NIM : 13040704026
Penanaman modal atau investasi merupakan pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi
suatu Negara karena ekonomi Negara yang hendak tumbuh berkelanjutan membutuhkan modal
terus-menerus. Dengan pendapatan per kapita yang rendah, Indonesia memupuk modal
dengan kecepatan tinggi untuk mengejar ekonomi yang berpendapatan lebih tinggi. Kebutuhan
akan modal secara terus-menerus hanya dapat dipenuhi apabila faktor penunjang yang
menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, seperti dengan melakukan perbaikan
koordinasi antar instansi pemerintah pusat dan daerah, biaya ekonomi yang berdaya saing
tinggi, iklim usaha yang kondusif di bidang ketenangakerjaan dan keamanan berusaha,
penciptaan birokrasi yang efesien, serta yang pasti adalah adanya kepastian hukum di bidang
penanaman modal. Dengan adanya perbaikan di bidang-bidang tersebut maka harapan untuk
mendapatkan modal secara terus-menerus akan dapat terealisasikan.
Oleh karena itu, Indonesia sangat perlu memiliki dasar hukum mengenai penanaman
modal itu sendiri yaitu seperti adanya Undang-Undang Penanaman Modal yang harus mengatur
hal-hal penting, antara lain seperti semua hal yang berkaitan dengan kegiatan penanaman
modal langsung di semua sektor yang meliputi kebijakan dasar penanaman modal, bentuk
keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi yang diwujudkan dengan
pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal dan tanggung jawab penanaman
modal serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan koordinari dan pelaksanaan
kebijakan penanaman modal yang didalamnya mengatur mengenai kelembagaan urusan
penanaman modal dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa. Karena pada
prinsipnya para pemilik modal menginginkan suatu kemudahan dalam melakukan usahanya,
mengakibatkan persaingan diantara negara-negara berkembang untuk menarik penanam
modal, sehingga tiap Negara berlomba memberikan kemudahan bagi para penanaman modal
yang diwujudkan dalam bentuk undang-undang ataupun kebijakan pemerintah sebagai bentuk
kepastian hukum bagi para penanam modal.
Adapun hubungan ketentuan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang merupakan peraturan
pelaksana dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dengan
kesepakatan perdagangan internasional, yakni terletak pada kewajiban Indonesia untuk
menyesuaikan setiap peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan kesepakatan-
kesepakatan yang ada dalam WTO. Dimana dengan adanya kewajiban tersebut maka
persyaratan-persyaratan yang ada dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) harus lah sesuai dan
tidak boleh bertentangan dengan kesepakatan-kesepakatan yang ada dalam WTO. Apabila
dilihat kesepakatan-kesepakatan perdagangan internasional yang ada dalam WTO tidak ada satu
ketentuan pun yang melarang pemerintah negara penerima modal (host country) untuk
menerapkan pembatasan bidang usaha dalam kebijakan penanaman modalnya. Yang perlu
mendapat perhatian adalah persyaratanpersyaratan dalam bidang usaha yang dibuka untuk
penanaman modal tidak boleh melanggar komitmen liberalisasi yang disetujui oleh pemerintah
negara penerima modal (host country) dalam rangka persetujuan WTO.
3. Dalam kasus tersebut, digambarkan ironi realita kekayaaan alam minyak dan gas bumi
(migas) di tanah air Indonesia yang mayoritas dikuasai asing, Praktek kendali operasional
produksi migas oleh mayoritas perusahaan asing, yakni 75% dikuasai korporasi asing. Hal ini
dilatarbelakangi oleh adanya Pasal 7 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
yang menyatakan, pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau
pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang. Ayat (2)
yang menyatakan, dalam hal pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau
pengambilalihan hak kepemilikan, pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya
ditetapkan berdasarkan harga pasar. Dan ayat (3) yang menyatakan, jika diantara kedua belah
pihak tidak tercapai kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi, penyelesaiannya dilakukan
melalui arbitrase.
Akibat dari adanya pasal 7 UU No. 25 Tahun 2007 tersebut menyebabkan ruginya Negara
Indonesia karena seluruh kekayaaan alam minyak dan gas bumi (migas) di tanah air Indonesia
yang mayoritas dikuasai asing. Pasal tersebut dianggap sangat bertentangan dengan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945. UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 yang dalam Pasal 7 ayat
(1) yang secara eksplisit mengharamkan tindakan nasionalisasi yang juga berdasarkan
konsideran sesuai dengan amanat TAP MPR No. 16 Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam
rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi
kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi,
dengan mengingat Pasal 33 UUD 1945 harusnya hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Kekayaan alam seperti migas yang dikuasai oleh negara, terbukti lebih 70 persen
dikuasai korporasi asing. Termasuk yang mestinya untuk dipergunakan bagi sebesar-besar
kemakmuran rakyat, buktinya menyisakan penduduk miskin yang makin meningkat. Sebab itu
sumber masalah harus diberhentikan, Pasal 7 UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 harus
dihapus, dan semua isi BIT yang berisi perlakuan tidak adil dan tidak sama rata serta pemberian
perlindungan dan keamanan yang tidak sepenuhnya wajib diperjuangkan pemerintah.
Yang perlu di revisi disini adalah Pasal 7 UU No. 25 Tahun 2007, namun tidak seluruh
pasalnya dikarenakan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 ini sudah cukup baik sebagai Undang-
Undang Penanaman Modal di Indonesia. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal ini sudah mengatur hal-hal penting, antara lain seperti semua hal yang
berkaitan dengan kegiatan penanaman modal langsung di semua sektor yang meliputi kebijakan
dasar penanaman modal, bentuk keterkaitan pembangunan ekonomi dengan pelaku ekonomi
yang diwujudkan dengan pengaturan mengenai pengembangan penanaman modal dan
tanggung jawab penanaman modal serta fasilitas penanaman modal, pengesahan dan perizinan
koordinari dan pelaksanaan kebijakan penanaman modal yang didalamnya mengatur mengenai
kelembagaan urusan penanaman modal dan ketentuan yang mengatur tentang penyelesaian
sengketa. Karena pada prinsipnya para pemilik modal menginginkan suatu kemudahan dalam
melakukan usahanya, mengakibatkan persaingan diantara negara-negara berkembang untuk
menarik penanam modal, sehingga tiap Negara berlomba memberikan kemudahan bagi para
penanaman modal yang diwujudkan dalam bentuk undang-undang ataupun kebijakan
pemerintah sebagai bentuk kepastian hukum bagi para penanam modal. Dan Indonesia sudah
mewujudkannya dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ini.