterusnya) ditandai antara lain
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk berusia lanjut. Bila mengacu
pada batasan usia 65 tahun yang banyak diterapkan secara internasional, maka di
Indonesia, kelompok penduduk berusia 65 tahun ke atas pada tahun 1980 sebesar
3,2% dari total populas telah meningkat menjadi 3,8% pada tahun 1987 dan 4,6%
pada tahun 1994 (Profil Kesehatan Indonesia, Depkes RI, 1997)
Pada tahun 2010 nanti, proyeksi penduduk berusia 65 tahun keatas di
Indonesia akan menjadi 11 juta jiwa, padahal pada tahun 1994 baru sebesar 7,5
juta. Proyeksi pada tahun 2020 akan sebesar 7,2% (Aris Ananta, 1997) yang
hampir sepadan dengan porposi negara-negara maju saat ini. Untuk saat ini saja
diperkirakan di beberapa provinsi seperti DKI dan DIY penduduk kelompok usia
tersebut telah mendekati kondisi yang dicapai negara-negara maju sekarang.
Namun, penduduk berusia lanjut di Indonesia memiliki pula dimensi lain selain
presentasi terhadap populasi total seperti yang diuraikan di atas. Dimensi itu pula
meliputi: jumlah absolutnya yang besar, tingkat pendapatan yang rendah, tingkat
pendidikan yang rendah, dan yang tak kalah pentingnya kemungkinan tingkat
kesehatannya yang rendah pula, sehingga pada gilirannya akan berimplikasi pada
kebutuhan proses keperawatan. Bila ditinjau dari aspek biaya kesehatan, hal
seperti ini akan merupakan beban yang perlu diperhitungkan, mengingat bahwa
kenyataan ini bagaikan semacam perangkap dalam pengalokasian sember daya
kita yang secara keseluruhan semakin terbatas.
Pada table 2.1 dapat dilihat persentase penduduk menurut kelompok usia
di Indonesia pada kurun waktu 1990-1994.
Apabila penduduk usia lanjut dihitung mulai dari usia 60 tahun, maka
persentase kelompok tersebut terhadap total populasi berdasarkan sensus
penduduk adalah sebagaiman tertera pada Tabel 2.2. Berdasarkan Tabel 2.2

Universitas Sumatera Utara

19

tersebut, tampak bahwa peningkatan persentase penduduk usia 60 tahun keatas


antara tahun 1971-1980, serta tahun 1980- 1990 masih berkisar di bawah 1%. Jika
peningkatan persentase antara tahun 1990-2000 diperkirakan 0,9%, maka
persentase penduduk usia 60 tahun ke atas pada saat ini diproyeksi sebesar 7,2%
dari total populasi atau sekitar 14,9 juta orang.

Tabel 2.1 Persentase penduduk menurut kelompok usia di Indonesia 1990-1994


1990

1985

1987

1991

1994

(Sensus)

(Supas)

(SPI)

(SDKI)

(SDKI)

<15

40,9

39,4

36,9
36,2

35,0

15-64

55,9

59,3

59,3

59,9

60,4

65+

3,2

3,8

3,8

3,9

4,6

Jumlah

100,0

100,0

100,0

100,0

100,0

Median Usia

21,5
22,8

Rasio Beban

78,9

73,1

68,6

67,2

65,8

Ketergantungan

Sumber:BPS,Menteri Negara Kependudukan/ BKKBN, dan Depkes RI


Selanjutnya pada tabel 2.2 dapat dilihat laju peningkatan persentase penduduk
berusia 60 tahun keatas, yaitu pada tahun 1971,1980, 1990, dan 2000

Universitas Sumatera Utara

20

Tabel 2.2 Persentase penduduk berusia 60 tahun ke atas


Lebih pada tahun 1971, 1980,1990*, dan 2000**

Jumlah 60+

Peningkatan

(dalam jutaan)
1971

5,3

4,5

1980

7,9

5,4

0.966
1990

11,2

6,2

0.482

2000

14,8

7,2

0,900

*Sumber: BPS, Sensus Penduduk.


** Angka pada tahun 2000 adalah proyeksi menurut hasil sensus 1995

Peningkatan jumlah usia lanjut akan berpengaruh pada berbagaai aspek


kehidupannya (fisik, mental dan ekonomi) seperti diuraikan terdahulu.
Mengantisipasi kondisi ini pengkajian masalah-masalh lanjut usia perlu
ditingkatkan, termasuk aspek keperawatanya, agar dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan serta menjamin tercapainya usia lanjut yang bahagia, berdaya guna
dalam kehidupan keluarga, dan masyarakat di Indonesia. (Tamher, S &
Noorkasiani, 2009)

2.3 Dampak Perubahan dan Reaksi yang Terjadi pada Usia Lanjut.
Kemunduran-kemunduran yang telah disebutkan itu mempunyai dampak
terhadap tingkah laku dan terhadap perasaan orang yang memasuki lanjut usia.
Jelas bila berbicara tentang menjadi tua, maka kemunduranlah yang paling banyak
akan dikemukakan tetapi disampingi berbagai macam kemunduran, ada sesuatu
yang dapat dikatakan justru meningkat dalam proses menua yaitu sensitifitas
emosional seseorang. Yang akhirnya menjadi sumber menjadi banyak masalah
pada masa menua. Coba dilihat sepintas mengenai beberapa dampak dari
kemunduran-kemunduran tersebut dari sifat semakin perasanya orang yang
memasuki lanjut usia, misalnya: kemunduran-kemunduran fisik yang berpengaruh

Universitas Sumatera Utara

21

terhadap penampilan seseorang. Pada umumnya usia dewasa muda, seseorang


dianggap tampil paling tampan dan paling cantik. Kemunduran fisik yang terjadi
pada dirinya membawa yang bersangkutan pada kesimpulan, bahwa kecantikan
ataupun ketampananya yang mereka miliki mulai menghilang. Ini baginya berarti
kehilangan daya tarik dirinya.
Wanita biasanya lebih risau dan merasa tertekan oleh karena keadaan
tersebut. Sebab biasanya wanita dipuja orang karena kecantikan dan keindahan
fisiknya. Tetapi tidak berarti bahwa pria pada masa ini tidak mengalami atau
merasakan hal-hal yang serupa. Pada pria yang mengalami proses menua, tetap
menginginkan dirinya tetap menarik bagi lawan jenisnya.
Kecemasan yang timbul pada mereka yang merasa dirinya mulai menjadi
kurang menarik atau kelihatan kurang mampu itu, memberikan peluan yang besar
bagi produsen kosmetika, alat-alat kecantikan,alat-alat gerak badan dan obat-obat
awet muda. Berkaitan dengan perasaan kehilangan daya tarik tadi ada gejalagejala
yang terlihat dalam keseimbangan hormonal yang menyebabkan
berkurangnya dorongan seks.
Pada pria proses tersebut biasanya terjadi secara lambat laun dan tidak
disertai gejala-gejala psikologis yang luar biasa kecuali sedikit kemurungan dan
rasa lesu serta berkurangnya kemampuan seksualitasnya. Terdapat pula penurunan
kadar hormone testosterone. Pada wanita terjadi menopause (berhenti haid).
Menopause terjadi dalam suatu proses yang kadang-kadang mengambil waktu
sampai 2 tahun.
Hal ini disebabkan oleh karena faal dari kandung telur lambat laun mulai
berkurang, sampai kemudian berhenti berfungsi sama sekali.

Di dalam kita melaksanakan perawatan usia lanjut sebagaimana yang kita


lihat adanya perubahan-perubahan tentu tidak bisa terlepas dari pelayanan
kesehatan yang ada dimasyarakat, apakah rumah sakit, panti jompo, klinik-klinik
dan puskesmas dan lain-lain. Semua ini perlu untuk membimbing dan membina
serta merawat usia lanjut . Pelayanan kesehatan diberikan kepada individu,
kelompok, keluarga dan masyarakat. (Surbakti E, 1995)

Universitas Sumatera Utara

22

2.4 Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut


Secara umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat dibagi menjadi 2,
yakni;
a. Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric
Service)
b. Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat (Community Based Geriatric
Service).
Jenis pelayanan inilah yang dewasa ini menjadi tantangan bagi kesehatan
masyarakat di Indonesia, dan yang lebih memerlukan perhatian bagi para
akademisi dan praktisi kesehatan masyarakat di Indonesia.
Pada upaya pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, semua upaya
kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan
berperan serta dalam menangani kesehatan para lansia. Puskesmas dan dokter
praktik swasta merupakan tulang punggung layanan di tingkat ini. Puskesmas
berperan dalam membentuk kelompok atau klub lansia. Di dalam dan melalui
klub lansia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dilaksanakan baik
promotif, preventif, kuratif atau rehabilitatif. Pelayanan kesehatan di kelompok
lansia meliputi pemeriksaan fisik, mental dan emosional. (Notoatmodjo, S, 2007)
2.4.1 Upaya Promotif yaitu:
Upaya menggairahkan semangat hidup bagi usia lanjut agar mereka tetap
dihargai dan tetap berguna baik dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat.
Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan tentang:

a. Kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri.


b. Makanan dengan menu yang mengandungi gizi seimbang.
c. Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan
kemampuan lansia agar tetap merasa sehat dan segar.
d. Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.

Universitas Sumatera Utara

23

e. Membina ketrampilan agar dapat mengembangkan kegemaran sesuai dengan


kemampuan.
f. Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.

2.4.2 Upaya Preventif yaitu:


Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun
komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan.
Upaya preventif dapat berupa kegiatan antara lain:
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini
penyakit-penyakit lansia.
b. Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan dengan
kemampuan lansia agar tetap merasa sehat dan segar.
c. Penyuluhan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya kaca mata, alat
bantu
dengar dan lain-lain agar usia lanjut tetap dapat memberikan karya dan tetap
merasa berguna.
d.Penyuluhan untuk mencegah terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan pada
usia lanjut.

2.4.3 Upaya Kuratif yaitu:


Upaya pengobatan bagi lansia. Upaya kuratif dapat berupa kegiatan
sebagai berikut:
a. Pelayanan kesehatan dasar.
b. Pelayanan kesehatan spesialistik melalui sistem rujukan.
Lampiran 4: Lembar Kuesione
KUISIONER

Pengaruh Kualitas Pelayanan Puskesmas Santun Lansia Pada Kepuasan Pasien Lanjut Usia Di
Puskesmas Santun Lanjut Usia
Petunjuk :Jawablah Pertanyaan berikut ini dengan mengisi tempat kosong yang tersedia
dengan memberi tanda check ( ) pada pilihan yang mewakili jawaban saudara dan isilah
titik-titik dibawah ini !
A. Data Umum Responden
Nomor Responden : …………………….
Umur : ……… Tahun
Jenis Kelamin : ( ) Laki – laki
( ) Wanita
Pendidikan Terakhir : ( ) Tidak Sekolah
( ) SD
( ) SMP
( ) SMA
( ) Perguruan Tinggi
B. Pelayanan Kesehatan
Petunjuk :
Berilah tanda silang (X) pada pertanyaan di bawah ini bagian kanan dengan lima
alternatif pilihan jawaban
SB : Sangat Baik
B : Baik
KB : Kurang Baik
TB : Tidak Baik
1. Upaya Promotif
Jawaban
No PERNYATAAN
SB B KB TB
1. Bagaimana petugas kesehatan dalam pemeliharaan kebersihan diri
Bapak/Ibu, seperti sikat gigi, mandi maupun keramas.
2. Bagaimanan cara petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan tentang
hidangan makanan yang mengandungi gizi seimbang.
3. Bagaimana petugas kesehatan mengajak Bapak/ Ibu dalam kegiatan
kesegaran jasmani (senam, jalan pagi maupun jalan santai)
4. Bagaimana petugas kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan
Bapak/ Ibu dengan cara mengikuti kegiatan sosial di masyarakat.
5. Bagaimana petugas kesehatan dalam menjaga/ memelihara kesehatan
mental dan fisik Bapak/ Ibu
Membina ketrampilan agar dapat mengembangkan kegemaran sesuai
dengan kemampuan.
JUMLAH

2. Upaya Preventif
Jawaban
No PERNYATAAN
SB B KB TB
1. Bagaimana pemeriksaan kesehatan secara berkala
yang dilakukan petugas kesehatan panti
2. Bagaimana petugas kesehatan dalam mengetahui
penyakit ibu/bapak secara dini
3. Bagaimana Kesegaran jasmani yang dilakukan
secara teratur dan disesuaikan dengan kemampuan
lansia agar tetap merasa sehat dan segar yang
dilakukan petugas kesehatan panti
4. Bagaimana penyuluhan yang dilakukan petugas
kesehatan panti tentang penggunaan berbagai alat
bantu misalnya kaca mata, alat bantu dengar dan
lain-lain.
5. Bagaimana penyuluhan yang dilakukan petugas
kesehatan panti tentang mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan pada bapak /ibu
JUMLAH

3. Upaya Kuratif
Jawaban
No
SB B KB T
1. Bagaimana pengobatan yang diberikan petugas kesehatan panti, saat Bapak/ibu
sakit
2. Bagaimana penjelasan yang diberikan petugas kesehatan panti tentang cara
minum obat
3. Bagaimana penjelasan yang diberikan petugas kesehatan panti tentang penyakit
yang bapak/ ibu derita
4. Bagaimana kepedulian yang diberikan petugas kesehatan panti, saat Bapak/ibu
sakit

5. Bagaimana perhatian yang diberikan petugas kesehatan panti, mendengar keluhan


sakit yang bapak/ibu rasakan
JUMLAH

C. Kepuasan Pasien
Berilah tanda silang (X) pada pertanyaan di bawah ini bagian kanan dengan lima
alternatif pilihan jawaban
SP : Sangat Puas
P : Puas
KP : Kurang Puas
TP : Tidak Puas
STP : Sangat Tidak puas

1. Keandalan (Realibility)

Jawaba
No Realibility
SP P KP T
1 Apakah pendapat Bapak/Ibu, tentang jadwal pelayanan di panti dijalankan dengan
tepat (kunjungan dokter / perawat)
2 Apakah pendapat Bapak/Ibu merasa nyaman dengan cara pemeriksaan petugas
pelayanan kesehatan di panti ini
3 Apakah pendapat Bapak/Ibu, tentang pelayanan pengobatan yang diberikan
kepada Bapak/Ibu sudah maksimal
4 Apakah ketika tiba-tiba Bapak/Ibu membutuhkan pertolongan, dengan mudah
petugas dapat dihubungi
JUMLAH
2. Daya Tanggap (Responsiveness)
Jawaban
No Responsiveness
SP P KP T
1 Apakah pendapat Bapak/Ibu, saat memerlukan bantuan petugas panti, mereka
memberikan pelayanan dengan segera
2 Apakah saat petugas memberikan informasi secara lengkap dan jelas tentang
kondisi kesehatan Bapak/Ibu
3 Apakah petugas kesehatan menanyakan keadaaan dan keluhan yang dialami
Bapak/Ibu,
4 Apakah pendapat Bapak/Ibu, respon petugas kesehatan memuaskan dalam
memberikan pelayanan
JUMLAH

3. Jaminan (Assurance)
Jawaban
No Assurance
SP P KP TP STP
1. Apakah petugas kesehatan panti mempunyai
kemampuan yang cukup dalam menjawab
pertanyaan Bapak/Ibu
2. Apakah petugas kesehatan panti menjaga
kesopanan dalam memberikan pelayanan
kesehatan
3. Apakah pertanyaan – pertanyaan yang anda
ajukan dijawab dengan sangat profesional oleh
petugas kesehatan
4. Apakah petugas kesehatan cakap dalam
bekerja, sehingga anda tidak ragu atas
pelayanan yang diberikan
JUMLAH

4. Perhatian (Empathy)
Jawaban
No Empathy
SP P KP TP STP
1. Apakah petugas kesehatan panti ini peduli
terhadap masalah Bapak/Ibu
2. Apakah pendapat Bapak/Ibu, perlakuan
petugas kesehatan panti ini memberikan
kesan yang baik
3. Apakah petugas kesehatan tampak antusias
mendengarkan keluhan Bapak/Ibu
4. Apakah petugas kesehatan memberikan
dorongan moril atas penyakit yang diderita
Bapak/Ibu
JUMLAH
5. Bukti Fisk (Tangible)
Jawaban
No Tangibles
SP P KP TP STP
1. Apakah pendapat Bapak/Ibu, sarana
komunikasi yang digunakan di panti ini cukup
memadai saat menghubungi petugas kesehatan
2. Apakah peralatan yang digunakan selalu
terjaga kesterilannya dan terawat bersih
3. Apakah pendapat bapak/ibu tentang
perumahan cukup bersih, sehingga tidak
mudah terjadi penularan penyakit
4. Apakah ketersediaan fasilitas yang diberikan
sangat nyaman bagi bapak/ibu seperti ruang
tunggu saat dilakukan pemeriksaan kesehatan
JUMLAH

S.

Anda mungkin juga menyukai