LP Tumor Paru
LP Tumor Paru
DISUSUN OLEH :
2017
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Berbagai tumor jinak dan ganas dapat timbul di paru, tetapi sebagian besar (90-95%)
adalah karsinoma, kekitar 5% adalah karsinoid bronkus, dan 2-5% adalah neoplasma
mesenkeim dan neoplasma lainnya (Ermayanti, 2013). Paru adalah tempat tersering untuk
metastasik suatu neoplasma. Baik karsinoma maupun sarcoma yang timbul di bagian lain
tubuh dapat menyebar ke paru melaui darah atau pembuluh limfe atau perkontinuitatum.
Pertumbuhan tumor secara langsung kedalam paru paling sering terjadi pada karsinoma
esophagus dan limfoma mediastinum. Banyak kanker yang berasal dari tempat lain menyebar
ke paru-paru. Biasanya kanker ini berasal dari payudara, usus besar, prostat, ginjal, tiroid,
lambung, leher rahim, rektum, buah zakar, tulang dan kulit (Sudoyo dkk, 2009)
B. Etiologi
Penyebab pasti dari kanker paru sampai sekarang belum diketahui, tetapi paparan atau
inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan factor penyebab
utama disamping factor lain seperti kekebalan tubuh, genetic dan lain-lain (Sudoyo dkk,
2009).
1. Kebiasaan merokok
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat
berhubungan dengan kebiasaan merokok. Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker
paru, tetapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti esophagus, laring dan
mulut. Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen
terhadap organ tersebut. Zat –zat yang bersifat karsinogen (C), karsinogenik (CC), tumor
promoter (TP), mutagen (M) yang telah dibuktikan tersapat dalam rokok. Etiologi lain
yang berhubungan dengan zat karsinogen, seperti: asbestos (mesotelioma), radiasi ion
pada pekertja tambang uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon dan
vinil klorida.
2. Polusi udara
Pasien kanker paru lebih banyak di daerah urban yang banyak polusi udara
dibandingkan yang tinggal dirural.
3. Genetik
Terdapat mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni: Proto
onkogen, tumor supresore gene, gene encoding enzyme.
4. Teori onkogenesis
Teori ini didasari oleh perubahan tampilan gen sipresor tumor dalam genom
(onkogen), dengan cara delesi, insersi. Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan
sel paru berubah menjadi sel kanker.
5. Diet
Bebepara penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker
paru.
D. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar.
Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam,
dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut,
penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati.
Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan,
faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor.
Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang
merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan
berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang
berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik
(DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan
berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama
meingguan sampai tahunan.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen dada (PA) dan lateral
Sebuah studi melaporkan bahwa tumor paru terdeteksi dalam pemeriksaan rutin
dengan foto rontgen dada biasa. Namun pemeriksaan foto rontgen dada ini haru sdilulang
untuk menilai doubling timenya. Dilaporkon bahwa, kebanyakan kanker paru mempunyai
doubling time antara 37-465 hari. Bila douling time >18 bulan, berarti tumornya benigna,
dengan tanda – tanda lesi berbentuk bulat konsentris, solid dan adanya kalsifikasi yang
tegas.
2. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan ini lebih sensitive dari pada foto rontgen dada biasa, karena bias
mendeteksi nodul dengan diameter minimal 3mm, walaupun positif palsu dapat mencapai
26-60%. Bila terdapat dugaaan metastasis ke tulang dapat dilakkan pemeriksaan Bone
Scanning.
3. Pemeriksaan Sitologi
Bila pasien mengalami keluhan seperti batuk maka pemeriksaan ini perlu
dilakukan. Namun pemeriksaan ini juga tergantung dari: letak tumor terhadap bronkus,
jenis tumor, teknik pengeluaran sputum, jumlah sputum yang diperiksa (3-5 hari
berturut-turut) dan waktu pemeriksaan sputum. Jika kanker paru letaknya disentral akan
ditemukan hasil positif 67-85% pada karsinoma sel skuamosa.
4. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru untuk
mendapatkan spesimennya, dapat dilakukan dengan beberapa cara:
Bronkoskopi
Trans Torakal Biopsi
Biopsy ini terutama untuk lesi yang letaknya di perifer dengan ukuran >2cm den
memiliki sensitivitas 90-95%.
Torakoskopi
Biopsi tumor didaerah pleura akan memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakostomi dari pada membuta.
Mesiastinoskopi
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat
dapat dilakukan dengan cara mediastinoskopi yang dimasukkan melalui insis
supra sterna.
Torakotomi
Torakotomi untuk diagnosis kanker paru dikerjakan bia berbagai prosedur non
invasive dan invasive sebelumya gagal.
5. Pemeriksaan Serologi
Samapai saat ini belum ada pemeriksaan serologi penanda tumor-tumor untuk
mendiagnosis kanker paru, yang spesifisitasnya tinggi. Beberapa jenis tes yang dipakai
adalah: CEA (Carsinonoma Embrionic Antigen), NSE (Neuron Spesific Enolase) dan
CYFRA 21-1 (Cytocreatin Fragments 19).
F. Penatalaksanaan
Tedapat perbedaan fundamental perangai biologis Non Small Cell Lung Cancer
dengan Small Cell Lung Cancer sehingga pengobatannya harus dibedakan.
1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK (Kanker Paru jenis
Karsinoma Bukan Sel Kecil) stadium I dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari
“combine modality therapy”, misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium
IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti
kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat.
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut
jaringan KGB (Kelenjar Getah Bening) intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak
cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan
bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi
sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.
Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah adalah
mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan.
Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika
tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD) :
Syarat untuk reseksi paru
Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP (Kapasitas Vital Paksa) paru
kontralateral baik, VEP1>60%
Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%, VEP1 >
60%
2. Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada terapi
kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk KPKBSK stadium
IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.
Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan
keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor
ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :
Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC ( misal AUC 5), maka dosis
dihitung dengan menggunakan rumus atau nnenggunakan nomogram. Dosis (mg) =
(target AUC) x ( GFR + 25) Nilai GFR atau gromenular filtration rate dihitung dari kadar
kreatinin dan ureum darah penderita.
Pencegahan
1. Pencegahan paling baik adalah tidak meroko sejak usia muda. Berhenti merokok dapat
mengurangi resiko terkena kanker paru.
2. Akhir – akhir ini pencegahan dengan chemoprevention anyak dilakukan, yakni dengan
memakai derivate asam retinoid, carotenoid, vitamin C, selenium dll.
G. Komplikasi
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan.
Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa).
Karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan
adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan
napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama
bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus
perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat
sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokar. Paru
merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau
toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.
H. Tindakan Keperawatan
Pengkajian
Pengumpulan Data
1. Keadaan umum: lemah, sesak yang disertai dengan nyeri dada.
2. Kebutuhan dasar:
o Pola makan : nafsu makan berkurang karena adanya sekret dan terjadi kesulitan
menelan(disfagia), penurunan berat badan.
o Pola minum : frekuensi minum meningkat (rasa haus)
o Pola tidur : susah tidur karena adanya batuk dan nyeri dada.
o Aktivitas : keletihan, kelemahan
3. Pemeriksaan fisik
Sistem pernafasan
o Sesak nafas, nyeri dada
o Batuk produktif tak efektif
o Suara nafas: mengi pada inspirasi
o Serak, paralysis pita suara.
Sistem kardiovaskuler
o tachycardia, disritmia
o menunjukkan efusi (gesekan pericardial)
Sistem gastrointestinal
o Anoreksia, disfagia, penurunan intake makanan, berat badan menurun.
o Sistem urinarius
o Peningkatan frekuensi/jumlah urine.
Sistem neurologis
o Perasaan takut/takut hasil pembedahan
o Kegelisahan
4. Data Penunjang
o Foto dada, PA dan lateral
o CT scan/MRI
o Bronchoscope
o Sitologi
Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
Perasaan lemah, Sesak nafas, nyeri dada, Batuk tak efektif, Serak, haus, Anoreksia,
disfalgia, berat badan menurun, Peningkatan frekuensi/jumlah urine, Takut
2. Data Objektif
Batuk produktif, Tachycardia/disritmia, Menunjukkan efusi, Sianosis, pucat, Edema,
Demam Gelisah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Keridakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan obstruksi bronkus
2. Nyeri akut sehubungan dengan penekanan akibat pembesaran tumor.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan Anorexia
4. Ansietas sehubungan dengan kurang pengetahuan
5. Gangguan pola tidur sehubungan dengan batuk yang kronis
6. Intoleransi aktivitas sehubungan dengan insufisiensi
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Keridakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan obstruksi bronkus
Tujuan : bersihan jalan nafas bersih
Kriteria hasil :
Pasien tidak secret
Suara nafas bersih
Frekuensi napas normal (16 - 20 x /mn)
INTERVENSI dan RASIONAL
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan expansi paru
R/ Kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas. (apa
awal atau hanya tanda EP sub-akut). Kedalaman pernapasan bervariasi tergantung
derajat gagal napas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis
dan atau nyeri dada pleuritik.
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventius, seperti krekels,
mengi, gesekan pleural.
R/ Bunyi napas menurun / tidak ada bila jalan napas obstriksi sekunder terhadap
perdarahan, bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronki dan mengi
menyertai obstruksi jalan napas / kegagalan pernapasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
R/ Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
R/ Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering / iritasi. Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau antikoagulan berlebih.
5. Dorong / bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk.
R/ Dapat meningkatkan / banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan upaya bernapas.
6. Berikan oksigen tambahan
R/ Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas.
3. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindarkan cairan 1 jam sebelum dan
sesudah makan.
R/ Cairan yang lebih pada lambung, menurunkan nafsu makan dan masukan
4. Pertahankan higiene mulut yang baik (sikat gigi, mencuci mulut) sebelum dan
sesudah makan.
R/ Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah bau dan rasa tak sedap,
yang menurunkan nafsu makan.
Diagnosa 4 : Ansietas sehubungan dengan kurang pengetahuan
Tujuan : Ansietas berkurang
Kriteria hasil :
Cemas hilang / berkurang
Pasien tidak gelisah
INTERVENSI dan RASIONAL
1. Berikan kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk mengungkapkan perasaan,
lakukan kontak yang sering dan berikan suasana yang meningkatkan ketenangan,
rileks, mendengarkan penuh perhatian.
R/ Kontak yang seriang menunjukkan penerimaan dan menumbuhkan rasa percaya.
2. Dorong diskusi terbuka tentang tumor, pengalaman orang lain dan potensial
penyembuhannya.
R/ Perawat dapat bicara terbuka tentang hidup, memberikan dorongan dan harapan.
3. Tunjukkan adanya harapan.
R/ Untuk menghilangkan keputusasaan, harapan dapat memainkan peranan yang
bermakna dalam kehidupan pasien.
4. Anjurkan pada pasien tetap bersabar, tenang dan berdoa / beribadah..
R/ Memberikan ketenangan dan ketentraman batin.
5. Evaluasi kecemasan pasien dengan skala HARS (Hamilton Rating Scale for Anxiety)
R/ Menentukan tingkat kecemasan pasien setelah diberi intervensi sehingga mudah
untuk melakukan intervensi selanjutnya.
6. Observasi Vital Sign
R/ Sehingga indikator objek untuk memberi kecemasan pasien.
Nurarif, A. H & Kusuma, H (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC
NOC. Yogyakarta : Mediaction
Rachman, L; Dany, F; Rendy Leo. Robbins & Cotran (2010). Dasar Patologis Penyakit. Ed.7.
Jakarta: EGC
Sudoyo, Bambang, Idrus, Marcellus, & Siti (2009) Ilmu Penyakit Dalam.Ed.V. Jakarta: EGC.
Wilkoinson, J.M & Ahern, N. R (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC. Kriteria Hasil NOC, Ahli Bahasa Esty Wahyuningsih; ed. 9. Jakarta:
EGC