Anda di halaman 1dari 9

5.

Kasus
Seorang pasien, wanita 35 tahun mengeluh gatal di daerah punggung. Gatal
bertambah terutama saat berkeringat. Pada pemeriksaan ditemukan
 Bercak lonjong
 Tepi aktif terdapat eritema dan papul-papul
 Central healing (+)
a. Apa diagnosis kasus diatas
b. Apa saja terapi farmakologis yang sesuai untuk diagnosis (nama obat,
mekanisme kerja, efek samping, dosis, sediaan obat/posologi)
c. Apa terapi farmakologis terbaik untuk kasus pasien di atas? Berikan alasan
dengan menyertakan bukti ilmiah
d. Tuliskan resep sesuai dengan jawaban nomor 3 di atas

Penjelasan

a. Apa diagnosis dari kasus tersebut?


Berdasarkan gejala klinis yang didapatkan dari skenario yaitu,
 Gatal di daerah punggung.
 Gatal bertambah terutama saat berkeringat
 Bercak lonjong
 Tepi aktif terdapat eritema dan papul-papul
 Central healing (+)

Diagnosis yang didapatkan adalah dermatofitosis e.c tinea corporis (kurap).

1. Pengertian
Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superficial yang
disebabkan oleh jamur dermotofita yakni Trichophyton spp, Microsporum
spp, dan epidermophyton spp. Dermatofitosis mempunyai arti umum,
yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit.2 Penyakit ini
menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk yakni epidermis (tinea
korporis, tinea kruris, tinea manus et pedis), rambut (tinea kapitis), kuku
(tinea unguinum). Dermatofitosis terjadi karena terjadi inokulasi jamur
pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab dengan
maserasi atau ada trauma sebelumnya.1,2
Ciri khas pada infeksi jamur adanya central healing yaitu bagian
tengah tampak kurang aktif, sedangkan bagian pinggirnya tampak aktif. 3
Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya udara lembab, lingkungan
yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik penggunaan antibiotika dan obat
steroid, Higienitas juga berperan untuk timbulnya penyakit ini3
Dermatofitosis salah satu pembagiannya berdasarkan lokasi bagian tubuh
manusia yang diserang salah satunya adalah Tinea Korporis, yaitu
dermatofitosis yang menyerang daerah kulit yang tidak berambut
(glabrous skin), misalnya pada wajah, badan, lengan dan tungkai. Yang
gejala subyektifnya yaitu gatal dan terutama jika berkeringat.1,2 Tinea
korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi
inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak
berambut) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal.2,3
2. Etiologi dan Patofisiologi

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.


Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita
termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu
Trichophyton spp, Microsporum spp, dan Epidermophyton spp. Walaupun
semua dermatofita bisa menyebabkan tinea korporis, penyebab yang
paling umum adalah Trichophyton Rubrum dan Trichophyton
Mentagrophytes.4 Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama, yaitu

Perlekatan ke keratinosit, jamur superfisial harus melewati
berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin di
antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora
normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit.

Penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan
spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi
juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik
yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi
juga membantu penetrasi jamur ke jaringan.5,6

Perkembangan respon host, derajat inflamasi dipengaruhi oleh
status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT)
memainkan peran yang sangat penting dalam melawan
dermatifita.5,6

3. Manifestasi Klinik
Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas terdiri atas
bermacam-macam effloresensi kulit (polimorfi).1 Bagain tepi lesi lebih
aktif (tanda peradangan) tampak lebih jelas dari pada bagian tengah.
Bentuk lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi
dan skuamasi menahun.3 Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan
lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama,
kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya
biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering
disebut dengan central healing2
b. Terapi Farmakologi7

Nama Obat Mekanisme Kerja Dosis Sediaan Efek Samping


obat
Kombinasi asam Menekan kemampuan Oleskan Salep Kesulitan
salisilat 3-6% + jamur untuk tumbuh sehari 1-2 bernafas,
asam benzoat 6- atau berkembang biak kali pada kemerahan,
12% dengan mengubah daerah yang iritasi,
struktur jamur sakit pembengkakan
tersebut wajah, reaksi
alergi yang
parah

Kombinasi asam Asam salisilat dapat Sehari 3-4 x Salep, Pemakaian


salisilat 2% + mengangkat sel-sel dioleskan tube 5g terus menerus
sulfur kulit yang mati. pada daerah pada daerah
presipitatum 4% Kandungan sulfur yang sakit yang luas dapat
akan menghilangkan menyebabkan
bekas luka radang dan
iritasi pada
kulit.

Mikonazole 2% Menghambat Sehari 2x Krim 5g, Demam dan


biosintesis ergosterol selama 2-6 10g. menggigil;
yang merupakan minggu Bubuk ruam pada
komponen penyusun 20g kulit, gatal dan
membran sel fungi, rasa terbakar;
akibatnya membran anoreksia,
sel mengalami diare, mual dan
penurunan muntah.
permeabilitas dan
kandungan yang ada
pada sel fungi akan
keluar.
Griseofulvin Secara invitro 500mg Tablet Gatal-gatal,
griseofulvin dapat (untuk orang 125mg sulit bernapas;
menghambat dewasa) bengkak wajah,
pertumbuhan 10- bibir, lidah,
berbagai spesies dari 25mg/kgBB atau
Microsporum, (untuk anak- tenggorokan.
Epidermophyton dan anak)
Trichophyton.
Khlorpheniramine Sebagai antihistamin 3x1 tablet Tablet Sedatif,
maleat 1 yang bermanfaat 4mg gangguan
untuk mengobati saluran cerna,
reaksi mulut kering,
hipersensitivitas dan kesukaran
keadaan lain yang miksi.
disertai pelepasan
histamin endogen
berlebih.
Ketokonazole Memiliki aktivitas 1x1 tablet Tablet Dispepsia,
antimikotik yang 200mg nausea, sakit
poten terhadap perut dan
dermatofit, ragi. diare.
Misalnya Tricophyto Sakit kepala,
n Sp. Ketoconazole peningkatan
bekerja dengan enzim hati
menghambat enzym yang
"cytochrom P. 450" reversibel,
jamur, dengan gangguan haid,
mengganggu sintesa dizzines,
ergosterol yang paraesthesia
merupakan dan reaksi
komponen penting alergi.
dari membran sel
jamur.
Ketokonazole 2% Menghambat 2 x sehari Salep Iritasi, rasa
Salep sitokrom P450 jamur, dioleskan terbakar dan
dengan mengganggu pruritus.
sintesis ergosterol
yang merupakan
komponen penting
dari membran sel
jamur.

c. Terapi Farmakologis Terbaik Beserta Bukti Ilmiah


Berdasarkan mekanisme kerja, obat paling efektif adalah
ketokonazole. Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat enzym
"cytochrom P. 450" jamur, dengan mengganggu sintesa ergosterol yang
merupakan komponen penting dari membran sel jamur. Hal ini dinilai efektif
dalam “melawan” jamur penyebab tinea corporis.
Adapun bukti ilmiah yaitu berdasarkan laporan kasus dr. Rianyta
selaku Dokter PTT di Puskesmas Kelapa Kampit, Belitung Timur, Propinsi
Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia pada tahun 2009 dengan kasus sebagai
berikut.
Seorang perempuan, suku Melayu, sudah menikah berusia 30 tahun,
datang ke poli rawat jalan puskesmas dengan keluhan gatal di perut dan
tangan sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya muncul gelembung kecil, berwarna
putih bening seperti jerawat di bagian perut, gatal (+), oleh pasien digaruk,
kemudian pecah dan meluas sampai seluruh perut dan tangan. Adapun
penatalaksanaan pada wanita tersebut adalah.8

Pada tanggal 6 Agustus 2009 pasien diberi Khlorpheniramin maleat 4
mg (3x1 tablet), ketokonazole 200 mg (1x1 tablet), ketokonazol salep
(2x per hari).

Pada kontrol pertama 10 Agustus 2009 pasien melakukan control
pertama dengan hasil Keluhan saat kontol : rasa gatal (-) Obat
dilanjutkan, ditambah vitamin C 50 mg (3x1 tablet), vitamin B
komplek (3x1 tablet).

Pada kontrol kedua 19 Agustus 2009 Keluhan saat kontrol : gatal (-)
dan obat dilanjutkan.

Pada Kontrol ketiga 5 September 2009 keluhan saat kontrol : (-) dan
obat dilanjutkan. kontrol kembali tanggal 28 September 2009

Pada control keempat 28 September 2009 Keluhan : (-) dan Obat
dilanjutkan, sampai bagian pinggir lesi sembuh. Pasien diberi
informasi, walaupun sudah sembuh, obat tetap dilanjutkan sampai 2
minggu, mengingat penyakit ini mudah berulang. Pasien tidak perlu
kontrol kembali.7,8

Pengobatan antifungi topikal dan sistemik golongan Azol


(ketokonazol) dilakukan selama kurang lebih satu bulan. Kombinasi ini
menghasilkan resolusi yang cukup berarti, pengobatan dilanjutkan selama 2
minggu, mengingat penyakit ini sering residif.7

d. Resep Pada Soal C


Diberikan ketokonazole 1x1 200mg

R/ Ketokonazole tab 200mg tab No VII


S 1dd Tab I
Pro : Ny.X

Usia : 35 Tahun

R/Ketokonazole Salep 2% tube 10g No I

S.u.e 2 dd applic part dol m.et.v

Pro : Ny.X

Usia : 35 Tahun
Daftar Pustaka

1. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit


Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
Denpasar. 2010.
2. Djuanda, Adhi. Dkk.: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.
3. Sularsito, Sri Adi.Dkk. : Dermatologi Praktis. Perkumpulan Ahli
Dermatologi dan Venereologi Indonesia, Jakarta. 2006.
4. Brannon, Heather (2010-03-08). “Ringworm-Tinea Corporis”.
About.com Dermatology. About.com. Retrieved 2012-11-20.
5. Berman, Kevin (2008-10-03). “Tinea corporis – All information”.
MultiMedia Medical Encyclopedia. University of Maryland
Medical Center. Retrieved 2012-11-20.
6. Tinea corporis, Tinea cruris, and Tinea pedis. Mycoses. Doctor-
Fungus. 2007-01-27. Retrieved 2012-11-20.
7. Sirait, Midian. Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume 50.
Ikatan Apoteker Indonesia, Jakarta. 2016
8. Ryanita. Laporan Kasus Dermatofitosis e.c Tinea Corporis.
Bangka Belitung. 2009.

Anda mungkin juga menyukai