Anda di halaman 1dari 17

STATUS UJIAN

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 14 TAHUN DENGAN MULTIPEL


GANGREN RADIKS DAN NEKROSIS PULPA,
HIV STADIUM KLINIS III DAN RIWAYAT TB PARU

Oleh:

Ayu Luh Ratri Wening


G99162050

Penguji:

Eva Sutyowati Permatasari, drg., Sp.BM, MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

0
BAB I
STATUS UJIAN
I. IDENTITAS PASIEN
Tanggal Pemeriksaan : 7 Oktober 2017
Nama : Rahzam Muhamad S.
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Status : Belum menikah
Alamat : Sarirejo, Mojogedang, Karanganyar

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien merupakan konsulan dari Poli Anak-Infeksi dengan HIV
stadium klinis III, riwayat pengobatan TB paru. Pasien dikonsulkan ke
Poli Gigi dan Mulut dengan keluhan banyak gigi berlubang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan konsulan dari Poli Anak-Infeksi dengan keluhan
banyak gigi berlubang. Pasien mengeluhkan giginya gripis sampai
berlubang sejak usia 3 tahun. Pasien memiliki kebiasaan makan permen
dan jarang menggosok gigi. Pasien menggosok gigi sekali sehari pada
saat mandi pagi atau sore. Pasien enggan menggosok gigi karena saat
menggosok gigi merasa nyeri dan berdarah. Pasien mengatakan sejak
tumbuh pertama kali, giginya belum pernah berganti.
Pasien mengatakan sering sakit gigi dan sariawan. Pada saat datang,
pasien menyatakan gusi depan atas bengkak dan nyeri 3 hari SMRS.
Keluhan dirasakan terus menerus dan berkurang 1 hari SMRS. Keluhan
semakin dirasakan saat menggosok gigi dan belum pernah mengonsumsi

1
obat untuk mengurangi keluhannya. Bengkak dan nyeri sudah tidak
dirasakan saat HMRS.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Alergi : Alergi obat (-)
Penyakit Kongenital : tidak ada kelainan
Riwayat Penyakit Jantung : tidak ada kelainan
Riwayat Penyakit Hati : tidak ada kelainan
Riwayat Penyakit Infeksi : Pasien rutin kontrol Poliklinik Anak-
Infeksi dengan diagnosis HIV stadium klinis III dan mendapatkan
pengobatan rutin antiretrovirus sejak 28 Desember 2016 sampai dengan
saat ini. Pasien juga rutin kontrol Poliklinik Anak-Respirasi untuk
pengobatan TB paru pada 28 Desember 2016 sampai 30 Juni 2016 dan
saat ini dalam pengobatan pneumonia. Pasien juga riwayat otitis media
yang diobati di Poliklinik THT.
III. ORAL STATUS
1. Ekstra Oral
a. Maxilla : tak tampak kelainan
b. Mandibula : tak tampak kelainan
c. Bibir : tak tampak kelainan

2. Intra Oral
Palatum : tak tampak kelainan
Lingua : tak tampak kelainan
Upper Gingiva : tak tampak kelainan
Lower Gingiva : tak tampak kelainan
Left Bucal : tak tampak kelainan
Right Bucal : tak tampak kelainan
Oral Hygiene : buruk

2
3. Dental Formula
 Permanent Teeth
C R R R R R R R

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17

C R C C R C R R R C R C

4. Objective :
a. Sondasi : tidak dilakukan
b. Palpasi : tidak dilakukan
c. Perkusi : tidak dilakukan
d. Chlor Ethile : tidak dilakukan
e. Jaringan Lunak : tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Juli 2017
Nilai Satuan Rujukan

Hematologi Rutin

Haemoglobin 13.2 g/dl 14,0-17,5

Hematokrit 38 % 33-45

Leukosit 7.3 ribu/uL 4.5-14.5

Trombosit 423 ribu/uL 150-450

Eritrosit 4.38 ribu/uL 3.8-5.8

Hemostasis

PT 12.3 Detik 10-15.0

APTT 28.3 Detik 20.0-40.0

INR 0.890

Kimia Klinik

3
SGOT 32 u/l <35

SGPT 33 u/l <45

Creatinine 0.4 mg/dl 0.5 – 1.1

Ureum 15 mg/dl <48

Elektrolit

Natrium Darah 138 mmol/L 132-145

Kalium Darah 4.3 mmol/L 3.1 – 5.1

Chlorida Darah 102 mmol/L 98 – 106

Serologi

HbsAg Non Non


reactive reactive

CD4 Absolute 114 cells/ul 500-1600

CD4 Percentage 5.7 % 30-60

Foto Pasien

4
Rontgent Panoramic tanggal 22 Juli 2017

IV. ASSESSMENT
1. Diagnosa
a. Deskripsi : Terdapat sisa akar gigi 5, 7, 8, 10, 12, 13, 14, 19, 21, 22,
23, 26, 30 dan multipel kavitas pada gigi 3, 18, 20, 24, 27, 28, 31.
b. Multipel gangren radix dan multipel nekrosis pulpa.

2. Tatalaksana
Pro multipel odontektomi general anesthesia.

3. Prognosa
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

5
BAB II

ANALISIS KASUS

A. Resume Kasus
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan pada hari Senin, 7 Oktober
2017, seorang pasien anak laki-laki, An. RMS usia 13 tahun merupakan
pasien rutin kontrol Poliklinik Anak-Infeksi dengan HIV stadium klinis III
dan riwayat TB paru. Lalu pasien dikonsultasikan ke bagian Poliklinik Gigi
dan Mulut untuk dilakukan pemeriksaan pada gigi pasien karena banyak gigi
yang berlubang.
Pasien mengeluhkan giginya gripis sampai berlubang sejak usia 3
tahun. Pasien memiliki kebiasaan makan permen dan jarang menggosok gigi.
Pasien menggosok gigi sekali sehari pada saat mandi pagi atau sore. Pasien
enggan menggosok gigi karena saat menggosok gigi merasa nyeri dan
berdarah. Pasien mengatakan sejak tumbuh pertama kali, giginya belum
pernah berganti.
Pasien mengatakan sering sakit gigi dan sariawan. Pada saat datang,
pasien menyatakan gusi depan atas bengkak dan nyeri 3 hari SMRS. Keluhan
dirasakan terus menerus dan berkurang 1 hari SMRS. Keluhan semakin
dirasakan saat menggosok gigi dan belum pernah mengonsumsi obat untuk
mengurangi keluhannya. Bengkak dan nyeri sudah tidak dirasakan saat
HMRS.
Saat pemeriksaan, keadaan umum pasien kompos mentis, nadi
88x/menit, pernapasan 22x/menit, dan suhu 36,5o. Pada pemeriksaan ekstra
oral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan intra oral ditemukan
multipel radiks dan pada hampir seluruh elemen gigi. Pada status lokalis
ditemukan adanya gangren radiks pada gigi 5, 7, 8, 10, 12, 13, 14, 19, 21, 22,
23, 26, 30 dan nekrosis pulpa pada gigi 3, 18, 20, 24, 27, 28, 31.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro multipel
odontektomi dengan general anesthesia untuk gigi gangrene radiks dan
nekrosis pulpa, dan dental health education. Edukasi juga penting untuk

6
diberikan pada pasien untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan
menyikat gigi dua hingga tiga kali sehari yaitu setelah sarapan dan sebelum
tidur selama 3 menit. Pasien juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan
memilih sikat gigi yang lembut sehingga meminimalkan rasa nyeri dan
perdarahan. Setelah dilakukan odontektomi, untuk mengembalikan fungsi
gigi dalam proses mengunyah dan untuk kepentingan estetik, bisa dibuatkan
gigi prosthesis. Pasien diharapkan melakukan kunjungan ke dokter gigi untuk
mengatasi permasalahan pada giginya serta melakukan kunjungan teratur ke
dokter gigi setiap 6 bulan.

B. Analisis Etiologi
Pasian An. RMS didiagnosis dengan multipel gangrene radiks dan
nekrosis pulpa. Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi.
Jaringan akar gigi yang tertinggal merupakan jaringan mati yang merupakan
tempat subur bagi perkembangbiakan bakteri. Gangren radiks ini dapat
disebabkan oleh karies, trauma, atau ekstraksi yang tidak sempurna (Cawson
and Odel, 2002). Pada pasien ini, gangrene radiks disebabkan oleh faktor
karies dan trauma. Pasien belum pernah melakukan ekstraksi gigi
sebelumnya, sehingga faktor etiologis ekstraksi yang tidak sempurna dapat
disingkirkan.
Pasien memiliki oral hygiene yang buruk. Pasien menyatakan giginya
gripis dan berlubang sejak usia 3 tahun. Saat kecil pasien senang
mengonsumsi permen dan hanya sikat gigi sekali dalam sehari. Kedua faktor
ini merupakan risiko terbentuknya karies gigi. Karies dapat terjadi akibat
pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang mengubah karbohidrat yang
menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat asam yang mengakibatkan
demineralisasi email. Umumnya, proses remineralisasi dapat dilakukan oleh
air liur, namun jika terjadi ketidakseimbangan antara demineralisasi dan
remineralisasi, maka akan terbentuk karies (lubang) pada gigi (Ghom, 2010).
Karies kemudian dapat meluas dan menembus lapisan dentin. Pada
tahap ini, jika tidak ada perawatan, dapat mengenai daerah pulpa gigi yang

7
banyak berisi pembuluh darah, limfe dan syaraf. Pada akhirnya, akan terjadi
nekrosis pulpa, meninggalkan jaringan mati dan gigi akan keropos perlahan
hingga tertinggal sisa akar gigi (Ghom, 2010). Selain memiliki oral hygiene
yanag buruk, pasien juga tidak pernah memeriksakan giginya ke dokter gigi,
sehingga setelah terbentuk karies, terjadinya proses progresif hingga
menyebabkan gangrene radiks.
Gangrene radiks pada pasien juga disebabkan oleh trauma pada gigi.
Pasien mengaku pernah jatuh hingga giginya patah menyisakan akar gigi
yang masih tertanam dalam gusi, dengan pulpa gigi yang telah mati. Ini
terjadi pad gigi 8.
Selain karena faktor karies dan trauma pada gigi, penyakit AIDS yang
diderita pasien juga turut berperan terhadap pembentukan gengren radiks.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Massarente (2009) menunjukkan
bahwa anak-anak yang menderita AIDS memiliki prevalensi lebih tinggi
untuk menderita karies yang tidak terawat dibandingkan dengan anak tanpa
AIDS. Penelitian tersebut menyajikan hasil prevalensi penderita AIDS yang
memiliki karies gigi tidak terawat: 68% penderita AIDS berusia 3-6 tahun,
67.3% penderita AIDS usia 7-10 tahun, dan 40% penderita AIDS usia 11-15
tahun memiliki karies gigi yang tidak terawat.

Gambar. Prevalensi penderita AIDS dengan karies tidak terawat


berdasarkan usia (Massarente (2009)

8
Tingkat keprahan AIDS yang dicerminkan oleh beratnya manifestasi
klinis (sering infeksi oportunistik), virus load, dan jumlah sel CD4+
berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut yang buruk (Massarente,
2009). Adanya infeksi oportunistik, tingginya virus load dan rendahnya julah
sel CD4+ menunjukkan telah terjadi penurunan sistem imun tubuh yang
signifikan. Penurunan sistem imun ini menyebabkan mekanisme pertahanan
tubuh melawan patogen, khususnya di rongga mulut, menjadi tidak efektif
sehingga patogen dengan mudah dapat berkembang biak di rongga mulut dan
sering memunculkan infeksi di gigi dan mulut, seperti kandidiasis oral dan
karies gigi.
Penurunan sistem imun yang menyebabkan peningkatan jumlah
bakteri di rongga mulut juga akan menyebabkan pembentukan karies gigi
yang semakin banyak dan progresif. Hal ini dapat terjadi dikarenakan
pertumbuhan bakteri berperan pada patogenesis pembentukan karies gigi.
Bakteri yang semakin banyak akan meningkatkan proses perubahan
karbohidrat yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat asam,
akibatnya proses demineralisasi email, kerusakan dentin dan pulpa juga
semakin bertambah (Mssarente, 2009; Ghom, 2010).
Pasien ini menderita HIV stadium klinis III dengan manifestasi AIDS
yang sangat jelas yaitu CD4+ 114 sel dan menderita infeksi oportunistik TB,
pneumonia dan otitis media. Data virus load tidak dimiliki. Dapat ditarik
simpulan, bahwa etiologi gangren radiks pada pasien ini adalah terbentuknya
karies gigi dan trauma. Terbentuknya karies gigi dipengaruhi oleh faktor oral
hygiene pasien yang buruk, kegemaran makan permen dan diperberat dengan
status defisiensi sistem imun.

C. Analisis Tatalaksana
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro multipel
odontektomi dengan general anesthesia untuk gigi gangrene radiks dan
nekrosis pulpa, dan dental health education. Prinsip tatalaksana gangrene
radiks dan nekrosis pulpa pda pasien dengan HIV/AIDS sama dengan pasien

9
pada umumnya, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan
dengan neutropenia dan sterilitas alat dan tenaga medis.
Pada pasien HIV dengan jumlah CD4+ < 100 sel/mm3 dan penggunaan
antiretrovirus yang lama, perlu diwaspadai adanya neutropenia. Prosedur
perawatan gigi operatif pada pasien dengan jumlah neutrophil < 500 sel /
mm3 sebaiknya ditunda hingga mencapai batas minimal (Stephen, 2000). Hal
ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan infeksi pada saat prosedur.
Pasien ini belum dilakukan pemeriksaan hitung jenis sel sehingga jumlah
neutrophil tidak diketahui. Namun, jumlah CD4+ 114 sel/mm3 dan leukosit
7300 sel /ul sehingga masih aman untuk dilakukan prosedur odontektomi.
HIV/AIDS merupakan penyakit yang menular. HIV hanya bersarang
pada sel darah putih tertentu yang disebut T4. Karena sel T4 ini terdapat pada
cairan-cairan tubuh, maka HIV dapat ditemukan dalam cairan tubuh, yaitu:
darah, air mani, cairan vagina. Penularan AIDS terutama berlangsung melalui
hubungan seks dengan pengidap HIV, transfusi darah dimana darahnya
mengandung HIV, alat suntik, ibu hamil terhadap janinnya, dan penggunaan
alat medis yang terpapar cairan tubuh. Oleh karena itu, tindakan operatif yang
dilakukan terhadap pasien HIV/AIDS perlu mendapat persiapan khusus.
Parsiapan meliputi persiapan pasien, tempat dan alat operasi, serta petugas
operasi. Persiapan pasien HIV yang akan dioperadi tidak berbeda dengan
psien pada umumnya (Kemenkes, 2012)
Tempat operasi pasien HIV perlu dipersiapkan dengan baik. Meja
operasi, brankard, meja obat anestesi, lamp operasi, meja mayo, meja
instrumen, mesin diartemi, tiang infus, lantai dan lain-lain perlu dilasi dengan
plastik transparan (sesuai kebutuhan). Plastik dilepas saat operasi selesai dan
ditempatkan pada plastik khusus infeksius (Kemenkes, 2012)
Setelah operasi, alat-alat yang digunakan harus melewati serangkaian
proses untuk menghilangkan virus HIV. Dekontaminasi merupakan langkah
pertama dalam menangani alat bedah dan sarung tangan yang tercemar. Hal
penting yang harus dilakukan sebelum membersihkan alat adalah
mendekontaminasi alat dan benda lain yang mungkin terkena darah dan

10
cairan tubuh. Segera setalah digunakan, alat harus direndam dilarutan klorin
0,5 % selama 10 menit. Langkah ini bertujuan mencegah penyebaran infeksi
alat kesehatan atau suatu permukaan benda, menginaktivasi HIV dan dapat
mengamankan petugas yang membersihkan alat tersebut dari risiko
penularan (Kemenkes, 2012)
Setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan
langkah penting yang harus dilakukan. Tanpa pembersihan yang memadai
maka umumnya proses desinfeksi dan sterilisasi selanjutnya menjadi tidak
efektif. Cara pembersihan alat adalah sebagai berikut.
1. Pada alat kesehatan yang tidak terkontaminasi dengan darah, misalnya
dengan kursi roda, tensimeter, infuse pump, dan lain-lain cukup dilap
dengan larutan detergen, air dan sikat. Pencucian harus dilakukan
dengan teliti sehingga darah atau cairan tubuh lain, jaringan, bahan
organik, dan kotoran betul-betul hilang dari permukaan alat tersebut.
2. Cuci dengan detergen netral dan air, gunakan sarung tangan, pencucian
yang hanya menggunakan air tidak dapat menghilangkan protein,
minyak, dan partikel-partikel.
3. Detergen digunakan dengan cara mencampurkannya dengan air dan
digunakan untuk membersihkan partikel dan minyak serta kotoran lain.
4. Tidak dianjurkan untuk menggunakan sabun cuci bias untuk
membersihkan peralatan, karena sabun yang bereaksi dengan air akan
meninggalkan residu yang sulit dihilangkan, hindarkan juga
penggunaan abu gosok karena bekas goresan alat akan menjadi tempat
bersembunyi mkroorganisme.
5. Untuk pencucian linen, pegang linen sedikit mungkin, gunakan sarung
tangan jika harus memegang linen, kumpulkan dalam kantung.
(Kemenkes, 2012)
Proses selanjutnya adalah desinfeksi atau sterilisasi. Desinfeksi adalah
suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat
kesehatan kecuali endospora bakteri. Biasanya menggunakan cairan kimia,
pasteurisasi atau perebusan. Sedangkan sterilisasi adalah menghilangkan seluruh

11
mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora bakteri. Desinfeksi dan
sterilisasi bisa dilakukan dengan mekanik/fisik maupun kimiawi. Proses fisik
biasanya melalui pasteurisasi, pemanasan, dan yang paling sering adalah radiasi,
sedangkan proses kimiawi menggunakan bahan kimia seperti alkohol,
formaldehyd, glutaraldehyde 2%, atau gas etilin oksida (ETO) (Kemenkes, 2012)
Efikasi kedua proses ini dipengaruhi berbagai faktor diantaranya adalah
proses yang dilakukan sebelumnya, seperti pencucian, pengeringan, adanya zat
organik, tingkat pencemaran, jenis mikroorganisme pada alat kesehatan, sifat dan
bentuk terpajan desinfektan, suhu, pH. Bila factor-faktor tersebut ada yang
diabaikan maka mengurangi efektivitas desinfeksi (Kemenkes, 2012)
Petugas yang terlibat dalam proses operasi perlu menerapkan universal
precautions, yaitu tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh
seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat, pada semua tempat
pelayanan dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi. Selain yang sudah
disebutkan di atas, berikut prosedur yang dilakukan selama proses operasi:
1. Tim Operasi memakai alat pelindung tubuh dan sarung tangan rangkap. Alat
pelindung diri meliputi kacamata pelindung, masker muka, penutup kepala,
celemek, sarung tangan dan baju khusus untuk pasien infeksius.
2. Tim Operasi dilarang keluar dari kamar operasi sebelum melepas alat
pelindung tubuh
3. Instrumentator memberikan alat-alat yang diperlukan dengan menggunakan
nampan/wadah
4. Hati-hati dan selalu hindari luka tusuk oleh benda tajam
5. Cairan tubuh penderita yang melekat harus segera dibersihkan
6. Mengunakan pinset atau klem untuk memegang alat tajam
7. Memasang mata pisau ke scaple handle dengan menggunakan klem
8. Memasukan kassa, alat tenun yang sudah tercemar kedalam kantong plastik
yang disediakan
9. Memasukan alat-alat benda tajam yang sudah dipakai ke wadah yang sudah
disediakan

12
10. Memasang jarum jahit ke needle holder harus menggunakan pinset
anatomis.
(Kemenkes, 2012)

Apabila petugas kesehatan terpajan secara langsung cairan tubuh atau


bagian tubuh lain yang infeksius HIV, harus dilakukan penentuan kelompok
pajanan sesuai bagan di Gambar 2. Selanjtnya, ditentukan status HIV dari sumber
pajanan sesuai Gambar 3. Petugas kesehatan yang terpajan cairan tubuh penderita
HIV positif akan mendapatkan profilaksis antiretrovirus, sesuai tabel 1
(Kemenkes, 2012).

Gambar 2. Bagan penentuan kelompok pajanan bagi petugas kesehatan yang


terpajan cairan HIV secara langsung (Kemenkes, 2012)

13
Gambar 2. Bagan penentuan kelas sumber pajanan HIV (Kemenkes, 2012)

Tabel 1. Rekomendasi pemberian profilaksis antiretrovirus berdasarkan kategori


pajanan dan kategori sumber pajanan (Kemenkes, 2012)

14
DAFTAR PUSTAKA

Cawson RA, Odell E.W. Cawson’s Essential of oral pathology and oral medicine.
7th edition. Churcill livingstone.2002.p.82

Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd ed. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486.

Kemenkes. Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pelayanan Kesehatan


Gigi dan Mulut di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2012.

Massare DB, Domaneschi C, Antunes JLF. Untreated dental caries in a Brazilian


paediatric AIDS patient population. Oral Health Prev Dent. 2009, 7 (4):
403-410.
Stephen NA, Croser D. Principles of oral health management for the HIV/AIDS
patient. Dental Alliance for AIDS/HIV Care. 2000. P.211

15

Anda mungkin juga menyukai