Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN KETUBAN PECAH PREMATUR (KPP)
DI RUANG VK IRD RSUD DR.SOETOMO SURABAYA

DISUSUN OLEH:

AFIFA DWI MAS’UDAH

NIM : P27820715011

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI D IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

2017-2018
LAPORAN PENDAHULUAN
KETUBAN PECAH PREMATUR

1. Definisi
Ketuban pecah premature adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai
persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi inpartu. Ketuban pecah premature
merupakan suatu masalah yang harus mendapat penanganan sesuai dengan prosedur agar
tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan. (Prawirohardjo, 2005).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda
persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan,
sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak. (Manuaba, 2009)

2. Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan
serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab
lainnya adalah sebagai berikut :
a) Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga
sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan
desakan janin yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi
yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua
atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput
janin serta keluarnya hasil konsepsi
b) Peninggian tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
1) Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2) Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3) Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban
mudah pecah.
4) Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL.
Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan
uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
c) Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
d) Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo
pelvic disproporsi).
e) Korioamnioniti
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran organisme
vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput
ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
f) Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang
meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkan
terjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik
sehingga memudahkan ketuban pecah.
g) Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
h) Riwayat KPD sebelumya
i) Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
j) Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu

3. Manifestasi Klinis
Menurut Achadiat (2004) manifestasi ketuban pecah dini adalah:
a) Keluar air ketuban warna keruh. Jernih,kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak
b) Dapat disertai demam bila sudah terjadi infeksi
c) Janin mudah diraba
d) Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban sudah tiadak ada, air ketuban sidah
kering
e) Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput keruban tidak ada dan air
ketuban sudah kering
f) Usia kehamilan vible (>20 minggu)
g) Bunyi jantung bisa tetap normal

4. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi, bila
terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan
mengeluarkan air ketuban. Melemahnya daya tahan ketuban dapat dipercepat dengan
infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik dan kolegenase.
5. Pathway
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Achadiat (2004) adalah:
a) Pemeriksaan leukosit/WBC, bila >15.000/ml kemungkinan telah terjadi
infeksi.
b) Ultrasonografi (USG) sangat membantu dalam menentukan usia kehamilan,
letak atau persentasi janin, berat janin, letak dan gradasi plasenta serta jumlah
air ketuban.
c) Monitor DJJ dengan fetoskoplaennec atau Doppler atau dengan melakikan
pemeriksaan atau kardiotokografi ( bila usia kehamial >32 mmingu).
d) Memeriksa adanya cairan yang berisi mekonium, verniks kassceosa, rambut
lanugo/ telah terinfeksi atau berbau
e) Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis servik dan apakah ada bagian yang sudah pecah
f) Gunakan kertas lakmus
Bila menjadi biru (basa): air ketuban
Bila menjadi merah(asam): air kemih (urine)
g) Pemeriksaan PH forniks posterior pada prom PH adalah basa air ketuban
h) Pemeriksaan histopatologi air (ketuban)
i) Aborization dan sitologi air ketuban

7. Penatalaksanaan Medis
a) Pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif, antara lain :
1. Rawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu
2. Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari
3. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
4. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomielin tiap minggu. Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa (-): beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam
7. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi
8. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)
b) Pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain:
1. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalinan di akhiri:
 Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
 Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.

8. Komplikasi
1. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2. Partus peterm
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat
janin kurang dari 2500 gram
3. Prolaps Tali pusat
Tali pusat menumbung
4. Distasia ( partus Kering)
Pengeluaran cairan ketuban untuk waktu yang akan lama akan menyebabkan
dry labour atau persalinan kering
5. Ketuban pecah dini merupakan penyebab pentingnya persalinan premature dan
prematuritas janin.
6. Resiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan
dilakukan setelah 24 jam onset
7. Hipoplasia pulmonal janin sangat mengancam janin, khususnya pada kasus
oligohidramnion
DAFTAR PUSTAKA

1. Achadiat, 2004, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : EGC
2. Manuaba, 2009. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan.Jakarta :EGC
3. Mitayani .2009.Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta : Salemba Medika
4. Morgan, Geri.2009.Obsteri dan ginekologi panduan praktik.Jakarta : EGC
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta : Pallmall
6. Sujiyati .2008.Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta : Numed.
7. Vaney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Ed.4, vol.1. Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. PENGKAJIAN
a) Biodata klien
Berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No.
Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama,
Alamat, Tanggal Pengkajian.
KPP sering terjadi pada ibu dengan usia < 20 tahun karena terlalu muda dan belu
matangnya alat reprodusi untuk hamil, sedangkan usia > 35 tahun juga beresiko
karena otot – oto panggul sudah tidak elastic lagi.
Dalam keadaan normal 8% - 10% perempuan hamil akan mengalami ketuban
pecah premature (Prawirohardjo,2010).
b) Keluhan utama
Biasanya keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan
sedikit / banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak ada dan
air ketuban sudah kering
c) Riwayat haid
Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi,
siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus
d) Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa
e) Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG , darah,
urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya
mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
f) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan
yang dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut
diderita sampai saat ini atau kambuh berulang – ulang
g) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara
genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh
keluarga
h) Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kurangnya pengetahuan kllien tentang ketuban pecah dini,cara pencegahan,
penanganan, serta perawatan. Kurangnya menjaga kebersihan tubuhnya
yang akan menimbulkan masalah.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Pada umumnya klien mengalami penurunan nafsu makan.
3. Pola aktifitas
Aktivitas klien terbatas, cepat lelah, dan nyeri saat kontrksi.
4. Personal eliminasi
Apakah terjadi dieresis seteah melahirkan, apakah inkontensia, hilangnya
control blass, apakah perlu bantuan saat BAK/BAB
5. Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami nyeri pada daerah pinggang sehingga tidurnya terganggu,
posisi saat tidur (penekanan pada perineum).
6. Pola hubungan dan peran
Peran klien dengan keluarga dan orang lain.
7. Pola penanggulangan stress
Apayang biasa diakukan klien saat terjadi stress.
8. Pola sensori dan kognitif
Merasakan nyeri akibat kontraksi, kurangnya pengetahuan ibu untuk
mengatasi nyeri.
9. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya mengalami kecemasan terhadap keadaan kehamilan, terjadi
perubahan terhadap body image.
10. Pola reproduksi dan social
Adanya perubahan dalam hubungan seksual.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Aktifitas ibadah terganggu sehingga dibantu oleh keluarga.
i) Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan umum: suhu normal.
2. Pemeriksaan abdomen: uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus
harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari
haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan
presentasi maupun cakapnya bagian presentasi. Denyut jantung normal.
3. Pemeriksaan pelvis: pemeriksaan speculum steril pertama kali dilakukan
untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Karna cairan alkali
amnion mengubah pH asam normal vagina, kertas nitrasin dapat dipakai
untuk mengukur pH vagina. Kertas nitrasin menjadi biru bila ada cairan
alkali amnion. Bila diagnose tidak pasti adanya skuama anukleat, lanugo,
atau bentuk Kristal daun pakis cairan amnion kering dapat membantu.
4. Pemeriksaan vagina steril: menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengidentivikasi bagian presentasi dan stasi
bagian presentasi dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat.
j) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan
pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin
juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan
kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
2. Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah
dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
3. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek
dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran
daun pakis.
4. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi kontraksi uterus dan serviks
b) Ansietas berhubungan dengan kondisi ancaman pada diri sendiri/janin
c) Resiko infeksi ditandai dengan interaksi langsung intra amnion dengan daereah
luar
d) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai prosedur
tindakan dan pengobatan
(Varney, 2007)

3. INTERVENSI
a) Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi kontraksi uterus dan serviks
Tujuan:
 Pasien menunjukkan ekspresi wajah rileks
 Pasien tidak mengeluh kesakitan
 Pasien menyatakan nyerinya berkurang menjadi skala nyeri 0-2
Kriteri hasil:
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-5), frekuensi, dan
waktu. Menandai gejala nonverbal. Misalnya: gelisah, takikardia, dan
meringis.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
2. Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan hilang, antisipasi terhadap ketidaknyamanan dari prosedur
Rasional : untuk mengetahui apakah terjadi pengurangan rasa nyeri atau
nyeri yang dirasakan klien bertambah.
3. Berikan aktivitas hiburan, misalnya: membaca, berkunjung, dan lain-lain.
Rasional : Agar nyeri yang dirasakan klien tidak bertambah.
4. Lakukan tindakan paliatif, misalkan: pengubahan posisi, rentang gerak
pada area nyeri
Rasional : Untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan
klien.

b) Ansietas berhubungan dengan kondisi ancaman pada diri sendiri/janin


Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami kecemasan
Kriteria hasil :
 Kecemasan pada klien berkurang
 Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan dan menunjukkan
teknik untuk mengontrol cemas
Intervensi :
1. Mendengarkan penyebab kecemasan klien dengan penuh perhatian
Rasional: Klien dapat mengungkapkan penyebab kecemasannya sehingga
perawat dapat menentukan tingkat kecemasan klien dan menentukan intervensi
untuk klien selanjutnya.
2. Menganjurkan keluarga untuk tetap mendampingi klien
Rasional : Dukungan keluarga dapat memperkuat mekanisme koping klien
sehingga tingkat ansietasnya berkurang
3. Mengurangi atau menghilangkan rangsangan yang menyebabkan kecemasan
pada klien
Rasional : Pengurangan atau penghilangan rangsang penyebab kecemasan
dapat meningkatkan ketenangan pada klien dan mengurangi tingkat
kecemasannya
4. Menginstruksikan klien untuk menggunakan tekhnik relaksasi
Rasional : tekhnik relaksasi yang diberikan pada klien dapat mengurangi
ansietas
c) Resiko infeksi berhubungan dengan interaksi langsung intraamnion dengan daerah
luar
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam tanda tanda infeksi tidak
ada.
Kriteria Hasil:
1. WBC normal(dibawah 10.000)
2. Suhu normal(36-37oC)
3. Tidak ada kemerahan
4. Tidak ada bengkak
Intervensi :
1. Identifikasi individu yang berisiko terhadap infeksi nosokomial
Rasional : untuk mengurangi penyebaran infeksi
2. Ajarkan cuci tangan kepada pengunjung sebelum dan sesudah ke pasien
Rasional : mengurangi penyebaran infeksi
3. Pantau hasil pemeriksaan WBC
Rasional : mengetahui apabila ada tanda-tanda infeksi
4. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
d) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai prosedur
tindakan dan pengobatan
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam klien dan keluarga mampu
 Menggungkapkan pengetahuan tentang prosedur/situasi
Kriteria hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
Rasional : Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien
2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan
penyebab. Jelaskan kondisi tentang klien
Rasional : Meningkatan pengetahuan dan mengurangi cemas
3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobatan
Rasional: Mempermudah intervensi

4. IMPLEMENTASI
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik. Implementasi
akan dilaksanakan sesuai perencanaan dan didokumentasikan sesuai urutan jam pelaksanaan
serta sesuai sop dan bagaimana respon klien.

5. EVALUASI
merupakan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatan pasien yang telah diterapkan dengan respon perilaku klien yang tampil.
Evalauasi ada dua macam yaitu
1. Evaluasi formatif
adalah hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat/setelah dilakukan tindakan keperawatan
2. Evaluasi Sumatif
adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan

Anda mungkin juga menyukai