Anda di halaman 1dari 20

SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-‘UTSAIMIN

TATA – CARA

SUJUD SAHWI
Judul Asli:
RISALAH FIE SUJUD AS-SAHWI

Penulis:
SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-‘UTSAIMIN

Penerbit:
DAR AL-WATHAN LIN-NASYR
RIYADH
E-mail : pop@dar-alwatan.com
Website : www.dar-alwatan.com

Dicetak di Bawah Bimbingan Yayasan asy-Syaikh Muhammad bin Shalih


al-‘Utsaimin al-Khairiyah

Cetakan:
Tahun 1423 H.

Edisi Indonesia:
TATA – CARA

SUJUD SAHWI

Penerjemah:
Mutsanna Abdul Qohhar
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………..………….………………………


MUKADIMAH …………………….……………………………….…….
Faktor-faktor yang menyebabkan sujud sahwi …………………….……..
1. Penambahan …………………………………………………………..
2. Pengurangan ………………………………………………………….
3. Ragu-ragu ………………………………………………….………….
Ragu-ragu dalam shalat tidak akan lepas dari 2 (dua) kondisi ……….…..
Faidah ……………………………………………………………………..
Sujud sahwi bagi makmum …………………………………………….….
KESIMPULAN .…………………………………………………………..

**************
‫بسم ال الرحنم الرحيم‬
(Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang)

MUKADIMAH

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga
dilimpahkan kepada nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam karena
beliau telah menyampaikan (risalah Islam) dengan sejelas-jelasnya. Demikian
pula, shalawat dan salam semoga juga dilimpahkan kepada keluarga, para
shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan benar sampai hari
pembalasan (kiamat).
Amma Ba’du:
Sesungguhnya (sekarang ini) banyak sekali di antara manusia yang tidak
paham tentang hukum-hukum sujud sahwi dalam shalat.
Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan sujud shawi di tempat yang
seharusnya ia wajib mengerjakannya.
Di antara mereka ada yang mengerjakan sujud sahwi, tetapi tidak pada
tempatnya.
Di antara mereka ada yang mengerjakan sujud sahwi sebelum salam,
padahal tempatnya setelah salam.
Dan di antara mereka ada pula yang mengerjakan sujud sahwi sesudah
salam, padahal tempatnya sebelum salam.
Oleh karena itu, mengetahui hukum-hukum sujud sahwi ini sangat urgen
sekali, apalagi bagi kalangan para imam shalat yang mereka akan diteladani oleh
manusia dan manusia juga akan bertaklid kepadanya dalam mengerjakan syariat-
syariat shalat yang dengannya mereka akan mengimami kaum muslimin. Karena
sebab inilah sehingga saya sangat tertarik untuk mehaturkan kepada saudara-
saudaraku (sesama muslim) beberapa hukum tentang permasalahan ini (sujud
sahwi), dengan tujuan hanya semata-mata karena mengharap kepada Allah ta’ala
semoga ia bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya yang beriman. Maka saya katakan
dengan mengharap pertolongan Allah ta’ala dan petunjuk-Nya, semoga (apa yang
akan saya katakan ini) benar:
Sujud sahwi adalah suatu ungkapan dari dua sujud yang dikerjakan oleh
seorang mushaly (orang yang shalat), fungsinya untuk menambal celah-celah yang
masih belum sempurna dalam shalatnya disebabkan karena kelupaan.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang harus mengerjakan sujud
sahwi ada tiga macam: penambahan , pengurangan dan ragu-ragu.

1. PENAMBAHAN.
Apabila seorang mushaly secara sengaja menambah shalatnya, baik
menambah berdiri, duduk, rukuk atau sujud, maka shalatnya batal (tidak shah).
Jika dia melakukannya karena lupa dan dia tidak ingat bahwa dia telah menambah
shalatnya hingga selesai shalat, maka dia tidak terkena beban apa pun kecuali
hanya mengerjakan sujud sahwi dan shalatnya tetap shah. Tetapi jika dia telah
mengingatnya kembali pada saat dia masih mengerjakan shalatnya, maka dia
wajib kembali kepada posisi yang benar, lalu mengerjakan sujud sahwi, dan
shalatnya tetap shah.
Contoh kasusnya adalah: misalnya seseorang telah mengerjakan shalat
dzuhur 5 (lima) rekaat, tetapi dia baru mengingatnya kembali setelah dalam posisi
tasyahud (akhir), maka dia harus menyempurnakan tasyahudnya (terlebih dahulu),
lalu salam, kemudian baru sujud sahwi dan salam lagi.
Jika dia baru mengingatnya kembali setelah salam, maka dia harus segera
mengerjakan sujud sahwi dan salam lagi. Tetapi jika dia telah mengingatnya
kembali pada saat dia masih mengerjakan rekaat yang ke lima, maka dia harus
segera duduk pada saat itu juga, lalu bertasyahud dan salam, kemudian sujud
sahwi dan salam lagi.
Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu ( 1 ):
1
. H.R. Mutafaqun ‘Alaih. Bukhary meriwayatkannya dalam (kitab) as-shalat, bab: maa ja’a fie
al-qiblah, (404) yang redaksionalnya sangat pendek, dan pada hadits, (401) redaksionalnya
sangat panjang, dalam (kitab) as-Sahwi, (1227) dan juga dalam pembahasan-pembahasan
‫ُ أُبزيييأد بفي ال ن‬:‫ فأبقييأل لأُه‬،ً‫صنلىَّ الظظيهأر أخيسسا‬
ُ:‫صيلأبة؟ِ فأيأقيياًأل‬ ‫ب‬
‫ أ‬-‫صنلىَّ ال ُأعلأييه أو أسلنأم‬ ‫أنن النب ن‬
‫ أ‬-‫ب‬
‫ُ فأييثأيأن بريجلأيييبه‬:‫َ أوبف برأوايأةة‬.‫ي بأييعأدأماً أسلنأم‬
‫ فأسأجأد أسيجأدتَأي ي ب‬،ً‫ت أخيسا‬
‫صلأيي أ س أ‬ ‫ُ أ‬:‫))أوأماً أذاأك؟ِ(( قأاًلُيوا‬
‫وايستْأييقبأل الي ب يقبيلأةأ فأسأجأد أسيجأدتَأي ي ب‬
(‫َ )رواه المجاًعة‬.‫ي ُثن أسلنأم‬ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫أ‬
“Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pernah shalat dhuhur 5
(lima) rekaat. Maka ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah shalatnya
sengaja ditambah? Beliau menjawab: “Memangnya apa yang terjadi?”
Kemudian mereka (para shahabat) menjawab: “Anda telah mengerjakan shalat
(dhuhur) lima rekaat.” Maka beliau langsung sujud dua kali dan selanjudnya
salam.
Dalam riwayat lain disebutkan: “Maka beliau langsung melipat kedua
kakinya dan menghadap kiblat, kemudian sujud dua kali dan salam.” (H.R al-
Jama’ah)2.

SALAM SEBELUM SEMPURNA SHALAT


Salam sebelum sempurna (selesai) shalat, juga dikategorikan termasuk
(3 )
penambahan dalam shalat . Oleh karena itu, apabila seorang mushally dengan
sengaja salam sebelum selesai shalat, maka shalatnya batal.
Jika dia mengerjakannya karena lupa dan ia baru mengingatnya kembali
setelah rentang waktu yang lama, maka dia harus mengulangi lagi shalatnya.
Tetapi jika dia telah mengingatnya kembali hanya dalam rentang waktu
beberapa saat saja, seperti dua atau tiga menit, maka dia hanya perlu
menyempurnakan shalatnya saja dan salam, kemudian baru sujud sahwi dan salam
lagi.
lainnya. Sedangkan imam Muslim meriwayatkannya dalam kitab al-Masajid, bab: as-Sahwi fie
ash-Shalah, (91) dan (572).
2
. Para perowi al-Jama’ah lainnya: Abu Dawud meriwayatkannya dalam (kitab) ash-Shalat, bab:
Idza shalla khomsan, (2019) dan (1020), Tirmidzy meriwayatkannya dalam bab: maa ja’a fie
sjadtai as-sahwi ba’da as-salam wa al-kalam, (392), An-Nasa’I meriwayatkannya dalam: as-
Sahwi, bab: at-Taharry, (3/33), (1242) dan (1243), dan Ibnu majah dalam: Iqamah ash-shalat,
bab: ma ja’a fieman sakka fie shalatihi, (1211).
3
. Hal ini juga dikategorikan termasuk menambah dalam shalat karena ia telah menambah salam
pada saat dia masih mengerjakaan shalat.
Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:

‫صير فأسيلنم بميينم ريكأعتْأي ي ب‬ ‫ أ ن بب ظ ب‬-‫صنلىَّ ال ُأعلأييبه أو أسلنم‬ ‫أنن النب ن‬


‫ فأأخيأرأج‬،‫يي‬ ‫صيلىَّ بيُم الظيهيأر أو اليأع ي أ أ أ أ‬ ‫أ‬ ‫ أ‬-‫ب‬
‫صي ينلىَّ الي ي ُأعلأييي يبه‬ ‫صي ير ب‬
‫ب‬ ‫بب‬ ‫ب‬ ‫بب‬
‫ أوقأيياًأم النب ظ‬،‫صي يلأُة‬
‫ أ‬- ‫بي ي‬ ‫ت ال ن‬ ‫ُ قُ أ‬:‫الظسي ييرأعاًن مي يينم أأبيي يأواب اليأمجيسي يجد يأيُقيوليُ ييوأن‬
َ‫ إبألي أخأشيبأةة بفي اليأمجيسيبجبد أ ت‬-‫أوأسيلنأم‬
‫فاًنأكي أ أعأيلييأهيياً أك أنيهُ أغ ي‬
‫ُ ييأياً أرُسييوأل‬:‫فأيأقيياًأم أرُجينل فأيأقيياًأل‬،‫ضيأباًنن‬

‫ب ن‬ ‫ أ ن‬- ‫بي‬ ‫صر ب‬


‫ب‬ ‫ب ب‬
‫ُ ))لأييم أنيي أ‬:-‫صيلىَّ الي ُأعلأيييه أو أسيلأم‬
‫س أو أليي‬ ‫صلأُة؟ِ فأيأقياًأل النب ظ‬
‫ت ال ن‬ ‫ت أيم قُ أ‬
‫ِهل أنأسيي أ‬,‫ال‬

‫ بلل ن‬-‫صينلىَّ الي ُأعلأيييبه أو أسيلنأم‬


ُ:‫صيأحاًبأبة‬ ‫ أ‬-‫ب‬
‫ب‬
‫ فأيأقيياًأل الني ظ‬،‫ت‬
‫ب‬
‫ُ بأيألىَّ قأيد نأسييي أ‬:‫صُر(( فأيأقاًأل النرُجُل‬
‫تَُييق أ‬
‫صينلىَّ أميياً بأبقيأي‬ ‫ب‬
‫ فأ أ‬-‫صينلىَّ الي ُأعلأيييه أو أسيلنأم‬ ‫ فأيتْأيأقيندأم النب ظ‬،‫ُ نأيأعييم‬:‫))أأحيقق أميياً يأيُقييوُل؟ِ(( قيأياًلُيوا‬
‫ أ‬- ‫بي‬
َ.(‫َ )متْفق عليه‬.‫ي ُثن أسلنأم‬ ‫ ُثن أسأجأد أسيجأدتَأي ي ب‬،‫صلأتَببه ُثن أسلنم‬ ‫مينم أ‬
‫ب‬
‫أ‬
“Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pernah shalat dhuhur
atau ashar bersama para shahabatnya, tetapi baru saja dua rekaat, beliau telah
salam. Maka orang-orang pun segera bergegas keluar dari pintu-pintu masjid
seraya mengatakan: “Shalatnya telah diqashar (diringkas).”, Nabi shalallahu
‘alaihi wa salam kemudian langsung bangkit dan berjalan mendekati sebatang
kayu yang berada di dalam masjid, lalu beliau menyandarkan diri kepadanya
seakan-akan beliau sangat marah. (Melihat hal itu), maka ada seorang laki-laki
lalu berdiri seraya mengatakan: Wahai Rasulullah, apakah engkau lupa atau
memang sengaja mengqashar shalat? Beliau menjawab: “Aku tidak lupa dan
tidak pula berniat mengqasharnya.” Laki-laki tadi menegaskan: “Benar, sungguh
anda telah lupa.” Kemudian beliau menanyakan hal itu kepada para shabatnya
yang lain: “Benarkah apa yang dikatakannya?” Mereka menjawab: Benar. Maka
Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam kemudian maju ke depan, lalu beliau
menyempurnakan rekaat shalat yang belum dikerjakannya kemudian salam.
Selanjudnya beliau sujud dua kali kemudian salam lagi.” (Mutafaqun ‘laihi) (4).
4
. Bukhari meriwayatkannya dalam: ash-shalat, bab: Tasybik al-Ashabi’ fie al-masjid wa ghairihi,
(482) redaksionalnya sangat panjang, sedang dalam: al-Adzan redaksionalnya sangat pendek,
Apabila seorang imam telah salam sebelum sempurna shalatnya,
sedangkan di antara para makmum ada orang-orang yang masbuq (belum
mengerjakan beberapa rekaat shalatnya), maka mereka harus bangkit untuk
menyempurnakan shalatnya yang tertinggal tadi. Namun bila kemudian imam
tersebut ingat kembali bahwa dia shalatnya kurang lengkap, lalu dia bangkit untuk
menyempurnakan shalatnya. Dalam kondisi seperti ini, maka bagi para makmum
yeng telah menyempurnakan shalatnya yang tertinggal tadi diberikan dua pilihan
antara tetap dalam keadaan bahwa mereka telah menyempurnakan shalatnya, lalu
hanya mengerjakan sujud sahwi atau mereka kembali bersama imam dan
mengikutinya lagi. (Jika pilihan kedua ini yang mereka pilih), maka bila imam
telah salam lagi, mereka harus kembali lagi menyempurnakan shalatnya yang
tertinggal tadi, kemudian setelah salam baru mengerjakan sujud sahwi. Hal ini
lebih utama dan lebih berhati-hati.

2. PENGURANGAN
(Pengurangan dalam mengerjakan shalat ada beberapa macam, di antaranya
adalah sebagai berikut):
a. Kekurangan rukun-rukun dalam shalat.
Apabila seorang mushally kurang (tidak mengerjakan) salah satu rukun
shalat, jika yang kurang tadi adalah takbiratul ikhram, maka tidak ada shalat
baginya, baik apakah dia meninggalkannya karena sengaja maupun kelupaan,
sebab shalatnya belum dianggap di mulai.
Jika yang kurang tadi bukan takbiratul ikhram, bila dia sengaja
meninggalkannya, maka shalatnya batal
Tetapi jika dia meninggalkannya karena lupa, bila dia telah sampai pada
rekaat kedua, maka dia harus membiarkan rukun shalat yang tertinggal tadi dan
mengerjakan rekaat berikutnya sebagaimana posisinya. Tetapi jika dia belum
sampai pada rekaat kedua, maka dia wajib mengulangi kembali rukun shalat yang

(714) dan (715), dalam: as-sahwi, (1226) dan dalam pembahsan-pembahasan lainnya.
Sedangkan imam Muslim meriwayatkannya dalam; al-masajid, bab: as-sahwu fie ash-Shalat,
(97) dan (573).
tertinggal tadi, kemudian menyempurnakannya dan rukun-rukun setelahnya.
Dalam kedua kondisi ini, maka dia wajib mengerjakan sujud sahwi setelah salam.
Contoh kasusnya adalah: misalnya seseorang kelupaan tidak
mengerjakan sujud kedua pada rekaat pertama, kemudian dia baru mengingatnya
kembali pada saat dia sedang duduk di antara dua sujud pada rekaat kedua, maka
dia harus membiarkan rekaat pertama yang telah dikerjakannya tadi lalu
mengerjakan rekaat kedua sebagaimana posisinya. Sedangkan rekaat yang telah
dia kerjakannya tadi, telah dianggap sebagai rekaat pertama dan dia tinggal
menyempurnakan shalatnya, lalu salam. Kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
Kasus lainnya, misalnya seseorang kelupaan tidak mengerjakan sujud
kedua dan duduk sebelum sujud pada rekaat pertama, kemudian dia baru
mengingatnya kembali setelah berdiri dari rukuk (i’tidal) pada rekaat kedua, maka
dia harus kembali duduk dan sujud, kemudian baru menyempurnakan shalatnya
dan salam. Kemudian sujud sahwi dan salam lagi.

b. Kekurangan hal-hal yang diwajibkan dalam shalat


Apabila seorang mushally dengan sengaja tidak mengerjakan salah satu
dari hal-hal yang diwajibkan dalam shalat, maka shalatnya batal.
Jika dia mengerjakannya karena kelupaan, kemudian dia baru
mengingatnya kembali sebelum mengerjakan kewajiban-kewajiban shalat yang
lainnya, maka dia harus menyempurnakan kewajiban yang kelupaan tadi dan dia
tidak terkena beban apa pun.
Jika dia baru mengingatnya kembali setelah tidak pada posisinya tetapi
belum sampai pada rukun shalat berikutnya, maka dia harus kembali dan
mengerjakan kewajiban shalat yang terlupakan tadi, kemudian baru
menyempurnakan shalatnya dan salam. Kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
Tetapi jika dia baru mengingatnya kembali setelah sampai pada rukun
shalat berikutnya, maka gugurlah dan dia tidak boleh kembali untuk mengerjakan
rekaat yang terlupakan tadi, kemudian dia diharuskan melanjutkan shalatnya dan
mengerjakan sujud sahwi sebelum salam.
Contoh kasusnya adalah: misalnya seseorang langsung bangkit dari
sujud kedua pada rekaat kedua untuk mengerjakan rekaat ketiga karena lupa (tidak
ingat) tasyahud awal, tetapi kemudian dia mengingatnya kembali sebelum berdiri,
maka dia harus tetap duduk dan mengerjakan tasyahud awal, kemudian
menyempurnakan shalatnya dan dia tidak terkena beban apa pun.
Jika dia baru mengingatnya kembali setelah bangkit, tetapi belum sampai
berdiri dengan sempurna, maka dia harus kembali, lalu duduk dan mengerjakan
tasyahud, kemudian menyempurnakan shalatnya dan salam. Kemudian sujud
sahwi dan salam lagi.
Tetapi jika dia baru mengingatnya kembali setelah berdiri dengan
sempurna, maka gugurlah kewajiban baginya untuk mengerjakan tasyahud awal
yang terlupakan tadi dan dia tidak boleh kembali untuk mengerjakan tasyahut
tersebut. Selanjutnya dia hanya tinggal menyempurnakan shalatnya dan
mengerjakan sujud sahwi sebelum salam.
Dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhary dan lain-
lainnya (5) dari Abdullah bin Buhainah –radhiallahu ‘anhhu-:

‫س‬ ‫ب‬ ‫ب ب ب‬ ‫ب‬ ‫ أ ن بب ظ‬-‫صنلىَّ ال ُأعلأييبه أو أسلنم‬ ‫أنن النب ن‬


‫صلىَّ بُم الظيهيأر فأيأقيياًأم في النريكأعتْأيييي ايلأنوليأيييي أوأليي أييلي ي‬ ‫أ‬ ‫ أ‬-‫ب‬
‫س تَأيسيلبييأمجهُ أكبن يأر‬
ُ ً‫صيلأأة أوانييتْأظأيأر ال ينيا‬ ‫س أمأعهُ أحنت إبأذا قأ أ‬
‫ضيىَّ ال أ‬
‫)يييعبن ب تْ ب ب‬
‫للنأشُهد ايلأنول( فأيأقاًأم النناً أ‬ ‫أ‬
‫وُهو أجاًلبس فأسأجأد أسيجأدتَأي ي ب‬
َ.‫ي قأييبأل أين يُأسلأم ُثن أسلنأم‬ ‫ن أ‬ ‫أ أ‬
“Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pernah shalat dhuhur
bersama para shahabat, kemudian beliau langsung berdiri pada rekaat kedua
yang pertama dan beliau tidak duduk (yakni tasyahud awal), maka orang-orang
pun juga ikut berdiri bersama beliau hingga shalat usai. Kemudian semua orang
menunggu-nunggu beliau salam, tetapi beliau malah bertakbir lagi padahal
beliau sedang duduk, kemudian beliau sujud dua kali sebelum salam, kemudian
setelah itu baru beliau salam.

5
. H.R. Bukhary: al-Adzan bab: man lam yaro at-Tasyahud wajiban …(829), dalam: as-Sahwi,
(1223, 1225) dan dalam pembahasan-pembahasan lainnya. Sedangkan imam Muslim
meriwayatkannya dalam: al-Masajid, bab: as-Sahwu fie ash-Shalah, (85) dan (570).
3. RAGU – RAGU
Asy-Syak adalah merasa ragu-ragu antara dua perkara, mana di antara
keduanya yang benar.
Ragu-ragu yang tidak perlu digubris dalam semua ibadah adalah dalam
tiga kondisi:
1. Apabila keragu-raguan itu hanya berupa angan-angan belaka yang tidak
nyata, seperti perasaan waswas.
2. Apabila seseorang sering sekali dihinggapi perasaan ragu-ragu, sehingga
setiap kali dia ingin melaksanakan suatu ibadah pasti akan merasa ragu-
ragu.
3. Apabila karagu-raguan itu muncul setelah melaksanakan suatu ibadah.
Maka dia tidak perlu repot-repot menggubris parasaan ragu-ragu tersebut
selama perkaranya belum jelas dan dia harus mengerjakan sesuai dengan
apa yang diyakininya.
Contoh kasusnya adalah: misalnya seseorang sudah mengerjakan shalat
dhuhur. Tetapi setelah selesai mengerjakan shalat dia merasa ragu-ragu, apakah
dia shalat tiga rekaat atau empat rekaat. Maka dia tidak perlu repot-repot
menggubris perasaan ragu-ragu ini kecuali bila dia telah merasa yakin bahwa dia
memang shalat tiga rekaat. Apabila demikian, maka dia harus menyempurnakan
shalatnya jika rentang waktu (dengan shalatnya tadi) masih berdekatan, lalu
salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi. Tetapi jika dia baru mengingatnya
kembali setelah terpaut waktu yang lama, maka dia harus mengulangi kembali
shalatnya.
Sedangkan merasa ragu-ragu selain dalam ketiga kondisi ini, maka ia perlu
dipertimbangkan (diperhatikan).
Ragu-ragu dalam shalat tidak akan terlepas dari dua kondisi di bawah ini:
1. Dia bisa menentukan salah satu yang lebih rajih (kuat/benar) di antara dua
perkara, maka dia harus mengerjakan apa yang menurutnya lebih rajih
tersebut, kemudian menyempurnakan shalatnya dan salam, kemudian
sujud sahwi dan salam lagi.
Contoh kasusnya adalah: misalnya seseorang sedang
mengerjakan shalat dhuhur, kemudian dia merasa ragu-ragu dalam salah
satu rekaat, apakah ia rekaat kedua atau ketiga, akan tetapi dia bisa
menentukan bahwa itu adalah rekaat ketiga, maka dia harus
menjadikannya rekaat ketiga dan setelah itu dia tinggal menambah satu
rekaat lagi dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
Dalilnya adalah sebuah hadits yang ditetapkan dalam shahahain
dan lain-lainnya, dari hadits Abdulllah bin Mas’ud –radhiallahu ‘anhu-
bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda:

‫ ُثني يأيسيُجُد‬،‫ ُثني لبيُأسيلأم‬،‫ب فأييليُتْبينم أعلأيييبه‬ ‫صيلأتَببه فأييليأتْأأحينر ال ن‬


‫صيأوا أ‬ ‫إبأذا أشي ن‬
‫ك أأحيُدُكيم بفي أ‬
‫أسيجأدتَأي ي ب‬
(‫َ )هذا لفظ البخاًري‬.‫ي‬
“Apabila salah seorang di antara kalian merasa ragu-ragu dalam
shalatnya, maka hendaklah dia memilih sendiri yang menurutnya benar,
lalu menyempurnakan dengan pilihannya tadi dan salam, kemudian sujud
dua kali.” (Ini adalah lafadz Bukhary). (6)
2. Dia tidak bisa menentukan salah satu yang lebih rajih di antara dua
perkara tersebut, maka minimal dia mengerjakan sesuai dengan apa yang
diyakininya. Kemudian menyempurnakan shalatnya sesuai dengan yang
diyakininya tadi, lalu sebelum salam sujud sahwi, kemudian baru salam.
Contoh kasusnya adalah: misalnya seseorang sedang
mengerjakan shalat Ashar, kemudian dia merasa ragu-ragu dalam salah
satu rekaat, apakah ia rekaat kedua atau ketiga dan dia tidak bisa
menentukan apakah ia rekaat kedua atau ketiga, maka dia harus
menjadikannya sebagai rekaat kedua, kemudian mengerjakan tasyahud
awal, dan setelah itu dia tinggal mengerjakan dua rekaat lagi, kemudian
sujud sahwi dan salam.

6
. HR. bukhary dalam: ash-Shalah, bab: at-Tawajjuh Nahwu al-Qiblah, (401) dan Muslim dalam:
al-Masajid, bab: as-Sahwu fie ash-Shalah, (89) dan (572).
(7)
Dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
dari Abu Sa’id al-Khudry –radhillahu ‘anhu- bahwa Nabi shalallahu
‘alaihi wa salam pernah bersabda:
‫ك أح يُدُكم بفي بب‬ ‫ب‬
‫ك‬ ‫ص يلأتَه فأيلأيبم يأييدبر أك ييم أ‬
‫صينلىَّ ثألأثيسياً أيم أيربأيسعيياً؟ِ فأييليأطييأربح النش ي أ‬ ‫أ‬ ‫إأذا أش ي ن أ ي‬

‫ فأبإين أكيياًأن أ‬،‫ي قأييبأل أين يُأسلأم‬


ً‫صينلىَّ أخيسسييا‬ ‫ب أعلىَّ أماً ايستْأ ييييأقنم ُثن يأسُجُد أسيجأدتَأي ي ب‬
‫أ ي‬
‫ب‬
‫أولييأي ي أ‬
َ.‫صنلىَّ إبيأتاًسماً بلأيربأةع أكاًنأيأتْاً تَأييربغييسمجاً بللنشييأطاًبن‬
‫ أوإبين أكاًأن أ‬،‫صلأتَُُه‬
‫أشأفيعأنم لأهُ أ‬
“Apabila salah seorang di antara kalian merasa ragu-ragu dalam
shalatnya dan dia tidak tahu berapa rekaat dia shalat, tiga atau empat
rekaat, maka hendaknya dia membuang jauh-jauh perasaan ragu-ragu
tadi dan hendaknya dia mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya,
kemudian sujud dua kali sebelum salam. Jika dia ternyata shalat lima
rekaat, maka shalatnya tersebut akan menjadi syafaat baginya, sedangkan
jika dia ternyata shalatnya tepat empat rekaat, maka kedua shalat tersebut
membikin marah syetan.”

Salah satu bentuk keragu-raguan adalah apabila seseorang datang,


sedangkan imam baru mengerjakan mengerjakan rukuk, maka dia harus segera
mengerjakan takbiratul ihram dan berdiri dengan sempurna, kemudian baru rukuk.
Pada saat seperti itu, maka dia tidak akan terlepas dari tiga kondisi:
1. Dia benar-benar merasa yakin bahwa dia telah mendapatkan rukuk
bersama imam sebelum imam tersebut bangkit dari rukuknya, sehingga dia
dikategorikan telah mendapat satu rekaat dan gugur kewajiban membaca
surat al-Fatihah.
2. Dia benar-benar merasa yakin bahwa imam tersebut telah bangkit dari
rukuknya sebelum dia mendapatkannya, sehingga dia dikategorikan tidak
mendapatkan rekaat tersebut.

7
. H.R. Muslim dalam: al-Masajid, bab: as-Sahwu fie ash-Shalah, (88) dan (571).
3. Dia merasa ragu-ragu, apakah dia telah mendapatkan rukuk bersama imam
sehingga dia dikategorikan telah mendapatkan satu rekaat atau imam
tersebut telah bangkit dari rukuknya sebelum dia menjumpainya, sehingga
dia dikategorikan tidak mendapatkan satu rekaat. Jika dia bisa menentukan
mana yang lebih rajih antara dua perkara tersebut, maka dia harus
mengerjakan sesuai dengan apa yang menurutnya lebih rajih tadi, lalu
menyempurnakan shalatnya dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam
lagi. Dan jika dia tidak meninggalkan salah satu dari hal-hal yang
diwajibkan dalam shalat, maka pada saat itu juga dia tidak perlu
mengerjakan sujud sahwi.
Tetapi jika dia tidak bisa menentukan mana yang lebih rajih antara
kedua perkara tersebut, maka dia harus mengerjakan sesuai dengan apa
yang diyakinannya (yakni dia tidak mendapatkan rekaat tersebut), lalu dia
harus menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam,
kemudian baru salam.

FAIDAH:
Apabila seseorang merasa ragu-ragu dalam shalatnya, maka dia harus
mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya atau yang menurutnya lebih
rajih sebagaimana yang telah dijelaskan secara mendetail di atas. Namun bila
kemudian apa yang dikerjakannya itu ternyata sesuai dengan kenyataan, maka
menurut pendapat madzhab yang poppuler dia tidak perlu lagi manambah atau
mengurangi dalam shalatnya dan dia juga telah gugur kewajiban (tidak perlu lagi)
mengerjakan sujud sahwi karena faktor yang mengharuskan dia harus
mengerjakan sujud sahwi yaitu keragu-raguan sudah tidak ada lagi.
Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa dia belum gugur mengerjakan
sujud sahwi untuk membuat syetan marah, sebagaimana sabda Nabi shalallahu
‘alaihi wa salam:

‫صنلىَّ إبيأتاًسماً بلأيربأةع أكاًنأيأتْاً تَأييربغييسمجاً بللنشييأطاًبن‬


‫أوإبين أكاًأن أ‬
“…Sedangkan jika dia ternyata shalatnya tepat empat rekaat, maka kedua
shalat tersebut membikin marah syetan.” 8
Sebab lain karena ada sebagian dari shalatnya yang dikerjakan dengan
perasaan ragu-ragu. Inilah pendapat yang lebih rajih (kuat).
Contoh kasusnya adalah: misalnya seseorang sedang mengerjakan
shalat, kemudian dia merasa ragu-ragu dalam salah satu rekaatnya, apakah ia
rekaat kedua atau ketiga? Karena dia tidak bisa menentukan mana yang lebih rajih
antara kedua perkara tersebut, maka dia menjadikan rekaat tersebut menjadi rekaat
yang kedua, lalu dia menyempurnakan shalatnya. Namun ternyata rekaat tersebut
memang benar-benar rekaat kedua, maka menurut pendapat madzhab yang
populer dia tidak wajib sujud sahwi, sedangkan menurut pendapat kedua yang
menurut kami lebih rajih dia wajib mengerjakan sujud sahwi sebelum salam.

SUJUD SAHWI BAGI MAKMUM


Apabila seorang imam lupa, maka makmum wajib mengikutinya untuk
mengerjakan sujud sahwi. Berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam:

‫َ ))أوإبأذا أس ي يأجأد‬.َ.َ. ‫َ إل ي ي إن قي يياًل‬.َ.َ. ((‫ فألأ أتيتْألبُف ي يوا أعلأيي ي يبه‬،‫))إبنيأيياً ُجعب ي يأل ايبلأمي يياًُم بليُي ي ييؤأتن بي يبه‬

((‫فأياًسُجُديوا‬
“Sesungguhnya dijadikan imam itu fungsinya untuk diikuti, maka
janganlah kalian menyelisihinya.” …sampai sabda beliau…”Dan bila dia sujud,
maka sujudlah.” (H.R. Mutafaqun ‘Alaih, dari hadits Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu) 9.
Jadi, makmum wajib mengikuti imam, baik apakah imam tersebut
mengerjakan sujud sahwinya itu sebelum maupun sesudah salam, kecuali bila dia
shalatnya masbuq yakni dia belum mengerjakan beberapa rukun shalat yang

8
. Dari hadits Abu Sa’id al-Khudry. Sudah ditakhrij di depan.
9
. H.R. Bukhary dalam: al-Jama’ah, bab: Innama ju’ila al-Imam liutammima bihi, (657), Muslim
dalam: ash-Shalah, bab: I’timamu al-Makmum bil-Imam, (412), ditambahkan dalam riwayat
Abu Dawud, dalam: ash-Shalah, bab: al-imam yushally min qu’udin, (604) : “Dan apabila dia
membaca, maka dengarkanlah dengan tenang.” An-Nasa’i dalam: al-Iftitah, (920), Ibnu majah,
(846) dan imam Ahmad, (2 / 420).
lainnya, maka dia tidak boleh mengikuti imam mengerjakan sujud sahwi karena
adanya udzur tersebut, sebab seseorang yang shalatnya masbuq tidak mungkin
akan salam bersama-sama dengan imamnya. Oleh karena itu, dia diharuskan
menyempurnakan shalatnya yang tertinggal tadi terlebih dahulu, lalu salam,
kemudian baru mengerjakan sujud sahwi dan salam lagi.
Contoh kasusnya adalah: misalnya seseorang ikut shalat bersama imam
pada rekaat terakhir, kemudian imam tersebut sujud sahwi setelah salam. Maka
bila imam tersebut telah salam, orang yang shalatnya masbuq itu harus bangkit
untuk menyempurnakan shalatnya dan dia tidak boleh ikut mengerjakan sujud
sahwi bersama imam. Tetapi bila dia sendiri telah menyempurnakan shalatnya dan
salam, maka setelah salam dia harus mengerjakan sujud sahwi.
Sedangkan apabila yang lupa itu hanya makmum saja sedangkan imamnya
tidak, bila dia belum kehilangan salah satu dari rukun-rukun shalat, maka dia tidak
wajib mengerjakan sujud sahwi, karena sujud sahwinya itu akan menyebabkan dia
menyelisihi dan tidak mengikuti imam. Sebab lain karena para shahabat
radhiallahu ‘anhu juga tidak mengerjakan tasyahud awal ketika Nabi shalallahu
‘alahi wa salam kelupaan tidak mengerjakannya. Mereka malah berdiri bersama
beliau dan tidak duduk untuk mengerjakan tasyahud awal sendiri-sendiri,
tujuannya adalah sebagai bukti perhatian mereka untuk selalu mengikuti dan tidak
menyelisihi beliau.
Tetapi jika dia belum mengerjakan salah satu dari rukun-rukun shalat,
kemudian dia dan imamnya juga kelupaan atau setelah menyempurnakannya dia
sendiri juga kelupaan, maka dia belum gugur untuk mengerjakan sujud sahwi.
Oleh karena itu setelah dia menyempurnakan shalatnya, maka dia harus
mengerjakan sujud sahwi baik sebelum maupun sesudah salam, sebagaimana yang
telah dijelaskan secara mendetail di atas.
Contoh kasusnya adalah: misalanya seorang makmum kelupaan tidak
membaca do’a dalam rukuk: (Subhana rabbiyal-‘Adzim), tetapi dia tidak
kehilangan salah satu dari rukun-rukun shalat, maka dia tidak wajib mengerjakan
sujud sahwi. Sedangkan jika dia belum mengerjakan satu rekaat atau lebih, maka
dia harus menyempurnakannya dahulu, kemudian sebelum salam dia harus
mengerjakan sujud sahwi.
Contoh kasus lainnya: misalanya seorang makmum sedang mengerjakan
shalat dhuhur bersama imam. Ketika imam bangkit untuk mengerjakan rekaat
keempat, dia tetap duduk karena meyakini (mengira) bahwa itu adalah rekaat
terakhir. Jika dia tidak kehinggan salah satu dari rukun-rukun shalat, maka dia
tidak wajib mengerjakan sujud sahwi, tetapi jika dia kehilangan satu rekaat atau
lebih, maka dia harus menyempurnakan shalatnya dahulu, lalu salam, kemudian
baru mengerjakan sujud sahwi dan salam lagi. Sebenarnya tujuan dia diharuskan
mengerjakan sujud sahwi ini karena dia telah menambah duduk (dalam shalat)
ketika imam telah berdiri untuk mengerjakan rekaat yang keempat.

*************
KESIMPULAN

Dari uraian di atas, maka jelaslah bagi kita semua bahwa sujud sahwi
kadangkala dikerjakan sebelum maupun sudah salam.
Sujud sahwi sebelum salam, dikerjakan dalam dua tempat:
1. Apabila ada kekurangan dalam shalat, berdasarkan hadits Abdullah bin
Buhainah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam
pernah mengerjakan sujud sahwi sebelum salam ketika beliau tidak
mengerjakan tasyahud awal. Lafadz hadits ini telah disebutkan di depan.
2. Apabila seseorang ragu-ragu (dalam shalatnya) dan dia tidak bisa
menentukan mana yang lebih rajih di antara dua perkara tersebut,
berdasarkan hadits Abu Sa’id al-Khudry radhiallahu ‘anhu tentang
seseorang yang merasa ragu-ragu dalam shalatnya dan dia tidak tahu
berapa rekaat dia telah shalat? Dua rekaat atau tiga rekaat? Kemudian Nabi
shalallahu ‘alaihi wa salam menginstrusikan kepadanya supaya dia sujud
dua kali sebelum salam (sujud sahwi). Dan lafadz hadits ini juga telah
disebutkan di depan.

Sedangkan sujud sahwi setelah salam, juga dikerjakan dalam dua


tempat:
1. Apabila ada penambahan dalam shalat, berdasarkan hadits Abdullah bin
Mas’ud radhiallahu ‘anhu ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam shalat
dhuhur lima rekaat, kemudian para shahabat mengingatkan beliau setelah
salam, lalu beliau sujud dua kali kemudian salam. Hadits ini tidak
menjelaskan bahwa beliau mengerjakan sujud sahwi setelah salam itu
karena beliau tidak tahu bahwa beliau telah menambah rekaat kecuali
setelah salam. Oleh karena itu kita harus menggunakan hadits ini
berdasarkan keumuman hukumnya, yaitu bahwa sujud sahwi yang
disebabkan karena adanya penambahan (rekaat) itu dikerjakan setelah
salam, baik apakah dia mengetahuinya sebelum maupun sesudah salam.
Contoh lain: misalnya apabila seseorang karena kelupaan dia salam
padahal shalatnya belum selesai, kemudian dia mengingatnya kembali,
lalu dia menyempurnakan shalatnya. Karena dia telah menambah salam
ketika dia sedang mengerjakan shalatnya, maka dia harus mengerjakan
sujud sahwi setelah salam, berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu
‘anhu ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam baru saja mengerjakan dua
rekaat shalat dhuhur atau ashar, tetapi beliau sudah salam. Kemudian para
shahabat mengingatkannya, lalu beliau menyempurnakan shalatnya dan
salam, kemudia beliau sujud sahwi dan salam lagi. lafadz hadits ini sudah
disebutkan di atas.
2. Apabila seseorang merasa ragu-ragu (dalam shalatnya), tetapi kemudian
dia bisa menentukan mana yang lebih rajih di atara dua perkara tersebut.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi
shalallahu ‘alaihi wa salam pernah menginstruksikan kepada orang yang
merasa ragu-ragu dalam shalatnya supaya dia menentukan sendiri yang
menurutnya benar, lalu menyempurnakannya dengan pilihannya tadi.
Kemudian salam dan sujud sahwi. Dan lafadz haditsnya juga telah
disebutkan di depan.

Tetapi jika dia merasa ragu-ragu dalam dua tempat secara bersamaan,
yakni dia merasa bahwa tempat yang pertama sebelum salam sedangkan yang
kedua setelah salam, maka para ulama mengatakan: Dia harus lebih
mengutamakan sebelum salam, kemudian sebelum salam dia harus mengerjakan
sujud sahwi dahulu.
Contoh kasusnya adalah: misalanya seseorang sedang mengerjakan
shalat dhuhur, kemudian dia langsung berdiri untuk mengerjakan rekaat ketiga
padahal dia belum mengerjakan tasyahud awal, lalu ketika rekaat ketiga dia malah
duduk untuk mengerjakan tasyahud awal karena menyangka bahwa rekaat
tersebut adalah rekaat kedua. Tatapi kemudian dia ingat bahwa rekaat tersebut
sebenarnya adalah rekaat ketiga, maka dia harus berdiri dan mengerjakan satu
rekaat lagi, lalu mengerjakan sujud sahwi dan baru salam.
Karena orang ini tidak mengerjakan tasyahud awal, maka seharusnya dia
mengerjakan sujud sahwi sebelum salam. Tetapi disamping itu pula dia juga
menambah duduk pada rekaat ketiga, maka seharusnya dia juga mengerjakan
sujud sahwi setelah salam. Oleh karena itu (menurut para ulama) dia harus lebih
mengutamakan mengerjakan sujud sahwi sebelum salam.
Wallahu A’lam.

Saya memohon kepada Allah, semoga Dia memberikan petunjuk kepada


kita dan saudara-saudara kita sesama muslim supaya dapat memahami kitab dan
sunnah Rasul-Nya, mengamalkan keduanya baik secara dhahir maupun batin, baik
dalam masalah aqidah, ibadah maupun mu’amalah dan menetapkan kesudahan
yang baik bagi kita semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Semoga Allah ta’ala
melimpahkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
shalallahu ‘alaihi wa salam berserta keluarga dan seluruh para shahabatnya.

Risalah ini telah selesai ditulis dengan penanya seorang hamba yang fakir
yang selalu mengharap kepada Allah ta’ala ampunan dan rahmat-Nya,
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, pada tanggal 3 / 4 / 1400 H.

***************

Anda mungkin juga menyukai