ASFIKSIA
Pembimbing:
Disusun oleh:
UNTAR
Anastasia Priyuline (406152008)
Brigita (406152042)
Jeffry Boy Chandra (406152037)
Ramadhan Premiarto (406162048)
Philipus Hendri (406161017)
Fakultas : Kedokteran
Mengetahui,
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat dan
rahmat-Nya, atas selesainya penulisan tinjauan pustaka ini untuk melengkapi
persyaratan yang harus dipenuhi dalam Kepaniteraan Ilmu Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RS. Bhayangkara.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul..........................................................................................................1
Lembar Pengesahan.................................................................................................2
Kata Pengantar.........................................................................................................3
Daftar Isi...................................................................................................................4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Skenario........................................................................................................5
1.2. Diskusi..........................................................................................................6
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi.........................................................................................................9
2.2 Epidemiologi................................................................................................9
2.3 Jenis............................................................................................................10
2.4 Sebab kematian..........................................................................................11
2.5 Cara kematian............................................................................................12
2.6 Mekanisme kematian.................................................................................13
2.7 Pemeriksaan post mortem..........................................................................15
2.8 Pemeriksaan laboratorium..........................................................................18
BAB III. KESIMPULAN.....................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Hari ini para warga yang tinggal di bantaran sungai dikejutkan dengan
temuan seorang bayi yang sudah tak bernyawa tersangkut di onggokan sampah di
muara sungai. Polisi meminta kepada dokter Rumah Sakit untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jenazah. Dari hasil pemeriksaan luar jenazah tampak bayi
masih terhubung dengan tali pusat dan plasentanya, dengan panjang tubuh 49 cm,
terdapat luka-luka lecet di sekujur tubuh korban, terutama di lutut, kepala, dan
siku, juga ditemukan busa halus pada hidung dan mulut serta cutis anserina.
Kemudian dokter melakukan pemeriksaan lanjutan mengingat polisi memintanya
untuk menetapkan apakah ini suatu pembunuhan atau bukan.
Karena pihak kepolisian sigap menanggapi kasus ini, maka beberapa hari
kemudian sudah ada dugaan tersangka yaitu seorang perempuan berusia 20 tahun
yang merupakan warga sekita tempat kejadian. Sebenarnya warga sudah
mencurigai perempuan tersebut karena perubahan bentuk badannya terutama
perutnya yang belakangan tampak buncit tiba-tiba kembali seperti biasa. Padahal
warga mengatakan bahwa perempuan ini tinggal seorang diri, tanpa kekasih
maupun suami. Ketika polisi mendatangi rumah tersangka, maka mendapati
perempuan tersebut tergeletak di lantai dengan botol pembasmi serangga yang
sudah terbuka disampingnya. Kemudian polisi membawa perempuan tersebut ke
UGD RS.
Setelah mendapat pengobatan, tersangka sadar dan memberikan
keterangan. Ia minum cairan pembasmi serangga karena dihantui perasaan
bersalah setelah membuang bayinya. Ia mengaku sekitar 9 bulan yang lalu
diperkosa oleh orang tak dikenal ketika pulang kerja pada malam hari. Tetapi ia
tidak melaporkan kejadian tersebut, karena takut dan malu terhadap warga sekitar.
Sesungguhnya pada bulan kedua kehamilannya, ia ingin menggugurkan
kandungannya dengan meminum obat yang menurut temannya dapat meluruhkan
5
janin di dalam kandungan. Tetapi keguguran itu tidak terjadi, bahkan semakin
lama janinnya bertumbuh semakin besar. Hingga tiba saatnya, ia melahirkan
sendiri tanpa bantuan siapapun di rumahnya dan langsung membekap bayinya
kemudian melemparkannya ke sungai belakang rumah.
Warga menghendaki agar pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai
dengan perbuatannya.
1.2 Diskusi
I. Unfamiliar term
1. Cutis Anserina: kulit seperti kulit angsa, karena rangsangan dinginnya air.
2. Perkosa: terjadinya penetrasi penis ke dalam liang senggama dengan
menggunakan kekerasan.
3. Luka lecet: luka yang terjadi akibat cedera pada epidermis yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing.
6
3. - Busa halus pada hidung dan mulut dikarenakan terjadinya asfiksia fase
pertama, dimana didapatkan peningkatan laju pernapasan akibat
rangsangan pada pusat pernapasan, sedangkan di dalam hidung dan mulut
terdapat peningkatan sekresi selaput lendir sehingga ketika terjadi
peningkatan laju pernapasan pada rongga yang relatif sempit dan terdapat
mukus maka terbentuk busa halus pada hidung dan mulut.
- Kutis anserine terjadi akibat rangsangan dingin dari air yang dirasakan
ketika korban masih hidup, dimana akan menyebabkan kontraksi dari
musculus erector pili, sehingga menyebabkan kulit menyerupai bulu
angsa.
4. Organofosfat.
5. Sulfas atropine.
6. Diare, kesulitan pernapasan, sianosis, kejang, koma.
7. 3 unsur:
- Unsur pelaku: laki-laki yang mampu melakukan persetubuhan.
- Korban: perempuan yang bukan istri dari pelaku.
- Perbuatan: persetubuhan dengan paksa, kekerasan fisik atau ancaman.
8. - KUHP Pasal 342: seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang
ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa
anaknya.
thanatologi
traumatologi
Kekerasan seksual
Ilmu kedokteran
Pengguguran forensik toksikologi
kandungan
Pembunuhan asfiksia
anak sendiri
7
Etiologi Patofisiologi Pemeriksaan Aspek
Definisi Fisik Medikolegal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
8
atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember berisi air. Pada
mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin
korban sudah meninggal sebelum masuk kedalam air. 2
Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh
paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 sampai 40 mililiter
untuk bayi. 2
2.2 Epidemiologi
Tenggelam menempati peringkat keenam sebagai penyebab kematian
mendadak pada segala umur dan menjadi penyebab kematian terbanyak kedua
pada anak usia 1 hingga 14 tahun. Terdapat sekitar 372.000 kematian akibat
tenggelam yang terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. 3
Mayoritas (sekitar 96%) kematian akibat tenggelam terjadi pada negara
yang berpenghasilan rendah dan menengah. 60% kematian akibat tenggelam
terjadi di kawasan Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Di seluruh dunia, anak di
bawah 5 tahun merupakan tingkat usia dengan mortalitas akibat tenggelam
tertinggi.4
Sedangkan pada data yang diperoleh dari RS. Dr. Soetomo Surabaya
didapatkan 23 orang meninggal karena tenggelam mulai bulan Januari 2011
hingga September 2011. Sedangkan pada 4 tahun terakhir didapatkan 93 kasus
meninggal sejak Januari 2007 hingga Desember 2010.5
2.3 Jenis
9
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat
spasme laring. Menurut teori adalah bahwa ketika sedikit air memasuki
laring atau trakea, tiba-tiba terjadi spasme laring yang dipicu oleh vagal
refleks. lendir tebal, busa, dan buih dapat terbentuk, menghasilkan plug fisik
pada saat ini. Dengan demikian, air tidak pernah memasuki paru-paru akan
menyebabkan keadaan asfiksia, dan akan menyebabkan kematian.10 Istilah
dry drowning digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana pada
jenazah saat dilakukan otopsi tidak ditemukan adanya cairan dalam saluran
pernapasan dan paru-paru. Cairan tidak ditemukan karena sudah diserap
masuk ke dalam sirkulasi pulmonal. Hal ini berarti istilah dry drowning/
dry-lung drowning ialah bila tenggelam dalam air tawar yang hipotonis.7
3. Secondary drowning
Pada jenis ini, korban yang sudah ditolong dari dalam air tampak sadar dan
bisa bernapas sendiri tetapi secara tiba-tiba kondisinya memburuk. Pada
kasus ini terjadi perubahan kimia dan biologi paru yang menyebabkan
kematian terjadi lebih dari 24 jam setelah tenggelam di dalam air. Kematian
terjadi karena kombinasi pengaruh edema paru, aspiration pneumonitis,
gangguan elektrolit (asidosis metabolik).8
4. Immersion syndrome
Terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air yang sangat dingin (<
20oC atau 68oF) akibat reflek vagal yang menginduksi disaritmia yang
menyebabkan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan
kematian.8
10
Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post-mortem tidak
ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya
sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning). 2
2. Spasme Laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang
sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang
masuk ke laring. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-
tanda asfiksia, tetapi paru-parunya tidak didapati adanya air atau benda-benda
air. Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I. 2
3. Pengaruh air yang masuk paru-paru
a. Tenggelam di air tawar
Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia
disertai gangguan elektrolit.2
Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena
konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi
dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam
aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah
(hemolisis). Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba
mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot
jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat
(hiperkalemi), terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam
serabut otot jantung dan dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan
penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya
kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit. 2
Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl
jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-
benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.
b. Tenggelam di air asin
Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya
anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit. 2
11
Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam
darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringgan
intertisial paru yang akan menimbulkan edema pulmoner,
hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan
menyebabkan terjadinya payah jantung. 2
Pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia,
kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi daripada janung kanan dan
ditemukan buih serta benda-benda air. 2
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Kematian terjadi kira-
kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam (lebih lambat dibandingkan
dengan tenggelam tipe IIA). 2
12
tenggelamkan kedalam air ketika ia masih hidup atau sesudah dibunuh
lebih dahulu dengan cara lain. 2
13
keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga
terjadi perubahan keseimbangan kadar ion kalium dan kalsium dalam serabut otot
jantung dapat menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan
darah, kemudian menyebabkan kematian karena anoksia otak. Kematian dapat
terjadi dalam waktu 5 menit.4
d. Kematian Akibat Edema Pulmonal
Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi elektrolit
cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari
sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru dan menimbulkan edema
pulmonal, hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan
menyebabkan payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit
setelah tenggelam.4
Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan permeabilitas
kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi
tekanan onkotik plasma (kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban
tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena peningkatan
tekanan kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan tekanan negatif intra-
torakal, atau respon adrenergik terhadap kondisi di dalam air yang belum dapat
dijelaskan secara biokimia.4
14
o Pemeriksaan gigi
o Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam1
Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih
hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari
hasil pemeriksaan : 1
a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih
hidup waktu tenggelam adalah pemeriksaan diatom
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar
elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai
yang menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa
waktu dan mulai membusuk. Demikian juga dengan isi lambung
dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang
secara fisika dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban
tenggelam mepunyai nilai bermakna.
e. Pada beberapa kasus ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat
menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada
saat masuk ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning1
Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat
menunjukkan tipe drowning dan juga penyebab kematian lain seperti
penyakit, keracunan atau kekerasan lain.
4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian1
Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya
kekerasan, obat-obatan, alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar
atau melalui bedah jenazah.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam1
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke
dalam saluran nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban
15
ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam
ditempat itu atau tempat lain.
6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian1
Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu
masuk ke air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan
karena air masuk ke dalam saluran pernafasan. Pada immersion,
kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh
sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui
saluran nafas bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan
kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke
hidung. Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-
kadang keracunan alkohol.
Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti
kematian terjadi seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan
cairan tidak dapat masuk.
Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari
keadaan sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan
yang bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap
masuk ke dalam saluran pernapasan. 1
Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama
makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal
periode). Dalam periode ini bila orban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan
masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil. 1
Kelainan Post Mortem Kasus Tenggelam
Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 1
a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-
benda asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam
air.
b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.
c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang pendarahan atauCutis
perbendungan.
anserina
16
d. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh terutama pada ekstremitas
akibat kontraksi otot erektor pili yang dapat terjadi karena rangsang
dinginnya air. Gambaran kutis anserina kadangkala dapat juga akibat rigor
mortis pada otot tersebut.
e. Washer womans hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna keputihan
dan berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan
biasanya membutuhkan waktu lama.
f. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu
korban berusaha menyelamatkan diri dengan Washer womans hand
memegang apa saja seperti rumput atau benda-benda
lain dalam air.
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada
benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu
terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda
atau binatang dalam air.
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 1
a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran
pernafasan.
b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung
jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama
terjadi pada kasus tenggelam di laut.
c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar.
Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf
akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin).
d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan
merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha
respirasi.
e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk
ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah 9melalui
proses imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.
f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan
17
g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga
terdapat dalam usus halus.
Analisa diatom yang berada di paru-paru, hati, limpa, sumsum tulang dan
darah selama bertahun-tahun dilakukan sebagai tes konfirmasi di dalam kasus
tenggelam. Meskipun, tes pada diatom menjadi kontraversi sejak beberapa kasus
menghasilkan negatif yang salah dan positif yang salah didokumentasikan.
Analisa diatom yang saksama merupakan suatu yang dapat menentukan ya atau
tidaknya kematian terjadi akibat tenggelam. Sebelum hasil diagnosa kematian
dengan korban tenggelam haruslah diketahui morfologi dan morphometric suatu
18
diatom dari korban tenggelam sebab penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru
tergantung atas kepadatan dan ukuran diatom tersebut.9
Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal ditemukan
Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N. meniscus, N.
19
bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia mesolepta, P.
gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella
cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis Cocconeis diminuta dan
banyak spesies diatome lainya ditemukan pada air tawar. Pinnularia
borealis ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta
ditemukan pada air tawar yang dangkal. Selama proses monitor air sungai
yang berterusan didapatkan adanya diatom pada air dan tisu sel yang mana
diatom yang paling sering ditemukan adalah Navicula, Diatoma, Nitzschia,
Stephanodicus, Fragilaria, Gomphonema, Gyrosigma, Melosira,
Achnanthes, Amphora, Cocconeis, Cyclotella, dan Cymbella. 9
20
adalah Navicula, Nitzschia, Synedra ulna, Achnanthidium dan Cyclotella
karena banyak terdapat di air dan ukurannya yang optimum. 9
2. Gettler chloride
Berat jenis :
Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan
grafitasi spesifik darah pada kanan dan kiri atrium. Semua tes yang telah disebut
di atas tidak pasti dan tidak mendukung dalam menyimpulkan tenggelam.7
21
BAB III
KESIMPULAN
22
mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki laki di
bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena
data resmi angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh
diri dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
Tenggelam diklasifikasikan menjadi typical drowning dan atypical
drowning sedangkan atypical drowning sendiri diklasifikan menjadi dry
drowning, shallow water drowning, immersion syndrome,dan secondary
drowning. Perbedaannya adalah pada typical drowning adanya hambatan pada
saluran napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh
sedangkan pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak
adanya cairan dalam saluran napas.
Penentuan diagnosis ditentukan dari pemeriksaan luar, dalam dan
penelusuran korban sebelum meninggal serta riwayat penyakit dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
23
8. Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle of
Forensic Medicine & Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers Ltd. 2011. Page 304 313.
9. Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra,Rajvinder Singh. A Fluorocent
Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small Water Bodies
(Lakes And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med Toxicol 2011;11(2):
81-86
10. Dolinak D, Matshes E.W, Lew E.O. Section 9 : Drowning. Forensic
Pathology Principles and Practice. California : ELSEVIER. 2005. Page
227-37.
24