Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL KLINIK

ASFIKSIA

Pembimbing:

dr. Ratna Relawati, Sp KF, M.Si. Med

Disusun oleh:

UNTAR
Anastasia Priyuline (406152008)
Brigita (406152042)
Jeffry Boy Chandra (406152037)
Ramadhan Premiarto (406162048)
Philipus Hendri (406161017)

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Tarumanagara

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : Ilmu Kedokteran Forensik

Diajukan : 10 Juli 2017

Pembimbing : dr. Ratna Relawati, Sp KF, M.Si. Med

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : Juli 2017

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Ratna Relawati, Sp.KF, M.Si. Med

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat dan
rahmat-Nya, atas selesainya penulisan tinjauan pustaka ini untuk melengkapi
persyaratan yang harus dipenuhi dalam Kepaniteraan Ilmu Forensik dan
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RS. Bhayangkara.

Penulis mengucapkan terima kasih atas kerjasama, bantuan, serta


dukungan selama proses penyusunan tinjauan pustaka ini. Ucapan rasa terima
kasih ini penulis sampaikan kepada dr. Ratna Relawati, Sp. KF, M.Si. Med selaku
pembimbing kepaniteraan klinik Ilmu Forensik dan Medikolegal RS.
Bhayangkara.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran,


kritik dan koreksi yang membangun agar kasus ini dapat menjadi lebih baik dan
dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Terima kasih.

Semarang, 10 Juli 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................................1
Lembar Pengesahan.................................................................................................2
Kata Pengantar.........................................................................................................3
Daftar Isi...................................................................................................................4
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Skenario........................................................................................................5
1.2. Diskusi..........................................................................................................6
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi.........................................................................................................9
2.2 Epidemiologi................................................................................................9
2.3 Jenis............................................................................................................10
2.4 Sebab kematian..........................................................................................11
2.5 Cara kematian............................................................................................12
2.6 Mekanisme kematian.................................................................................13
2.7 Pemeriksaan post mortem..........................................................................15
2.8 Pemeriksaan laboratorium..........................................................................18
BAB III. KESIMPULAN.....................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario

Nyawa Tak Berdosa Jadi Korban

Hari ini para warga yang tinggal di bantaran sungai dikejutkan dengan
temuan seorang bayi yang sudah tak bernyawa tersangkut di onggokan sampah di
muara sungai. Polisi meminta kepada dokter Rumah Sakit untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jenazah. Dari hasil pemeriksaan luar jenazah tampak bayi
masih terhubung dengan tali pusat dan plasentanya, dengan panjang tubuh 49 cm,
terdapat luka-luka lecet di sekujur tubuh korban, terutama di lutut, kepala, dan
siku, juga ditemukan busa halus pada hidung dan mulut serta cutis anserina.
Kemudian dokter melakukan pemeriksaan lanjutan mengingat polisi memintanya
untuk menetapkan apakah ini suatu pembunuhan atau bukan.
Karena pihak kepolisian sigap menanggapi kasus ini, maka beberapa hari
kemudian sudah ada dugaan tersangka yaitu seorang perempuan berusia 20 tahun
yang merupakan warga sekita tempat kejadian. Sebenarnya warga sudah
mencurigai perempuan tersebut karena perubahan bentuk badannya terutama
perutnya yang belakangan tampak buncit tiba-tiba kembali seperti biasa. Padahal
warga mengatakan bahwa perempuan ini tinggal seorang diri, tanpa kekasih
maupun suami. Ketika polisi mendatangi rumah tersangka, maka mendapati
perempuan tersebut tergeletak di lantai dengan botol pembasmi serangga yang
sudah terbuka disampingnya. Kemudian polisi membawa perempuan tersebut ke
UGD RS.
Setelah mendapat pengobatan, tersangka sadar dan memberikan
keterangan. Ia minum cairan pembasmi serangga karena dihantui perasaan
bersalah setelah membuang bayinya. Ia mengaku sekitar 9 bulan yang lalu
diperkosa oleh orang tak dikenal ketika pulang kerja pada malam hari. Tetapi ia
tidak melaporkan kejadian tersebut, karena takut dan malu terhadap warga sekitar.
Sesungguhnya pada bulan kedua kehamilannya, ia ingin menggugurkan
kandungannya dengan meminum obat yang menurut temannya dapat meluruhkan

5
janin di dalam kandungan. Tetapi keguguran itu tidak terjadi, bahkan semakin
lama janinnya bertumbuh semakin besar. Hingga tiba saatnya, ia melahirkan
sendiri tanpa bantuan siapapun di rumahnya dan langsung membekap bayinya
kemudian melemparkannya ke sungai belakang rumah.
Warga menghendaki agar pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai
dengan perbuatannya.

Apa yang dapat Saudara pelajari dari kasus ini ?

1.2 Diskusi

I. Unfamiliar term
1. Cutis Anserina: kulit seperti kulit angsa, karena rangsangan dinginnya air.
2. Perkosa: terjadinya penetrasi penis ke dalam liang senggama dengan
menggunakan kekerasan.
3. Luka lecet: luka yang terjadi akibat cedera pada epidermis yang
bersentuhan dengan benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing.

II. Rumusan masalah


1. Apakah bayi tersebut termasuk viable? Apa saja tanda-tanda bayi yang
viable?
2. Apa penyebab luka lecet pada bayi?
3. Mengapa bisa terjadi busa halus pada hidung dan mulut serta kutis
anserina?
4. Apakah kandungan pembasmi serangga yang diminum wanita tersebut?
5. Apakah pengobatan yang mungkin diberikan kepada wanita tersebut?
6. Apakah yang mungkin dialami oleh wanita tersebut jika tidak
mendapatkan pengobatan yang diperlukan?
7. Apakah syarat pemerkosaan?
8. Apakah hukuman yang dapat dikenakan pada wanita tersebut?

III. Curah pendapat


1. - Ya, karena bayi tersebut memiliki panjang tubuh lebih dari 35 cm, umur
kehamilan lebih dari 28 minggu, tidak ada cacat bawaan yang fatal.
- Syarat bayi viable: umur kehamilan lebih dari 28 minggu, panjang badan
lebih dari 35 cm, berat badan lebih dari 1000 gram, lingkar kepala lebih
dari 32 cm, tidak ada cacat bawaan yang fatal.
2. Kemungkinan karena ketika tenggelam, kulit bayi tersebut bergesekan
dengan benda air di sekitar.

6
3. - Busa halus pada hidung dan mulut dikarenakan terjadinya asfiksia fase
pertama, dimana didapatkan peningkatan laju pernapasan akibat
rangsangan pada pusat pernapasan, sedangkan di dalam hidung dan mulut
terdapat peningkatan sekresi selaput lendir sehingga ketika terjadi
peningkatan laju pernapasan pada rongga yang relatif sempit dan terdapat
mukus maka terbentuk busa halus pada hidung dan mulut.
- Kutis anserine terjadi akibat rangsangan dingin dari air yang dirasakan
ketika korban masih hidup, dimana akan menyebabkan kontraksi dari
musculus erector pili, sehingga menyebabkan kulit menyerupai bulu
angsa.
4. Organofosfat.
5. Sulfas atropine.
6. Diare, kesulitan pernapasan, sianosis, kejang, koma.
7. 3 unsur:
- Unsur pelaku: laki-laki yang mampu melakukan persetubuhan.
- Korban: perempuan yang bukan istri dari pelaku.
- Perbuatan: persetubuhan dengan paksa, kekerasan fisik atau ancaman.
8. - KUHP Pasal 342: seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang
ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa
anaknya.

IV. Mind Map

thanatologi

traumatologi
Kekerasan seksual

Ilmu kedokteran
Pengguguran forensik toksikologi
kandungan

Pembunuhan asfiksia
anak sendiri

7
Etiologi Patofisiologi Pemeriksaan Aspek
Definisi Fisik Medikolegal

Epidemiologi Jenis Gejala Klinis Pemeriksaan


Penunjang

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas


(asfiksia) disebabkan masuknya cairan kedalam saluran pernapasan. Istilah
tenggelam harus pula mencakup proses yang terjadi akibat terbenamnya korban
dalam air yang menyebabkan kehilangan kesadaran dan mengancam jiwa.1
Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam di
air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal itu
sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan
pengertian tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya dapat terjadi di laut

8
atau sungai tetapi dapat juga terjadi di dalam wastafel atau ember berisi air. Pada
mayat yang ditemukan terbenam dalam air, perlu pula diingat bahwa mungkin
korban sudah meninggal sebelum masuk kedalam air. 2
Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh
paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 sampai 40 mililiter
untuk bayi. 2

2.2 Epidemiologi
Tenggelam menempati peringkat keenam sebagai penyebab kematian
mendadak pada segala umur dan menjadi penyebab kematian terbanyak kedua
pada anak usia 1 hingga 14 tahun. Terdapat sekitar 372.000 kematian akibat
tenggelam yang terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. 3
Mayoritas (sekitar 96%) kematian akibat tenggelam terjadi pada negara
yang berpenghasilan rendah dan menengah. 60% kematian akibat tenggelam
terjadi di kawasan Pasifik Barat dan Asia Tenggara. Di seluruh dunia, anak di
bawah 5 tahun merupakan tingkat usia dengan mortalitas akibat tenggelam
tertinggi.4
Sedangkan pada data yang diperoleh dari RS. Dr. Soetomo Surabaya
didapatkan 23 orang meninggal karena tenggelam mulai bulan Januari 2011
hingga September 2011. Sedangkan pada 4 tahun terakhir didapatkan 93 kasus
meninggal sejak Januari 2007 hingga Desember 2010.5

2.3 Jenis

Jenis-jenis tenggelam antara lain:


1. Wet drowning
Ditandai dengan adanya hambatan pada saluran napas dan paru karena
adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh. Pada keadaan ini cairan masuk
ke dalam saluran pernapasan setelah korban tenggelam. Kematian terjadi
setelah korban menghirup air. Jumlah air yang dapat mematikan, jika
dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml
untuk bayi 6
2. Dry drowning

9
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat
spasme laring. Menurut teori adalah bahwa ketika sedikit air memasuki
laring atau trakea, tiba-tiba terjadi spasme laring yang dipicu oleh vagal
refleks. lendir tebal, busa, dan buih dapat terbentuk, menghasilkan plug fisik
pada saat ini. Dengan demikian, air tidak pernah memasuki paru-paru akan
menyebabkan keadaan asfiksia, dan akan menyebabkan kematian.10 Istilah
dry drowning digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana pada
jenazah saat dilakukan otopsi tidak ditemukan adanya cairan dalam saluran
pernapasan dan paru-paru. Cairan tidak ditemukan karena sudah diserap
masuk ke dalam sirkulasi pulmonal. Hal ini berarti istilah dry drowning/
dry-lung drowning ialah bila tenggelam dalam air tawar yang hipotonis.7
3. Secondary drowning
Pada jenis ini, korban yang sudah ditolong dari dalam air tampak sadar dan
bisa bernapas sendiri tetapi secara tiba-tiba kondisinya memburuk. Pada
kasus ini terjadi perubahan kimia dan biologi paru yang menyebabkan
kematian terjadi lebih dari 24 jam setelah tenggelam di dalam air. Kematian
terjadi karena kombinasi pengaruh edema paru, aspiration pneumonitis,
gangguan elektrolit (asidosis metabolik).8
4. Immersion syndrome
Terjadi dengan tiba-tiba pada korban tenggelam di air yang sangat dingin (<
20oC atau 68oF) akibat reflek vagal yang menginduksi disaritmia yang
menyebabkan asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan
kematian.8

2.4 Sebab Kematian

Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan


diantaranya oleh:
1. Vagal Reflex
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karena vagal reflex
disebut tenggelam tipe I.2

10
Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan post-mortem tidak
ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya
sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning). 2
2. Spasme Laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang
sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air yang
masuk ke laring. Pada pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-
tanda asfiksia, tetapi paru-parunya tidak didapati adanya air atau benda-benda
air. Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I. 2
3. Pengaruh air yang masuk paru-paru
a. Tenggelam di air tawar
Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia
disertai gangguan elektrolit.2
Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan yang masif. Karena
konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi
dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam
aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah merah
(hemolisis). Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba
mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot
jantung sehingga kadar ion Kalium dalam plasma meningkat
(hiperkalemi), terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam
serabut otot jantung dan dapat mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan
penurunan tekanan darah, yang kemudian menyebabkan timbulnya
kematian akibat anoksia otak. Kematian terjadi dalam waktu 5 menit. 2
Pemeriksaan post mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia, kadar NaCl
jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda-
benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.
b. Tenggelam di air asin
Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya
anoksia dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan
elektrolit. 2

11
Konsentrasi elektrolit cairan air asin lebih tinggi daripada dalam
darah, sehingga air akan ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringgan
intertisial paru yang akan menimbulkan edema pulmoner,
hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan
menyebabkan terjadinya payah jantung. 2
Pemeriksaan post mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia,
kadar NaCl pada jantung kiri lebih tinggi daripada janung kanan dan
ditemukan buih serta benda-benda air. 2
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Kematian terjadi kira-
kira dalam waktu 8-9 menit setelah tenggelam (lebih lambat dibandingkan
dengan tenggelam tipe IIA). 2

2.5 Cara Kematian


Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena:
1. Kecelakaan
Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena korban
jatuh ke laut, danau atau sungai. Pada anak-anak kecelakaan sering terjadi
di kolam renang atau galian tanah berisi air. Faktor-faktor yang sering
menjadi penyebab kecelakaan itu antara lain karena mabuk atau mendapat
serangan epilepsi. 2
2. Bunuh diri
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air sering kali
terjadi. Kadang-kadang tubuh pelaku diikat dengan benda pemberat agar
supaya tubuh dapat tenggelam. Bukan pekerjaan yang mudah untuk
membedakan tenggelam karena bunih diri dengan pembunuhan. 2
3. Pembunuhan
Banyak cara yang digunakan, seperti misalnya melemparkan korban ke
laut atau memasukan kepalanya ke dalam bak berisi air. Dari segi patologik
saja sulit dapat membedakan apakah peristiwa tenggelam itu akibat
pembunuhan atau bunuh diri. Pemeriksaan di tempat kejadian dapat
membantu. Jika benar karena pembunuhan perlu diteliti apakah korban di

12
tenggelamkan kedalam air ketika ia masih hidup atau sesudah dibunuh
lebih dahulu dengan cara lain. 2

2.6 Mekanisme Kematian


Tenggelam dapat menyebabkan kematian melalui berbagai mekanisme,
mekanisme tersebut ialah sebagai berikut:
a. Kematian Akibat Spasme Laring, Gangging, dan Chocking
Hipoksia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma
saat tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glottis yaitu jika sejumlah kecil
volume air yang memasuki laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi
spasme laring akibat pengaruh refleks vagal, hal ini terjadi pada 10% kematian
akibat tenggelam. Mukosa yang menjadi kental, berbusa, dan berbuih dapat
dihasilkan, hingga menciptakan suatu perangkap fisik yang menyumbat jalan
napas. Spasme laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena pada
kematian telah terjadi relaksasi otot-otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi
peningkatan cepat tekanan alveoli - arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi
sehingga menyebabkan hipoksia progresif.4
b. Kematian Akibat Refleks Vagal
Mekanisme ini tidak biasa namun mudah dikenali. Kehilangan kesadaran
biasanya cepat dan kematian terjadi segera dalam waktu beberapa menit. Pada
otopsi tidak didapatkan tanda umum pada tenggelam. Mekanisme ini dipercaya
menyebabkan henti jantung yang merupakan akibat dari air dingin pada belakang
faring dan laring. Ada tiga kondisi umum yang menyebabkan kematian ini, yaitu
masuk kedalam air dengan kaki terlebih dahulu, terkejut atau tidak ada persiapan,
keadaan hipersensitif contohnya pada keracunan alkohol. Masuk ke dalam air
dengan kaki dahulu memudahkan air masuk ke hidung. 4
c. Kematian Akibat Fibrilasi Ventrikel
Keadaan ini terjadi pada kasus tenggelam di air tawar. Pada keadaan ini
terjadi absorpsi masif cairan. Karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih
rendah daripada dalam darah, maka akan terjadi hemodilusi darah, air akan masuk
ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya sel darah
merah. Akibat penggenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi

13
keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga
terjadi perubahan keseimbangan kadar ion kalium dan kalsium dalam serabut otot
jantung dapat menyebabkan terjadinya fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan
darah, kemudian menyebabkan kematian karena anoksia otak. Kematian dapat
terjadi dalam waktu 5 menit.4
d. Kematian Akibat Edema Pulmonal
Terjadi pada kasus tenggelam di air asin dimana konsentrasi elektrolit
cairan air asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan ditarik dari
sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstisial paru dan menimbulkan edema
pulmonal, hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Hemokonsentrasi akan menyebabkan sirkulasi menjadi lambat dan
menyebabkan payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam waktu 8-9 menit
setelah tenggelam.4
Edema pulmoner akut dapat terjadi jika terdapat peningkatan permeabilitas
kapiler paru (non kardiogenik), atau saat tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi
tekanan onkotik plasma (kardiogenik), atau keduanya. Mekanisme pada korban
tenggelam belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga karena peningkatan
tekanan kapiler paru dari sistem saraf simpatis, peningkatan tekanan negatif intra-
torakal, atau respon adrenergik terhadap kondisi di dalam air yang belum dapat
dijelaskan secara biokimia.4

2.7 Pemeriksaan Post Mortem


Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti
mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat
ditemukan sudah dalam keadaan membusuk. 1
Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah:
1. Menentukan identitas korban1
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
o Pakaian dan benda-benda milik korban
o Warna dan distribusi rambut dan identitas lain
o Kelainana atau deformitas dan jaringan parut
o Sidik jari

14
o Pemeriksaan gigi
o Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam1
Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih
hidup atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari
hasil pemeriksaan : 1
a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih
hidup waktu tenggelam adalah pemeriksaan diatom
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar
elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai
yang menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa
waktu dan mulai membusuk. Demikian juga dengan isi lambung
dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang
secara fisika dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban
tenggelam mepunyai nilai bermakna.
e. Pada beberapa kasus ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat
menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada
saat masuk ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning1
Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat
menunjukkan tipe drowning dan juga penyebab kematian lain seperti
penyakit, keracunan atau kekerasan lain.
4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian1
Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya
kekerasan, obat-obatan, alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar
atau melalui bedah jenazah.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam1
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke
dalam saluran nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban

15
ditemukan dapat membantu menentukan apakah korban tenggelam
ditempat itu atau tempat lain.
6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian1
Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu
masuk ke air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan
karena air masuk ke dalam saluran pernafasan. Pada immersion,
kematian terjadi dengan cepat, hal ini mungkin disebabkan oleh
sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui
saluran nafas bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan
kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke
hidung. Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-
kadang keracunan alkohol.
Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti
kematian terjadi seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan
cairan tidak dapat masuk.
Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari
keadaan sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan
yang bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap
masuk ke dalam saluran pernapasan. 1
Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama
makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal
periode). Dalam periode ini bila orban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan
masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil. 1
Kelainan Post Mortem Kasus Tenggelam
Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 1
a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan benda-
benda asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam
air.
b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.
c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang pendarahan atauCutis
perbendungan.
anserina

16
d. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh terutama pada ekstremitas
akibat kontraksi otot erektor pili yang dapat terjadi karena rangsang
dinginnya air. Gambaran kutis anserina kadangkala dapat juga akibat rigor
mortis pada otot tersebut.
e. Washer womans hand dimana telapak tangan dan kaki berwarna keputihan
dan berkeriput yang disebabkan karena imbibisi cairan ke dalam kutis dan
biasanya membutuhkan waktu lama.
f. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu
korban berusaha menyelamatkan diri dengan Washer womans hand
memegang apa saja seperti rumput atau benda-benda
lain dalam air.
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada
benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu
terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda
atau binatang dalam air.
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut: 1
a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran
pernafasan.
b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung
jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama
terjadi pada kasus tenggelam di laut.
c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar.
Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf
akibat robeknya penyekat alveoli (Polsin).
d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan
merupakan tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha
respirasi.
e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk
ke dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah 9melalui
proses imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.
f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan

17
g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga
terdapat dalam usus halus.

2.8 Pemeriksaan Laboratorium


1. Pemeriksaan Diatom.
Umumnya diatome dikenal sebagai ganggang yang hidup di dalam air.
Setiap jenis air memiliki keanekaragaman diatome tersendiri. Diatome
merupakan organisme mikroskopik algae uniseluler yang autotropik di alam dan
memiliki berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut dan air tawar .
Diatome ini memiliki tulang silica berbentuk dua valve. Pada diatome kelas
Bacillariophyceae terbagi atas dua bagian yaitu,central dan Pennales atas dasar
kesimetritannya. Ada sekitar 10,000 jenis dan 174 jenis diatom, mempunyai
ukuran dan bentuk berbeda berkisar antara 1 ke 500 m. Diatoms biasanya
ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain lain, akan
tetapi konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu, tergantung
pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air tidak didapatkan
bukti adanya pertumbuhan diatom di bawah 100m.9
Pada saat tenggelam berlangsung, diatom masuk ke rongga paru-paru
seseorang yang terbuka ketika air terisap, dan air yang masuk menekan rongga
paru-paru dan memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah diatoms dapat
masuk ke jantung, hati, ginjal, sumsum tulang dan otak. Pada diameter dan
ketebalan alveoli paru-paru diketahui sangat kecil akan tetapi tidak mustahil
semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam organ dan rongga paru-paru
dimana dapat menembus melalui jaringan kapiler ini disebut Drowning
Associated Diatoms (DAD).9

Analisa diatom yang berada di paru-paru, hati, limpa, sumsum tulang dan
darah selama bertahun-tahun dilakukan sebagai tes konfirmasi di dalam kasus
tenggelam. Meskipun, tes pada diatom menjadi kontraversi sejak beberapa kasus
menghasilkan negatif yang salah dan positif yang salah didokumentasikan.
Analisa diatom yang saksama merupakan suatu yang dapat menentukan ya atau
tidaknya kematian terjadi akibat tenggelam. Sebelum hasil diagnosa kematian
dengan korban tenggelam haruslah diketahui morfologi dan morphometric suatu

18
diatom dari korban tenggelam sebab penetrasi suatu diatom di kapiler paru-paru
tergantung atas kepadatan dan ukuran diatom tersebut.9

Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus tenggelam, salah


satu hal termudah mendeteksi adanya diatom pada viscera tubuh yang
tenggelam, Pada kasus tenggelam ante mortem maka didapatkan diatom pada
putative drowning medium. Untuk mencari diatome, paru-paru harus didestruksi
dahulu dengan asam sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifuse dan
endapannya dilihat dibawah mikroskop. Paru-paru, hati, ginjal, dan bone marrow
telah di analisa dan kesimpulan telah diambil berdasarkan ditemukannya atau
tidak ditemukannnya organisme ini. Saat ini penggunaan analisa diatome
cenderung digunakan pada sistem yang tertutup seperti sumsum tulang femur
atau kapsul ginjal dari tubuh yang belum membusuk. Diagnosis pada kasus
tenggelam dari analisa diatome harusnya positif tenggelam bila ditemukan
diatom minimal diatas 20 diatom / 100 ul lapangan pandang kecil (terdiri atas
10 cm dari sample paru-paru) dan 50 diatom dari beberapa organ, selanjutnya
sebaiknya diatom yang ditemukan harusnya cocok dari sumsum tulang dan
tempat dimana tenggelam, ini merupakan bukti yang kuat yang dapat
mendukung dan dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat masih
hidup atau tidak. Pada beberapa literature telah berusaha untuk mengembangkan
beberapa informasi penting tentang tipe diatom yang spesifik, dimana umumnya
masuk pada bermacam organ dalam tubuh seorang yang tenggelam.9
Sample air dari putative drowning memiliki beberapa ragam spesies
diatom yang berhubungan dengan tubuh korban yang tenggelam. 9

Tenggelam di air laut ditemukan Fragilaria, Synedra, Coscinodiscus,


Actinoptychus undulates, Thalassiothrix sp., Diploneis splendida,
Navicula dan lainnya pada paru-paru tubuh. Campylodiscus noricus, C.
echenels pada dasar laut, Actinocyclus ehrenbergii and Achnanthes
taeniata pada air laut yang dalam. 9

Tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau, sungai dan kanal ditemukan
Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N. meniscus, N.

19
bacillum, N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia mesolepta, P.
gibba, P. braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella
cistula, Camera lucida, Cymbella cymbiformis Cocconeis diminuta dan
banyak spesies diatome lainya ditemukan pada air tawar. Pinnularia
borealis ditemukan pada air tawar yang dingin, Pinnularia capsoleta
ditemukan pada air tawar yang dangkal. Selama proses monitor air sungai
yang berterusan didapatkan adanya diatom pada air dan tisu sel yang mana
diatom yang paling sering ditemukan adalah Navicula, Diatoma, Nitzschia,
Stephanodicus, Fragilaria, Gomphonema, Gyrosigma, Melosira,
Achnanthes, Amphora, Cocconeis, Cyclotella, dan Cymbella. 9

Penetrasi diatom pada kapiler alveoli menggunakan Transmission


Elektron Mikroskop (TEM) dan SEM (Lunette,1998). Sepanjang penemuan
mereka, mereka menemukan Diatoma Maniliformis (yang dipenetrasi di distal
dinding jalan napas), Navicula Specula (yang dipenetrasi pada khons pore),
Tabularia fasciculat (yang dipenetrasi dari sebagian laserasi epitel dan endotel
yang sejajar dari septum alveolar yang menegang), Nitzschia paleacea (yang
dipenetrasi dari sebagian dinding alveolar), Mastogloia smithii (yang
dipenetrasi dari dinding alveolar dengan laserasi yang terlihat bersih) dan
Amphora delicatissima,dll. 9

Pengetahuan tentang diatom berhubungan dengan tenggelam selalu


berhubungan dengan forensic dalam mengdiagnosis pada kasus tenggelam.
Pada penelitian yang lebih lanjut tentang morfologi dan kehidupan diatom yang
berbeda pada beberapa macam air di daerah yang spesifik dapat juga membantu
lebih baik memecahkan kasus tenggelam.. adanya diatome pada kasus
tenggelam ante-mortem tergantung pada tipe, ukuran dan densitas diatom yang
dilihat pada medium putative tenggelam. Tidak dapat disangkal bahwa diatom-
diatom kecil seperti (Diatoma, Cyclotella, Epithemia dll.) mempunyai peluang
yang lebih tinggi untuk memasuki organ tubuh berbanding diatom dengan
ukuran yang lebih besar (Synedra) yang mana bisa juga ditemukan di dalam
organ tubuh jika mereka mempunyai kemampuan untuk berfragmentasi yang
cukup. Diatom yang sering dijumpai pada organ tubuh pada kasus tenggelam

20
adalah Navicula, Nitzschia, Synedra ulna, Achnanthidium dan Cyclotella
karena banyak terdapat di air dan ukurannya yang optimum. 9

2. Gettler chloride

Sejumlah tes telah dikembangkan dalam beberapa tahun untuk


menentukan korban tenggelam. Yang paling terkenal ialah tes Gettler chloride,
dimana darah dianalisa dari sisi kanan dan kiri jantung dengan kiraan perbedaan
25mg/100ml antara jantung kiri dan kanan dikira signifikan. Jika level chloride
kurang pada sisi kanan daripada sisi kiri, korban disangka telah tenggelam
dalam air garam. Jika lebih tinggi pada sisi kanan jantung daripada sisi kiri,
maka diperkirakan korban tenggelam dalam air tawar. Perbedaan kadar elktrolit
lebih dari 10% dapat menyokong diagnosis, walaupun secara tersendiri kurang
bermakna. Tes ini baru dianggap reliabel jika dilakukan dalam 24 jam setelah
kematian. 10

Berat jenis :

a. Dengan CuSO4 = normalnya 1,059 (1,059-1,060)


b. Air tawar = 1,055
c. Air laut = 1,065

Tes juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan
grafitasi spesifik darah pada kanan dan kiri atrium. Semua tes yang telah disebut
di atas tidak pasti dan tidak mendukung dalam menyimpulkan tenggelam.7

21
BAB III

KESIMPULAN

Drowning adalah suatu proses gangguan nafas yang dialami akibat


terendam atau terbenam kedalam cairan.1 Tenggelam dapat terjadi di lautan atau
pada kasus penurunan kesadaran akibat alkohol, epilepsi, atau anak kecil pada air
dengan ketinggian air 6 inci (15,24 cm). Mekanisme kematian yang terjadi akibat
tenggelam akibat suatu anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering di sebut
dengan asfiksia.
Tenggelam merupakan salah satu masalah besar, sehubungan dengan
dampaknya secara global, tenggelam merupakan suatu kasus terabaikan dalam isu
kesehatan masyarakat. Pada tahun 2012, diperkirakan sekitar 372.000 orang
meninggal akibat tenggelam, yang menempatkannya sebagai penyebab kematian
ketiga terbanyak di dunia dimana 91% dari total kematian tersebut terjadi di
negara negara miskin dan berkembang, setengah dari korban tenggelam adalah

22
mereka yang berusia di bawah 25 tahun, dan lebih sering terjadi pada laki laki di
bandingkan perempuan. Perkiraan jumlah korban sangat mengkhawatirkan karena
data resmi angka kematian mengeksklusikan kematian tenggelam akibat bunuh
diri dan tenggelam karena bencana banjir, dan insiden transportasi lautan.2
Tenggelam diklasifikasikan menjadi typical drowning dan atypical
drowning sedangkan atypical drowning sendiri diklasifikan menjadi dry
drowning, shallow water drowning, immersion syndrome,dan secondary
drowning. Perbedaannya adalah pada typical drowning adanya hambatan pada
saluran napas dan paru karena adanya cairan yang masuk ke dalam tubuh
sedangkan pada atypical drowning ditandai dengan sedikitnya atau bahkan tidak
adanya cairan dalam saluran napas.
Penentuan diagnosis ditentukan dari pemeriksaan luar, dalam dan
penelusuran korban sebelum meninggal serta riwayat penyakit dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena


Asfiksia Mekanik, Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia. 1997.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Universitas Indonesia.
2. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik. Cetakan kelima. 2007. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
3. Cantwell, G. 2017. Drowning. Medscape. Tersedia di:
http://emedicine.medscape.com/article/772753-overview#a5. [Diakses
pada tanggal 08 Juli 2017].
4. WHO. 2013. Drowning. Tersedia di:
http://www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/drowning/en/
[Diakses pada tanggal 31 December 2013].
5. Wilianto W. Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam
(Review). Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia 2012;14(3): 39-46.
6. Di Maio D, Di Maio V. Section 15 : Death by Drowning In: Forensic
Pathology. New York: CRC Press; 2001. Page 395-403
7. Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra,Rajvinder Singh. A Fluorocent
Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small Water Bodies
(Lakes And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med Toxicol 2011;11(2):
81-86

23
8. Bardale R. Section 15 : Violent Asphyxia Drowning in Principle of
Forensic Medicine & Toxicology. New Delhi : Jaypee Brothers Medical
Publishers Ltd. 2011. Page 304 313.
9. Dr. Mukesh Kumar Thakar, Deepali Luthra,Rajvinder Singh. A Fluorocent
Survey of Diatome Distribution Patterns In Some Small Water Bodies
(Lakes And Saravars), J Punjab Acad Forensic Med Toxicol 2011;11(2):
81-86
10. Dolinak D, Matshes E.W, Lew E.O. Section 9 : Drowning. Forensic
Pathology Principles and Practice. California : ELSEVIER. 2005. Page
227-37.

24

Anda mungkin juga menyukai