BAB I
PENDAHULUAN
trend peningkatan sebanyak 28 kasus BTA Positif, BTA negatif 386 kasus. WHO
memperkirakan setiap tahun di Negara kita terjadi 450.000 kasus baru TB dengan kematian
karena penyakit tersebut sekitar 175.000 orang.
Pada awal tahun 1995, untuk menanggulangi masalah TB, Indonesia
menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) yang
direkomendasikan oleh WHO. Tujuan jangka pendek yang diharapkan dari
penerapan strategi DOTS tersebut adalah tercapainya angka kesembuhan minimal
85% untuk semua penderita baru basil tahan asam (BTA) positif yang ditemukan dan
juga dapat tercapai cakupan penemuan penderita secara bertahap, sehingga pada
tahun 2005 diperoleh cakupan sebesar 70% dari semua penderita baru BTA positif
yang diperkirakan ada. Tujuan jangka panjang yang diharapkan dari penerapan
strategi ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit
TB dengan cara memutuskan rantai penularan sehingga penyakit TB ini tidak lagi
menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Program penanggulangan TB dengan strategi DOTS yang telah dilaksanakan
di Indonesia masih belum mampu menurunkan prevalensi TB di Indonesia. Case
detection rate (CDR) baru mencapai 52% padahal target nasional adalah 70%.
Peningkatan penderita TB paru di Indonesia juga dikarenakan nilai konversi yang
masih belum dapat mencapai target yaitu 80%.
Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk mencoba mencari data
peningkatan nilai konversi dengan melihat faktor yang berhubungan dengan
keberhasilan konversi. Faktor tersebut adalah karakteristik penderita yaitu usia dan
jenis kelamin penderita.
1.2.3 “Apakah ada hubungan antara karakteristik penderita TB paru BTA (+)
dengan keberhasilan konversi BTA penderita di Puskesmas Singgani tahun
2012?”
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi
penyakit TB.
2.5.2 Batuk/Batuk darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan
untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk dapat saja baru timbul
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula, karena terlibatnya bronkus
pada tiap penyakit tidak sama. Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada TB terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus.
2.5.3 Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
2.5.4 Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/ melepaskan napasnya.
2.5.5 Malaise
Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan, sakit kepala, nyeri otot,
dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.
2.8 Pengobatan TB
2.8.1 Tujuan pengobatan TB paru
Tujuan pengobatan TB paru adalah untuk :
1. Menyembuhkan penderita
2. Mencegah kematian
3. Mencegah kekambuhan
4. Memutuskan rantai penularan
5. Mencegah terjadinya resistensi bakteri terhadap OAT
2.8.2 Strategi DOTS
Ada lima komponen DOTS, yaitu :
1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan
dana
2. Diagnosis TB yang diawali dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
15
2.11 Konversi
Perubahan penderita BTA (+) menjadi BTA (-) disebut sebagai konversi.
Konversi terjadi setelah penderita BTA (+) menyelesaikan pengobatan pada tahap
intensif, yaitu 2 bulan untuk pengobatan kategori 1, dan 3 bulan untuk pengobatan
kategori 2. Tahap intensif adalah tahap awal dari pengobatan TB paru yang
merupakan tahap yang penting untuk mencegah penularan. Jika penderita pada
akhir tahap intensif telah mengalami konversi, maka ia tidak mampu lagi untuk
menularkan penyakitnya ke orang lain.
MDRTB di Indonesia mengalami peningkatan dari thun 2002 – 2003, yaitu dari 0%
pada tahun 2000 menjadi 5,7% pada tahun 2003.
MDR
PMO
Tidak teratur
Gagal
Penderita TB
Putus berobat
22
Karakteristik penderita
- Usia
- Jenis kelamin
Karakteristik penderita
1. Usia Konversi BTA (+)
2. Jenis kelamin menjadi BTA (-)
2.16 Hipotesis
2.16.1 Ada hubungan antara usia dengan keberhasilan konversi BTA dari
penderita tuberkulosis di Puskesmas Singgani Tahun 2012.
2.16.2 Ada hubungan antara jenis kelamin dengan keberhasilan konversi BTA
dari penderita tuberkulosis di Puskesmas Singgani Tahun 2012.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Kriteria Eklusi
Semua penderita yang tidak didiagnosis tuberkulosis paru, penderita dengan
kategori pasien anak, serta penderita yang didiagnosis tuberkulosis paru tetapi tidak
memiliki catatan rekam medik yang di dalamnya mencakup variabel penelitian yang
tertera di kriteria inklusi.
3.4 Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah sampling jenuh yaitu seluruh
populasi dijadikan sampel penelitian.
3.6 Variabel
24
Pra – Penelitian
Penelitian
Pengolahan Data
Laporan
1. Pra – Penelitian
Mengajukan surat ijin permohonan penelitian kepada kepala Puskesmas
Singgani agar diperkenankan untuk mengambil data dari data bulanan pasien TB
tahun 2012.
2. Saat Penelitian
Bekerjasama dengan pengelola program TB untuk melihat dan mencatat
jumlah pasien TB beserta nomor rekam medis. Kemudian melakukan
pengambilan data dan mencatat semua populasi yang memenuhi kriteria
penelitian.
3. Pengolahan data
Data yang sudah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan sistem
komputerisasi software Statistical Programe for Social Science (SPSS) for
Windows versi 17.0. SPSS merupakan paket program statistik yang berguna
untuk mengolah dan menganalisis data penelitian. Agar analisis menghasilkan
informasi yang benar, ada empat tahapan dalam mengolah data, yaitu:
a. Editing
26
Pada tahap ini dilakukan pengecekan data yang diambil dari rekam medik,
apakah telah lengkap dan sesuai dengan variabel yang akan diteliti.
b. Coding
Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk bilangan /
angka. Kegunaan coding adalah mempermudah pada saat analisis data dan
juga pada saat entry data.
c. Processing
Yaitu memindahkan isi data atau memproses isi data dengan memasukkan
data kedalam computer dengan menggunakan program statistik komputer.
d. Cleaning
Pada tahap ini dilakukan pengecekan kembali data yang sudah di entry
apakah ada kesalahan atau tidak.
4. Laporan
BAB IV
HASIL
d.1.3 Motto
Kunjungan dan kesembuhan anda adalah harapan dan kebanggaan kami
Tabel 4. Hubungan antara usia dengan konversi dari penderita BTA (+) di
Puskesmas Singgani Tahun 2012
Hasil uji statistik dengan Fisher’s Exact Test, diperoleh p > 0,05,
sehingga Ho diterima, berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara usia
dengan konversi dari penderita BTA (+) di Puskesmas Singgani Tahun 2012.
Tabel 5. Hubungan antara jenis kelamin dengan konversi dari penderita BTA
(+) di Puskesmas Singgani Tahun 2012
30
BAB V
PEMBAHASAN
Perubahan penderita BTA (+) menjadi BTA (-) disebut sebagai konversi.
Konversi terjadi setelah penderita BTA (+) menyelesaikan pengobatan pada tahap
intensif, yaitu 2 bulan untuk pengobatan kategori 1, dan 3 bulan untuk pengobatan
kategori 2. Tahap intensif adalah tahap awal dari pengobatan TB paru yang
merupakan tahap yang penting untuk mencegah penularan. Jika penderita pada
akhir tahap intensif telah mengalami konversi, maka ia tidak mampu lagi untuk
menularkan penyakitnya ke orang lain.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konversi antara lain: usia
penderita, jenis kelamin penderita, tipe kasus penderita, status gizi penderita,
kategori rejimen obat yang diberikan, dan keberadaan pengawas minum obat
(PMO). Hubungan antara usia penderita dan jenis kelamin penderita dengan
konversi akan dibahas pada pembahasan selanjutnya.
31
Pada penelitian kali ini, penderita yang mengalami konversi lebih sedikit
jumlahnya dibanding dengan yang tidak konversi. Hal ini dapat disebabkan tipe
kasus penderita, di mana kasus baru cenderung lebih mudah konversi
dibandingkan kasus lainnya. Dari data sekunder yang diperoleh tidak
dicantumkan mengenai tipe kasus penderita (pasien).
Selain itu, penyebab lain adalah status gizi pasien, di mana pasien dengan
status gizi yang baik akan lebih mudah mengalami konversi. Dari data sekunder
pun tidak dicantumkan mengenai status gizi penderita (pasien).
Mengenai kategori pemberian rejimen obat yang diberikan, obat kategori I
cenderung mengalami keberhasilan konversi, sedang kategori II cenderung
mengalami kegagalan. Hal ini juga yang dapat menyebabkan mengapa pada
penelitian didapatkan penderita yang konversi lebih sedikit dibandingkan yang
tidak. Namun hal ini belum dapat dibuktikan dikarenakan dari data sekunder tidak
dicantumkan mengenai pemberian rejimen obat terhadap penderita (pasien).
Keberadaan pengawas minum obat (PMO) berpengaruh terhadap
keberhasilan konversi, di mana penderita yang didampingi oleh PMO cenderung
mengalami keberhasilan konversi dibandingkan yang tidak. Namun dikarenakan
tidak tercantumnya keberadaan PMO pada data sekunder yang kami peroleh,
maka hal ini belum dapat dibuktikan.
Berdasarkan uji statistik didapatkan p > 0,05 yang artinya gagal tolak Ho.
Jadi didapatkan tidak ada hubungan antara usia dengan konversi. Hasil yang sama
juga ditunjukkan dari hasil penelitian Ihwan pada tahun 2000 dan Pudjirahayu
pada tahun 2005 bahwa kejadian konversi tidak dipengaruhi usia. Penelitian
Supriyatnataris pada tahun 2002 tentang faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian konversi, juga menunjukkan hasil yang sama, bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara usia dengan keberhasilan konversi. Selain itu penelitian
32
Angga pada tahun 2008 juga menyebutkan hasil yang sama, bahwa usia tidak
berhubungan secara bermakna dengan konversi.
Berdasarkan uji statistik didapatkan p > 0,05 yang artinya gagal tolak Ho.
Jadi didapatkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan konversi. Hasil
yang sama juga ditunjukkan dari penelitian Ihwan pada tahun 2000 bahwa jenis
kelamin tidak berhubungan secara bermakna dengan keberhasilan konversi.
Penelitian dari Supriyatnataris pada tahun 2002 juga menunjukkan hasil yang
sama bahwa jenis kelamin tidak berhubungan bermakna dengan keberhasilan
konversi. Penelitian Pudjirahaju tahun 2005 juga menunjukkan bahwa jenis
kelamin tidak berhubungan dengan keberhasilan konversi.
33
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Responden terbanyak pada penelitian ini berusia 15 – 44 tahun (69,9%) dan
berjenis kelamin laki – laki (54,4%).
2. Penderita BTA (+) yang mengalami konversi (39,8%) lebih sedikit daripada yang
tidak konversi (60,2%).
3. Usia dan jenis kelamin penderita tidak berhubungan secara bermakna dengan
keberhasilan konversi.
6.2 Saran
1. Mengambil sampel sebesar mungkin agar hasil penelitian lebih akurat.
2. Mencoba menggunakan desain studi case control untuk lebih memperjelas
hubungan yang ada.
3. Meneliti lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan
dengan keberhasilan konversi, misalnya tipe kasus penderita, status gizi penderita,
34
kategori rejimen obat yang diberikan, dan keberadaan pengawas minum obat
(PMO).
35
LAMPIRAN
Cumulati
Frequ Perc Valid ve
ency ent Percent Percent
V 15-44
72 69,9 69,9 69,9
a tahun
> 45
li 31 30,1 30,1 100,0
tahun
d
Total 100,
103 100,0
0
Cumulati
Frequ Perc Valid ve
ency ent Percent Percent
V laki 56 54,4 54,4 54,4
a perem
47 45,6 45,6 100,0
li puan
Total 100,
d 103 100,0
0
Cumulati
Frequ Perc Valid ve
ency ent Percent Percent
V y
41 39,8 39,8 39,8
a a
t
li
i
d
d 62 60,2 60,2 100,0
a
k
T
o
100,
t 103 100,0
0
a
l
60 80
50
60
40
Frequency
Frequency
30 40
Bar Chart
20
20
10
0 0
laki perempuan 15-44 tahun > 45 tahun
60
Frequency
40
20
0
ya tidak
Crosstabs
usia produktif dan non produktif * pemeriksaan setelah pengobatan fase intensif
Crosstabulation
Count
pemeriksaan
setelah
pengobatan fase
intensif
ya tidak Total
Total 41 62 103
Chi-Square Tests
Exact Exact
Asymp. Sig. Sig.
Sig. (2- (2- (1-
Value df sided) sided) sided)
Continuity
,652 1 ,419
Correction(a)
Fisher's Exact
,382 ,210
Test
Linear-by-Linear 1,04
1 ,307
Association 4
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,34.
Crosstabs
jenis kelamin responden * pemeriksaan setelah pengobatan fase intensif Crosstabulation
Count
pemeriksaan
setelah
pengobatan fase
intensif
ya tidak Total
jenis laki 20 36 56
kelamin
responde perem
puan 21 26 47
n
Total 41 62 103
Chi-Square Tests
40
Exact Exact
Asymp. Sig. Sig.
Sig. (2- (2- (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi- ,
Square 857( 1 ,354
b)
Continuity
,524 1 ,469
Correction(a)
Fisher's Exact
,421 ,234
Test
Linear-by-Linear
,849 1 ,357
Association
b 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,71.
DAFTAR PUSTAKA
41
1. Amin, Z dan Bahar, A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. In: Sudoyo AW, editor.
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI; 2006. p. 988-1000.
4. Depkes RI. Lembar Fakta Tuberkulosis. 2008 [cited 2010 Apr 1]. Available from:
http://www.tbcindonesia.or.id
6. Global Report TB, WHO. Situasi Epidemiologi TB Indonesia. 2009 [cited 2010 Jul
6]. Available from: http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/situasi-epidemiologi-tb-
indonesia/article/182
8. Badan POM RI.Kepatuhan pasien: faktor penting dalam keberhasilan Terapi. 2006.
[cited 2010 Apr 22]. Available from:
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya /InfoPOM/0506. pdf
10. Wartawarga. Teori Motivasi Maslow Dalam Mempengaruhi Perilaku Orang Lain di
Organisasi. 2009 [cited 2010 Apr 12].
Available from: http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/teori-motivasi-maslow-
dalam-mempengaruhi-prilaku-orang-lain-di-organisasi/
11. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;
2003
12. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta. 2005.
42
13. Gimenes H. Turcatto, Zanetti M. Lúcia, Haas V. José. Factors related to patient
adherence to antidiabetic drug therapy. 2009;17(1). Available from:
http://www.scielo.br/scielo
16. Jawetz, E. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran; 2005.
17. Damjanov I. Buku Teks & Atlas Berwarna Histopatologi. Jakarta: Widya Medika;
2000. p. 136-37.
18. Hiswani. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Medan: FKMUSU; 2004.
19. Gunawan SG. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI; 2007. p. 613-37.
20. Depdiknas. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka; 2005.
22. Taufan. Pengobatan Tuberkulosis Paru Masih Menjadi Masalah. 2008 [cited 2010
Mar 31]. Available from: http://www.gizi.net
23. Susanti,R. Hubungan Pengetahuan, sikap dan motivasi pasien tuberkulosis paru
dengan keteraturan berobat diwilayah kerja puskesmas xx. Tasikmalaya. 2008.
27. Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta; 2006.
28. Riwidikdo, H. Statistik Kesehatan Belajar Mudah Teknik Analisis Data Dalam
Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press; 2008. p. 151-61.
29. Hastono, S.P. Analisis Data Kesehatan. Depok: FKM UI; 2007. p. 53-60.