PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kesadaran masyarakat Indonesia akan konsumsi obat generik masih kurang.
Penyebabnya adalah masih adanya anggapan bahwa obat generik yang harganya
lebih murah tidak berkualitas jika dibandingkan dengan obat bermerek. Konsumsi
obat generik di Indonesia paling rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya. Di Thailand, konsumsi obat generik mencapai 25% dari penjualan
obatnya, sedangkan di Malaysia mencapai 20% pada tahun 2007. Sepanjang tahun
2007, penjualan obat generik yang dikonsumsi masyarakat Indonesia hanya
mencapai 8,7% dari total penjualan obat (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2009) .
Harga obat di Indonesia lebih mahal jika dibandingkan dengan harga obat
di negara lain. Penyebabnya adalah harga obat tersebut termasuk ke dalam biaya
distribusi, rumitnya tata niaga obat, pajak pertambahan nilai, dan biaya promosi
pada para dokter. Sebenarnya kualitas obat generik tidak kalah dengan obat
bermerek lainnya. Hal ini dikarenakan obat generik juga mengikuti persyaratan
dalam Cara Pembutan Obat yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI).
1.2Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan :
1
1.Apa yang di maksud Obat Generik?
2.Apa saja macam-macam Obat generik?
3. Penyebab apa saja yang mempegaruhi penggunaan obat generik kurang
diminati?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Obat Esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan
tercantum dalam Daftar Obat Esensial yang ditetapkan oleh Menteri.
3
yang Baik (CPOB) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia (BPOM RI). Selain itu, obat generik juga harus lulus uji
bioavailabilitas atau bioekivalensi (BA/BE). Uji ini dilakukan untuk menjaga
mutu obat generik. Studi BE dilakukan untukmembandingkan profil pemaparan
sistematik (darah) yang memiliki bentuk tampilan berbeda-beda (tablet, kapsul,
sirup, salep, dan sebagainya) dan diberikan melalui rute pemberian yang berbeda-
beda. Pengujian BA dilakukan untuk mengetahui kecepatan zat aktif dari produk
obat diserap oleh tubuh ke sistem peredaran darah.Pada beberapa obat bermerek
dagang, terdapat bahan tambahan yang digunakan selain zat aktif. Hal ini biasanya
dilakukan untuk mengurangi reaksi alergi tubuh terhadap zat aktif, namun bagi
sebagian orang, zat tambahan malah dapat menyebabkan alergi. Oleh karena itu,
sekelompok orang tersebut lebih cocok menggunakan obat generik. Perbedaan
antara obat bermerek dan obat generik hanya terdapat pada tampilan obat yang
lebih menawan dan kemasan yang lebih bagus sehingga terasa lebih istimewa.
Penggunaan obat generik pun dipengaruhi oleh pemberian resep dokter. Tidak
semua dokter dengan senang hati memberikan resep obat generik kepada pasien.
Banyak alasan yang melatarbelakangi hal tersebut, salah satunya adalah
pandangan masyarakat yang menganggap remeh obat generik sehingga akhirnya
akan mengurangi reputasi dokter. Hal lain yang bisa mempengaruhi yaitu adanya
pesan sponsor kepada dokter tersebut dan belum adanya obat generik dari obat
paten yang akan diberikan kepada pasien. Selain itu, pasien biasanya juga enggan
untuk meminta obat generik kepada dokternya sehingga penggunaan obat generic
dengan resep dokter masih sangat kurang. Mulai saat ini, kita sebagai pasien harus
bersikap lebih aktif lagi mengenai biaya kesehatan yang dikeluarkan. Oleh karena
itu, jangan terlalu cepat menghakimi obat hanya karena obat tersebut tergolong
obat generik yang notabene berharga lebih murah.
2.3 Penyebab Obat Generik Kurang diminati
Beberapa penyebab penggunaan obat generik kurang diminati masyarakat
karena adanya anggapan bahwa obat generik yang harganya lebih murah tidak
berkualitas jika dibandingkan dengan obat dagang. Kemasan obat generik pun
menjadi salah satu faktor kurang diminati nya obat generik ini. Generik
4
kemasannya dibuat biasa, karena yang terpenting bisa melindungi produk yang
ada di dalamnya. Namun, yang bermerek dagang kemasannya dibuat lebih
menarik dengan berbagai warna. Kemasan itulah yang membuat obat bermerek
lebih mahal. Meskipun mempunyai mutu yang sama. Faktor yang juga tak kalah
penting dalam kurang berminat nya penggunaan obat generik adalah ketersediaan
obat ini. Menurut data yang diperoleh di salah satu rumah sakit dan di apotik x
hanya tersedia sekitar 69,7% dari target yang tersedia adalah 95%.
2.4 Contoh Obat Generik
Obat generik, indikasi, kontra indikasi dan efek samping
1. Morfin
Indikasi : Analgesik selama dan setelah pembedahan, analgesi pada
situasi lain.
Kontra indikasi : Depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut,
Peningkatan tekanan otak atau cidera kepala.
Efek samping : Mual, muntah, konstipasi, ketergantungan atau adiksi. Pasda over
dosis Menimbulkan keracunan dan dapat menyebabkan keracunan dan dapat
menyebabkan kematian.
Sediaan : HCl (generik) siruf 5mg / 5ml, tablet10mg, 30mg, 60mg,
injeksi 10mg / ml,20mg / ml.
2. Kodein fosfat
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedangKontra indikasiDepresi pernafasan akut,
alkoholisme akut, penyakit perut akut, peningkatan tekanan otak atau cedera
kepala
Efek samping : Mual, muntah, konstipasi, ketergantungan /adiksi pada over dosis
menimbulkankeracunan dan dapat menyebabkan kematian.
Sediaan : Kodein fosfat (generik) tablet 10 mg, 15 mg,20 mg
3. Fentanil
Indikasi : Nyeri kronik yang sukar diatasi pada kanker
Kontra indikasi : Depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut,
peningkatan tekanan otak atau cedera kepala
5
Efek samping : Mual, muntah, konsipasi, ketergantungan /adiksi pada over dosis
menimbulkankeracunan dan dapat menyebabkan kematian.
Sediaan : Bentuk sediaan dapat berupa injeksi ataucakram transdermal (lama kerja
yang panjang).
2.5 Kebijakan Obat Nasional
Kebijakan Pemerintah terhadap peningkatan akses obat telah ditetapkan
antara lain dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Peraturan Pemerintah, Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Kebijakan Obat
Nasional. Dalam subsistem Obat dan Perbekalan Kesehatan dalam SKN,
penekanan diberikan pada :
1. Ketersediaan obat,
2. Pemerataan termasuk keterjangkauan dan jaminan keamanan obat,
3. Khasiat dan mutu obat.
TUJUAN
Kebijakan Obat Nasional dalam pengertian luas dimaksudkan untuk
meningkatkan pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, agar
tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Keterjangkauan dan penggunaan obat yang rasional merupakan bagian dari
tujuan yang hendak dicapai. Pemilihan obat yang tepat dengan mengutamakan
penyediaan obat esensial dapat meningkatkan akses serta kerasionalan
penggunaan obat.
Semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya
agar memberikan manfaat bagi kesehatan. Bersamaan dengan itu masyarakat
harus dilindungi dari salah penggunaan dan penyalahgunaan obat.
Dengan demikian tujuan Kebijakan Obat Nasional adalah menjamin :
6
1. Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat
esensial.
2. Keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar serta melindungi
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.
3. Penggunaan obat yang rasional.
LANDASAN KEBIJAKAN
Untuk mencapai tujuan Kebijakan Obat Nasional ditetapkan landasan kebijakan
yang merupakan penjabaran dari prinsip dasar SKN, yaitu :
STRATEGI
1. Ketersediaan, Pemerataan dan Keterjangkauan Obat Esensial
Akses obat esensial bagi masyarakat secara garis besar dipengaruhi oleh
empat faktor utama, yaitu penggunaan obat yang rasional, harga yang terjangkau,
pendanaan yang berkelanjutan, dan sistem kesehatan serta sistem penyediaan obat
yang dapat diandalkan.
Berdasarkan pola pemikiran di atas ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan
obat esensial dicapai melalui strategi berikut :
7
Sosial Nasional (SJSN) yang dijabarkan dalam berbagai bentuk Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).
2. Rasionalisasi harga obat dan pemanfaatan obat generik.
3. Penerapan sistem pengadaan dalam jumlah besar (bulk purchasing) atau
pengadaan bersama (pool procurement) disektor publik. Disertai distribusi
obat yang efektif, efisien dan akuntabel pada sektor publik dan swasta.
4. Pengembangan dan evaluasi terus-menerus, khususnya model dan bentuk
pengelolaan obat sektor publik di daerah terpencil, daerah tertinggal,
daerah perbatasan dan daerah rawan bencana.
5. Penyiapan peraturan yang tepat untuk menjamin ketersediaan
danketerjangkauan obat.
6. Penerapan standar proses dan standar komoditi obat secara ketat sebagai
sarana pembatasan jenis dan jumlah obat yang beredar.
7. Memanfaatkan skema dalam TRIPs seperti Lisensi Wajib dan Pelaksanaan
Paten oleh Pemerintah.
8
Pengembangan serta penerapan pedoman terapi dan kepatuhan terhadap
Daftar Obat Esensial Nasional(DOEN), merupakan dasar dari pengembangan
penggunaan obat yang rasional.
Salah satu masalah yang mendasar atas terjadinya penggunaan obat yang tidak
rasional adalah informasi yang tidak benar, tidak lengkap dan menyesatkan. Oleh
karena itu perludijamin agar pengguna obat, baik pelayan kesehatan maupun
masyarakat mendapatkan informasi yang benar, lengkap dan tidak
menyesatkan.Berdasarkan hal-hal tersebut diatas upaya untuk penggunaan obat
yang rasional dilakukan melalui strategi berikut :
9
1. Penetapan target pembiayaan obat sektor publik secara nasional (WHO
menganjurkan alokasi sebesar minimal US $ 2 per kapita).
2. Pengembangan mekanisme pemantauan pembiayaan obatsektor publik di
daerah.
3. Penyediaan anggaran obat untuk program kesehatan nasional.
4. Penyediaan anggaran Pemerintah dalam pengadaan obat buffer stock
nasional untuk kepentingan penanggulangan bencana, dan memenuhi
kekurangan obat di kabupaten/kota.
5. Penyediaan anggaran obat yang cukup yang dialokasikan dari Dana
Alokasi Umum (DAU) dan dari sumber yang lain.
6. Penerapan skema JKN ? dan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan
lainnya harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna.
7. Pembebanan retribusi yang mungkindikenakan kepada pasien di
Puskesmas harus dikembalikan sepenuhnya untuk pelayanan kesehatan
termasuk untuk penyediaan obat.
8. Penerimaan bantuan obat dari donor untuk menghadapai keadaan darurat,
sifatnya hanya sebagai pelengkap. Mekanisme penerimaan obat bantuan
harus mengikuti kaidah internasional maupun ketentuan dalam negeri.
10
1. Pemberian insentif kepada industriobat jadi dan bahan baku dalam negeri
tanpa menyimpang dari dan dengan memanfaatkan peluang yang ada
dalam perjanjian WTO.
2. Peningkatan ekspor obat untuk mencapai skala produksi yang lebih
ekonomis untuk menunjang perkembangan ekonomi nasional. Pemerintah
mengupayakan pengakuan internasional atas sertifikasi nasional, serta
memfasilitasi proses sertifikasi internasional.
3. Peningkatan kerjasama regional, baik sektor publik maupun sektor swasta,
dalam rangka perdagangan obat internasional untuk pengembangan
produksi dalam negeri.
4. Pengembangan dan produksi fitofarmaka dari sumber daya alam Indonesia
sesuai dengan kriteria khasiat dan keamanan obat.
5. Peningkatan efektivitas dan efisiensi distribusi obatmelalui regulasi yang
tepat untuk ketersediaan, keterjangkauan dan pemerataan peredaran obat.
6. Peningkatan pelayanan kefarmasian melalui peningkatan profesionalisme
tenaga farmasi sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku.
7. Pemberian insentif untuk pelayanan obat di daerah terpencil.
8. Pengembangan mekanisme pemantauan ketersediaan obat esensial dan
langkah-langkah perbaikan.
9. Ketersediaan obat sektor publik:
11
Pengorganisasian suplai obat dalam keadaan darurat harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Penyusunan pedoman pengadaan obatuntuk keadaan darurat yang ditinjau
kembali secara berkala.
Pengadaan obat untuk keadaan darurat mengikuti pedoman yang ada dan
pemerintah mengambil langkah-langkah untuk menjamin ketepatan
jumlah, jenis, mutu dan waktu penyerahan obat.
C. KETERJANGKAUAN
Sasaran :
Harga obat terutama obat esensial terjangkau oleh masyarakat.
Upaya untuk keterjangkauan atau akses obat di upayakan dari dua arah,
yaitu dari arah permintaan pasar dan dari arah pemasok. Dari arah permintaan
diupayakan melalui penerapan Konsep Obat Esensial dan penggunaan obat
generik. Penerapan Konsep Obat Esensial dan penggunaan obat generik dilakukan
melalui berbagai upaya, antara lain promosi penggunaan obat generik di setiap
tingkat pelayanan kesehatan, pengaturan, pengelolaan obat di sektor publik.
Sementara itu penerapan skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat
meningkatkan keterjangkauan obat, terutama obat esensial bagi masyarakat. Oleh
karena itu penerapan JKN harus terus diupayakan semaksimal mungkin.
Untuk mendapatkan harga yang lebih terjangkau di sektor publik, di lakukan
melalui pengadaan dalam jumlah besar atau pengadaan bersama.
Dari segi pasokan ditempuh berbagai upaya, antara lain dengan penyusunan
kebijakan mengenai harga obat, terutamaobat esensial dan pengembangan sistem
informasi harga serta menghindarkan adanya monopoli.
Oleh karena akses terhadap obat esensial merupakan salah satu hak asasi manusia,
maka obat esensial selayaknya dibebaskan dari pajak dan bea masuk.
Langkah Kebijakan :
12
4. Pemasyarakatan obat generik secara konsisten dan berkelanjutan.
5. Pengendalian harga obat generik dengan memanfaatkan informasi
harga obat internasional.
6. Pemberian insentif kepada sarana dan tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan obat esensial.
2. Pelakksanaanevaluasi harga secaraperiodik dalam rangka mengambil
langkah kebijakan mengenai harga obat esensial dengan :
13
dan tidak diterima oleh tenaga kesehatan. Oleh karena itu proses pemilihan harus
memperhatikan adanya konsultasi, transparansi, kriteria pemilihan yang jelas,
pemilihan yang terkait dengan pedoman klinis berbasis bukti ilmiah terbaik, daftar
dan pedoman klinis yang berbeda untuk setiap tingkat pelayanan yang
diperbaharui secara berkala.
Langkah Kebijakan :
1. Pemilihan obat esensial harus terkait dengan pedoman terapi atau standar
pengobatan yang didasarkan pada bukti ilmiah terbaik.
2. Pelaksanaan seleksi obat esensial dilakukan melalui penelaahan ilmiah
yang mendalam dan pengambilan keputusan yang transparan dengan
melibatkan apoteker, farmakolog, klinisi dan ahli kesehatan masyarakat
dari berbagai strata sarana pelayanan kesehatan dan lembaga pendidikan
tenaga kesehatan.
3. Pelaksanaan revisi DOENdilakukan secara periodik paling tidak setiap 3-4
tahun dengan melalui proses pengambilan keputusan yang sama.
4. Penyebarluasan DOENkepada sarana pelayanan kesehatan sampai daerah
terpencil, lembaga pendidikan tenaga kesehatan, baik dalam bentuk media
cetak maupun elektronik.
14
1. Penyusunan pedoman terapi standarberdasarkan bukti ilmiah terbaik yang
di revisi secara berkala.
2. Pemilihan obat dengan acuan utama DOEN.
3. Pembentukan dan atau Pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi di
rumah sakit.
4. Pembelajaran farmakoterapi berbasis klinis dalam kurikulum S1tenaga
kesehatan.
5. Pendidikan berkelanjutan sebagai persyaratan pemberian izin menjalankan
kegiatan profesi.
6. Pengawasan, audit dan umpan balik dalam penggunaan obat.
7. Penyediaan informasi obat yangbenar, lengkap dan tidak menyesatkan
melalui pusat-pusat informasi di sarana-sarana pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta.
8. Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat untuk menggunakan obat
secara tepat dan benar, serta meningkatkan kepatuhan penggunaan obat.
9. Regulasi dan penerapannya untuk menghindarkan insentif pada
penggunaan dan penulisan resep obat .
10. Regulasi untuk menunjang penerapan berbagai langkah kebijakan
penggunaan obat yang rasional.
11. Promosi penggunaan obat yang rasional dalam bentuk komunikasi,
informasi dan edukasi yang efektif dan terus menerus kepada tenaga
kesehatan dan masyarakat melalui berbagai media.
F. PENGAWASAN OBAT
Sasaran :
1. Obat yang beredar harus memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu.
2. Masyarakat terhindar dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan
obat.
Pengawasan obat merupakan tugas yang kompleks yang melibatkan berbagai
pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhioleh lembaga pemerintah untuk
melakukan pengawasan, antara lain adanya dasar hukum, sumber daya manusia
dan sumber daya keuangan yang memadai, akses terhadap ahli, hubungan
internasional, laboratorium pemeriksaan mutu yang terakreditasi, independen, dan
transparan.
Sasaran pengawasan mencakup aspek keamanan, khasiat, dan mutu serta
keabsahan obat dalam rangka melindungi masyarakat terhadap penyalahgunaan
dan salah penggunaan obat sebagai akibatdari kurangnya pengetahuan, informasi
15
dan edukasi masyarakat yang harus ditangani secara lintas sektor dan lintas
program.
Langkah Kebijakan :
16
pembangunan di bidang obat dengan penyelenggara penelitian dan
pengembangan.
2. Meningkatkan kerjasama lintas sektor dan dengan luarnegeri di bidang
penelitian dan pengembangan obat serta meningkatkan koordinasi dan
sinkronisasi penyelenggaraan penelitian antara berbagai lembaga dan
perorangan yang melakukan penelitian di bidang obat.
3. Membina dan membantu penyelenggaraan penelitian yang relevan dan
diperlukan dalam pembangunan di bidang obat.
17
I. PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Sasaran :
Menunjang penerapan Kebijakan Obat Nasional melalui pembentukan
mekanisme pemantauan dan evaluasi kinerja serta dampak kebijakan, guna
mengetahui hambatan dan penetapan strategi yang efektif.
Penerapan Kebijakan Obat Nasional memerlukan pemantauan dan evaluasi secara
berkala.
Hal ini penting untuk melakukan antisipasi atau koreksi terhadap perubahan
lingkungan dan perkembangan yang begitu kompleks dan cepat yang terjadi di
masyarakat. Kegiatan pemantauan dan evaluasi merupakan bagian tidak
terpisahkan dari kegiatan pengembangan kebijakan. Dari pemantauan kebijakan
akan dapat dilakukan koreksi yang dibutuhkan.
Sedangkan evaluasi kebijakan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang
penyelenggaraan, melaporkan luaran (output), mengukur dampak (outcome),
mengevaluasi pengaruh (impact) pada kelompok sasaran, memberikan
rekomendasi dan penyempurnaan kebijakan.
Langkah Kebijakan :
18
2.6 Studi Kasus
Apotek Benih Kasih merupakan usaha yang bergerak dalam bidang
pelayanan masyarakat. Apotek ini berdiri pada tanggal 14 Desember2009 yang
beralamat di Jl. Kupang Gunung Barat X17A Surabaya dengan pemilik bapak
Sujito. pemilik Apotek melakukan kecurangan dalam mekanisme penjualan obat
generik melebihi Harga Eceran Tertinggi dan tidak mencantumkan label harga
pada kemasan obat.Hingga Merugikan Konsumen yang membeli obat Generik .
*Pelanggaran yang dilakukan berdasarkan landasan hukum.
pelaku usaha juga dapat dituntut karena melanggar pasal 8 ayat 1f yang
menyatakan “pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan janji yang dicantumkan pada
label, etiket, keterangan barang dan/atau jasa tersebut.”
-KEPMENKES No. 069 Tahun 2006 tentang pencantuman HET pada label obat.
*SANKSI
Di dalam pasal 62 ayat1 pelaku usaha yang melanggar tersebut diancam hukuman
pidana paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000
(dua miliar).
19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat
diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti.
Obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary
Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar
lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.
Obat Generik Bermerek/Bernama Dagang adalah obat generik dengan nama
dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan. Obat
Esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan
bagi masyarakat mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan tercantum
dalam Daftar Obat Esensial yang ditetapkan oleh Menteri.
Terdapat dua jenis obat generik, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB) dan
obat generik bermerek (branded generic) atau biasa disebut obat dagang.
20
DAFTAR PUSTAKA
A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1995.
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003.
21