Anda di halaman 1dari 19

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal

LO.1.1. Makroskopis
Ginjal terletak retroperitonium di depan dua costae terakhir (11 dan
12) dan tiga otot besar (m. Transversus abdominalis, m. Quadratus
lumborum, dan m. Psoas major) dengan berat sekitar 120-150 gr.
Ginjal berbentuk seperti kacang tanah yang dari luar mempunyai :
1. Ekstrimitas superior/ cranialis/ polus cranialis
2. Ekstrimitas inferior/ caudalis/ polus caudalis
3. Margo lateralis lebih kedepan
4. Margo Medialis lebih kebelakang, dimana terdapat hilum renalis.
Alat-alat yang masuk dan keluar hilum renalis, diantaranya :
a. Arteri dan Vena Renalis
b. Nervus vasomotor simpatis
c. Pembuluh getah bening
d. Ureter.

Ginjal kiri lebih tinggi dibanding dengan ginjal kanan sekitar


setengah vertebrae, terletak mulai tepi atas VT 12 sampai VL 3, atau
sekitar empat ruas vertebrae. Karena ginjal kiri lebih tinggi maka
ginjal kiri terdapat dua costae yaitu, costae 11 dan 12, ginjal kanan
hanya punya 1 costae yaitu, costae 12. Ginjal tidak sejajar dengan linea
medialis posterior. Axisnya miring, yaitu cranio media ke cranio
lateral.
Ginjal diliputi oleh kapsula cribrosa tipis mengkilat, yang berkaitan
longgar dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan
mudah dari permukaan ginjal, disebut Fascia Renalis. Ginjang juga
mempunyai selubung yang langsung membungkus ginjal disebut
Capsula Fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak disebut capsula
adiposa.

0
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri
dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
3. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid
ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke
arah korteks
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
10. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Batas – batas ginjal terdiri atas:
1. Ginjal Dextra
1.1. Anterior
 Flexura coli dextra
 Colon ascendens
 Duodenum (II)
 Hepar (lob. Dextra)
 Mesocolon transversum
1.2. Posterior
 M. psoas dextra
 M. quadratus lumborum dextra
 M. transversus abdominis dextra
 N. subcostalis (Ver. Th 12)
 N. iliohypogastricus dextra
 N. ilioinguinalis (VL.1) dextra
 Costae 12 dextra
2. Ginjal Sinistra
2.1 Anterior
 Flexura coli sinistra
 Colon descendens
 Pancreas
 Pangkal mesocolon transversum
 Lien
 Gaster
2.2 Posterior
 M. psoas sinistra
 M. quadratus lumborum sinistra

1
 M. transversus abdominis sinistra
 N. subcostalis (Ver. Th 12) sinistra
 N. iliohypogastricus sinistra
 N. ilioinguinalis (VL.1) sinistra
 Pertengahan costae 11 dan 12 sinistra
Vaskularisasi ginjal terbagi dua, yaitu :
1. Medulla : Dari Aorta Abdominalis bercabang menjadi a.Renalis
dextra dan sinistra, masuk melalui hilum renalis menjadi
a.Segmentalis (a.lobaris) a.interlobaris lalu menjadi a.arcuata lanjut
menjadi a.interlobularis lalu a.afferen dan selanjutnya masuk ke
bagian cortex renalis ke dalam glomerulus, dan terjadi filtrasi.
2. Cortex : a.afferen berhubungan dengan v.interlobularis, bermuara
ke v.Arcuata bermuara ke v.Interlobaris bermuara ke v.Lobaris
(v.Segmentalis) bermuara ke v.Renalis Dextra dan Sinistra
selanjutnya ke Vena Cava Inferior.
Ciri Khusus vaskularisasi ginjal :
1. Unit dalam vas afferens, mempunyai myoepitel (pada capsula
bowman) yang berfungsi sebagai otot untuk berkontraksi
2. Ada hubungan langsung antara arteri dengan vena disebut arterio
venosa anastomosis.
3. Adanya END ARTERY yaitu, pembuluh nadi yang buntu yang
tidak mempunyai sambungan dengan kapiler, sehingga kalau
terjadi penutupan yang lama akan terjadi arteri degenerasi.
Inervasi :
1. Plexus sympaticus renalis
2. Serabut afferen melalui plexus renalis menuju medulla spinalis
n.thoracalis X, XI, dan XII.
Pembuluh Lymphe :
Mengikuti v.Renalis melalui nl.aorta lateral, sekitar pangkal
a.renalis.

2
LO.1.2. Mikroskopis
GINJAL
- Korteks : Glomerulus (banyak), tub.kon.proksimal dan tub.con.distal
- Medula : Duktus Coligens,Ductus Papillaris (bellini) dan Ansa Henle
Unit fungsional ginjal : Nephron
Corpus Malpighi / Renal Corpuscle
a. Capsula Bowman
o Pars parietalis: epitel selapis gepeng. Berlanjut menjadi dinding tubulus
proximal
o Pars visceralis terdiri dari podocyte, melapisi endotel
o Urinary space diantara kedua lapisan

b. Glomerulus
o Gulungan kapiler, berasal dari
percabangan arteriol afferen
o dibungkus oleh capsula Bowman
o keluar sebagai vas efferent

Sel-sel di glomerulus yang berperan dalam Glomelurar filtration barrier


a) Endothel
- Type fenestrata
- Sitoplasma melebar, tipis dan mempunyai fenestra

b) Membrana Basalis
Fusi antara membrana basalis podocyte dan endothel
- Lamina rara interna
- Lamina densa
- Lamina rara externa
c) Podocyte
- Sel epiteloid besar, tonjolan sitoplasma (foot processes) bercabang
- Cabang sekunder (pedicle) menempel pada membrana basalis
- Bersama sel endothel menyaring darah

3
d) Sel Mesangial intra glomerularis
- Berasal dari sel jaringan mesenchyme
- Pada matrix mesangial di antara kapiler glomerulus
- Fagositosis benda asing, immune complex yang terjebak pada sel
endothel / glomerular filtration barrier
- Cabang sitoplasma sel mesangial dapat mencapai lumen kapiler, melalui
sela sel endothel

Sel-sel yang berperan dalam sekresi renin :


a) Macula densa
Bagian dari tubulus distal di cortex berjalan diantara vas afferen dan vas
efferen dan menempel ke renal corpuscle menjadi lebih tinggi dan tersusun
lebih rapat, disebut macula densa
b) Sel juxta glomerularis
- Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole
afferen
- Sel otot polos berubah menjadi sel sekretorik besar bergranula yang
mengandung renin
c) Sel Polkisen (sel mesangial extra glomerularis)
- Sel polkisen (bantal), “lacis cells”
- Mengisi ruang antara vas afferen, makula densa dan vas efferen
- Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis
- Berhubungan dengan sel mesangial intraglomerular
- Tertanam didalam matrix mesangial

Tubulus contortus proximalis Tubulus contortus distalis


Ductus colligens

- epite - epitel - Saluran


l selapis kubis selapis kubis pengumpul,
- bata - batas2 menampung
s2 sel sukar dilihat sel lebih jelas beberapa tubulus
- Inti - Inti distal, bermuara
bulat, letak berjauhan bulat, letak agak sebagai ductus
- Sito berdekatan papillaris Bellini di
plasma asidofil (merah) - Sitopl papilla renis
- Me asma basofil (biru) - Mirip
mpunyai brush border - Tdk tub.kont.distal
- Fun mempunyai brush border - Batas2
gsi: reabsorbsi glukosa, - Absor sel epitel jelas
ion Na, Cl dan H2O bsi ion Na dalam - Sel lbh
pengaruh aldosteron. tinggi dan lbh pucat
Sekresi ion K

4
Ansa Henle Segmen Tipis Ansa Henle Segmen Tebal Ansa Henle Segmen
Pars Desendens Tebal Pars Asenden

- Miri o Mirip o M
p pembuluh kapiler tub.kont.prox, ttp irip tub.kont.distal,
darah, ttp diameternya lbh kecil dan ttp diameternya lbh
- epite dindingnya lbh tipis o k
lnya lbh tebal, shg o selalu ecil dan dindingnya
sitoplasma lbh jelas terpotong dlm berbagai lbh tipis
terlihat potongan o se
- Dlm lalu terpotong dlm
lumennya tdk tdp sel2 berbagai potongan
darah

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal

5
LO.2.1. Mekanisme Pembentukan Urin
Empat proses utama pembentukan urin:
 Filtrasi glomerulus
Proses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas
protein) dari kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Filtrasi
darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan
struktur spesifik dibuat untuk menahan komponen selular dan
medium-molekular-protein besar kedalam vascular system,
menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan
komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan
glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal
terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen
yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus
didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area
antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan
merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang
menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur
kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler,
membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri
satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh
jendela atau fenestrate (Guyton.2008).
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk
pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan
hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan
di dalam bowman space merupakan kekuatan untuk proses filtrasi.
Normalnya tekanan onkotik di bowman space tidak ada karena
molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Membran
filtrasi (filtration barrier) bersifat selektif permeable. Normalnya
komponen seluler dan protein plasma tetap didalam darah,
sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.2008).
Pada umunya molekul dengan radius 4nm atau lebih tidak
tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring
tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi
kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi.
Selain itu beban listrik (electric charged) dari setiap molekul juga
mempengaruhi filtrasi. Kation (positive) lebih mudah tersaring dari
pada anion. Bahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma,
seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat,
garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari
endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat
glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah
tetapi tidak mengandung protein (Guyton.2008).
Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration
Rate) dapat diukur dengan menggunakan zat-zat yang dapat
difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu
direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat
dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan
jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma.

6
Faktor yang mempengaruhi LFG :
LFG = Kf x (PKG + pKpB) – (PKpB + pKG)
Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasi
PKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulus
PKpB = tekanan hidrostatik kapsula Bowman
pKpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0
pKG = tekanan onkotik kapiler glomerulus
a. Keadaan normal Kf jarang berubah à berubah dalam keadaan
patologis. Dapat berubah karena kontraksi atau relaksasi sel
mesangial yang terdapat antara ansa-ansa kapiler glomerulus.
b. Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi
menambah luas permukaan glomerulus.
c. Radang glomerulus dapat merusak glomerulus à tidak
berfungsi à mengurangi luas permukaan filtrasi.
(PKG - PKpB - pKG) = tekanan filtrasi bersih
Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit.
GFR pada wnita lebih rendah dibandingkan pada pria. Factor-
faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain ukuran
anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan
tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler.
Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai
tekanan sebagai berikut:
a. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mmHg
b. Tekanan pada capsula bowman 10 mmHg
c. Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG
Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan
filtrasi. Semakin tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin
meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi tekanan pada
capsula bowman. serta tekanan osmotic koloid plasma akan
menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada
glomerulus.
Komposisi Filtrat Glomerulus
Dalam cairan filtrate tidak ditemukan eritrosit, sedikit
mengandung protein (1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit dan
zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat dalam cairan
interstitial pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan
filtrate glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali jumlah
protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut
direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus
sebagai berikut:
a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus
semakin tinggi laju filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic
koloid plasma semakin menurun laju filtrasi, dan semakin
tinggi tekanan capsula bowman semakin menurun laju filtrasi.
b. Aliran darah ginjal: semakin cepat aliran darah ke glomerulus
semakin meningkat laju filtrasi.

7
c. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol
aferen akan menyebabakan aliran darah ke glomerulus
menurun. Keadaan ini akan menyebabakan laju filtrasi
glomerulus menurun begitu pun sebaliknya.
d. Perubahan arteriol efferent: pada keadaan vasokontriksi arteriol
eferen akan terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus
begitupun sebaliknya.
e. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan
dan sedang akan menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen
sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.
f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui
autoregulasi akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
arteriol aferen sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus.
 Reabsorpsi tubulus

Perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler


peritubulus. Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap
reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan
kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tidak sama.
Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk
mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling
tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan
meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan
mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang
memfasilitasi pergerakan dari komponen cairan tubulus melalui 2
jalur: jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler,
kandungan (substance) dibawa oleh sel dari cairan tubulus
melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan
interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane
plasma.
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur
paraseluler bergerak dari cairan tubulus menuju zonula ocludens
yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus
proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari
difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na,

8
K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga
ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke
sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di
sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K
membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative. Pergerakan
Na melewati sel apical difasilitasi transpor spesifik yang berada di
membran. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan
dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na
(contransport) atau berlawanan pimpinan (countertransport)
(sherwood, 2006).
Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui
mekanisme ini (secondary active transport) termasuk glukosa,
asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active
substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat
substansi melewati membran plasma basolateral dan ke darah
melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat
oleh tubulus proksimal juga dipengaruhi gradient Na (Sherwood,
2006)
Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama
zat-zat yang terlarut didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi
tidak semua zat-zat yang terlarut dapat direabsorpsi dengan
sempurna, antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme
terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu:
a. Transfort aktif
Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus
proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-, NO3-, glukosa dan asam
amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui sel
tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan
perbedaan ptensial listrik didalam ep-itel tubulus (-70mvolt)
dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical gradient
ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan
konsentrasi ion Na+ didalam dan diluar sel tubulus membantu
meningkatkan proses difusi tersebut. Meningkatnya difusi
natrium disebabkan permeabilitas sel tubuler terhadap ion
natrium relative tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena
terdapat banyak mikrovilli yang memperluas permukaan
tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung
terus-menerus.
b. Transfor pasif
Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah
konsentrasi air yang ada pada lumen tubulus, permeabilitas
membran tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrat
dan perbedaan muatan listrik pada dinding sel tubulus. Zat
yang mengalami transfor pasif, misalnya ureum, sedangkan air
keluar dari lumen tubulus melalui proses osmosis. Perbedan
potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar
lumen tubulus menyebabkan terjadinya proses difusi ion Na+
dari lumen tubulus ke dalam sel epitel tubulus dan selanjutnya

9
menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan
perpindahan ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3-
kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan reabsorsi ini ditentukan
pula oleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan
diluar lumen tubulus.
Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan
sekresi pasif. Sekresi aktif merupakan kebalikan dari transpor
aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler peritubuler
kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses
difusi. Ion NH3- yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya
masuk ke dalam lumen tubulus melalui proses difusi. Dengan
masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu
mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan
reabsorpsi dan sekresi zat-zat dalam berbagai segmen tubulus
berbeda-beda.
 Sekresi tubulus
Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen. Volume
urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu,
99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus
kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea
pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti
glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah
kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan dalam
urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air,
1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini
direabsorbsi beberapa kali.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin
sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer.
Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan
ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme
yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03, dalam
urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya
zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap
melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis.
Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
 Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang
mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang
dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea,
dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi
memberi warna dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah
hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat
sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme
antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat.
Karbondioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa
pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan
protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya
tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian

10
masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam
darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2006). Amonia
(NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat
yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan
dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam
tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang
beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa
hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan
disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi
jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.
Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung
nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih
rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air
rendah (Sherwood.2006).

Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat


terlarut sebagai berikut:
1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein,
asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari
proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot.
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran

dan buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah
konstituen normal dalam jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat,
fosfat, kalsium, dan magnesium.
5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin,
atau enzim secara normal ditemukan dalam jumlah yang kecil.

11
7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah
merah, sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat
zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal
atau kalkuli.
Zat normal dalam urine:
a. Urea, hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari
diekskresikan 25 gr, tergantung intake proteinnya. Ekskresi
naik pada saat demam, penyakit kencing manis, aktivitas
hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea
dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3).
Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis.
b. Ammonia, dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis
pembentukan amonia akan naik.
c. Kreatinin, hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah
jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB.
Nilai normal pada laki-laki adl 20-26 mg/kg BB. Sedang pada
wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada
penyakit otot.
d. Asam urat, hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya
dalam air kecil tetapi larut dalam garam alkali. Ekskresinya
meningkat pada leukimia, penyakit hepar dan gout. Dengan
arsenofosfotungstat dan natrium sianida, memberi warna biru.
Ini merupakan dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh
Folin. Dengan enzim urikase akan menjadi allantoin.
e. Asam amino, pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N
per hari.
f. Allantoin, hasil oksidasi asam urat.
g. Cl, dikeluarkan dalam bentuk NaCl, tergantung intakenya.
Ekskresi 9-16 g/hari
h. Sulfat, hasil metabolisme protein yang mengandung AA dengan
atom S, ex: sistein, sistin, metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat
anorganik, sulfat ester (konjugasi) dan sulfat netral
i. Fosfat, di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca
fosfat mengendap pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi
pemasukan protein, kerusakan sel, kerusakan tulang pada
osteomalasia dan hiperparatiroidisme →ekskresinya naik dan
menurun pada penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme.
j. Oksalat, pd metab herediter tertentu, ekskresinya naik.
k. Mineral, Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada
kerusakan sel, pemasukan yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi
ion K dan Na dikontrol korteks adrenal
l. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis→ amilase dan
disakaridase meningkat. Hormon Choriogonadotropin (HCG)
terdapat pada urine wanita hamil.

LO.2.2. Keseimbangan Cairan


Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua)
parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas

12
cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas
cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal
mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam
dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan
dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
 Pengaturan volume cairan ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan
tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma.
Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan
memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan
ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan
cara sbb:
 Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake
and output) air.
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih
tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan
yang masuk ke dalam tubuh.
 Memperhatikan keseimbangan garam
Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga
perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan
keluarannya.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara:
1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan
pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus
Filtration Rate(GFR).
2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal
Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem
yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-
Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi
Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan
retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri .
Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin
menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi
oleh sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat
peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan
air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin sehingga
mengembalikan volume darah kembali normal.
 Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat
terlarut) dalam suatu larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin
tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam
larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area
yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih

13
tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi
air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut
yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan
ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan di
cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam
menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam
cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan
aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari
ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua
ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di
kedua kompartmen ini.

Tabel 2.2.2. Osmolaritas zat-zat dalam cairan ekstraselular dan


intraselular
Plasma Interstitial Intraselular
(mOsm/liter (mOsm/liter (mOsm/liter
H2O) H2O) H2O)
Natrium 142 139 14
Kalium 4,2 4,0 140
Kalsium 1,3 1,2 0
Magnesium 0,8 0,7 20
Klorida 108 108 4
HCO3- 24 28,3 10
Hpo 4-, H2PO4- 2 2 11
SO4- 0,5 0,5 1
Fosfokreatinin 45
Karnosin 14
Asam amino 2 2 8
Kreatinin 0,2 0,2 9
Laktat 1,2 1,2 1,5
Adenosin trifosfat 5
Heksosa 3,7
monofosfat
Glukosa 5,6 5,6
Protein 1,2 0,2 4
Ureum 4 4 4
Lain-lain 4,8 3,9 10
Total mOsm/liter 301,8 300,8 301,2
Aktivitas 282,0 281,0 281,0
osmolaritas
terkoreksi
(mOsm/liter)
Tekanan osmotic 5443 5423 5423
0
total pada 37 C
(mmHg)

14
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan
melalui:
a. Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi
perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk
urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara
keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan
cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (± 300 mOsm).
Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat permeable
terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke
kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan
di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable
terhadap air dan secara aktifmemindahkan NaCl keluar tubulus.
Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam tanpa osmosis air.
Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus
koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus
distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada
tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di
duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan
ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH.
b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic
hormone/ ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm)
akan merangsang osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan
ini akan dihantarkan ke neuron hypothalamus yang menyintesis
vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis
posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan
reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressin dengan
resptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin,
yaitu kanal air di membran bagian apeks duktus koligen.
Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya
reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin yang
terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik
atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dapat
dipertahankan.
Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus
akibat peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan
dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus sehingga terbentuk
perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh
kembali normal.

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Mengenai Darah dan Urin
1. Darah: Darah manusia itu najis hukumnya, yaitu darah yang mengalir
keluar dalam jumlah yang besar dari dalam tubuh. Dan dasarnya adalah
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai dan darah.”
(QS An-Nahl: 115).

15
Selain itu juga ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa pakaian yang
terkena darah dan benda-benda najis lainnya harus dicuci.
Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Sesungguhnya pakaian itu harus
dicuci bila terkena mani, air kencing dan darah”. (HR. Ad Daruquthny).
a. Bukan Najis: Darah Dalam Tubuh
Darah yang mengalir di dalam tubuh hukumnya tidak najis, yang
najis adalah darah yang mengalir keluar dari tubuh, sebagaimana
firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
…”atau darah yang mengalir.” (QS Al An’am: 145)
Termasuk yang menjadi pengecualian adalah organorgan yang
terbentuk atau menjadi pusat berkumpulnya darah seperti hati,
jantung dan limpa dan lainnya. Semua organ itu tidak termasuk najis,
karena bukan berbentuk darah yang mengalir.
Maka orang yang menerima sumbangan donor darah dari luar,
ketika darah itu masih berada di dalam kantung, hukumnya najis dan
tidak boleh shalat sambil membawa kantung berisi darah. Tetapi bila
darah itu sudah disuntikkan ke dalam tubuh seseorang, maka darah
yang sudah masuk ke dalam tubuh itu tidak terhitung sebagai benda
najis.
Kalau masih tetap dianggap najis, maka seluruh manusia pun
pasti mengandung darah juga. Apakah tubuh manusia itu najis karena
di dalamnya ada darahnya?
Jawabannya tentu saja tidak najis, karena darah yang najis
hanyalah darah yang keluar dari tubuh seseorang.
b. Bukan Najis: Darah Syuhada’
Darah yang juga hukumnya bukan darah najis adalah darah yang
mengalir dari tubuh muslim yang mati syahid (syuhada’). Umumnya
para ulama sepakat mengatakan bahwa darah orang yang mati syahid
itu hukumnya tidak termasuk najis.
Dasar dari kesucian darah para syuhada adalah sabda Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:”
Bungkuslah jasad mereka (syuhada’) sekalian dengan
darahdarahnya juga. Sesungguhnya mereka akan datang di hari
kiamat dengan berdarah-darah, warnanya warna darah namun
aromanya seharum kesturi. (HR. An-Nasai dan Ahmad)
Namun para ulama mengatakan darah syuhada yang suci itu
hanya bila darah itu masih menempel di tubuh mereka. Sedangkan
bila darah itu terlepas atau tercecer dari tubuh, hukumnya tetap
hukum darah seperti umumnya, yaitu najis.

c. Bukan Najis: Darah Yang Dimaafkan


Para ulama juga mengenal istilah kenajisan darah yang
dimaafkan. Artinya meski pun wujudnya memang darah, namun
karena jumlahnya sedikit sekali, kenajisannya dianggap tidak
berlaku. Namun mereka berbeda pendapat tentang batasan dari
sedikitnya darah yang dimaafkan kenajisannya itu.

16
1. Al Hanafiyah
Al-Hanafiyah mengatakan bahwa batasannya adalah darah itu
tidak terlalu besar mengalir ke luar tubuh melebihi lebarnay
lubang tempat keluarnya darah itu. Mazhab ini juga memaafkan
najis darah dari kecoak dan kutu busuk, karena dianggap sulit
seseorang untuk bisa terhindar dari keduanya.
Terkait dengan darah, hewan air atau hewan yang hidup di
laut yang keluar darah dari tubuhnya secara banyak tidak najis.
Hal itu disebabkan karena ikan itu hukumnya tidak najis meski
sudah mati.
2. Al Malikiyah
Dalam pandangan mazhab Al Malikiyah, darah yang
kenajisannya dimaafkan adalah darah yang keluar dari tubuh, tapi
ukurannya tidak melebihi ukuran uang dirham, bila terlepas dari
tubuh.
3. Asy-Syafi’iyah
Mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan bahwa darah yang
kenajisannya dimaafkan adalah darah yang jumlahnya sangat
sedikit sekali. Namun mazhab ini tidak menyebutkan ukurannya
secara tepat. Ukurannya menurut ‘urf masingmasing saja.
Selain itu yang juga termasuk dimaafkan adalah darah yang
keluar dari tubuh seseorang karena lecet atau sisa pengeluaran
darah dalam donor darah. Demikian juga darah kecoak dan kutu
busuk, termasuk yang dimaafkan. Juga darah yang tidak nampak
oleh mata kita, bila terjadi pendarahan pada bagian tubuh
tertentu, termasuk yang dimaafkan.
2. Urin: Kotoran manusia dan air kencing (urine) adalah benda yang najis
menurut jumhur ulama. Abu Hanifah mengatakan kotoran manusia
termasuk najis ghalizhah (najis berat). Sementara Abu Yusuf dan
Muhammad mengatakan najis ringan (khafifah).
Dasarnya kenajisan kotoran (tinja) adalah sabda Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam: Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta kepada Ibnu
Mas’ud sebuah batu untuk istinja’, namun diberikan dua batu dan sebuah
lagi yang terbuat dari kotoran (tahi). Maka beliau mengambil kedua batu itu
dan membuang tahi dan berkata,”Yang ini najis”. (HR. Bukhari)
Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran,
dan najis dengan cara yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat
Al-Baqarah:222

‫ب اللممتن ن‬
‫طههرريِنن‬ ِ‫ب التووواربيِنن نويِمرح ب‬ ‫إرون و‬
ِ‫ان يِمرح ب‬
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri”
Macam – macam Thaharah
Thahharah terbagi dalam 2 bagian :
1. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan
wudhu atau tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan
dengan mandi.

17
2. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan
menghilangkan najis dengan air.
Macam – macam najis dibagi 3 :
1. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan
atau jilatan anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x
dengan air dan salah satunya dengan tanah.
2. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki – laki yang
belum makan atau minum apa – apa selain ASI. Cara menyucikannya
dipercikkan air sedangkan air seni anak perempuan harus dibasuh
dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau sifatnya.
3. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air
kencing, kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya
dibasuh dengan air di tempat yang terkena najis sampai hilang warna,
rasa, dan baunya.
Macam – macam Hadats dibagi 2 :
1. Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi
suci, maka ia harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal –
hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah :
a. Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak
b. Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain
c. Meninggal dunia
d. Haid, nifas dan wiladah
2. Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi
suci maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum.
Hal – hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :
a. Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur.
b. Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti
tidur.
c. Karena persentuhan antara kulit laki – laki dan perempuan yang bukan
mahramnya tanpa batas yang menghalanginya Karena menyentuh
kemaluan.
Perbedaan antara hadats, kotoran, dan najis
Hadats dan najis merupakan sesuatu yang menghalangi seseorang untuk
melaksanakan ibadah tertentu seperti shalat. Hadats berbeda dengan najis
karena hadats berarti keadaan dan bukan suatu benda atau zat tertentu
sedangkan najis berarti benda atau zat tertentu dan bukan suatu keadaan.
Adapun kotoran memiliki makna yang lebih umum dari najis, sebab meliputi
pula sesuatu yang kotor namun tidak menghalangi seseorang melakukan
ibadah, contohnya tanah, debu dan lain – lain.

18

Anda mungkin juga menyukai