BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hiperurisemia adalah keadaan kadar urat serum lebih dari normal, yakni pada
laki-laki > 7 mg/dL dan pada perempuan > 6 mg/dL (Pratama & Ayu, 2016).
Keadaan ini biasanya terjadi pada lelaki dengan usia 30 dan wanita post
menopause (Pinzon, 2015). Prevalensi hipeurisemia secara global berkisar 1-2%
dan mengalami peningkatan dibanding dua dekade sebelumnya (Hamijoyo, 2007).
Sedangkan di Indonesia prevalensi hiperurisemia mencapai 11,9 %
(BALITBANG, 2013). Menurut penelitian di RSUD Tugurejo Semarang tahun
2014, hiperurisemia menduduki peringkat 6 dari 10 besar penyakit tidak menular
dan prevalensinya mencapai 13,2% (Hana,2014). Hiperurisemia menimbulkan
nyeri yang berkepanjangan yang berdampak pada masalah mental psikologis
penderita hingga berujung pada upaya untuk bunuh diri (Tribun News, Harian
Rakyat Bengkulu, Kriminalitas.com, 2016). Jika hal ini tidak ditangani secara
benar maka kemungkinan buruk dapat terjadi sejalan dengan peningkatan
morbiditas hiperurisemia yang terus berkembang (Setyo, 2014).
Selama ini pengelolaan hiperurisemia lebih banyak dilakukan dengan cara
farmakologis, dengan pemberian allopurinol. Obat jenis ini membantu mencegah
perubahan purin menjadi asam urat dan menurunkan produksi asam urat dalam
tubuh (Pinzon, 2015, Pratama & Ayu, 2016). Pemberian obat allopurinol
dilakukan sehari sekali, karena obat ini memiliki waktu paruh panjang dan
minimal pemberian dilakukan selama 1 bulan (CDK, 2011). Namun pengobatan
farmakologi, Allopurinol memiliki dampak negatif bagi tubuh seperti ruam, diare,
iritasi pada hati, serta menyebabkan luka bakar derajat 3 pada kulit (Pinzon,
2015).
Mengetahui tentang efek samping dari penggunaan pengobatan farmakologi perlu
adanya pengembangan dalam pengobatan non farmakologi yang menggunakan
sumber daya alam yang tersedia cukup melimpah di Indonesia, salah satunya
adalah kopi. Kandungan kopi yang kaya polifenol, khususnya asam klorogenik
dapat dijadikan alternatif obat bagi penderita hiperurisemia, Terutama pada Kopi
hijau (Koto, 2014 & Pinzon, 2015).
Beberapa penelitian telah dilakukan terkait efek kopi dalam pencegahan dan
pengobatan hiperurisemia. Hasil menunjukan bahwa meminum kopi sedikitnya 1-
2
5 cangkir sehari dapat mengurangi resiko hiperurisemia sebanyak 22-57% dan
resiko menurun sejalan dengan konsumsi rutin (Pinzon, 2015). Penelitian lain
yang dilakukan oleh Pratama dan Ayu (2015) menyebutkan bahwa konsumsi 4-5
cangkir perhari menurunkan resiko hiperurisemia 40% lebih rendah dan jika 6
cangkir perhari dapat menurunkan resiko hingga 59% (Pratama & Ayu, 2016).
Dari beberapa penelitian tersebut peneliti menggunakan kopi hitam sebagai bahan
utama, padahal penelitian lain mengatakan bahwa kandungan asam klorogenik
pada kopi hijau lebih tinggi daripada kopi hitam, yaitu sebesar 6,1-11,3 mg perbiji
kopi (Farhaty & Muchtaridi, 2017)
B. Rumusan Masalah
Kopi dapat menjadi alternatif bahan dalam menurunkan kadar asam urat. Namun
agar penggunaan dapat maksimal perlu diketahui apakah kopi hijau juga efektif
dalam menurunkan kadar asam urat dalam darah berdasarkan jumlah asam
klorogenik yang dibutuhkan. Oleh karena itu rumusan masalah penelitian ini
adalah Apakah Kopi Hijau dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah
berdasarkan jumlah asam klorogenik yang efektif ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui efek kopi hijau
berdasarkan jumlah asam klorogenik yang efektif
terhadap kadar asam urat penderita hiperurisemia.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan kadar asam urat sebelum dan setelah diberikan kopi
Hijau
b. Menganalisis efek kopi hijau dalam menurunkan kadar asam urat.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat dijadikan bahan rujukan atau referensi penelitian
sejenis, sekaligus untuk dasar penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan klien dengan
gangguan hiperurisemia dengan pendekatan nonfarmakologis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hiperurisemia
1) Pengertian
Hiperurisemia atau dikenal dengan istilah asam urat adalah hasil akhir dari
katabolisme purin. Dalam proses katabolisme purin, xanthine oxidase (XO)
mengkatalisis xanthine dan hypoxanthine menjadi asam urat. Beberapa
faktor risiko hiperurisemia antara lain jenis kelamin laki-laki, obesitas,
olahraga yang kurang, diet makanan tinggi purin (Pratama dan Ayu, 2016).
2) Penyebab
Hiperurisemia di sebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya
produksi asam urat dalam tubuh, hal ini di sebabkan karena sintesis atau
pembentukan asam urat yang berlebihan. Faktor yang kedua adalah
pengeluaran asam urat melalui ginjal kurang (gout renal) (Dianati, 2015).
3) Tanda dan Gejala
Hiperurisemia akut ditandai nyeri berat, bengkak dan berlangsung cepat,
lebih sering pada ibu jari kaki nyeri di sertai kelelahan, sakit kepala dan
demam. Pada gout kronis terjadi penumpukan tofi (monosodium urat) dalam
jaringan yaitu di telinga, pangkal jari dan ibu jari kaki (Dianati, 2015).
4) Pengelolaan
Pengelolaan hiperurisemia dapat dilakukan dengan melakukan konsumsi
makanan rendah purin, mengurangi konsumsi protein, makan tinggi kalori,
alkohol, dan jenis obat diuretik. Selain itu juga sering memantau berat
badan, karena obesitas dapat meningkatkan kadar asam urat dan memberi
beban pada penopang sendi tubuh, serta banyak konsumsi air mineral guna
mengeluarkan asam urat (Dianati, 2015).
5) Pengobatan Hiperurisemia
Tatalaksana farmakologi dalam pengobatan hiperurisemia salah satunya
adalah allopurinol, yang bekerja menghambat aktivitas enzim xanthine
oksidase.Tatalaksana nonfarmakologi dengan pengurangan konsumsi
makanan tinggi purin. Kopi, salah satu minuman yang rendah purin.
Beberapa efek positifnya : menurunkan diabetes mellitus tipe 2, risiko
4
BAB III
METODE PENELITIAN
Dependen
(tergantung)
Kadar
Penurunan Perubahan nilai Menggunakan asam Rasio
Kadar asam Urat
Kadar asam urat urat Alat dalam
Urat dalam serum darah satuan gram
/ dL.
8
D. Prosedur Penelitian
a. Persiapan probandus
Dalam penelitian diperlukan 30 subyek. Subyek adalah laki-laki
penderita asam urat dengan kadar > 7 mg/dL. Penetapan kadar asam urat
dilakukan dengan cara mengambil cairan darah oleh untuk di ukur kadar
asam urat. Sempel yang memenuhi syarat di bagi menjadi tiga kelompok
secara acak.
Kelompok yang telah terbentuk, selama tujuh hari akan diberi minuman
kopi hijau dengan frekuensi konsumsi yang berbeda sesuai kelompok
masing-masing yaitu :. Kopi hijau diminum tiga kali sehari, empat kali
sehari, dan lima kali sehari sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
yaitu pada pukul : 07.00 dan 13.00 untuk kelompok pertama, 07.00,
10.00, dan 13.00 untukk kelompok II, dan 7.00, 10.00, 13.00, dan 16.00
untuk kelompok III. Selama penelitian subyek akan diberi logbook untuk
mencatat asupan makanan yang dikonsumsi setiap hari untuk
mengendalikan faktor yang mempengaruhi perubahan kadar asam urat.
Pada hari ketujuh akan dilakukan pengukuran kembali kadar asam urat
dalam darah, untuk mengetahui apakah terjadi penurunan kadarasam urat
dan pada kelompok manakah yang penurunan kadar asam uratnya paling
tinggi.
E. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan Juni 2017 di Puskesmas Srondol Kec.
Banyumanik Kota Semarang.
2) Analisis Data
G. Etika Penelitian
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Koto, F. A., KadriI, H., & Rofinda, Z. D. (2014) ‘Pengaruh pemberian kopi instan
oral terhadap kadar asam urat pada tikus wistar’, Internet Journal Kesehatan
Andalas, vol. 3, no.3, hh. 527-530, dilihat 5 April 2017,
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/ article/view/195.
Pinzon, A. (2015) ‘A couple cups of coffee a day keeps gout away: a look at
the inverse relationship between coffee comsumption and insidence of gout’,
Pasific Universiti: Common Knowledge, Hh. 1-8.
Silviana, H. (2014) Hubungan status gizi, asupan bahan makan sumber purin
dengan kadar asam urat pada pasien hiperurisemia rawat jalan di Rumah Sakit
Tugurejo Semarang.
TribunNews. (2016) Mak Uka ahiri penyakit dengan bunuh diri. Jawa Barat :
TribunNews.