Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ......................................................................................... 3
2.2 Bentuk-bentuk Akad Syariah ........................................................ 3
2.3 Instrumen Pasar Modal Syariah ................................................... 10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................... 14
3.2 Saran .............................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur
keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah
pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu
menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Terbukti,
krisis 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang
dilikuidasi karena kegagalan system bunganya. Berbanding terbalik dengan bank
muamalat yang justru mampu bertahan dari badai krisis tersebut dan menunjukan
kinerja yang meningkat.
Hal inilah yang mendorong mulai dilirik system ekonomi syariah sebagai salah
satu alternative bagi system ekonomi Indonesia. Bahkan apabila ekonomi syariah
diterapkan secara maksimal didukung oleh instrumen keuangan dan produk- produk
hukum yang memayungi, akan mampu membawa Indonesia menjadi negara kuat
secara ekonomi yang berbasis kerakyatan. Untuk itu sangat dibutuhkan peran serta
seluruh elemen masyarakat mulai dari pemerintah maupun masyarakat sebagai
pelaku dan user.
Dukungan pemerintah dalam hal ini ditandai dengan adanya UU No 19 Tahun
2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah, adanya Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Perbankan
Syariah, dan juga adanya Forum komunikasi Ekonomi Syariah, Masyarakat
ekonomi syariah dan penyelenggaraan berbagai festival ekonomi syariah. yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia.
Tumbuhnya bank-bank syariah atau unit usaha syariah merupakan upaya yang
dilakukan oleh bank plat merah maupun swasta untuk mendukung perkembangan
system ini. Pertumbuhan asset yang dimiliki oleh perbankan syariah sampai dengan
Juli 2008 hingga Maret 2009 tercatat 5 bank umum syariah (BUS), 26 unit usaha
syariah (UUS) , dan 133 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) dengan Total
kantor BUS dan UUS telah mencapai 888 kantor.

1
2

Kemudahan dan pelayanan menjadi ujung tombak untuk mengajak masyarakat


turut serta mengembangkannya. Seperti Bank Muamalat yang bekerjasama dengan
kantor pos untuk produk shar-e, dan atm dengan bank BCA yang notabene
mempunyai ATM terbanyak dan tersebar diseluruh penjuru Indonesia.
Tentunya, tak dapat dipungkiri keinginan untuk menumbuh-kembangkan
ekonomi syariah harus sejalan dengan kemampuan sumber daya insani yang saat ini
masih relative belum banyak memiliki kemampuan dalam bidang ekonomi syariah
dan sebagian besar dari mereka yang bekerja pada bank syariah berasal dari bank
konvensional. Penyerapan sumber daya insani berdasarkan data Bank Indonesia per
Maret 2009 terdapat 7000 orang yang bekerja pada Bank umum Syariah, 2.178 orang
pada Unit usaha Syariah dan 2.644 orang di BPRS.
Didukung penduduknya yang sebagian besar muslim bahkan terbesar didunia
dan pemenuhan perangkat yang dibutuhkan, diharapkan perkembangan ekonomi
syariah lebih maju seperti halnya negara sahabat Malaysia dan Singapore yang
terlihat lebih agresif.1 Dan pastinya di dalam akad-akad kegiatan yang dilakukan
oleh bank syariah menerapkan perjanjian, dimana perjanjian tersebut harus
berlandaskan syariah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Apa pengertian Wadiah , Ijaroh, Gadai, Syirkah, Mudhorobah ?
2. Bagaimana efek Syariah, Obligasi dan Saham ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis ini bertujuan untuk :
1. Mampu menerangkan apa pengertian dari Wadiah , Ijaroh, Gadai, Syirkah,
Mudhorobah
2. Dapat menjelaskan bagaimana efek Syariah, Obligasi dan Saham?

1 Burhanuddin S, 2009, Hukum Kontrak Syariah, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, hlm 11


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Instrumen security Syariah adalah keamanan intrumen islami dalam kata lain
menjadi penting agar tidak bergantung pada satu segmen instrumen atau segmen pasar.
Perkembangan keuangan syariah di Indonesia terus mengalami perkembangan.
Perkembangan pasar dan minat instrumen syariah global tidak hanya terjadi di negara
dengan mayoritas berpenduduk Islam. Sebagai contohnya ialah London, Inggris, yang
telah menjadi salah satu kota dengan pangsa sukuk yang besar di dunia. Yang mana ini
cukup besar menampung dari sisi pendanaan atau demand side-nya.
Potensi secara global tersebut membuktikan bahwa keuangan syariah merupakan
salah satu instrumen investasi yang menarik sehingga masyarakat tidak perlu ragu untuk
berinvestasi di instrumen syariah yang ditawarkan pemerintah.

2.2 Bentuk-bentuk Akad Syariah


Dalam melakukan suatu kegiatan muamalah, Islam mengatur ketentuan-ketentuan
perikatan (akad). Ketentuan akad ini tentunya berlaku dalam kegiatan perbankan Islam.
Uraian berikut ini merupakan konsep perikatan (akad) dalam hukum Islam yang
dijelaskan secara umum dan singkat saja. Istilah perikatan yang digunakan dalam KUH
Perdata, dalam Islam dikenal dengan istilah aqad (akad dalam Bahasa Indonesia). Jumhur
Ulama mendefinisikan akad adalah "pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh
syara' yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.”
Ikrar merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembentukan akad. Ikrar ini
berupa ijab dan kabul. Ijab adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak pertama) untuk
menawarkan sesuatu. Kabul adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak kedua) untuk
menerima atau mengabulkan tawaran dari pihak pertama. Apabila antara ijab dan kabul
yang dilakukan oleh kedua pihak saling berhubungan dan bersesuaian, maka terjadilah
di antara mereka. Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya
terutama diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian dari
kegiatan tolong-menolong (tabarru’).

3
4

1. Akad Wadi’ah
Akad berpola titipan (Wadi'ah) ada dua, yaitu Wadi’yad Amanah dan Wadi’ah
yad Dhamanah. pada awalnya,bentuk yad al-amanah `tangan amanah,' yang
kernudian dalam perkembangannya memunculkan yadh-dharnanah `tangan
penanggung: Aia Wadi' ah yad Dharnanah ini akhirnya banyak dipergunakan dalam
aplikasi perbankan syariah dalam produk-produk pendanaan.
1. Wadi’ah yad Amanah
Secara umum Wadi’ah adalah titipan murni dari pihak penitip kepada pihak
penyimpan (muwaddi') yang mempunyai barang/aset kepada pihak penyimpan
(mustawda’) yang diberi amanah/kepercayaan, baik individu maupun badan
hukum, tempat barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian,
keamanan, dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan saja penyimpan
menghendaki.
Barang/aset yang dititipkan adalah sesuatu yang berharga yang dapat
berupa uang, barang, dokumen, surat berharga, atau barang berharga lainnya.
Biaya penitipan boleh dibebankan kepada pihak penitip sebagai kompenjsasi
atas tanggung jawab pemeliharaan.
pihak penyimpan tidak boleh menggunakan atau memanfaatkan
barang/aset yang dititipkan, melainkan hanya menjaganya. Selain itu,
barang/aset yang dititipkan tidak boleh dicampuradukkan dengan barang/aset
lain, melainkan harus dipisahkan untuk masing-masing barang/aset penitip.
2. Wadi’ah yad Dhamanah
Dari prinsip yad al-amanah `tangan amanah' kemudian berkembang prinsip
yadh-Dhamanah `tangan penanggung' yang berarti bahwa pihak penyimpan
bertanggung jawab atas segala kerusakan atau kehilangan yang terjadi pada
barang/aset titipan.
Hal ini berarti bahwa pihak penyimpan sekaligus penjamin keamanan
barang/aset yang dititipkan. Ini juga berarti bahwa pihak penyimpan telah
mendapatkan izin dari pihak penitip untuk mempergunakan barang/aset yang
dititipkan tersebut untuk aktivitas perekonomian tertentu, dengan catatan bahwa
pihak penyimpan akan mengembalikan barang/aset yang dititipkan secara utuh
5

pada saat penyimpan menghendaki. Hal ini sesuai dengan anjuran dalam Islam
agar aset selalu diusahakan untuk tujuan produktif (tidak idle didiamkan saja).

 Rukun dari akad titipan Wadi'ah yad Amanah. maupun yad Dhamanah) yang
harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal berikut.
1. Pelaku akad, yaitu penitip (mudr’/muwaddi) dan penyimpan penerima
titipan (muda’/mustawda');
2. Objek akad, yaitu barang yang dititipkan; dan
3. Shighah, yaitu ijab dan qabul
 Sementara itu, syarat Wadi'ah. yang harus dipenuhi adalah syarat bonus sebagai
berikut:
1) Bonus merupakan kebijakan penyimpan; dan
2) Bonus tidak disyaratkan sebelumnya.

2. Akad Ijarah
Transaksi nonbagi hasil selain yang berpola jual beli adalah transaksi berpola
sewa atau ijarah. Ijarah, biasa juga disebut sewa, jasa atau imbalan, adalah akad yang
dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.
1. Ijarah
Sewa atau ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiayaan, pada mulanya bukan
merupakan bentuk pembiayaan, tatapi merupakan aktivitas usaha seperti jual beli.
Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membiayai pembelian aset
produktif. Pemilik dana kemudian membeli barnag dimaksud dan kemudian
menyewakannya kepada yang membutuhkan aset tersebut.
 Rukun dari akad iajrah yanh harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa:
1) Pelaku akad. Yaitu musta’jir (penyewa) dalah pihak yang menyewaaset,
dan mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan
2) Objek akd, yaitu ma’jur (aset yang disewakan), dan ujarah 9harga sewa);
dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.
6

 Syarat harus dipenuhi agar hukum syariah terpenuhi.


1) Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yng disewakan tersebut
harus tertentu dan diketahui dengan jels oleh kedua belah pihak;
2) Kepemilikan aset tetap pada yang benyewakan yang bertanggung jawab
atas pemeliharaannya sehingga aset tersebut teru dapat memberi manfaat
kepada penyewa;
3) Akad ijarah dihentikan pada saat asett yang berasngkutan berhanti
membrikan manfaat kepada penyewa;
4) Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan
sebelumnya pada saat kontrak berakhir.

2. Ijarah Muntahiya bittamlik


Ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa dengan perjanjian untuk
menjual atau menghibahkan objek sewa diakhir periode sehingga transaksi ini
diakhiri dengan alih kepemilikan objek sewa.

3. Akad Gadai / Rahn


Gadai atau rahn adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain (bank)
dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat
meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.
 Rukun dari akad rahn yaitu:
1) Pelaku akad, yaitu rahin (yang menyerahkan barang), dan murtahin(penerima
barang)
2) Objek akad, yaitu marhun (barang jaminan) dan marhun bih (pembiayaan); dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul.
 Sedangakn syaratnya yaitu:
1) Pemeliharaan dan penyimpanan jaminan; dan
2) Penjualan jaminan

4. Akad Salam
Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dan penyerahan
barang di kemudian hari dengan harga, spesifikasi, jumlah kualitas, tanggal dan
tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.
7

Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus
diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian dan produk-produk
fungible (barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan
jumlahnya) lainnya. Barang-barang non fungible seperti batu mulia, lukisan
berharga, dan lain-lain yang merupakan barang langka tidak dapat dijadikan objek
salam (Al-Omar clan Abdel-Haq, 1996). Risiko terhadap barang yang
diperjualbelikan masih berada pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak
pembeli berhak untuk meneliti dan dapat menolak barang yang akan diserahkan
apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang disepakati.

 Rukun dari akad salam yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
1) pelaku akad, yaitu muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan
memesan barang, clan muslam ilaih (penjual) adalahpihak yang memasok
atau memproduksi barang pesanan;
2) objek akad, yaitu barang atau hasil produksi (muslam fiih) dengan
spesifikasinya dan harga (tsaman); dan
3) shighah, yaitu Ijab dan Qabul.

 Syarat-syarat salam antara lain sebagai berikut:


1) pembeli harus membayar penuh barang yang dipesan pada saat akad salam
ditandatangani.
2) Salam hanya boleh digunakan untuk jual beli komiditas yang kualitas dan
kuantitasnya dapat ditentukan dengan tepat.
3) Kualitas dari komoditas yang akan dijual dengan akad salam perlu
mumpunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan yang dapat menimbulkan
perselisihan.
4) Ukuran kuantitas dari komoditas perlu disepakati dengan tegas
5) Tanggal dan tempat penyerahan barang yang pasti harus ditetapkan dalam
kontrak
6) Salam tidak dapat dilakukan untuk barang-barang yang harus di serhkan
langsung.
8

5. Musyarakah / Syirkah
Musyarakah merupakan istilah yang sering dipakai dalam konteks skim
pembiayaan Syariah. Istilah ini berkonotasi lebih terbatas dari pada istilah syirkah
yang lebih umum digunakan dalam fikih Islam (Usmani, 1999).
Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha pemilik
dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha, rnembiayai investasi usaha baru atau
yang sudah berjaian. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam manajemen
perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. Para pihak dapat membagi
pekerjaan mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat meminta
gaji/upah untuk tenaga dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tersebut.
Musyarakah pada umumnya merupakan perjanjian yang berjalan terus sepanjang
usaha yang dibiayai bersama terus beroperasi. Meskipun demikian, perjanjian
musyarakah dapat diakhiri dengan atau tanpa menutup usaha. Apabila usaha ditutup
dan dilikuidasi, maka masing-masing mitra usaha mendapat basil likuidasi aset
sesuai nisbah penyertaannya. Apabila usaha terus berjalan, maka mitra usaha yang
ingin mengakhiri perjanjian dapat menjual sahamnya ke mitra usaha yang lain
dengan harga yang disepakati bersama.

 Rukun dari akad musyarakah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada
beberapa, yaitu:
1) pelaku akad, yaitu para mitra usaha;
2) objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh);
3) shighah, yaitu Ijab dan Qabul.

 Syarat dari akad musyarakah yaitu :


Akad harus dilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa adanya
tekanan, penipuan, atau penggambaran yang keliru, dan sebagainya.
9

6. Musyarakah / Syirkah
Secara singkat mudharabah atau penanaman modal ialah penyerahan modal uang
kepada oarang yang beniaga sehingga ia mendapatkan persentase keuntungan (Al-
Mushlih dan Ash-Shawi, 2004)
Sebagai suatu bentuk kontark, mudharabah merupakan akad bagi hasil ketika
pemilik dana/modal (pemodal), biasa di sebut shahibul mal/rabbul mal,
menyediakan modal (100 persen) kepada pengusaha sebagai pengelola, biasa
disebut mudharib, untuk melakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa
keuntungan yang di hasilkan akan dibagi di antara mereka menurut kesepakatan
yang ditentukan sebelumnya dalam akad.

 Rukun dari akad mudharabah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa,
yaitu:
1) Pelaku akad, yaitu shahibul mal (pemodal) adalah pihak yang memiliki
modal tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola) adalah pihak
yang padai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal;
2) Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh); dan
3) Shighah, yaitu ijab dan qabul

 Sementar itu, syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi dalam mudharabah terdiri
dari syarat modal dan kewuntungan. Syarat modal yaitu;
1) Modal harus berupa uang;
2) Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya;
3) Modal harus tunai bukan hutang; dan
4) Modal ahrus diserahkan kepada mitar kerja.
10

2.3 Instrumen Pasar Modal Syari’ah

Pasar modal syariah adalah pasar modal yang sesuai dengan syariah Islam atau
dengan kata lain instrumen yang digunakan berdasarkan pada prinsipsyariah dan
mekanisme yang digunakan juga tidak bertentangan dengan prinsip syariah antara lain
tidak boleh ada riba, gharar dan masyir.
Pasar modal berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 merupakan
kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan
publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek. Sehingga Pasar Modal Syariah merupakan pasar modal beserta
seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang
diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan syariah.
Dan suatu efek yang dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila telah
memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah dari DSN-MUI. Instrumen pasar modal
syariah dikelompokkan ke dalam tiga kategori sebagai berikut:
1. Sekuritisasi aset atau proyek aset yang merupakan bukti penyertaan, baik dalam
penyertaan musyarakah (partnership).Penyertaan musyarakah adalah yang
mewakili modal tetap (fixed capital) dengan hak pengelolaan, mengawasi
manajemen, dan hak suara dalam mengambil keputusan.
Penyertaan mudharabah adalah mewakili modal kerja dengan hak atas modal dan
keuangan itu tetapi tanpa hak suara, hak pengawasan atau hak pengelolaan.
2. Sekuritisasi hutang atau emisi surat hutang yang timbul atas jual beli atau
merupakan sumber pendanaan bagi perusahaan.
3. Sekuritisasi modal. Merupakan emisi surat berharga perusahaan emiten yang telah
terdaftar dalam pasar modal syariah yang berbentuk saham.
 Sehingga kriteria dan efek syariah yang dapat diperdagangkan menurut fatwa
DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 adalah sebagai berikut:
1. Efek Syariah mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana
Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah,
dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
11

2. Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang


memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak termasuk
saham yang memiliki hak-hak istimewa.
3. Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip
Syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang
mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi
Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.
4. Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan
dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai
pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi, begitu
pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara
Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
5. Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh kontrak
investasi kolektif EBA Syariah yang portofolio-nya terdiri dari aset keuangan
berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul
di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek
bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan
investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan Prinsip-
prinsip Syariah.
6. Surat berharga komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu
pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan Prinsip-prinsip
syariah.
 Instrumen pasar modal syariah dengan prinsip-prinsip syariah adalah sebagai
berikut:
1. Muqaradah atau Mudharabah Funds
Dana dalam bentuk saham yang memberikan kesempatan kepada para
investor untuk bersama-sama dalam pembiayaan atau investasi dengan
perjanjian bagi hasil dan bagi risiko (profit and loss sharing). Pihak yang
tergabung dalam investasi pada umumnya diikat dengan suatu perjanjian
dalam bentuk syirkah apabila badan usaha itu berbentuk Perseroan Terbatas
12

(PT), sehingga pemodal (shohibul maal) ikut serta dalam pengelolaan atas
perusahaan yang diinvestasikan.
2. Muraqadhah atau mudharabah Bonds
Obligasi yang sesuai dengan prinsip syariah adalah obligasi yang
berdasarkan prinsip mudharabah. Biasanya dikeluarkan oleh perusahaan yang
bertujuan membiayai proyek-proyek tertentu atau proyek dari kegiatan
perusahaan yang bersifat jangka panjang. Perusahaan yang menerbitkan
obligasi syariah (mudharabah) bertindak sebagai mudharib (pengelola) yang
tujuannya adalah membiayai proyek tertentu dan pada saat yang sama investor
merupakan pihak yang memiliki dana tersebut (shohibul maal).
 Diantara instrumen yang diperkenankan dalam Islam, ada yang diharamkan dari
beberapa instrumen pasar modal yang diharamkan, yaitu:
1. Preffered stock (Saham Istimewa)
Merupakan saham yang memeberikan suatu hak yang lebih besar
dibandingkan saham biasa dalam hal dividen ketika perusahaan yang
diinvestasikan atau dimiliki telah dilikuidasi. Ciri-cirinya; pertama, hak utama
atas dividen. Kedua, hak atas aktiva perusahaan. Ketiga, pendapatan tetap dalam
jangka waktu yang lain. Keempat, memiliki jangka waktu yang tidak terbatas
dan kelima, tidak memilki hak suara. Alasan diharamkannya adalah adanya
keuntungan yang bersifat tetap (pre-determined revenue), hal ini termasuk
dalam kategori riba. Selain itu, pemilik saham preference diperlakukan secara
istimewa terutama pada saat dilikuidasi, hal ini bertentangan dengan prinsip
keadilan.
2. Forward Contract
Merupakan salah satu jenis transaksi yang diharamkan karena bertentangan
dengan syariah. Forward contract merupakan jual beli yang di dalamnya
terdapat unsur riba, sedangkan transaksinya dilakukan sebelum tanggal jatuh
tempo.
3. Option
Transaksi yang tidak disertai dengan underlying asset atau real aset, atau
dengan kata lain objek yang ditransaksikan tidak dimilki oleh pihak penjual.
13

Tetapi, jika transaksi option merupakan representasi dari nilai intangible


asset, maka dianggap sebagai nilai dari real asset dan dapat dibenarkan
menurut syariah. Karakteristik transaksi option adalah;
1. Akad yang terjadi pada hak memilih saja dan objeknya bukan surat berharga.
2. Pada umumnya kesepakatan jual beli tersebut tidak terlaksana, tetapi
diselesaikan dengan perolehan pembeli atas optionnya atau penjual atas
perbedaan harga.
3. Transaksinya disertai spekulasi atas naiknya harga pada keadaan ia membeli
dan spekulasi atas turunnya harga pada saat kondisi ia menjual.
4. Berlangsungnya peredaran hak memilih atau transaksi option kembali
dengan mencakup muamalah formalitas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
 Ada bnyak sekali akad-akad yang terdapat pada bank syariah yang memiliki
kaitanya dengan produk atau kegiatan bank syariah, dari kegiatan
penyimpanan,penyaluran, dan jasa, semuanya memiliki akd-akadnya tersendiri,
dari akad-akad tersebut memilik berbagai rukun an syarat yang harus dipenuhi
agar sesuai dengan hukum-hukum islam yang berlaku.
 Allah menghalalkan yang baik-baik kepada para HambaNya dan mengharamkan bagi
mereka yang buruk-buruk. Seorang usahawan muslim tentu saja tidak bisa dikeluar dari
bingkai aturan ini, meskipun tampak ada keuntungan dan hal yang menarik serta
menggiurkan baginya. Seorang usahawan muslim tidak seharusnya tergelincir hanya
karena mengejar keuntungan sehingga membuatnya berlari yang dihalalkan oleh Allah.
Untuk mengatasi itu semua Islam hadirlah pasar modal syariah. Beberapa instrumen
yang diperdagangkan dipasar modal diantaranya adalah saham Syariah. Tapi
sayangnya saham syariah ini belum terlalu dikenal banyak orang karena Tingkat
pengetahuan dan pemahaman tentang pasar modal syariah masih minim,hal ini
dikarenakan: Ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah, Minat pemodal atas
efek syariah, Kerangka peraturan tentang penerbitan efek syariah, Pola pengawasan
(dari sisi syariah) oleh lembaga terkait, Pra-proses (persiapan) penerbitan Efek syariah,
Kelembagaan atau Institusi yang mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal
syariah di Indonesia.

3.2 Saran
Makalah ini hanya sebagian kecil saja menguraikan tentang ‘Instruen Scurity
Syariah’. Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna banyak
sekali kesalahan dan kekurangan, baik dari segi penulisan maupun dari penyusunan.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan.
Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari para pembaca. Akhirnya penyusun mengucapkan “Alhamdulillah”
atas terselesaikannya makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

 Burhanuddin , 2009, Hukum Kontrak Syariah, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.


 Hasan, M. Ali. 2003. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.YKPN.
Internet :

 https://www.kompasiana.com/totok-sugiarto/pasar-uang-
syariah_558786a1727a6114048b456a Diakses pada Rabu, 21 Maret 2018 Pukul
09.00 WIB.
 http://blackspace12.blogspot.co.id/2016/05/makalah-akad-akad-perbankan-
syariah.html Diakses pada Rabu, 21 Maret 2018 Pukul 09.00 WIB.

15

Anda mungkin juga menyukai