Anda di halaman 1dari 16

Asuhan Keperawatan

Sabtu, 12 Desember 2015


Asuhan Keperawatan Trauma Medula Spinalis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang

(spinal cort/medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra

meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun

jumlahnya tidak banyak.

Akibat medula spinalis akibat trauma adalah paling sering terjadi dan menjadi

penyebab ketidak kemampuan dan kematian di united states. Kira-kira 10 % trauma

sistem saraf mengenai medula spinalis. Diperkirakan lebih dari 100 ribu oarang

menderita paralise Akibat cidera medula spinalis dan 10 ribu oarang atau lebih terkena

cidera dalam satahun. Kebanyakan orang yang cedera medula spinalis adalah pria

berumur 18 sampai 25 tahun

Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,

tempat yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan persambungan

thorak dan regio lumbal.

Lesi trauma yang berat dari medula spinalis dapat menimbulkan transaksi dari

medula spinalis atau merobek medula spinalis dari satun tepi ketepi yang lain pada

tingkat tertentu disertai hilangnya fungsi. Transaksi juga disebut cidera Akibat medula

spinalis lengkap. Quadriplegi terjadi pada pasien yang cidera pada salah satu segmendari
servikal Akibat medula spinalis. Pada tingkat awal semua cidera Akibat medula spinalis

belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflek dibawah lagi. Fungsi

sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan gangguan

sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi juga fungsi seksual juga dapat

terganggu

Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan pada

pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi. Langkah-

langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal, tindakan bedah untuk

membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk mempertahankan tubuh dengan

tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata. Kantong pasir mungkin diperlukan untuk

mempertahankan kedudukan tubuh.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk pemahaman asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma medula spinalis.

2. Tujuan khusus

1. Memahami anatomi fisiologi medula spinalis.

2. Memahami koonsep dasar tentang trauma medula spinalis.

3. Dapat melaksanakan pengkajian pada pasien dengan trauma medula spinalis.

4. Merumuskan diagnosa keperawatan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Medula spinalis terletak di dalam kanalis neural dan kolumna vertebrata,

menjalar ke bawah dan memenuhi kanalis nuralsampai setinggi veterbrata lumbalis ke

dua. Sepasang saraf spinal berada di antara perbatasan veterbrata sepanjang kolumna

veterbrata. Dibawah ujung tempat medula spinalis berakhir kanalis neura terisi oleh saraf

spinal yang memanjang ketempat keluarnya. Oleh karena neuron-neuron menempati

ruang lebih kecil dalam kanal pada lubal yang lebih rendah, disinilah medula mungkin

terbentuk paling aman.

Di dalam medula spinalis terletak interneuron, serabut sensori asenden, serabut

motorik desenden, badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (Volunteer), serta motor

neurons otonom utama. Area sentral medula spinalis merupakan massa abu-abu yang

mengandung badan sel saraf dan neuron internunsial( seperti : sel saraf

terkandungseluruhnya di dalam medula).

Saraf spinal mengandung serabut motorik dan sensorik. Setiap saraf spinal

melekat pada medula spinalis dengan radiks dorsal dan ventral. Radiks dorsalis

merupakan tempat dari badan sel saraf dan serabut neuron sensorik. Serabut-serabut

motorik ( yang badan sel saraf terletak dalam massa abu-abu) menyilang radiks ventral

sehingga kerusakan pada satu radiks dapat merusak sensorik tanpa merusak fungsi

motorik atau sebaliknya. Cedera pada saraf spinal dapat merusak fungsi sensorik dan

fungsi motorik.

Medula spinalis berfungsi sebagai pusat reflek spinal dan juga sebagai jaras

konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis terdiri dari Subtansia Alba (serabut

saraf bermielin) dengan bagian dalam terdiri dari Subtansia Grisia ( jaringan saraf tak

bermeilin).
Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra,

dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,

kecelakaan olahraga, dan sebagainya.

Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma

indirek dari atas dan dari bawah.

B. Etiologi

Penyebab dari cedera medula spinalis adalah :

1. Kecelakaan lalu lintas

2. Kecelakaan olahraga

3. Kecelakaan industi

4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan

5. Luka tusuk, luka tembak

6. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)

7. Kejatuhan benda keras

1. Mekanisme Terjadinya Cedera Medula Spinalis

Menurut Arif Muttaqin (2005, hal. 98-99) terdapat enam mekanisme terjadinya

Cedera Medula Spinalis yaitu : fleksi, fleksi dan rotasi, kompresi vertikal, hiperekstensi,

fleksi lateral, dan fraktur dislokasi. Lebih jelasnya akan dijelaskan dibawah ini:

a) Fleksi.

Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada

vertebra.

b) Fleksi dan rotasi.

Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.

c) Kompresi vertikal (aksial).


Trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra akan menyebabkan

kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta badan

vertebra secara vertikal.

d) Hiperekstensi atau retrofleksi.

Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi

e) Fleksi lateral.

Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan

menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan

sendi faset.

f) Fraktur dislokasi.

Trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan dislokasi

pada tulang belakang.

2. Jenis-jenis Trauma Pada Sumsum Dan Saraf Tulang Belakang

Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada sumsum

tulang belakang dan saraf tulang belakang adalah:

1. Transeksi tidak total.

Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi karena terjadi

pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra yang mengatami fraktur di sebelah

bawah. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang yang disebut

hematomielia.

2. Transeksi total.

Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur dislokasi. Fraktur

tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi

segmen di bawah trauma.


C. TANDA DAN GEJALA

Tanda spinal shock (pemotongan komplit ransangan), meliputi: Flaccid paralisis

dibawah batas luka, hilangnya sensasi dibawah batas luka, hilangnya reflek-reflek

spinal dibawah batas luka, hilangnya tonus vaso motor (Hipotensi),Tidak ada keringat

dibawah batas luka, inkontinensia urine dan retensi feses  berlangsung lama

hiperreflek/paralisis spastic

Pemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya flaccid paralisis, tidak

simetrisnya hilangnya reflek dibawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh dibawah

batas luka, vasomotor menurun, menurunnya blader atau bowel, berkurangnya

keluarnya keringat satu sisi tubuh

Sindroma cidera medula spinalis sebagian :

1. Anterior

 Paralisis dibawah batas luka (trauma)

 Hilangnya sensasi nyeri dan temperatur dibawah batas luka

 sensasi sentuhan, pergerakan, posisi dan vibrasi tetap

2. Central

Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah

3. Sindroma brown sequard

Terjadi akibat trauma pada bagian anteror dan posterior pada satu sisi

 Ipsilateral paralisis dibawah trauma

 Ipsilateral hilangnya sentuhan, vibrasi, proprioseption dibawah

4. trauma

 Kontralateral hilangnya sensasi nyeri dan temperatur dibawah lesi

D. Komplikasi
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien sembuh

sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan komperensi substansi medula ( baik salah satu

atau dalam kombinasi ), sampai transaksi lengkap medula ( yang membuat pasien

paralisis dibawah tingkat cidera ).

Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis,darah dapat merembes keekstra

dural,subdural,atau daerah subarakhloid pada kanal spinal.Setelah terjadi kontisio atau

robekan akibat cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.Sirkulsi darah

kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.

Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nukleus

pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain

itu,serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu

terjadinya perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus,dan menekan radiks

saraf spinal.

1. Pendarahan Mikroskopik

Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan

kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema

dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar

korda.Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi

hipoksia dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul jaringan ikat

sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.

2. Hilangnya Sesasi, Kontrol Motorik, dan Reflek

Pada cidera spinal yang parah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg dan

dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal.

Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segen diatas

kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal
dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang

sendiri, tetap hilangnya kontor sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda

terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah.

3. Syok Spinal

Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segme

diatas dan dibawah tempat cidera. Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang

mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan

suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang

secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan

fungsi refleks.Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih

lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh

spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.

4. Hiperrefleksia Otonom

Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks,

yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul

setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan

kekorda spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf

simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi konstriksi pembuluh-

pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem

Pada orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui

oleh baroreseptor.Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler

diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut

jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi

pembuluh darah.Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat

memulihkan tekanan darah kenormal.Pada individu yang mengalami lesi


korda,pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan

vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda

sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.

Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg

sistolik, sehingga terjadi stroke atau infark miokardium. Rangsangan biasanya

menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau

stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.

5. Paralisis

Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi

korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada

transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis separuh

bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.Apabila

hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.

a) Autonomic Dysreflexia

terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical

Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose

flesh, nasal stuffness

b) Fungsi Seksual

Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan

seksual berubah

E. Penatalaksanaan medis

Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang

belakang yaitu :

1. Pemeriksaan klinik secara teliti:


a) Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik, dan

refleks.

b) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan adanya

fraktur dislokasi.

c) Keadaan umum penderita.

2. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:

a) Resusitasi klien.

b) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.

c) Perawatan kandung kemih dan usus.

d) Mencegah dekubitus.

e) Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi lainnya.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian.

1. Identitas klien, meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia muda), jenis

kelamin (kebanyakan laki-laki karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa

pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam

masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.

2. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah

nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia urine dan inkontinensia

alvi, nyeri tekan otot, hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada

daerah trauma.
3. Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat

kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau

bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan

kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas,

paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas secara total dan

melemah/ menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan

hilangnya refleks-refleks.

4. Riwayat kesehatan dahulu. Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui

kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit sekarang , berupa riwayat

trauma medula spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.

5. Riwayat kesehatan keluarga. Untuk mengetahui ada penyebab herediter atau tidak

6. Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol.

7. Riwayat penyakit dahulu. Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat

penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti osteoporosis dan

osteoartritis.\Pengkajian psikososiospiritual.

8. Pemeriksaan fisik.

a) Aktivitas isteraha

Tanda : kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama syok spinal ) pada/ dibawah

lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot ( trauma dan adanya kompresi saraf)

b) Sirkulasi

Gejala: Berdebar –Debar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau

bergerak.

Tanda : hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ektremias dingin dan pucat.

Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.

c) Eliminasi
Tanda : inkontinensia defekasi dan berkemih. Retensi urine. Distensi abdomen,

peristaltic usus hilang. Melena, emesis berwarna seperti kopi tanah/hematemesis

d) Integritas Ego

Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.

Tanda : takut, cemas, gelisah , menari diri.

e) Makanan/ Cairan

Tanda : mengalami distensi abdomen, peristaltic usus hilang ( ileus paralitik)

f) Higyene

Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

g) Neurosensori

Gejala : kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan /kaki. Paralysis

flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung pada area

spinal yang sakit.

Tanda : Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi

perubahan pada syok spinal.Kehilangan sensasi, kehilangan tonus otot/

vasomotor, kehilangan refleks/ refleks asimetris termasuk tendon dalam.

Perubahan reaksi pupil,ptosis, kehilangan keringat dari bagian tubuh yang

terkena karena pengaruh trauma spinal.

h) Nyeri/kenyamanan

Gejala ; Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma

Tanda : Mengalami deformitas, postur,nyeritekan vertebral.

i) Pernapasan

Gejala : napas pendek, “ lapar udara” sulit bernapas.


Tanda : pernapasan dangkal/labored,periode apnea, penurunan bunyi napas,

ronki,pucat, sianosis.

j) Keamanan

gejala : suhu yang berfluktuasi

k) Seksualitas

gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.

Tanda : Ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak teratur.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan Kaji nyeri yang

dialami klien

2. Resti injuri / cedera korda spinalis b/d kompres korda sekunder dari cedera spinal

servikal tidak stsbil.

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur lumbalis

4. Inkontinensia defekasi bd kerusakan saraf motorik bawah

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan Kaji nyeri yang

dialami klien

 kaji faktor yang menurunkan toleransi nyeri

 kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri

 Pantau tanda- tanda vital

 Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi

 Kolaborasi dalam pemberian obat Analgetik

2. Resti injuri / cedera korda spinalis b/d kompres korda sekunder dari cedera spinal

servikal tidak stsbil.


 Monitor TTV

 Monitor tiap jam akan adanya syok spinal pada fase awal cedera selama 48 jam.

 Lakukan Teknik Pengangkatan cara log rolling atau long back boord pada setiap

transportasi klien.

 Imobilisasi leher terutama pada klien yang mengalami cedera spinal tidak stabil.

 Beri penjelasan tentang kondisi klien.

 Kolaborasi dengan Tim medis.

 Pemeriksaan radiologi

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur lumbalis

 Tingkatkan mobilitas dan pergerakan yang optimal

 Tingkatkan mobilitas ekstremitas atau Latih rentang pergerakan sendi pasif

 Posisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi

 Anjurkan keluarga untuk memandikan klien dengan air hangat.

 Ubah posisi minimal setiap 2 jam sekali

 inspeksi kulit terutama yang bersentuhan dengan tempat tidur

4. Inkontinensia defekasi bd kerusakan saraf motorik bawah

 Kaji adanya gangguan pola eliminasi (BAB)

 observasi adanya peses di pampers klien\

 Anjurkan kepada klien untuk memberi tahu perawat atau keluarga kalau terasa

BAB

 Anjurkan kepada keluarga untuk sering mengawasi klien

 Jelaskan kepada klien tentang adanya gangguan pola eliminasi

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi

 Kaji tingkat pengetahuan klien

 Kaji latar belakang pendidikan klien


 Berikan penkes kepada klien dan keluarga tentang penyakit dan diit makanan

yang dapat mempercepat penyembuhan

 Berikan kesempatan klien untuk bertanya

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang

(spinal cort/medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra

meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun

jumlahnya tidak banyak.


Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra,

dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,

kecelakaan olahraga, dan sebagainya.

Trauma medula spinalis adalah trauma yang bersifat kompresi akibat trauma

indirek dari atas dan dari bawah.

Penyebab dari cedera medula spinalis adalah :

1. Kecelakaan lalu lintas

2. Kecelakaan olahraga

3. Kecelakaan industi

4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan

5. Luka tusuk, luka tembak

6. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)

7. Kejatuhan benda keras

DAFTAR PUSTAKA

Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Edisi 6. Jakarta

Tutuapri Lariani, 2012. Sistem Neoro BEHA Vior. Selemba Medika.Jakarta

http://online-ners.blogspot.com/2013/02/asuhan-keperawatan-cedera-medula.html

http://irsalcimura.blogspot.com/2012/11/askep-cedera-medula-spinalis.html

http://ahmadnrj92.blogspot.co.id/2015/12/asuhan-keperawatan-trauma-medula.html

Anda mungkin juga menyukai