Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut,
menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi
dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada
bronkiolus. (1,2,3,4,5,6)
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–
90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3,
Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab
utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan
epidemi. Hayden dkk (2004) mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan
bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%. 3
Bronkiolitis sering mengenai anak-anak usia dibawah 2 tahun dengan puncak kejadian
pada usia kurang lebih 6 bulan. Anak-anak yang berusia lebih tua dan dewasa bisa
dikatakan tidak pernah ditemukan penyakit ini, karena mereka lebih tahan terhadap
terjadinya edema pada bronkiolus, sehingga gambaran klinis suatu bronkiolitis tidak
dijumpai, walaupun sebenarnya saluran nafas kecil pada paru bagian bawah terkena
infeksi. (1,3)
Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat
penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar
antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan
anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas,
kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar
untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki
dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki – laki.3

1.2 Tujuan

Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai penyakit bronkiolitis,
cara menegakkan diagnosisnya, penatalaksanaan, pencegahannya dan mengetahui
tindak lanjut gejala sisa pada penyakit meningitis tuberkulosis serta untuk memberi
pengetahuan kepada penulis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi
Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernafasan bagian bawah dengan
karakteristik klinis berupa batuk, takipnea, wheezing, dan / atau rhonki. Bronkiolitis
adalah sebuah kelainan saluran penafasan bagian bawah yang biasanya menyerang
anak-anak kecil dan disebabkan oleh infeksi virus-virus musiman seperti RSV.
Walaupun kata bronkiolitis berarti inflamasi bronkioles, hal ini jarang ditemukan
secara langsung, tapi diduga pada anak kecil dengan distres pernafasan yang memiliki
tanda-tanda infeksi virus.4
Di United Kingdom, kata ini digunakan secara lebih spesifik. Penulis
penelitian dari Universitas Nottingham mengambil definisi konsensus dari “penyakit
virus musiman dengan karakteristik demam, nasal discharge, dan batuk kering dan
berbunyi menciut. Pada pemeriksaan ada crackles inspirasi halus dan / atau wheezing
ekspirasi nyaring.
Di Amerika Utara, bronkiolitis biasanya digunakan secara lebih luas, tapi
berhubungan dengan penemuan spesifik berupa wheezing.4
Pedoman APP (American Academy of Pediatrics) mendefinisikan bronkiolitis
sebagai “sebuah kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda klinis termasuk prodromal
virus pernafasan atas, diikuti peningkatan wheezing dan usaha bernafas dari anak-
anak kurang dari 2 tahun”. Perbedaan ini penting, karena wheezing berulang pada
anak-anak yang lebih besar sering dicetuskan oleh virus-virus yang khas untuk
saluran pernafasan bagian atas, seperti rhinovirus.5

2.2 Etiologi
Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–
90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3,
Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma.1
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm),
termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan
bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )
yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus
dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi
neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan
B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan
menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari.1
Sejumlah virus dikenal sebagai penyebab bronkiolitis telah secara nyata
diperluas dengan keberadaan tes diagnosis yang sensitif dengan menggunakan teknik
molekular tambahan.
RSV tetap menjadi penyebab 50 % – 80 % kasus. Penyebab lain termasuk virus
parainfluenza, terutama parainfluenza tipe 3, influenza, dan human metapneumovirus
(HMPV). HMPV ditaksir menyebabkan 3 % – 19 % kasus bronkiolitis. Kebanyakan
anak-anak terinfeksi selama epidemik luas musim dingin tahunan.5
Teknik diagnosis molekular juga telah mengungkapkan bahwa anak-anak kecil
dengan bronkiolitis dan penyakit-penyakit respirasi akut lainnya sering diinfeksi oleh
lebih dari satu virus. Jumlah coinfeksi ini sekitar 10 % – 30 % pada sampel anak-anak
yang dirawat di rumah sakit, kebanyakan oleh RSV dan salah satu dari HMPV atau
rhinovirus.5

2.1. Epidemiologi
Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan
anak-anak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan
puncak kejadian pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan
awal musim semi (di negara-negara dengan 4 musim). Angka kesakitan tertinggi
didapatkan pada tempat penitipan anak sekitar 95%.(1,3,5,6)
Sebanyak 11,4% anak berusia dibawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2 tahun
di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus
perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya.
Bronkiolitis merupakan 17% dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Rata-rata
insidens perawatan setahun pada anak berusia dibawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000,
dan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia
1-2 tahun.(9)
Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang
daripada di negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status
gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara
berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat
adalah 1-3%.(9)
2.4 Patogenesis
Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas
atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas
dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas
melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang
memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel
saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin
kedalam lumen bronkiolus .2

Gambar 1. Respon inflamasi selular pada infeksi virus saluran nafas 2


(Sumber : The Internet Journal of Pediatricsnand Neonatology 2)

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier,


mukus tertimbun di dalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran napas juga
mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga
dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan
kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga
meningkatkan ekspresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi
sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi
sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel
debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.

2.5 Patofisiologi
Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu,
menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta
meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja
sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis,
hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas.5
Karena tahanan/resistensi terhadap aliran udara di dalam saluran besarnya
berbanding terbalik dengan radius/jari-jari pangkat empat, maka penebalan yang
sedikit sekalipun pada dinding bronkhiolus bayi dapat sangat mempengaruhi aliran
udara.
Tahanan pada saluran udara kecil bertambah selama fase inspirasi dan fase
ekspirasi, namun karena selama ekspirasi radius jalan nafas menjadi lebih kecil, maka
hasilnya adalah obstruksi pernafasan katup bola yang menimbulkan perangkap udara
awal dan overinflasi. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali di
atas normal. Atelektasis dapat terjadi ketika obstruksi menjadi total dan udara yang
terperangkap di absorbsi.1
Proses patologis mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Perfusi
ventilasi yang tidak sepadan menimbulkan hipoksemia, yang terjadi pada awal
perjalanannya. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) biasanya tidak terjadi kecuali
pada penderita yang terkena berat. Makin tinggi frekuensi pernafasan makin rendah
tekanan oksigen arteri. Hiperkapnea biasanya tidak terjadi sampai pernafasan
melebihi 60 kali/menit; selanjutnya proporsi hiperkapnea ini bertambah menjadi
takipnea.1

Gambar 2. Pembengkakan bronkioli pada bronkiolitis 6

Anak yang lebih besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila
terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak yang
lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi
imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang
pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat
infeksi yang berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity sehingga pada anak yang
lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan
pneumonia karena RSV.5
Penurunan ventilasi dari bagian paru-paru menyebabkan ventilasi / perfusi
mismatching, mengakibatkan hipoksia. Selama fase ekspirasi respirasi, dinamis lebih
lanjut penyempitan saluran udara menghasilkan penurunan aliran udara yang tidak
proporsional dan menyaring udara yang dihasilkan. Kerja pernapasan meningkat
karena volume paru-paru meningkat akhir-ekspirasi dan penurunan kepatuhan paru-
paru. Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam
3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung setelah 2 minggu. Jaringan mati
(debris) akan dibersihkan oleh makrofag.7
Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon
antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda
mempunyai respon imun yang lebih buruk. 1
Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi hubungan
terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh puluh sampai
delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari
perjalanan penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV ditemukan dalam
sekret nasofaring 45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak
tanpa mengi. Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang
menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV .5

Skema 1. Patofisiologi Bronkiolitis

Infeksi virus dari saluran pernafasan bagian bawah

Udem
Kerusakan epitel
Hipersekresi

Obstruksi saluran nafas kecil

Atelektasisdan hiperinflasi

Penurunan kompliansi paru

Peningkatan kerja pernafasan

Kelelahan otot pernafasan Hipoksemi

Hiperkarbi

Syok
Apneu Asidosis Henti nafas dan jantung
2.5 Manifestasi Klinis
Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan
bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan
nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk
paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit
makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa
atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi
mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang
mengalami hipotermi. 1,3,6
 Terjadi distress nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-
kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat.
 Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi.
Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara
dalam paru).
 Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun
tanpa stetoskop, serta terdapat crackles.
 Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang
hiperinflasi.
 Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar.
 Pada beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis
media serta faringitis.
 Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena adenovirus atau
inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide). Karakteristiknya:
o gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa minggu atau bulan
dengan episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang berulang.
o Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis.
o Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan
deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat
dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis.
A. KLASIFIKASI7,13
Klasifikasi bronkiolitis berdasarkan gejala klinis
Keparahan Tanda
Ringan  Anak sadar, warna kulit merah muda
 Dapat makan dengan baik
 Saturasi oksigen > 90%. Saturasi oksigen diketahui dengan alat
sederhana di kantor dokter atau RS
Sedang Salah satu di antara:
 Kesulitan makan
 Lemah
 Kesulitan bernapas, digunakannya otot-otot bantu pernapasan
 Adanya kelainan jantung atau saluran napas
 Saturasi oksigen < 90%
 Usia kurang dari enam bulan
Berat Seperti kriteria untuk kategori sedang, namun:
 mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen
 menunjukkan episode terhentinya napas
 menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau
terkumpulnya terlalu banyak karbon dioksida dalam tubuh.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG1,2,,4,5
 Pemeriksaan darah tepi tidak khas, jumlah leukosit berkisar antara 5000-24000
sel/μl. Pada keadaan leukositosis, batamg dan PMN banyak ditemukan.
 Analisis Gas Darah : hiperkapnia sebagai tanda dari air tapping, asidosis metabolik
atau respiratorik.
 Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan
berat, khususnya yang membutuhkanventilator mekanik, gejala kelelahan dan
hipoksia.
 Foto Thorak diindikasikan pada :
o Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih
o Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga
o Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.
 Rontgen thoraks AP dan lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru dengan
diameter anteroposterior membesar pada foto lateral disertai dengan diafragma
datar, penonjolan ruang retrosternal dan penonjolan ruang interkostal. Dapat
terlihat bercak konsolidasi yang tersebar pada sekitar 30 % penderita dan
disebabkan oleh ateletaksis akibat obstruksi atau karena radang alveolus.
 Identifikasi virus dengan memeriksa sekresi nasal dengan menggunakan tekhnik
imunofluoresens atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
 Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi
dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus
tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis. Sensifitas
pemeriksaan ini adalah 80-90%.

2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pertama sekali dapat
dicatat bahwa bayi dengan bronkiolitis menderita suatu infeksi ringan yang mengenai
saluran pernapasan bagian atas disertai pengeluaran sekret-sekret encer dari hidung
dan bersin-bersin. Gejala-gejala ini biasanya akan berlangsung selama beberapa hari
dan disertai demam dari 38,50C hingga 390C, akan tetapi bisa juga tidak disertai
demam, bahkan pasien bisa mengalami hipotermi. Pasien mengalami penurunan nafsu
makan, kemudian ditemukan kesukaran pernafasan yang akan berkembang perlahan-
lahan dan ditandai dengan timbulnya batuk-batuk, bersin paroksimal, dispneu, dan
iritabilitas. Pada kasus ringan gejala akan menghilang dalam waktu 1-3 hari. Kadang-
kadang, pada penderita yang terserang lebih berat, gejala-gejala dapat berkembang
hanya dalam beberapa jam serta perjalaan penyakitnya akan berlangsung
berkepanjangan. Keluhan muntah-muntah dan diare biasanya tidak didapatkan pada
pasien ini.1
Kebanyakan bayi-bayi dengan penyakit tersebut, mempunyai riwayat
keberadaan mereka diasuh oleh orang dewasa yang menderita penyakit saluran
pernafasan ringan pada minggu sebelum awitan tersebut terjadi pada mereka.
Disamping itu, kita juga harus menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang
dapat menyebabkan wheezing.8
Pemeriksaan fisik memperlihatkan seorang bayi mengalami distres nafas
dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit (takipneu), kadang-kadang disertai
sianosis, dan nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung,
penggunaan otot pembantu pernafasan yang mengakibatkan terjadinya retraksi pada
daerah interkostal dan daerah sub kostal. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya
hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang
memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta
terdapat crackles.1
Hepar dan lien akan teraba beberapa cm dibawah tepi batas bawah tulang iga.
Keadaan ini terjadi akibatt pendorongan diafragma kebawah karena tertekan oleh paru
yang hiperinflasi. Suara riak-riak halus yang tersebar luas juga dapat terdengar pada
bagian akhir inspirasi. Fase ekspirasi pernafasan akan memanjang dan suara-suara
pernapasan juga bisa hampir tidak terdengar jika sudah berada dalam kasus yang
berat.1
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress
Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel
respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori
berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan.Pulse oximetry
merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk menilai derajat keparahan
penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan tanda terjadinya hipoksia dan
merupakan indikasi untuk rawat inap.6
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Jumlah dan hitung jenis lekosit biasanya
normal. Limfopenia yang biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit virus,
tidak ditemukan pada penyakit ini. Biakan-biakan bahan yang berasal dari nasofaring
akan menunjukkan flora normal. Virus dapat dapat diperlihatkan di dalam sekresi
nasofaring melalui fluresensi imunologis dalam suatu peningkatan titer-titer darah
atau dalam biakan.1
Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan.
Umumnya terlihat paru-paru mengembang ( hyperaerated ). Bisa juga didapatkan
bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis ( patchy atelectasis ) atau
pneumonia ( patchy infiltrates ). Pada rontgen -foto lateral, didapatkan diameter AP
yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan rontgen foto
dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang
menyempit, jantung terangkat,diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter
anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horizontal,
pembuluh darah paru tampak tersebar.1
Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi
atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi
memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus.
Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan
menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah
80-90%.8

Tabel 1. Skor Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)


Skor 0 1 2 3 4 Skor
maks
imal
Wheezing
Ekspirasi - Akhir Semua 4
Inspirasi - Sebagian Semua 2
Lokasi - 2 dari 4 3 dari 2
lapang 4
paru lapang
paru
Retraksi
Supraklavikular - Ringan Sedang Berat 3
Interkostal - Ringan Sedang Berat 3
subkostal - Ringan Sedang Berat 3
Total 17

2.7. Diagnosis Banding


Beberapa penyakit dapat merupakan diagnosis banding bronkiolitis. Penyakit lain
yang sering dikacaukan dengan bronkiolitis yaitu asma bronkhial.(1)
Beberapa diagnosis yang perlu dipertimbangkan antara lain : (8)
1. Asma Bronkial
a. Jarang ditemukan pada tahun pertama kehidupan, tetapi sering terjadi setelah periode
tersebut.
b. Riwayat keluarga penderita asma bronkial.
c. Serangan awal yang mendadak tanpa tanda infeksi sebelumnya.
d. Serangan berulang.
e. Ekspirasi diperpanjang secara mencolok.
f. Eosinofilia pada darah dan usapan hidung.
g. Respon terhadap obat anti asma.
Pada bronkiolitis akut hanya 5% yang mempunyai klinis yang berulang.

2. Bronkopneumonia
a. Jarang dijumpai pada bayi sampai usia 6 bulan.
b. Riwayat anamnesis, perjalanan penyakit tidak terlalu mendadak, demam, batuk tidak
ngikil, nafsu makan/minum berkurang.
c. Didapatkan sumber penularan ISPA disekitarnya.
d. Setelah 5-7 hari timbul sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis
e. Pemeriksaan fisik ditemukan :
Perkusi : Suatu gambaran normal sampai redup relatif
Auskultasi : Ada krepitasi atau ronki basah halus.
f. Retraksi dinding dada (interkostal dan suprasternal).
g. Pemeriksaan laboratorium : lekositosis dan HJL (Hitung Jenis Lekosit) pergeseran ke
kiri.
h. Pemeriksaan radiologi paru ditemukan sebaran infiltrat diseluruh bagian paru kanan
dan kiri.

C. PENATALAKSANAAN1,16,17
Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian
besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian
oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan,
penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi
bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, antiinflamasi
seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV,
RSV immunoglobuline(polyclnal) atau humanized RSV monoclonal antibody
(palvizumad).
Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan
peroral yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat
inap.
Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3
bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,
defisiensi imun dan distres napas.
Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara
klinis stabil, oksigenasi baik dan hidrasi baik.
Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut bronkiolitis adalah :
- Dapat melakukan pengawasan terhadap status klinis
- Dapat melakukan pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi, pengisapan
dan pembersihan cairan).
- Dapat melakukan pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat
- Dapat memberikan edukasi kepada orang tua.
- Mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul
- Mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai
- Melakukan pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika terdapat indikasi.
Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :
- Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan
- Apnoe
- Ketidakmampuan untuk makan
- Hypoksemia
- Pasien dengan kondisi dasar medis.

Pengobatan Suportif
A. Pengawasan
Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru
dan jika ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri.
B. Oksigenasi
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga
memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-
paru. Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen
menetap dibawah 91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%.
Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 – 40 % sering digunakan untuk mengoreksi
hipoksia, gunakan nasal kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m);
masker muka atau kotak kepala. Jika mungkin gunakan oksigen yang
dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau tanpa distress berat, meskipun
sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan permintaan
untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator.

C. Pengaturan Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan
lewat evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi
dehidrasi diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan
rumatan jika didapatkan demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,5 0C). Cara
pemberian cairan ini bisa secara intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan
tetapi harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi
dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma
ke paru-paru. Selain itu harus dicegah terjadinya overload cairan.
Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak
normal lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.
- Bayi > 1 bulan : infus dekstrose 10% : NaCL 0,9% = 3:1 + KCl 10 mEq/500
ml cairan
- Neonatus : infus dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 4:1 + KCl 10 mEq/500 ml

Pengobatan Medikamentosa
A. Antivirus (Ribavirin)
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk
mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus.
Ribavirin adalah obat antivirusyang bersifat virus statik. The American of Pediatric
merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya
menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan
jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada
bayi-bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan
ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat awal.
Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau
dosis 60mg/ml selama 2 jam 3 x/hari.

B. Bronkodilator
Secara umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6
bulan. Bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi
karena dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan
keperluan oksigen akan meningkat.
Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory adalah
inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa, serta
kolapsnya saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga
pendekatan logis terapi adalah kombinasi α-adrenergik dan agonis β-adrenergik.
Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator β-adrenergik selektif adalah :
- Kerja konstriktor α-adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa, membatasi
absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation
perfusing matching.
- Relaksasi otot bronkus karena efek β-adrenergik
- Kerja β-adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi
- Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema
- Mengurangi sekresi kataral.
Beta–agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 – 25 % pasien bronkiolitis
nantinya akan menjadi asma. Inhalasi β2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose.
Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien
menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap.
C. Kortikosteroid
Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik
mungkin dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari. Dapat
diberikan deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan. Sedangkan
untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis berat pemberian
steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid inhalasi
(budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang merekomendasikan.
D. Antibiotik
Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena
sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder
dapat diberikan antibiotik spektrum luas.
Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang
resisten terhadap antibiotik tersebut.
Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri dapat digunakan ampisilin 100-200
mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada konjungtivitis dan bayi berusia
1 – 4 bulan kemungkinan sekunder oleh Chlamidia trachomatis.

Pengobatan Intensive Care Unit


Dilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :
- Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok yang
beresiko.
- Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau adanya
frekuensi pernafasan pendek lebih dari 15 detik.
- Saturasi oksigen rendah yang menetap
- Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan
pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2 > 50 mmHg; pH 5,12
Tabel 2.
Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala
Bronkiolitis
Ringan Sedang Berat
- Tidak memerlukan - Perawatan di rumah - Perawatan di rumah sakit
penilaian lebih lanjut sakit - Pemberian oksigen sampai
- Perawatan dirumah, - Berikan oksigen saturasi oksigen > 95 %
jika orang tua pasien sehingga saturasi - Pengamatan seksama untuk
mampu dan sudah oksigen > 93 % antisipasi kemungkinan
dijelaskan keadaannya - Pertimbangkan memerlukan intubasi dan
- Berobat ulang ke pemberian cairan pemakaian ventilator
dokter setelah 2 – 3 hari intravena - Berikan cairan intravena
kemudian - Pengamatan seksama - Monitor system
terhadap perburukan cardiorespiratori
kondisi - Foto thorak
- Foto thorak - Aspirasi nasopharyngeal
- Aspirasi nasopharyngeal untuk virus
untuk virus imunoflurorecency
imunoflurorecency dan kultur
dan kultur - Pertimbangkan pengawasan
gas pembuluh darah arteri
- Pertimbangkan untuk
konsultasi perawatan ICU
anak.

Kriteria Pulang
Pasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :
- Status pernafasan
o Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan tanda klinis
usaha pernafasan lebih
o Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan menggunakan alat
sedot gelembung.
o Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi yang
stabil.
o Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan kecuali anak
dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai faktor resiko lain
harus dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.
- Status nutrisi
o Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi
- Sosial
o Peralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan dirumah
o Orang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan dirumah
o Dilakukan edukasi keluarga yang lengkap
- Peninjauan lebih lanjut
o Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus melakukan visit
terakhir.
o Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk pemulangan
o Kontrol untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.

Edukasi Keluarga
Peranan edukasi sangat penting dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas
akibat penyakit yang diderita serta mencegah kekambuhan di masa
mendatang. Edukasi yang diberikan meliputi upaya preventif, promotif dan
rehabilitatif.
o Preventif. 14,15
 Menjaga higiene dan sanitasi lingkungan rumah, serta kebersihan bahan/alat-
alat makan.
 Menghindari kontak dengan penderita batuk, pilek dan perokok.
 Mencegah terjadinya penyebaran nosokomial dengan memperhatikan teknik
asepsis dalam merawat penderita.
o Promotif.14
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara menjaga kualitas dan kuantitas
makanan agar tetap sesuai dengan angka kecukupan gizi, baik bagi ibu
maupun penderita, serta melakukan imunisasi sesuai jadwal.
 Segera membawa ke tempat pelayanan kesehatan jika anak sakit.
 Menciptakan rumah yang sehat dengan memperbaiki ventilasi dan merubah
perilaku hidup sehat yang masih kurang.
o Rehabilitatif.14
 Melakukan latihan pengeluaran lendir saluran pernafasan dengan postural
drainase (penderita dalam posisi tengkurap dan dilakukan masase/tepuk-tepuk pada
punggung).
 Melakukan mobilisasi terhadap penderita secara bertahap.

Gambar 3. Tatalaksana Bronkioloitis

D. PENCEGAHAN1,4
Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok
dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan
membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi
penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian
ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA.
Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi
aktif (Vaksinasi) dan pasif (Immunoglobulin).
Immunoglobulin
Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang
mengandung titer antibodi protektif tinggi (respigram). Respigram adalah human
polyclonal hyperimmune globilin. Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan,
diberikan secara intravena pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah
bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari 35 minggu.
Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan
(augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian
dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin yang mengandung
neutralizing antibody titer tinggi atau monoklonal terhadap protein F akan
mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature atau bayi dengan penyakit
paru kronis diberikan RSV hyperimmune globulin atau antibodi monoklonal terhadap
protein F yang disebut dengan Palivizumab setiap bulan, diberikan secara
intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang secara bermakna.
Palivizumab adalah humanized murine monoclonal anti-F glycuprotein antibody,
yang mencegah masuknya RSV kedalam sel host. Akan tetapi resiko efek samping
kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit jantung sianotik. AAP
merekomendasikan profilaksis boleh diberikan hanya pada bayi dengan resiko tinggi
yang tidak menderita penyakit jantung sianotik.
Vaksinasi
Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live
attenuated.
Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold – passaged mutan, efektif untuk
orang dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah
menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan glikoprotein murni,
dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live – attenuated mempunyai
kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan
sistemik.
Dianjurkan pemberian live attentuated RSV dan PIV3 (Parainfluenza virus
serotipe 3) sebagai vaksin kombinasi sebanyak dua atau tiga kali dengan dosis
pertama sebelum atau pada usia 1 bulan diikuti dengan vaksin bivalen PIV1 dan PIV2
pada usia 4-6 bulan.
E. KOMPLIKASI11
Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan
penyakit sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru
yang menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial.
Beberapa
studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi akan
berkembang
menjadi asma. Suau studi kohort prospektif menemukan bahwa 23 % bayi dengan
riwayat bronkhiolitis berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun, dibandingkan
dengan 1 % pada kelompok kontrol.(4)

2.8. Prognosis
Perjalanan klinis umumnya dapat teratasi setelah 48-72 jam. Angka kematian
pada penderita ini ditemukan < 1%. Kegagalan perawatan disebabkan apnea yang
terjadi berlangsung lama, asidosis respiratorius yang tidak terkoreksi, atau karena
dehidrasi yang disebabkan oleh takipnea dan kurang makan minum. (1)
Prognosis sangat tergantung oleh ketepatan diagnosis, fasilitas yang tersedia,
ketepatan tatalaksana, dan kecermatan pemantauan, sehingga sangat mungkin
prognosis semakin jelek pada penyakit ini dan akan meningkat di daerah perifer.(1)
Pada penderita ini, prognosis untuk kehidupannya (quo ad vitam) adalah ad
bonam, karena walaupun datang dengan distres respirasi, dapat ditangani dengan
segera dan tepat, sehingga masa-masa kritisnya terlewati. Sedangkan prognosis untuk
kesembuhan (quo ad sanam) adalah ad bonam, dikarenakan pengelolaan terhadap
penderita rasional dan menyeluruh meliputi aspek keperawatan, medikamentosa,
dietetik dan edukatif.
Infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi bisa berkembang menjadi asma.
Ehlenfield dkk mengatakan jumlah eosinofil pada saat bronkiolitis lebih banyak pada
bayi yang nantinya akan menderita mengi pada usia 7 tahun, yaitu median 98
sel/mm3. Adanya eosinofilia dimungkinkan bahwa mengi akan berlanjut pada masa
kanak-kanak. Kriteria yang menjadi faktor risiko asma adalah didapatkannya 2 faktor
risiko mayor atau 1 faktor resiko mayor + 2 faktor risiko minor. 1,15
- Faktor risiko major yaitu asma pada orang tua dan eksema pada anak.
- Faktor risiko minor adalah Rinitis alergi, mengi diluar selesma dan eosinofilia.
REKAM MEDIS KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Rasya Aditya Putra

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 11 bulan/ 1 Mei 2010

Alamat : Sapta Marga III Gabeng RT 07/01, Kecamatan Tembalang, Semarang

Masuk RSDK : 19 April 2011, pukul 01.20 WIB

Keluar RSDK : 22 April 2011, pukul 13.00 WIB

No CM : 6596561

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn S

Umur : 26 tahun

Pendidikan : STM

Pekerjaan : Pegawai swasta

Nama Ibu : Ny A

Umur : 21 tahun

Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Tidak bekerja

2. ANAMNESA

Alloanamnesis dengan orang tua penderita tanggal 19 April 2011 pukul 14.00 WIB

Keluhan utama :

sesak nafas

Riwayat Penyakit Sekarang


± 3 hari anak batuk (+), dahak (+) tidak dapat dikeluarkan, pilek (+), sesak (-), ngik-ngik
(-), demam (+) anget-anget, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi
berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan belakang telinga (-
), nyeri telan (-), muntah 1x/hari setelah batuk ±2 sendok makan, berisi dahak (+)
warna putih encer (+) bercampur susu, BAB dan BAK tidak ada kelainan, anak masih
bermain seperti biasa, makan dan minum tidak terganggu.

± 1 hari anak masih batuk dan makin bertambah parah, dahak tidak dapat
dikeluarkan, sesak (+), ngik-ngik (+), sesak tidak berkurang dengan perubahan posisi
dan cuaca (+), dan tidak bertambah saat bermain, biru-biru disekitar mulut (-), demam
(+) tidak tinggi terus menerus, bintik-bintik merah seperti digigit nyamuk (-), gusi
berdarah (-), mimisan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri tekan belakang telinga (-
), nyeri telan (-), anak rewel (+), muntah 1x/hari 2-3 sendok makan berisi dahak
kental warna putih dan susu, nafsu makan dan minum susu anak terganggu, buang air
besar dan buang air kecil tidak ada kelainan, kemudian dibawa ke puskesmas Ngesrep
diberi obat kotrimoksazol dan surat pengantar ke RSDK, karena batuk yang terus
bertambah dan disertai sesak, anak kemudian dibawa ke RSDK.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat alergi telur (+)


 Riwayat tersedak sebelumnya disangkal
 Riwayat sesak sebelumnya dan nafas berbunyi (mengi) disangkal.
 Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-)
 Tidak pernah sakit batuk lama, tidak ada riwayat sering berkeringat malam hari, tidak
ada keluhan berat badan turun atau sulit naik.
 Riwayat ruam /alergi susu saat bayi disangkal.
 Riwayat batuk/bersin saat pagi hari/subuh (-)
Riwayat Penyakit keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini atau batuk-batuk lama.
 Ayah pasien alergi telur (+), ayah perokok aktif (+).
 Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
 Riwayat asma pada anggota keluarga disangkal.
 Lingkungan : memelihara binatang (+), karpet (-).
Riwayat Perinatal
 Periksa kehamilan di bidan sebanyak 6 kali, penyakit kehamilan disangkal, obat-
obatan yang diminum berupa vitamin, tablet tambah darah, dan mendapat imunisasi
TT 2 kali.

 Laki-laki lahir dari seorang ibu G1P0A0 20 tahun, umur kehamilan 9 bulan, lahir
spontan, langsung menangis, biru-biru (-), ditolong bidan,
 Berat lahir 3500 gram. Panjang badan lahir 49 cm.

Riwayat Imunisasi

BCG : 1 kali, umur 1 bulan, skar positif.

Polio : 4 kali, umur 0,2,4,6 bulan.

Hepatitis : 3 kali, umur 2,4,6 bulan.

Dipteri : 3 kali, umur 2,4,6 bulan

Pertusis : 3 kali, umur 2,4,6 bulan

Tetanus : 3 kali, umur 2,4,6 bulan

Campak : 1 kali, umur 9 bulan

Kesan : imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Pertumbuhan

 Pertumbuhan :
 Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan lahir 49 cm, lingkar kepala waktu lahir
tidak tahu.
 Berat badan bulan lalu 8 kg. Berat badan sekarang 8,3 kg, panjang badan sekarang 71
cm, lingkar kepala 52 cm (mesosefal).
Kurva CDC
BB/U : 8/10x100%= 80% (gizi baik)
TB/U : 71/74x100%= 95.9% (perawakan normal)
BB/TB : 8/8.6x100%= 93% (gizi baik)
LK/U : 52/46x100%= 113%
Status gizi baik, perawakan normal

Riwayat Perkembangan
NO KPSP Pada Anak Umur 12 Bulan Ya Tidak
1 Jika anda bersembunyi di belakang √
sesuatu/dipojok, kemudian muncul dan
menghilang secara berulang-ulang
dihadapan anak,apakah ia mencari anda atau
mengharapakan anda mucul kembal?
2 Letakan pensil di telapak tangan bayi. Coba √
ambil pensil tersebut dengan perlahan-lahan.
Sulitkah anda mendapatkan pensil itu
kembali?
3 Apakah anak dapat berdiri selama 30 detik √
atau lebih dengan berpegangan pada
kursi/meja?
4 Apakah anak dapat mengatakan 2 suku kata √
yang sama, misalnya:”ma-ma”. “da-da”,
“pa-pa’. jawab YA bila ia mengeluarkan
salah satu suara tadi.
5 Apakah anak dapat mengangkat badanya ke √
posisi berdiri tanpa bantuan anda?
6 Apakah anak dapat membedakan anda √
dengan orang yang belum ia kenal? Ia akan
menunjukan sikap malu-malu atau ragu-ragu
pada saat permulaan bertemu dengan orang
yang belum dikenalnya?
7 Apakah anak daoat mengambil benda kecil √
seperti kacang atau kismis, dengan meremas
di antara ibu jari dan jarinya?
8 Apakah anak dapat duduk sendiri tanpa √
bantuan?
9 Sebutkan 2-3 kata yang dapat ditiru oleh √
anak (tidak perlu kata-kata yang
lengakap).Apakah ia mencoba meniru
menyebutkan kata-kata tadi?
10 Tanpa bantuan, apakah anak dapat √
mempertemukan dua kubus yang ia pegang?

Kesan : perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembanganya

Riwayat Asupan Nutrisi

ur 0 – 1 bulan : Anak mendapat Asi sesuai kemauan bayi (dihentikan karena asi tidak keluar dan
puting susu yang datar)

ur 0 – 6 bulan : Anak diberi SGM 1 10-12x/hari @ 90 cc (3 sendok takar habis) sesuai keinginan
anak

ur 6 bulan- sekarang : Anak diberi susu SGM II 8-10x sehari @ 120 cc - habis dan bubur susu 3 x sehari
@ ½ mangkuk kecil - habis.

Umur 6 - 8 bulan : Anak diberi bubur susu ½ bungkus 3x/hari habis.

ur 8- sekarang : Anak diberikan nasi tim 3x/hari ½ mangkuk kecil + ati/ayam/tahu/tempe + sayur

h : pisang, jeruk, pepaya (mulai diberikan umur 4 bulan 2x @2-3 sedok teh habis)

Kesan : kualitas dan kuantitas cukup, ASI tidak eksklusif, dan penyapihan dini.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada tanggal 19 April 2011 , pukul 14.30 WIB di ruang HND C1L1

Seorang anak laki-laki, umur 11 bulan, berat badan 8,3 kg, panjang badan 71 cm.

Kesan umum : sadar, tampak sesak , tidak sianosis , ada napas spontan , adekuat.

Tanda vital : Nadi : 124 x/menit, isi dan tegangan cukup.

RR : 55 x/menit

Suhu : 37C

Kepala : mesosefal, lingkar kepala 45 cm.

ubun-ubun besar datar dan belum menutup.

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.


Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 2 mm/2
mm, reflek cahaya (+) N / (+) N. reflek kornea +N/+N.

Hidung : nafas cuping hidung (-), tidak ada sekret.

Telinga : tidak ada sekret .

Mulut : bibir tidak sianosis, selaput lendir tidak kering, lidah tidak kotor, gusi tidak berdarah,

Tenggorok : T1-1, faring tidak hiperemis.

Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Kulit : tidak ikterus

Dada : simetris, ada retraksi epigastrial.

Paru depan : I : simetris, statis, dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah (-)/(-)

wheezing (+)/(+)

hantaran (+)/(+)

eksperium memanjang (+)/(+)

Paru belakang: I : simetris, statis, dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah (-)/(-)

wheezing (+)/(+)

hantaran (+)/(+)

Eksperium memanjang (+)/(+)


paru depan paru belakang

Vesikuler Vesikuler,
Vesikuler, ST (+) ST (+)
ST (+)

antung : I : sulit dinilai

Pa : sulit dinilai

Pe : sulit dinilai

A : suara jantung I-II normal, tidak ada bising, tidak ada gallop, irama
reguler, frekuensi jantung 120 x / menit, M1>M2, A1<A2, P1<P2.

Abdomen : I : datar, tidak ada venektasi.

Pa : datar, lemas, tidak nyeri tekan.

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, tidak ada pekak alih.

A : bising usus (+) normal.

Alat kelamin : laki-laki, testis (+) 2 buah, epispadi (-), hipospadia (-), fimosis (-), hiperemis (-)

Ekstremitas : superior inferior

Sianosis (-)/(-) (-)/(-)

Oedem (-)/(-) (-)/(-)

Akral dingin (-)/(-) (-)/(-)

Cap. refill <2’’ <2’’

Reflek fisiologis (+)N/(+)N (+)N/(+)N

Reflek patologis (-)/(-)

Clonus (-)/(-)

Kekuatan 555 555


Tonus (+)N/(+)N (+)N/(+)N

Kelainan lain :

Tidak ada

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Darah lengkap
HEMATOLOGI Nilai 19 april 2011
ANALYSER Rujukan
Leukosit 4,5-14,5 14,0
Eritrosit 4,7 – 6,1 4.87
Hemoglobin 11 – 15 12.4
Hematokrit 40 – 52 36.6
MCV 82 – 92 75,2
MCH 27 – 31 25,4
MCHC 32 – 36 33,8
Trombosit 150 – 400 549
RDW-CV 11,5 –
14,5
RDW-SD 35 – 47
PDW 9.0 – 13.0
MPV 6.8 – 10.0
P-LCR
HITUNG JENIS
Netrofil 50.0 –
70.0
Limfosit 25.0 – 65
40.0
Monosit 2.0 – 8.0 3
Eosinophil 2–4 3
Basophil 0–1 0
d. X-foto thorak : (tanggal 19 April 2011)

Cor: CTR 47%, retrocard dan retrosternal space tidak menyempit.

Pulmo: Corakan vaskular meningkat


Tampak bercak pada perihiler dan parakardial kanan
Hilus kanan kiri tampak menebal
Hemidiafragma kanan setinggi kosta 9 posterior
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip

Kesan : Cor dalam batas normal, Gambaran bronkopneumonia dengan penebalan


hilus kanan kiri, proses spesifik belum dapat disingkirkan

4. RESUME

5. DAFTAR MASALAH/DIAGNOSA
- bronkiolitis
- Status gizi baik, perawakan normal

6. PENGKAJIAN
Clinical reasoning:

 Batuk 3 hari

 Pilek 3 hari

 Demam tidak tinggi 3 hari

 Sesak nafas 1 hari

 Wheezing 1 hari

 Retraksi dada 1 hari


Diagnosa banding:
Bronkopneumonia,
Asma bronkial

Rencana Diagnostik

Rencana Terapi Farmakologis

 O2 masker 5 liter/menit

 Infus 2A1/2 mikro/menit N 480/20/5 tetes

 Peroral : - Parasetamol 100 mg bila t ≥38 °C

 Ambroxsol 3 x 4 mg

 Nebulizer : pulmicort ½ respul

o Nacl 0,9% 4 cc

Terapi non farmakologis


-
Rencana Evaluasi
Pengawasan keadaan umum, tanda vital, distress respirasi, dan pengawasan jalan
napas ( isap lendir jika perlu)

Edukasi
a. Penjelasan kepada keluaraga tentang penyakit, prosedur pengobatan serta prognosis
penderita
b. Edukasi mengenai perlunya menjaga kebersihan lingkungan rumah dan badan
penderita
c. Edukasi tentang penghindaran dari asap rokok serta kurang nya ventilasi udara
dirumah

7. PROGNOSIS

 Quo ad vitam: Ad bonam


 Quo ad sanationam: Ad bonam
 Quo ad functionam : Ad bonam

BAB V
LAPORAN KUNJUNGAN RUMAH
Anamnesa keadaan rumah dilakukan pada tanggal 1 Mei 2011 pukul 14.00 WIB.
1. Keadaan rumah

Status : rumah milik kakek penderita

Ukuran : 45 m2

Halaman : 4,5 m2

Teras : 4,5 m2, bersih

Dinding : kayu

Lantai : tanah

Ruangan : 1 ruang tamu ukuran 3 x 5 m, 3 buah ruang tidur masing-masing


ukuran 2 x 2,5 m, 1 ruang makan 2 x 2,5 m,1 dapur ukuran 2 x 2,5
m, 1 kamar mandi sekaligus WC ukuran 2 x 2,5 m.

Ventilasi : cukup memadai, sirkulasi udara berasal dari pintu depan, pintu
belakang dan jendela yang hanya ada di bagian depan rumah,
kamar mempunyai jendela

Pencahayaan : cukup kecuali untuk ruang tidur pencahayaan kurang.

Kebersihan : lantai disapu satu kali sehari

Kesan : bersih.

Sumber listrik : PLN, 700 Watt

Sumber air : sumur gali milik tetangga, kualitas air baik, warna jernih

Tempat sampah : ada di belakang rumah dan dibakar tiap hari

2. Kebiasan Sehari-hari
Anak diasuh oleh ibu, dan nenek penderita. Makanan dan minuman dimasak dahulu
sebelum dimakan. Alat makan dicuci bersih dengan sabun. Makanan di meja ditutup
dengan tudung saji. Ganti pakaian 1x sehari dan pakaian kotor dicuci tiap hari sekali.
Rumah disapu 1 kali sehari.

3. Lingkungan
Rumah penderita terletak di Tembalang Semarang. Jarak antar rumah berjauhan.
Sekitar rumah kotor dan sangat berdebu. Selokan dapat mengalir dengan lancar Jalanan
di depan rumah adalah jalan aspal kecil dan sering dilalui motor, dengan lebar 3 m.

4. Keadaan Anak

Seorang anak laki-laki, umur 12 bulan, berat badan 8,5 g, panjang badan 71 cm.

Keluhan : -

Kesan umum : sadar, tidak tampak sesak , tidak sianosis , ada napas spontan , adekuat.

Tanda vital : Nadi : 126 x/menit, isi dan tegangan cukup.

RR : 30 x/menit

Suhu : 36,8 C

Kepala : mesosefal, lingkar kepala 45 cm,

ubun-ubun besar datar dan belum menutup

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.

Mata : konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil


isokor diameter 2 mm/2 mm, reflek cahaya (+) N / (+) N, reflek
kornea +N/+N, reflek bulu mata +N/+N.

Hidung : nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada sekret.

Telinga : tidak ada sekret .

Mulut : bibir tidak sianosis, selaput lendir tidak kering, lidah tidak kotor,
gusi tidak berdarah, gigi belum tumbuh.

Tenggorok : T1-1, faring tidak hiperemis.

Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.

Kulit : tidak ikterus

Dada : simetris, tidak ada retraksi

Paru depan : I : simetris, statis, dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru


A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah halus (-)/(-)

wheezing (-)/(-)

hantaran (-)/(-)

ekspirium memanjang (-)

Paru belakang: I : simetris, statis, dinamis.

Pa : stem fremitus kanan = kiri

Pe : sonor seluruh lapangan paru

A : suara dasar vesikuler normal

suara tambahan : ronkhi basah halus (-)/(-)

wheezing (-)/(-)

hantaran (-)/(-)

ekspirium memanjang (-)

Jantung : I : ictus cordis tak tampak

Pa : ictus cordis teraba pada ICS V MCL Sinistra

Pe : sulit dinilai

A : suara jantung I-II normal, tidak ada bising, tidak ada gallop,
irama reguler, frekuensi jantung 120 x / menit

Abdomen : I : datar.

Pa : datar,lemas, tidak nyeri tekan.

Hepar: tidak teraba

Lien : tidak teraba

Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, tidak ada pekak alih.

A : bising usus (+) normal.

Alat kelamin : laki-laki, testis (+) 2 buah, epispadi (-), hipospadia (-), fimosis (-),
hiperemis (-)

Ekstremitas : superior inferior


Sianosis (-)/(-) (-)/(-)

Oedem (-)/(-) (-)/(-)

Akral dingin (-)/(-) (-)/(-)

Cap. refill <2’’ <2’’

Reflek fisiologis (+)N/(+)N (+)N/(+)N

Reflek patologis (-)/(-) (-)/(-)

Clonus (-)/(-)

Kekuatan 555 555

Tonus (+)N/(+)N (+)N/(+)N

Kelainan lain :

Tidak ada

FOTO-FOTO HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Anda mungkin juga menyukai