ODS PRESBIOPIA
Pembimbing:
dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M
dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M
Disusun oleh :
Oleh :
Imam M Rissandy 1620221163
Pembimbing,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “OD Katarak Matur,OS Katarak Imatur dan ODS Presbiopia” ini.
Adapun laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan
Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata.
Penyusunan laporan ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang
turut membantu terselesaikannya laporan ini. Untuk itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dan dr. Hari Trilunggono, Sp.M selaku pembimbing dan
seluruh teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Mata atas kerjasamanya selama
penyusunan laporan ini.
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 67 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kaliangkrik
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah
Agama : Islam
No. RM : 166223
II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Mata RST dr.
Soedjono Magelang
a. Keluhan Utama
Penglihatan kabur pada mata kanan dan kiri sejak 5 bulan yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Mata RST dr. Soedjono Magelang hari Rabu, 21
Maret 2018 dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kanan dan kiri
sejak 5 bulan yang lalu. 2 tahun yang lalu pasien mengeluh penglihatan
mata kanan dan kirinya terasa kabur seperti melihat kabut. Pada awalnya
penglihatan kabur terjadi pada mata kanan dan selang 3 bulan kemudian
mata kiri juga kabur. Pada awalnya penglihatan kabur dirasakan hanya
sedikit dimana pasien masih dapat melihat benda jauh walaupun terkadang
tidak jelas karena ada kabut. Satu tahun pasca penglihatan kanannya terasa
berkabut, pasien mengeluhkan pandangan mata kanannya semakin kabur
dan kabut yang menutupi matanya semakin tebal. Pada keadaan ini pasien
lebih nyaman dan jelas melihat pada malam hari dibandingkan siang hari.
Kondisi bisa membaca tanpa kacamata baca disangkal, karena pasien tidak
memakai kacamata baca. Ketika itu, pasien menyangkal adanya mata
kanan kiri kemeng dan cekot-cekot, mata merah, melihat pelangi di sekitar
cahaya, nyeri kepala, serta mual dan muntah. Sejak 5 bulan belakangan ini,
pasien mengeluh penglihatan mata kanan dan kirinya menjadi sangat
kabur, baik siang maupun malam sama saja terasa tidak nyaman dan tidak
jelas. Pasien saat ini sama sekali tidak dapat melihat jauh maupun dekat
dengan mata kanan dan kirinya, sehingga pasien kesulitan dalam
beraktifitas sehari-hari.
Sejak usia kurang lebih 40 tahun, pasien mengaku kesulitan untuk
melihat dekat. Namun pasien merasa hal ini merupakan hal yang wajar
karena usianya yang semakin tua. Keluhan ini dirasa tidak terlalu
mengganggu aktifitas sehari-hari pasien dan juga tidak mengalami
kesulitan saat membaca, karena pasien buta huruf. Pasien tidak pernah
memeriksakan keluhannnya ini ke dokter dan tidak pernah memakai
kacamata baca.
Pasien tidak mempunyai kebiasaan merokok. Riwayat trauma
disangkal. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan seperti fenitoin dan
alopurinol disangkal. Riwayat DM dan Hipertensi disangkal. Pasien belum
pernah memakai kacamata minus, plus dan baca karena keterbatasan
faktor pendidikan dan ekonomi pasien.
e. Riwayat Pengobatan
Pasien menyangkal mengkonsumsi obat-obatan untuk darah tinggi.
Pasien menyangkal mengkonsumsi obat-obatan untuk kencing manis.
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid dalam
waktu lama disangkal.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan Petani. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.
Kesan ekonomi cukup
Skema
Oculus Dexter Oculus Sinister
Palpebra Inferior :
- Vulnus laceratum - -
- Edema - -
- Hematom - -
5. - Hiperemia - -
- Entropion - -
- Ektropion - -
- Blefarospasme - -
- Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Konjungtiva :
- Injeksi konjungtiva - -
- Injeksi siliar
6. - -
- Sekret
- Laserasi - -
- -
Kornea :
- Kejernihan Jernih Jernih
- Edema
- -
- Infiltrat
7. - Sikatrik - -
- Ulkus
- -
- Pannus
- -
- -
COA :
- Kedalaman Cukup Cukup
8. - Hifema
- -
- Hipopion
- -
9. Iris :
- Kripta Normal Normal
- Edema
- -
- Sinekia
Anterior
Posterior - -
- -
Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter
10. ± 3mm ± 3mm
- Reflek pupil +
+
Lensa:
- Kejernihan Keruh total Keruh sebagian
- Iris shadow
11. - -
- Snow flake
- Edema - -
- -
Corpus Vitreum
- Kejernihan Sulit dinilai Sulit dinilai
12. - Floaters
Sulit dinilai Sulit dinilai
- Hemoftalmos
Sulit dinilai Sulit dinilai
Retina:
13.
Fundus Refleks - -
14. Funduskopi
- Vasa
a. AV ratio Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Mikroaneurisma Sulit dinilai Sulit dinilai
c. Neovaskularisasi Sulit dinilai Sulit dinilai
- Macula
a. Fovea refleks Sulit dinilai Sulit dinilai
b. eksudat Sulit dinilai Sulit dinilai
c. edema Sulit dinilai Sulit dinilai
- Retina
a. Ablasio retina Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Edema Sulit dinilai Sulit dinilai
b. Bleeding Sulit dinilai Sulit dinilai
V. DIAGNOSA BANDING
Oculus Dexter Sinister
OD Katarak Matur, OS Katarak Imatur
Dipertahankan karena dari hasil pemeriksaan didapatkan lensa keruh total
pada mata kanan, dengan iris shadow (-), COA cukup, tidak terdapat
riwayat Diabetes Mellitus dan trauma pada mata disangkal dan pada mata
kiri lensa keruh sebagian.
ODS Katarak Imatur
Disingkirkan karena pada katarak imatur lensa keruh sebagian, iris shadow
(+), COA dangkal, sedangkan pada pasien ini lensa keruh total, iris
shadow (-), COA cukup pada mata kanan.
ODS Katarak Hipermatur
Disingkirkan karena pada katarak hipermatur terdapat COA yang dalam
dan iris shadow pseudopositif. Sedangkan pada pasien didapatkan COA
yang cukup dan iris shadow (-).
ODS Presbiopia
Dipertahankan karena pasien berusia >40 tahun dan mengalami kesulitan
saat melihat jarak dekat seperti membaca dan lebih baik bila dijauhkan.
ODS Hipermetropia
Disingkirkan karena pada pasien hipermetropi mengalami gejala kabur
bila melihat jauh dan lebih kabur lagi saat melihat dekat, sedangkan pada
pasien ini keluhan melihat kabur hanya pada jarak dekat.
VII. TERAPI
ODS Katarak Matur
Medikamentosa
Topikal :
Tidak diberikan
Oral :
Tidak diberikan
Parenteral :
Tidak diberikan
Operatif
EKEK + IOL
SICS + IOL
Phacoemulcification + IOL
Non Medikamentosa
Tidak diberikan
ODS Presbiopia
Medikamentosa
Topikal :
Tidak diberikan
Oral :
Tidak diberikan
Parenteral :
Tidak diberikan
Operatif
Tidak dilakukan
Non Medikamentosa
Tidak diberikan.
VIII. EDUKASI
OD Katarak Matur OS Katarak Imatur
Menjelaskan bahwa penglihatan kabur pada mata kanan dan kiri pasien
diakibatkan karena kekeruhan merata pada lensa yang disebut katarak.
Katarak ini disebabkan karena bertambahnya usia. Biasanya terjadi pada
usia >60 tahun.
Mejelaskan bahwa obat-obatan yang diberikan hanya untuk mengurangi
gejala-gejala yang ada tanpa membantu dalam perbaikan penglihatan
kembali, sedangkan untuk membantu dalam perbaikan penglihatan hanya
dapat dilakukan dengan operasi.
Menjelaskan kepada pasien bahwa kataraknya sudah matang dan sangat
disarankan untuk dilakukan operasi. Jika tidak dioperasi, penyakit ini tidak
akan sembuh.
Menjelaskan bahwa jika dilakukan operasi, lensa yang keruh akan diganti
dengan lensa buatan.
Menjelaskan kepada pasien bahwa operasi akan dilakukan pada satu mata
terlebih dahulu, yaitu mata kanan dan disusul dilakukan pada mata kiri.
Menjelaskan kepada pasien bahwa setelah operasi kemungkinan
penglihatan dapat membaik, bila tidak ada komplikasi lain seperti
gangguan saraf penglihatan maupun gangguan retina.
Menjelaskan bahwa terdapat perawatan mata pasca operasi yaitu seperti
mata dibebat, mata tidak boleh kotor, tidak boleh dicuci, tidak boleh
tegang dan tidak boleh sujud sampai kontrol kembali 1 minggu kemudian.
Menjelaskan kepada pasien bahwa operasi katarak bisa menggunakan
BPJS
ODS Presbiopia
Menjelaskan kepada pasien bahwa usianya sudah lebih dari 40 tahun,
sehingga kemampuan mata untuk melihat dekat sudah berkurang dan
memerlukan bantuan kacamata baca agar jelas jika melihat benda dekat,
membaca dan memudahkan dalam melakukan pekerjaan, yaitu pasien
menggunakan kacamata sferis +3,00 sesuai umurnya.
Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan kacamata untuk melihat
lama agar mata tidak cepat lelah.
Menjelaskan kepada pasien untuk menggunakan kacamata apabila hendak
melakukan pekerjaan yang membutuhkan fokus seperti menjahit.
Menjelaskan kepada pasien bahwa mata kabur pasien disebabkan oleh
karena katarak, sehingga jika menggunakan kacamata baca ini penglihatan
dekat akan tetap kabur atau tidak membaik sampai katarak tersebut di
operasi.
Menjelaskan kepada pasien bahwa BPJS dapat membantu pembelian
kacamata
IX. KOMPLIKASI
OD Katarak Matur OS Katarak Imatur
Katarak hipermatur
ODS Presbiopia
Tidak ada
X. RUJUKAN
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran
lainnya karena dari hasil pemeriksaan klinis tidak ditemukan kelainan yang
berkaitan dengan Disiplin Ilmu Kedokteran lainnya.
XI. PROGNOSIS
Oculus Dexter Oculus Sinister
Quo ad visam : Dubia Ad bonam Dubia Ad bonam
Quo ad sanam : Dubia Ad bonam Dubia Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam Ad bonam
Quo ad cosmeticam : Ad Bonam Ad bonam
Quo ad vitam : Ad bonam Ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI
I.I Anatomi Lensa
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang
memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan
memberikan akomodasi.. Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke
belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii
(Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus
siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa
diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel,
yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih
keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini
ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak
di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang
dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus
siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di
lensa.
Gambar 1. Lensa
II. KATARAK
II. 1 Definisi
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa
yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Penuaan merupakan
penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin
terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis; diabetes), merokok,
dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air
terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun
akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada
lensa akibat hidrasi, denaturasi protein, dan proses penuaan. Sehingga
memberikan gambaran area berawan atau putih.
Kekeruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,
sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek
terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah
lensanya.
Gambar 2. Katarak
Gambar 3. Katarak
II.2 Etiologi
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang
menyebabkan lensa mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat
dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi,
alkohol, defisiensi vit E. Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda,
panas yang tinggi, dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan
gejala seperti katarak.
II.3 Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, letak kelainan pada lensa
maupun berdasarkan stadiumnya.
1. BERDASARKAN USIA :
a. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti
terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital
digolongkan dalam katarak :
Kapsulolentikular dimana pada golongan ini termasuk katarak
kapsular dan katarak polaris
Lentikular, yang termasuk dalam golongan ini katarak yang
mengenai korteks atau nukleus lensa
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai
kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau
umum.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang
pada ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus atau
hepatosplenomegali. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang
positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti
retardasi mental. Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadik dan
tidak diketahui penyebabnya.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena
ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, kalsium dan
fosfor.
Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan
mata lain dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya
kurang memuaskan karena bergantung pada bentuk katarak dan mungkin
sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus
maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak kongenital.
Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan
terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Penyulit yang dapat terjadi
adalah makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula tidak
akan berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak
maka visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia
sensoris (amblyopia ex anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan
komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuria,
diabetes melitus, hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik dan
histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina
dan megalokornea.
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi.
Operasi katarak kongenital dilakukan bila refleks fundus tidak tampak.
Biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan usia 2 bulan
atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan. Tindakan bedah pada
katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi liliar,
ekstraksi dengan aspirasi.
b. Katarak Juvenil
Katarak yang terjadi sesudah usia > 3 bulan tetapi kurang dari 9
tahun. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak
kongenital.Kekeruhan lensa terjadi pada saat masih terjadi perkembangan
serat-serat lensa. Biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut
sebagai soft cataract. Katarak juvenil biasanya merupakan bagian dari satu
bagian dari penyakit keturunan lain.
c. Katarak Senilis
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut yaitu usia di atas 60 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak
diketahui secara pasti.
Berdasarkan stadiumnya, katarak dibagi menjadi stadium insipien,
stadium imatur, stadium matur, dan stadium hipermatur:
1. Stadium insipien
Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus.
Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak
seperti baji yang samar terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis
relatif masih jernih. Gambaran ini disebut spokes of a wheel yang nyata bila
pupil dilebarkan.
2. Stadium imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Kekeruhan terutama
terdapat di bagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak
ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada
yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan dibagian posterior lensa, maka
sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini akan dipantulkan lagi,
sehingga pada pemeriksaan, terlihat di pupil ada daerah yang terang sebagai
refleks pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang
gelap,akibat bayangan iris pada lensa yang keruh. Keadaan ini disebut
shadow test (+).
3. Stadium matur
Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua
sinar yang melalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa.
Tak ada bayangan iris, shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara.
Shadow test membedakan stadium matur dari imatur, dengan syarat harus
diperiksa lebih lanjut dengan midriatika, oleh karena pada katarak polaris
anterior juga terdapat shadow test (-), karena kekeruhan terletak di daerah
pupil. Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa kekeruhan hanya
terdapat pada daerah pupil saja. Kadang-kadang, walaupun masih stadium
imatur, dengan koreksi, visus tetap buruk, hanya dapat menghitung jari,
bahkan dapat lebih buruk lagi 1/300 atau satu per tak hingga
4. Stadium hipermatur
Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair,
sehingga nukleus lensa turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui
pupil, pada daerah yang keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah
lingkaran di bagian bawah, dengan warna yang lain daripada bagian yang
diatasnya, yaitu kecoklatan. Uji banyangan iris memberikan gambaran
pseudopositif. Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa, yang
menjadi lebih permeabel, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan
lensa menjadi kempis, yang di bawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan
ini disebut katarak Morgagni.
Gambar 5. Katarak stadium hipermatur
2. BERDASARKAN LETAK :
a. Katarak Nuklear
Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau
nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah
dari jernih menjadi kuning sampai coklat. Biasanya mulai timbul sekitar
usia 60-70 tahun dan progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan
bentuk yang paling banyak terjadi.Pandangan jauh lebih dipengaruhin
daripada pandangan dekat, bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih
baik, sulit menyetir pada malam hari.Penderita juga mengalami kesulitan
membedakan warna, terutama warna biru dan ungu.
b. Katarak Kortikal
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau
korteks, biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lambat. Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes
atau gambaran seperti ruji. Banyak pada penderita DM, dengan keluhan
yang paling sering yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, disertai
penglihatan merasa silau.
c. Katarak Subkapsular
Biasanya dimulai dengan kekeruhan yang sedikit persis di bawah
kapsul, biasa di bagian belakang sehingga akan sangat mengganggu
cahaya yang masuk melalui lensa ke retina dan umumnya terjadi pada dua
mata walaupun mungkin ada satu mata yang lebih parah dibanding mata
yang lain dan sangat mengganggu pada saat membaca. Katarak jenis ini
keluhannya paling banyak.
Subkapsularis Posterior
Bentuk ini terletak pada bagian belakang dari kapsul lensa. Katarak
subkapsularis posterior lebih sering pada kelompok usia lebih muda
daripada katarak kortikal dan katarak nuklear. Biasanya timbul
pada usia sekitar 40-60 tahun dan progresivitasnya cepat, bentuk ini
lebih sering menyerang orang dengan diabetes obesitas atau
pemakaian steroid jangka panjang. Katarak ini menyebabkan
kesulitan membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya
terang.
Subkapsular Anterior
Pasca glaukoma akut, intoksikasi amiodarone, pemakaian miotik
terlalu lama, dan Wilson’s disease.
Gambar 7. Katarak Subskapsular dan Katarak Lanjut
3. BERDASARKAN ETIOLOGI
a. Katarak Sekunder
Katarak sekunder terjadi akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada
sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah 2 hari
EKEK. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak
sekunder berupa mutiara Elschnig dan cincin Soemmering. Katarak
sekunder merupakan fibrin sesudah suatu peradangan dan hasil degenerasi
atau degenerasi lensa yang tertinggal sesudah suatu operasi katarak ekstra
kapsular atau sesudah suatu trauma yang memecah lensa.
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya
regenerasi epitel yang terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi
akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi ke arah pinggir-pinggir
melekat pada kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah
dan membentuk gambaran cincin. Pada pinggir cincin ini tertimbun
serabut lensa epitel yang berproliferasi.
Mutiara Elschnig adalah epitel subkapsular yang beproliferasi dan
membesar sehingga tampak sebagai busa sabun atau telur kodok. Mutiara
ini mungkin akan menghilang dalam beberapa tahun oleh karena pecah
dindingnya.
Pengobatan katarak sekunder adalah pembedahan seperti disisio
katarak sekunder, kapsulotomi, membranektomi, atau mengeluarkan
seluruh membran keruh.
b. Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain
seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis
pigmentosa, glaukoma, tumor intra okular, iskemia okular, nekrosis
anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata.
Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin
(diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia distrofi) dan
keracunan obat (tiotepa intravena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral
kontrasepsi dan miotika antikolinesterase).
Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak
selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan
dapat difus, pungtata ataupun linear.Dapat berbentuk rosete, retikulum dan
biasanya terlihat vakuol.Ada 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan
kelainan pada polus posterior mata dan akibat kelainan pada polus anterior
bola mata.
Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis,
retinitis pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan miopia tinggi yang
mengakibatkan kelainan pada badan kaca.Biasanya kelainan ini berjalan
aksial yang biasanya tidak berjalan cepat di dalam nukleus, sehingga
sering terlihat nukleus lensa tetap jernih.Katarak akibat miopia tinggi dan
ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan.
Katarak akibat kalainan polus anterior bola mata biasanya akibat
kelainan kornea berat, iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma.
Pada iridosiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada
katarak akibat glaukoma akan terlihat katarak disimanata pungtata
subkapsularis anterior (katarak Vogt).
c. Katarak Traumatik
Katarak traumatika dapat disebabkan oleh trauma tajam maupun
trauma tumpul. Pada trauma tajam, langsung terjadi pembentukan nukleus
katarak sehingga tampak lensa berwarna putih. Pada trauma tumpul,
katarak tidak terjadi seketika namun perlahan-lahan. Terjadi proses
penebalan ( imatur menjadi matur) dan tidak langsung terbentuk nukleus.
II. 4 Patofisiologi
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa.
Dengan bertambahnya usia, ketebalan dan berat lensa akan meningkat sementara
daya akomodasinya akan menurun. Dengan terbentuknya lapisan konsentris baru
dari kortek, inti nucleus akan mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini
dikenal sebagai sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada
lensa yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-
molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba tiba ini
mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya
menyebar dan penurunan pandangan. Modifiaksi kimia dari protein nukleus lensa
juga menghasilkan pigmentasi progresif yang akan menyebabkan warna lensa
menjadi keruh. Perubahan lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan
penurunan konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya konsentrasi
sodium dan calcium.
Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya transparasi
lensa. Sel epithelium lensa akan mengalami proses degeneratif sehingga
densitasnya akan berkurang dan terjadi penyimpangan diferensiasi dari sel-sel
fiber. Akumulasi dari sel-sel epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan
serat-serat lensa yang akan menyebabkan penurunan transparasi lensa. Selain itu,
proses degeneratif pada epithelium lensa akan menurunkan permeabilitas lensa
terhadap air dan molekul-molekul larut air sehingga transportasi air, nutrisi dan
antioksidan kedalam lensa menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan
penurunan antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki
peran penting pada proses pembentukan katarak.
II.6 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Penurunan ketajaman penglihatan secara bertahap (gejala utama
katarak)
b. Mata tidak merasa sakit, gatal , atau merah
c. Gambaran umum gejala katarak yang lain seperti :
Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
Perubahan daya lihat warna
Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat
menyilaukan mata
Lampu dan matahari sangat mengganggu
Sering meminta resep ganti kacamata
Penglihatan ganda (diplopia)
2. Pemeriksaan Fisik Mata
a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
b. Melihat lensa dengan penlight dan loop
Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai
kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang
keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti
kataraknya imatur, sedangkan bayangan dekat dan kecil dengan pupil
terjadi katarak matur.
c. Slit lamp
d. Pemeriksaan opthalmoskop (sebaiknya pupil dilatasi)
Pembedahan Katarak
Pembedahan katarak adalah pengangkatan lensa natural mata (lensa
kristalin) yang telah mengalami kekeruhan dan diganti dengan lensa buatan yang
disebut sebagai pseudofakia.
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, dan kosmetik.
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak
seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis
fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau
ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur dengan visus
0 meminta ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan
visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.
Gambar 8. ECCE
Lensa Intraokular
Setelah pengangkatan katarak, lensa intraokular (IOL) biasanya
diimplantasikan ke dalam mata. Kekuatan implan IOL yang akan digunakan
dalam operasi dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara
ultrasonik dan dengan kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara
optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan
membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi
oleh refraksi mata kontrolateral dan apakah terdapat katarak pada mata tersebut
yang membutuhkan operasi.
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan
teknik pembedahan kecil.Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih
cepat sembuh dan murah.
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini
dapat dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan hypermature. Teknik
ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan
dengan operasi trabekulektomi.
Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita
memerlukan lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara
sebagai berikut:
- kacamata afakia yang tebal lensanya
- lensa kontak
- lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata
pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat.
Pemeriksaan Biometri
Pemeriksaan biometri dilakukan untuk mengukur kekuatan lensa IOL untuk
memberikan hasil refraksi yang diinginkan setelah operasi katarak. Metode yang
penting adalah pengukuran panjang aksis bola mata menggunakan USG dan laser
interferometri. Selain itu mengukur kurvatura kornea dengan metode keratometri
dan topografi.
Persiapan Preoperasi meliputi pemberian antibiotik. Antibiotik yang
diberikan dapat ciprofloksasin 3 % tetes matas diberikan 4x sehari 1 tetes 2 hari
sebelum operasi. Pasien dapat diberikan antianxietas berupa diazepam 5 mg
malam hari sebelum operasi. Pemberian asetazolamide 500-1000 mg malam hari
sebelum operasi dapat mengurangi komplikasi vitreum loss pada operasi katarak.
Pemberian agen anti dilatasi pupil berupa tropicamide 1% diberikan 1 tetes tiap 20
menit satu jam sebelum operasi.
II.8 Komplikasi Operasi
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi yang terjadi selama operasi
maupun setelah operasi. Komplikasi yang bisa mempengaruhi visus pasca operasi
diantaranya adalah : selama operasi yaitu, prolapse korpus vitreum, iridodialisis,
hifema dan perdarahan ekspulsif, sedangkan komplikasi setelah operasi yaitu
edema kornea, Descemet fold, kekeruhan kapsul posterior, residual lens material,
prolapse iris, dekompensasi kornea, hifema, glaucoma sekunder, iridosiklitis,
endoftalmitis, epithelial ingrowthm ablasi retina, edema macular kistoid.
Komplikasi setelah operasi yang terjadi pada kornea dimana bisa mempengaruhi
stabilitas visus adalah edema korna, Descemet fold dan dekompensasi kornea
1. Komplikasi Selama Operasi
Hifema
Perdarahan bisa terjadi dari insisi korneo-skleral, korpus siliaris, atau
vaskularisasi iris abnormal. Bila perdarahan berasal dari luka, harus
dilakukan kauterisasi. Irigasi dengan BSS dilakukan sebelum ekstraksi lensa.
Perdarahan dari iris yang normal jarang terjadi, biasanya timbul bila
terdapat rubeosis iridis, uveitis heterokromik dan iridosiklitis.
Iridodialisis
Iridodialisis yang kecil tidak menimbulkan gangguan visus dan bisa
berfungsi sebagai iridektomi perifer, tetapi iridodialisis yang parah dapat
menimbulkan gangguan ada visus. Keadaan ini bisa terjadi pada waktu
memperlebar luka operasi, iridektomi, atau ektraksi lensa. Perbaikan harus
dilakukan segera dengan menjahit iris perifer pada luka.
Descemet Fold
Keadaan ini paling sering disebabkan oleh trauma operasi pada endotel
kornea. Pencegahannya adalah penggunaan cairan viskoelastik untuk
melindungi komea. Pada umumnya akan hilang spontan beberapa hari
setelah operasi.
Prolaps Iris
Komplikasi ini paling sering terjadi satu sampai lima hari setelah operasi
dan penyebab tersering adalah jahitan yang longgar, dapat juga terjadi
karcna komplikasi prolaps vitreus selama operasi Keadaan ini memerlukan
penanganan (jahitan ulang) untuk menghindari timbulnya kornplikasi sepcrti
penyembuhan Iuka yang lama, epithelial downgrowth, konjungtivitis
kronik, endoftalmitis, edema makular kistoid dan kadang-kadang opthalmia
simpatika.
Dekompensasi Komea
Penyebab tersering edema kornea menetap yang diakibatkan perlekatan
vitreus atau hialoid yang intak pada endotel komea. Pemberian agent
hiperosrnotik sisternik akan menimbulkan dehidrasi vitreus, sehingga dapat
melepaskan perlekatan.
Hifema
Bisa terjadi 1-3 hari setelah operasi, biasanya hilang spontan dalam waktu
7-10 hari. Perdarahan berasal dari pembuluh darah kecil pada Iuka. Bila
perdarahan cukup banyak dapat menimbulkan glaukoma sekunder dan
corneal staining, dan TIO harus diturunkan dengan pemberian
asetazolamid 250mg 4 kali sehari, serta parasintesis hifema dengan
aspirasi-irigasi.
Endoftalmitis
Endofialmitis bisa dalam bentuk akut atau kronik, dnnana bentuk kronik
disebabkan rendahnya patogenitas organisme penyebabnya. Secara umum
endoftalmitis ditandai dengan rasa nyeri, penurunan visus, injeksi siliar,
kemosis dan hipopion. Endoftalmitis akut biasanya timbul 2-5 hari pasca
operasi, sedangkan bcntuk kronis dapat timbul beberapa bulan sampai 1
tahun atau lebih setelah operasi. Endoftalmitis kronik ditandai dengan reaksi
inflamasi kronik atau uveitis (granulomatus) dan penurunan visus. Penyebab
endoftalmitis akut terbanyak adalah Staphylococcus epidermidis (gram
positif) dan Staphylococcus coagulase negatif yang lain. Kuman gram
positif merupakan penyebab terbanyak endoftalmitis akut bila
dibandingkan dengan gram negatif. Untuk gram negatif, kuman penyebab
terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa. Umumnya organisme dapat
menyebabkan endoftalmitis bila jumlahnya cukup untuk inokulasi, atau
sistem pertahanan mata terganggu oleh obat-obat imunosupresan, penyakit,
trauma, atau bedah, dimana COA lebih resistcn terhadap infeksi
dibandingkan dengan kavum vitreus. Organisme penyebab endoftalmitis
kronik rnernpunyai virulensi yang rendah, penyebab tcrscring adalah
Propionibacterium acnes organisrne tersebut menstimulasi rcaksi
imunolcgik yang manifestasinya adalah inflamasi yang mcnetap.
Ablasi Retina
Mekanisme pasti timbulnya ablasi retina masih belum diketahui. Faktor
predisposisinya meliputi prolaps vitreus, miopia tinggi, perlekatan vitreo-
retinal dan degencrasi latis. Ablasi retina pada mata afakia khas ditandai
adanya tear kecil berbentuk "U" yang pertama kali mengenai makula.
Apabila ablasi retina terjadi pada mata afakia, resiko terjadinya ablasi retina
pada mata satunya bila belum dioperasi adalah 7%, sedangkan insiden pada
mata satunya yang sudah afakia adalah 25%.
II.9 Prognosis
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis, karena adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina. Prognosis untuk
perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak
kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit
yang proresif lambat.
Prognosis penglihatan pasien dikatakan baik apabila:
a. Fungsi media refrakta baik
Dilakukan dengan melihat kejernihan serta keadaan media refrakta mulai dari
kornea, iris, pupil dan lensa melalui lampu sentolop maupun slit lamp.
b. Fungsi makula atau retina baik
Dilakukan dengan pemeriksaan retpersepsi warna, dengan cara menyorotkan
cahaya merah dan hijau di depan mata yang kemudian dengan sentolop cahaya
diarahkan ke mata.
c. Fungsi N. Optikus (N.II) baik
d. Fungsi serebral baik
II.10 Pencegahan
Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak
dapat dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui
adanya katarak. Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa setiap tahun.
Pada saat ini dapat dijaga kecepatan berkembangnya katarak dengan:
Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal
bebas dalam tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah
Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur
Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan
katarak pada mata
Menjaga kesehatan tubuh dari penyakit kencing manis dan penyakit lain
III. Presbiopia
III.1 Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa, sehingga terjadi gangguan akomodasi. Terjadi kekakuan lensa
seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk
memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan
kabur saat melihat dekat.
III.2 Etiologi
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
a. Kelemahan otot akomodasi.
b. Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat
sklerosislensa.
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur, maka lensa
menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung, sehingga kemampuan melihat dekat makin berkurang.
III.3 Diagnosis
Pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, gangguan akomodasi akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering
terasa perih. Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin
menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf
dengan cetakan kecil. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas, maka
penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang
dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca
lebih jelas. Alat yang kita gunakan untuk melakukan pemeriksaan, yaitu:
a. Kartu Snellen
b. Kartu baca dekat
c. Sebuah set lensa trial and error
Teknik pemeriksaan yang bisa kita lakukan, yaitu:
1. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen
2. Pasien diukur visus jauhnya dengan kartu snellen dengan mata satu per
satu, mulai dengan mata kanan dan menutup mata yang tidak diperiksa.
3. Lalu pasien diukur visus dekatnya, pasien duduk dan diberikan kartu baca
dekat (jaeger) pada jarak 30-40 cm (jarak baca).
4. Diberikan lensa positif dengan menggunakan dioptri yang sesuai dengan
umur pasien (1.0 D untuk usia 40 tahun, +1.5 D untuk usia 45 tahun, +2.0
D untuk usia 50 tahun, +2.5 D untuk usia 55 tahun,+3.0 D untuk usia 60
tahun) dan target yang bisa terbaca pasien, target terbaik yaitu pada J6.
5. Pemeriksaaan dilakukan satu per satu mulai dengan mata kanan dan
menutup mata yang tidak diperiksa.
DAFTAR PUSTAKA
Edelhauser HF. 2005. The cornea and the sclera, chapter 4 in Adlers Physiology
of The eye Clinical'Aplication. 10 th ed. St.louis, Missouri, Mosby.
Ilyas, Sidarta, 20017. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
Liesegang TJ,Deutsch TA. 2009. External Disease and Cornea. Section 8, AAO,
San Fransisco.
Rahmadani, Siti. Diktat Kuliah Ilmu Penyakit Mata Tingkat IV. Jakarta: 2007.
http://www.nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts.asp
Shock JP, Richard AH, MD. Lensa. Dalam : Whitcher John P, Paul Riordan Eva,
editor. Oftalmologi Umum; edisi ke-17. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran
EGC, 2010 : 169-177.
Sulistyowi, Anny. Stabilitas Visu Koreksi Pasca Operasi Katarak Senilis Secara
Masal. Semarang, 2001. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Voughan & Asbury. 2010. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta : EGC