Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat
sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfingter uretra eksterna.
Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit-sedikit (Potter dan
Perry, 2005). Inkontinensia urin merupakan ketidakmampuan ototsfingter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Secara umum penyebab
inkontinensia dapat berupa proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan
kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif. Inkontinensia urin yang dialami
oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang merugikan pada pasien, seperti gangguan
kenyamanan karena pakaian basah terus, risiko terjadi dekubitus (luka pada daerah yang
tertekan), dan dapat menimbulkan rasa rendah diri pada pasien (Hidayat ,2006).
Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit rehabilitasi
pengontrolan keluarnya urin.

1
B. Etiologi
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih, antara lain:melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak
dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan)abnormal dari dinding
kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah
menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait
dengan gangguan disaluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin
meningkat atau adanya gangguan kemampuan / keinginan ke toilet.
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran
kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi
penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan
jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus
dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairanyang adekuat,
atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi
urin berlebih karena berbagai sebab.
Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau.
Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi
asupan cairanyang bersifat diuretika seperti kafein Gagal jantung kongestif juga bisa
menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang
sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma,
ataugangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara
teratur atau menggunakansubstitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah
psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapinon farmakologik atau
farmakologik yang tepat.Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena
penyakit yang dideritanya.

2
C. Faktor predisposisi atau faktor pencetus
Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tetapi juga
berpengaruh terhadap kontroleliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum mampu untuk
mengontrol buang air besar maupun buang airkecil karena sistem neuromuskulernya
belum berkembang dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan mengalami perubahan
dalam eliminasi tersebut. Biasanya terjadi penurunan tonus otot, sehingga
peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengontrolan
eliminasi feses, sehingga pada manusia usia lanjut berisiko mengalami konstipasi. Begitu
pula pada eliminasi urine, terjadi penurunan kontrol otot sfingter sehingga terjadi
inkontinensia (Asmadi, 2008).
Beberapa faktor pencetusnya adalah:
1. Diet
Pemilihan makanan yang kurang memerhatikan unsur manfaatnya, misalnya
jengkol, dapat menghambat prosesmiksi. Jengkol dapat menghambat miksi karena
kandungan pada jengkol yaitu asam jengkolat, dalam jumlah yang banyak dapat
menyebabkan terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan menyumbat saluran
kemih sehingga pengeluaran urine menjadi terganggu. Selain itu, urine juga dapat
menjadi bau jengkol. Malnutrisi menjadi dasar terjadinya penurunan tonus otot,
sehingga mengurangi kemampuan seseorang untuk mengeluarkan feses maupun
urine. Selain itu malnutrisi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap
infeksi yang menyerang pada organ pencernaan maupun organ perkemihan (Asmadi,
2008).
2. Cairan Kurangnya intake cairan
Dapat menyebabkan volume darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi menjadi
berkurang sehingga urine menjadi berkurang dan lebih pekat.
3. Latihan fisik
Latihan fisik dapat membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot, tonus
otot yang baik dati otot-otot abdominal, otol pelvis, dan diagfragma sangat penting
bagi miksi.
4. Stres psikologi

3
Ketika seseorang mengalami kecemasan atau ketakutan, terkadang ia akan
mengalami diare
5. Temperatur
Temperatur seseorang yang demam akan mengalami peningkatan penguapan cairan
tubuh karena meningkatnya aktivitas metabolik. Hal tersebut menyebabkan tubuh
akan kekurangan cairan sehingga dampaknya berpotensi terjadi konstipasi dan
pengeluaran urine menjadi sedikit. Selain itu, demam juga dapat memegaruhi nafsu
makan yaitu terjadi anoreksia, kelemahan otot, dan penurunan intake cairan
6. Nyeri
Seseorang yang berasa dalam keadaan nyeri sulit untuk makan, diet yang seimbang,
maupun nyaman., oleh karena itu berpangaruh pada eliminasi urine
7. Sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Contoh saja di masyarakat
Amerika Utara mengharapkan agar fasilitas toilet merupaka sesuatu yang pribadi ,
sementara budaya Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-
sama
8. Status volume
Apabila cairan dan konsentrasi eletrolit serta solut berada dalam keseimbangan,
peningkatakan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi urine.
Cairan yang diminum akan meningkatakan volume filtrat glomerulus dan eksresi
urine
D. Tipe-tipe inkontinensia urin
1. Inkontinensia dorongan
Keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa sadar, terjadi segera
setelah merasa dorongan yang kuat setelah berkemih. Inkontinensia dorongan
ditandai dengan seringnya terjadi miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali) dan spame
kandung kemi. Pasien Inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat menahan
kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot
detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas kandung kemih
belum terpenuhi

4
2. Inkontinensia total
Keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yangterus menerus dan
tidak dapat diperkirakan. Kemungkinanpenyebab inkontinensia total antara lain:
disfungsi neorologis,kontraksi independen dan refleks detrusor karena
pembedahan,trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medullaspinalis,
fistula, neuropati.
3. Inkontinensia stress
Tipe ini ditandai dengan adanya urin menetes dengan peningkatan tekanan abdomen,
adanya dorongan berkemih, dan sering miksi. Inkontinensia stress terjadi disebabkan
otots pingter uretra tidak dapat menahan keluarnya urin yang disebabkan
meningkatnya tekanan di abdomen secara tiba-tiba. Peningkatan tekanan abdomen
dapat terjadi sewaktu batuk, bersin, mengangkat benda yang berat
4. Inkontinensia reflex
Keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak dirasakan Inkonti
nensia tipe ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kerusakan neurologis (lesi
medulla spinalis). Inkontinensia refleks ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk
berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme
kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur
5. Inkontinensi fungsional
Keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa disadari dan
tidak dapat diperkirakan. Keadaan inkontinensia ini ditandai dengan tidak adanya
dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, kontraksi kandung
kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin.
E. Asuhan keperawatan
A. Anamnesa :
Nama : X
Usia : 55 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
B. Diagnosa
1. Inkonteninsia berhubungan dengan kelemahan otot pelvis

5
Tujuan: Klien akan melaporkan suatu pengurangan / penghilangan inkonteninsia, klien dapat
menjelaskan penyebab.
Intervensi:
1). Kaji kebiasaan pola berkemih dan dan gunakan catatan berkemih sehari.
2). Pertahankan catatan harian untuk mengkaji efektifitas program yang direncanakan.
3). Observasi meatus perkemihan untuk memeriksa kebocoran saat kandung kemih
4). Intruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran, ulangi dengan posisi
klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan klien berdiri jika tidak ada kebocoran yang lebih
dulu.
5). Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan 2000 ml, kecuali
harus dibatasi.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam


waktu yang lama.
Tujuan: Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis dalam batas normal,
kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.
Intervensi:
1). Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci daerah
perineal sesegera mungkin.
2). Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian
dariwaktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar
3). Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung, pemakaian
sarungtangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang terjadi (memberikan perawatan
perianal, pengososngan kantung drainse urine, penampungan spesimen urine).
3.Resiko Kerusakan Integitas kulit yang berhubungan dengan irigasi k
onstanoleh urine
Tujuan:
Jumlah bakteri < 100.000 / ml.2
Kulit periostomal tetap utuh.3
Suhu 37° C.4.

6
Intervensi:
1). Pantau penampilan kulit periostomal setiap 8jam. : Untuk mengidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan
2). Ganti wafer stomehesif setiap minggu atau bila bocor terdeteksi. Yakinkan kulit bersih dan
kering sebelum memasang wafer yang baru. Potong lubang wafer kira-kira setengah inci lebih
besar diameter stoma untuk menjamin ketepatan ukuran kantung yang benar-benar menutupi kulit
periostoma

3). Kosongkan kantung urostomi bila telah seperempat sampai setengah penuh

7
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba
Medika.Darmojo B. 2009. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut. Edisi keempat. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.Hariyati, Tutik S. (2000).
Hubungan antara bladder retraining dengan proses pemulihan inkontinensia
urin pada pasien stoke.
Pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai