ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk
mendeskripsikan: keterlaksanaan pembelajaran matematika jika diajarkan melalui
model kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan pendekatan kontekstual, hasil
belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Palopo sebelum dan setelah
diterapkan model kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan pendekatan
kontekstual dan respon belajar, aktivitas belajar serta peningkatan hasil belajar
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 palopo setelah diterapkan model kooperatif
tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan pendekatan kontekstual. Satuan eksperimen
adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Palopo yang tersebar dalam sepuluh
kelas tahun ajaran 2014/2015. Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan
teknik Random sampling yang menghendaki pengacakan pada kelas sehingga terpilih
kelas VIII J dengan jumlah siswa 30 orang.
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan tentang karakteristik
distribusi skor dari variabel penelitian yaitu diperoleh hasil belajar sebelum
pembelajaran dengan nilai skor rata-rata 41,53 dari 30 siswa; hasil belajar setelah
pembelajaran dengan nilai skor rata-rata 84,60 dari 30 siswa; perolehan skor rata-rata
untuk keseluruhan keterlaksanaan pembelajaran adalah sebesar 4,13 dan berada pada
kategori sebagian besar terlaksana; respons siswa setelah pembelajaran adalah sebesar
3,11 dan berada pada kategori baik; aktivitas belajar siswa selama pembelajaran
termasuk kategori aktif yaitu dengan perolehan skor rata-rata untuk keseluruhan
aktivitas siswa adalah 3,25 berdasarkan klasifikasi gaint ternormalisasi disimpulkan
bahwa peningkatan hasil belajar setelah penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan pendekatan kontekstual pada siswa kelas VIII J
SMP Negeri 3 Palopo, berada pada kategori tinggi; hasil analisis statistik inferensial
dengan menggunakan uji-t pada bagian one samples test, diperoleh nilai probabilitas
<0,001. Oleh karena nilai probabilitas < 0,05 (< 0,001 0,05) maka H0 ditolak.
Kata kunci: Implementasi, IOC (Inside Outside Circle), pendekatan kontekstual,
kubus, balok.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu hal yang tidak pernah terpisahkan dalam perjalanan
hidup anak manusia dalam sejarah peradaban. Kualitas sebuah bangsa dan
peradaban ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Ia menjadi bagian yang penting,
sebab, dengan adanya pendidikan manusia mampu mengembangkan nalar
berfikirnya, serta meningkatkan taraf hidup dan kemampuanya dalam
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Dalam Undang–Undang No. 20
Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 12 ayat 1 butir (b)
dinyatakan ‘’Setiap siswa pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya’’.
Selanjutnya pada butir (f) dinyatakan bahwa ‘’Siswa pada setiap satuan pendidikan
berhak menyelesaikan pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing–masing
dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan’’. Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta
bertanggung jawab.
Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh perkembangan anak bangsa sebagai
generasi penerus bangsa, dan kemajuan generasi bangsa ditentukan oleh
perkembangan pendidikan suatu bangsa tersebut. Untuk memperoleh pendidikan
yang maju dan berkembang dibutuhkan suatu perencanaan yang berhubungan
dengan tujuan pendidikan nasional di dalam UU No 2 Tahun 1989 yaitu:
“mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawabkemasyarakatan dan kebangsaan”. (UUSPN, 1989 (Hasbullah, 2015).
Menurut Isjoni (2009:7), pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan
dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sejalan perkembangan
dunia pendidikan yang semakin pesat menuntut lembaga pendidikan untuk lebih
dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Banyak perhatian
khusus diarahkan kepada perkembangan dan kemajuan pendidikan guna
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Untuk mencapai hasil yang maksimal
dalam dunia pendidikan, saat ini berkembang berbagai model pembelajaran. Secara
harfiah model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru untuk
meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berfikir
kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih
optimal.
Informasi ilmu pengetahuan melalui berbagai mata pelajaran yang diajarkan
di sekolah memegang peranan yang sangat penting termasuk pengetahuan dasar dari
mata pelajaran matematika. Matematika merupakan sarana berfikir logis, analisis
dan sistematis, sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi terbentuk atas landasan
dan kerangka berfikir matematika. Pendidik dan tenaga pengajar bertanggung jawab
untuk mendidik dan membimbing siswanya sehingga mereka harus membutuhkan
sejumlah pengetahuan, kecakapan dasar dan metode dalam melaksanakan tugas
sebagai guru dikelas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dituntut agar guru mata
pelajaran, khususnya mata pelajaran matematika disamping menguasai materi
pelajaran yang akan diajarkan juga harus dapat memberikan daya dorong atau
motivasi dan minat siswa untuk belajar dengan tenang, senang dan bersemangat
serta mempunyai rasa kemandirian. Sehingga siswa dengan segala potensi yang
dimilikinya dapat menjadikan siswa untuk tetap dapat belajar dengan baik dan benar
tanpa harus menunggu teguran dari orang lain dan tumbuh rasa percaya akan
kemampuan yang dimilikinya.
Guna mendukung hal-hal yang telah diuraikan diatas, maka gurulah atau
pendidik yang paling mengetahui dan mengenal anak didiknya bagaimana
kemampuan siswanya di dalam belajar matematika, dengan melihat hasil belajar
matematika siswa dalam kurung waktu tertentu. Berbagai upaya telah dilakukan
untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Antara lain telah dilakukannya
berbagai penelitian terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar
matematika. Pembelajaran matematika yang dianggap sebagai mata pelajaran yang
sulit sehingga menjadi momok permasalahan pokok dalam pembelajaran
matematika berkaitan dengan tujuan pembelajaran, cara mencapai tujuan tersebut
serta bagaimana mengetahui bahwa tujuan tersebut telah tercapai.
Kegiatan pembelajaran merupakan hal yang paling cocok dari keseluruhan
proses pendidikan disekolah. Hal ini berarti bahwa keberhasilan tujuan pendidikan
sebagian besar bergantung pada proses pembelajaran matematika. Soedjadi
(2000:44) mengemukakan bahwa bagaimanapun baik materi yang ditetapkan tidak
akan mungkin tercapai tujuan pendidikan sekiranya tidak melalui proses
pembelajaran yang tepat. Dalam pelaksanaan pembelajaran didalam kelas
merupakan salah satu tugas utama guru. Dalam hal ini pemelajaran dapat diartikan
sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Namun dalam proses
pembelajaran masih sering ditemui adanya kecenderungan meminimalkan
keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan
kecenderungan siswa lebih bersifat pasif sehingga mereka lebih banyak menunggu
sajian guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan,
sikap yang semestinya dapat juga diusahakan sendiri.
Matematika yang banyak menyajikan fakta dan konsep yang bersifat abstrak
membutuhkan kemampuan berfikir dari siswa. Obyek abstrak tersebut dalam
pendidikan matematika diusahakan agar mudah dipahami oleh peserta didik.
Beberapa hal yang menjadi keluhan dalam dunia pendidikan matematika adalah
kurangnya keterkaitan antara pembelajaran matematika disekolah dengan dunia
nyata dan kehidupan sehari-hari siswa. Situasi tersebut dapat memberikan kesan
kepada siswa bahwa banyak materi matematika yang diajarkan disekolah tidak
terkait dengan kehidupan sehari-hari atau dunia nyata. Situasi tersebut mendorong
dikembangkannya pemikiran bahwa pembelajaran matematika sebaiknya bersifat
kontekstual (lingkungan) kehidupan siswa sehari-hari. Misalnya, pembelajaran
matematika dilaksanakan dengan menggunakan benda-benda atau peristiwa-
peristiwa yang berasal dari kehidupan siswa tersebut dapat digunakan sebagai bahan
untuk menggawali pembahasan topik-topik matematika. Dalam pendekatan
kontekstual, siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, siswa belajar dari teman
melalui kelompok kerja atau diskusi dan pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan
nyata.
Berkaitan dengan hal tersebut, peranan guru sebagai salah satu komponen
pembelajaran sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Untuk
itu, guru harus menentukan bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat. Salah satu
metode yang melibatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran adalah metode
pembelajaran kelompok atau kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sangat
cocok diterapkan pada pembelajaran matematika karena menuntut siswa belajar
kelompok, saling bekerja sama, berinteraksi antara siswa yang satu dengan yang
lainnya, sehingga dapat memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menerapkan pembelajaran kooperatif tipe
IOC.
Pembelajaran kooperatif tipe IOC merupakan strategi belajar dimana siswa
atau peserta didik belajar dalam lingkaran kecil dan lingkaran besar yang
mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda. Model pembelajaran ini menciptakan
situasi yang mana keberhasilan individu masing-masing siswa dipacu oleh
kelompok. Secara umum metode Inside Outside Circle (IOC) adalah teknik
mengajar dengan sistim lingkaran kecil lingkaran besar (Inside-Outside-Circle) yang
dikembangkan oleh Spencer kagan untuk memberikan kesempatan pada siswa agar
saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan. Salah satu keunggulan teknik ini
adalah adanya struktur yang jelas yang memungkinkan siswa untuk berbagi dengan
pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu siswa bekerja dengan
sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka timbul keinginan bagi penulis untuk
melakukan penelitian dengan judul ‘'Implementasi Model Kooperatif Tipe IOC
(Inside Outside Circle) dengan Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran
Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Palopo.
1.2 Tinjauan Pustaka
1. Hakikat matematika
matematika berasal dari akar kata mathema artinya pengetahuan,
mathanein artinya berpikir atau belajar. Dalam kamus bahasa Indonesia
diartikan matematika adalah ilmu tentang bilangan hubungan antara bilangan
dan prosedur operasional yang digunnakan dalam penyelesaian masalah
mengenai bilangan (Depdiknas (Hamzah & Muhlisrarini, 2014)).
Terdapat ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum
pengertian matematika secara umum. Beberapa karakteristik itu adalah:
a) Memiliki objek kajian abstrak
Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering
juga disebut objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Objek
dasar itu meliputi: (1) fakta, (2) konsep, (3) operasi ataupun relasi dan (4)
prinsip.
b) Bertumpu pada kesepakatan
Kesepakatan adalah penting dalam matematika dan keseharian.
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting.
Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitive.
Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian
sedangkan konsep primitive diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar
dalam pendefinisian. Aksioma disebut sebagai postulat ( yang sering
dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Sedangkan konsep primitive disebut
sebagai undefined term ataupun pengertian-pangkal tidak perlu
didefinisikan.
c) Berpola pikir deduktif
Pemikiran deduktif mengikuti alur ‘’ umum ke khusus’’ terdapat
deduktif sederhana’’ dan deduktif tidak sederhana atau ketat’’ dalam
matematika sebagai ‘’ilmu’’ hanya diterima pola pikir deduktif. Dimana pola
pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran ‘’ yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada
hal yang bersifat khusus’’.
d) Memiliki symbol yang kosong dari arti
Symbol kosong dari arti dapat dimanfaatkan oleh yang memerlukan
matematika sebagai alat. Menempatkan mate-matika sebagai bahasa symbol.
e) Memperhatikan semesta pembicaraan
Semesta pembicaraan bermakna sama dengan universal set. Semesta
pembicaraan dapat sempit dapat juga luas sesuai dengan keperluan.
f) Konsisten dalam sistemnya (anti-kontradiksi) (Soedjadi, 2000).
2. Pengertian Belajar
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada
semua orang dan berlangsung seumur hidup, salah satu pertanda bahwa
seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam
dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang
menyangkut nilai dan sikap (afektif). Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu
proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman
diantaranya yaitu:
a) perubahan perilaku
b) perilaku terbuka
c) belajar dan pengalaman
d) belajar dan kematangan
3. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pada pemikiran
Gagne, lima kemampuan yang dikatakan sebagai hasil belajar berupa:
a) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara
spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak
memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan
aturan.
b) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,
kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-
prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan
melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
c) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.
d) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan
menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan
kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
4. Model pembelajaran kooperatif
Tiga konsep yang melandasi metode kooperatif, sebagai berikut:
a) Team rewards : tim akan mendapat hadiah bila mereka mencapai kriteria
tertentu yang ditetapkan
b) Individual accountability: keberhasilan tim bergantung dari hasil belajar
individual dari semua anggota tim.
c) Equal opportunities for success: setiap siswa memberikan kontribusi kepada
timnya dengan cara memperbaiki hasil belajarnya sendiri yang terdahulu.
Pembelajaran kooperatif sebagai pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar, memiliki konsep
dasar yaitu: Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan
itu manusia saling asah, asih, asuh (saling mencerdaskan). Dengan pembelajaran
kooperatif diharapkan saling menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh
sehingga tercipta masyarakat belajar ( learning community). Siswa tidak hanya
terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa. Selain itu, terdapat tujuan
pembelajaran kooperatif yaitu:
1. Meningkatkan hasil belajar akademik
2. Penerimaan terhadap keragaman
3. Pengembangan keterampilan sosial.
Langkah – langkah dalam penggunaan model cooperative learning
secara umum (Stahl, 1994; Slavin, 1983, (Solihatin, 2012)) dapat dijelaskan
secara operasional sebagai berikut:
1. Guru Merancang rencana program pembelajaran.
2. Guru Merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk
mengobservasi kegiatan mahasiswa dalam belajar secara bersama dalam
kelompok-kelompok kecil
3. Guru Mengarahkan dan membimbing peserta didik, baik secara individual
maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap
dan perilaku mahasiswa selama kegiatan belajar berlangsung.
4. Guru memberikan kesempatan kepada mahasiswa dari masing-masing
kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya, dimana guru bertindak
sebagai moderator.
5. Model pembelajaran IOC
Pembelajaran IOC (Inside Outside Circle) adalah model pembelajaran
yang dikembangkan oleh Spencer Kagan untuk memberikan kesempatan kepada
siswa agar saling berbagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan
yang berbeda dengan singkat dan teratur (Isjoni, 2012).
Model pembelajaran ini merupakan salah satu struktur dari model
pembelajaran kooperatif. Dimana bahan pelajaran yang paling cocok digunakan
dengan teknik ini adalah bahan yang membutuhkan pertukaran pikiran dan
informasi antar siswa. Salah satu keunggulan teknik ini adalah adanya struktur
yang jelas yang memungkinkan siswa untuk berbagi dengan pasangan yang
berbeda dengan singkat dan teratur. Selain itu siswa saling bekerja sama dalam
suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Adapun langkah–langkah pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Separuh kelas (atau seperempat jika jumlah siswa terlalu banyak) berdiri
dan membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar.
b. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran diluar lingkaran pertama dan
menghadap kedalam.
c. Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi
informasi. pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan
dalam waktu yang bersamaan.
d. Kemudian siswa yang berada pada lingkaran kecil diam ditempat,
sementara siswa yang berada pada lingkaran besar bergeser satu atau dua
langkah searah jarum jam.
e. Sekarang giliran siswa yang berada pada lingkaran besar yang membagi
informasi dan seterusnya.
Siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan
pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur.
Guru juga bisa menggunakan struktur enam langkah seperti berikut:
Langkah 1: Pembentukan kelompok lingkaran luar dan lingkaran dalam
Guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 8 orang dan kepada setiap
anggota berdiri membentuk lingkaran dalam melingkar menghadap keluar dan
lingkaran luar berdiri melingkar menghadap ke dalam. Dengan demikian antara
anggota lingkaran dalam dan lingkaran luar saling berpasangan disebut
kelompok asal.
Langkah 2: Memberikan tugas
Guru memberikan tugas tiap-tiap pasangan asal itu sesuai dengan indikator
pembelajaran yang dirumuskan.
Langkah 3: Berdiskusi
Memberikan waktu secukupnya untuk berdiskusi kepada tiap-tiap pasangan.
Langkah 4: Bergerak berputar lingkaran dalam dan lingkaran luar membentuk
pasangan baru.
Setelah mereka berdiskusi, guru meminta kepada anggota kelompok lingkaran
dalam bergerak berlawanan arah dengan anggota kelompok lingkaran luar.
Setiap pasangan terbentuk pasangan baru. Pasangan ini wajib memberi informasi
berdasarkan hasil diskusi dengan kelompok asal, demikian seterusnya.
Pergerakan akan berhenti jika anggota kelompok lingkaran dalam dan lingkaran
luar bertemu dengan pesangan asal. Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar
tersebut dipaparkan sehingga terjadilah diskusi antar kelompok.
Langkah 5: Penilaian dan mengevaluasi
Guru memberikan ulasan dan mengevaluasi hal-hal yang telah didiskusikan.
Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran IOC (Inside Outside
Circle) yaitu:
a. Adapun kelebihan dari model pembelajaran IOC (Inside Outside Circle)
antara lain:
1) Mendapatkan informasi yang berbeda pada saat yang bersamaan
2) Mudah dipecah menjadi berpasangan
3) Lebih banyak ide muncul
4) Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan
5) Guru mudah memonitor
b. Adapun kekurangan dari model pembelajaran IOC (Inside Outside Circle)
antara lain:
1) Membutuhkan ruang kelas yang besar
2) Terlalu lama sehingga tidak konsentrasi dan disalahgunakan untuk bergurau
3) Kurang kesempatan untuk kontribusi individu
4) Jumlah ganjil bisa menyulitkan proses pembentukan kelompok
5) Membutuhkan lebih banyak waktu.
6. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh seorang pengajar
atau guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan dapat
diserap oleh siswa. Pengertian konteks dan kontekstual menurut Kamus Bahasa
Indonesia yaitu: ‘’konteks merupakan situasi yang berkaitan dengan suatu
peristiwa, kondisi, atau suatu lingkungan’’, sedangkan kontekstual adalah’’
berhubungan dengan konteks’’. Sehingga pendekatan kontekstual adalah
pendekatan pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan suatu
konteks tertentu. Pembelajaran kontekstual adalah suatu usaha untuk membuat
siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat,
sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan
mengaitkannya dengan dunia nyata.
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran kontekstual, yakni: kontruktivisme
(contructivism), bertanya (questioning), inkuiri (inquiry), masyarakat belajar
(learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan
penilaian yang sebenarnya (auhtentic assessment).
Selanjutnya menurut Trianto (Roby, 2013) mengatakan bahwa,
pembelajaran kontekstual menekankan pada berfikir tingkat lebih tinggi, transfer
pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan
pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan.
Disamping itu, telah didefinisikan enam unsur kunci pembelajaran kontekstual
seperti berikut:
1) Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi, dan penghargaan pribadi
siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari.
Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka;
2) Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang
dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada saat
sekarang dan akan datang;
3) Berfikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berfikir kritis
dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau
memecahkan suatu masalah;
4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten pengajaran
berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, negara bagian
nasional, asosiasi, dan/atau industri;
5) Responsif terhadap budaya: pendidik harus memahami dan menghormati
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan siswa, sesama
rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik. Berbagai budaya
perorangan dan kelompok mempengaruhi pembelajaran;
6) Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang
secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari
siswa. Strategi-strategi ini dapat meliputi penilaian atas proyek dan kegiatan
siswa, penggunaan portofolio, rubrik, check list, dan panduan pengamatan
disamping memberikan kesempatan kepada siswa ikut aktif berperan serta
dalam menilai pembelajaran mereka dan penggunaan untuk memperbaiki
keterampilan menulis mereka.
7. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang telah dirumuskan, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran matematika yang diajar
melalui model kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan
pendekatan kontekstual.
b. Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3
Palopo sebelum diterapkan Model Kooperatif Tipe IOC (Inside Outside
Circle) dengan Pendekatan Kontekstual.
c. Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3
Palopo setelah diterapkan Model Kooperatif Tipe IOC (Inside Outside
Circle) dengan Pendekatan Kontekstual.
d. Untuk mengetahui Bagaimana respon belajar matematika siswa kelas VIII
SMP Negeri 3 Palopo setelah diterapkan Model Kooperatif Tipe IOC (Inside
Outside Circle) dengan Pendekatan Kontekstual.
e. Untuk mengetahui Bagaimana aktivitas belajar matematika siswa kelas VIII
SMP Negeri 3 Palopo setelah diterapkan Model Kooperatif Tipe IOC (Inside
Outside Circle) dengan Pendekatan Kontekstual.
f. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VIII
SMP Negeri 3 Palopo setelah diterapkan Model Kooperatif Tipe IOC (Inside
Outside Circle) dengan Pendekatan Kontekstual.
BAB II
METODE PENELITIAN
I II III IV
1 2,0 3,5 3,5 4,0 3,25 Aktif
2 3,5 3,0 4,0 4,0 3,63 Sangat Aktif
3 3,0 3,5 3,5 4,0 3,5 Sangat Aktif
4 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 Aktif
5 3,5 3,5 4,0 3,5 3,63 Sangat Aktif
6 2,5 3,5 3,5 3,5 3,25 Aktif
7 2,5 3,0 3,0 3,5 3,0 Aktif
8 3,0 3,0 3,0 2,0 2,75 Aktif
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kriteria keefektifan pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa model
kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan pendekatan kontekstual efektif
untuk diterapkan pada materi kubus dan balok siswa kelas VIII J SMP Negeri 3 Palopo
dengan:
1. Rata-rata skor keterlaksanaan model kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle)
dengan pendekatan kontekstual saat diterapkan pada materi kubus dan balok
dikatakan baik atau model pembelajaran kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle)
dengan pendekatan kontekstual berada dalam kategori sebagian besar terlaksana.
2. Hasil belajar matematika siswa kelas VIII J SMP Negeri 3 Palopo yang diajar
sebelum menggunakan model kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan
pendekatan kontekstual dikategorikan rendah. Dan Hasil belajar matematika siswa
kelas VIII J SMP Negeri 3 Palopo setelah diajar dengan menggunakan model
koope kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan pendekatan kontekstual
dikategorikan tinggi.
3. Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka disimpulkan bahwa Aktivitas siswa
kelas VIII J SMP Negeri 3 Palopo saat diterapkannya model kooperatif tipe IOC
(Inside Outside Circle) dengan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran
matematika adalah aktif.
4. Respons siswa kelas VIII J SMP Negeri 3 Palopo saat diterapkannya model
kooperatif tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran matematika adalah baik.
5. Terjadi peningkatan hasil belajar matematika setelah penerapan model kooperatif
tipe IOC (Inside Outside Circle) dengan pendekatan kontekstual dimana hasilnya
dapat di lihat dari peningkatan signifikan dari nilai Pretest dan Posttest.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di kelas VIII SMP Negeri 3 Palopo,
maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Guru
Diharapkan agar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe IOC (Inside
Outside Circle) dengan pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika agar
lebih efektif.
2. Peserta didik
Diharapkan agar lebih meningkatkan prestasi belajar dan motivasi belajar dalam
proses belajar mengajar di dalam kelas untuk meningkatkan hasil belajar.
3. Peneliti lain
Kepada peneliti lain yang berminat pada penelitian ini, untuk mengembangkan hasil
penelitian ini pada pokok bahasan lain dan lokasi yang luas dalam upaya
meningkatkan pembelajaran matematika.