Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyusunan Program Diklat yang merupakan bagian dari perencanaan program


pendidikan dan pelatihan adalah suatu sumber yang secara terus menerus harus dikembangkan,
mengingat ilmu pengetahuan dan teknologi juga dikembangkan oleh manusia tanpa mengenal
lelah dan waktu. Oleh karena itu bagi penyusun program pendidikan dan pelatihan harus selalu
berpikir tentang kemungkinan terbaik yang ditempuh dalam merancang program, termasuk
bagaimana menciptakan sumber-sumber belajar, lesson plan, modul, diklat, media dan evaluasi
lainnya.
Dalam menyusun program pendidikan dan pelatihan orientasinya adalah aktivitas-
aktivitas atau pekerjaan-pekerjaan keseharian yang ditekuni oleh pesertanya sesuai lingkup
pekerjaannya atau kemungkinan seseorang akan diproyeksikan untuk menangani pekerjaan
tertentu di tempat yang baru.
Hal yang sangat hakiki dalam menetapkan program pendidikan dan pelatihan tersebut
tentu didasari analisis dari tugas-tugas yang harus di lakukan oleh seorang pekerja tertentu. Dari
sinilah akan diketahui tugas apa saja yang harus dilakukan oleh seseorang dalam mengerjakan
sesuatu pada lingkup pekerjaan tertentu, dan kemudian dapat dijabarkan ke pengalaman belajar
yang harus ditimba oleh peserta sesuai lingkup pekerjaan peserta tersebut.
Sedangkan untuk menetapkan program pendidikan dan pelatihan yang akan ditempuh
oleh peserta tentu didasarkan atas kebutuhan pendidikan dan pelatihan yang telah di analisis
terlebih dahulu.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka kita dapat
mengidentifikasikan permasalahan yaitu:
a. Apa makna dan definisi dari manajemen pelatihan?
b. Bagaimana prosedur penyusunan program pelatihan?

1
c. Bagaimana pemahaman tentang pelatihan secara benar?
d. Bagaimana pengendalin mutu pelatihan?

C. Tujuan Penulisan

Di dalam penyusunan makalah ini ada beberapa tujuan yang ingin kami paparkan antara lain sebagai
berikut:

a. Untuk mengetahui tentang makna dan definisi dari manajemen pelatihan


b. Untuk mengetahui bagaimana prosedur penyusunan program pelatihan
c. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman tentang pelatihan secara benar
d. Untuk mengetahui bagaimana pengendalin mutu pelatihan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna dan definisi manajemen pelatihan

Kata pelatihan berasal dari kata “latih” yang ditambah dengan awalan ke-, pe-, dan
akhiran –an yang artinya telah biasa (Poerwadarminta,1986). Keadaan telah biasa diperoleh
seseorang setelah melalui proses belajar atau diajar. Latihan berarti pelajaran untuk
membiasakan diri atau memperoleh kecakapan tertentu. Pelatih adalah orang orang yang
memberikan latihan. Kata pelatih ditambah awalan ke- dan akhiran –an bermakna pemberian
sifat pads kegiatan pemberian latihan kepada sesorang atau sekelompok orang, sehingga
memiliki sejumlah keterampilan/kecakapan yang dibutuhkan. Atau dalam istilah lain training as
satisfactorily the work required of him in his present job (Kenny, 1983). Menurut Edwin, B.
Flippo dalam Nunu Jumena (2000), latihan adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan seorang pegawai dalam melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Menurut
Moekijat (1985), ada 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut
latihan yaitu:

1. Latihan harus membantu pegawai menambah kemampuannya


2. Latihan harus menimbulkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan dari pegawai, termasuk
sikapnya terhadap pekerjaan, dalam menerapkan informasi dan pengetahuan terhadap
pekerjaan sehari-hari
3. Latihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu.

Kata system mengandung arti sekelompok bagian yang bekerja bersama-sama untuk
melakukan sesuatu maksud (Poerwadarminta, 1986). Sementara pendapat lain mengatakan
bahwa “a system is an organized or complex whole ; anassemblage or combination of things or
parts forming or complex or unitary whole (Jhonson, 1973). Dari dua definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa dalam sebuah sistem terdapat sub-sub sistem atau komponen-komponen
yang antara satu dengan yang lainnya Baling berinteraksi/berkaitan dalam pencapaian suatu

3
tujuan. Kegiatan pelatihan melibatkan sejumlah unsure/komponen yang terdiri dari
penyelenggara, instruktur, peserta, program pelatihan itu sendiri dan fasilitas-fasilitas pendukung
lainnya yang memungkinkan terselenggarannya kegiatan pelatihan secara optimal. Jika suatu
unsure kurang berfunsi dengan baik dapat mempengarihi kelancaran dalam proses itu sendiri.

Kata manajemen yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola. Sedangkan


pendapat lain mengatakan bahwa manajemen sebagai “seni untuk menyelesaikan pekerjaan
melalui orang lain” (Marry Parker Follet dalam Handoko, 1992). “dan kemampuan atau
keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-
kegiatan orang lain” (Siagian, 1994).

Manajemen pelatihan dimaksudkan sebagai proses penggunaan sumber daya secara


efektif untuk mencapai sasaran yang berupa kegiatan melatih. Sebagai suatu proses, istilah
manajemen pelatihan bergamitan dengn trisula aktivitas, yakni: perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Davies, 1976).

B. Prosedur penyusunan program pelatihan

Dalam penyusunan program pendidikan dan pelatihan yang akan dilaksanakan harus
mempertimbangkan 3 aspek yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ketiga aspek tersebut
harus mengalir dalam suatu kegiatan pendidikan dan pelatihan, tetapi masih memungkinkan
hanya satu atau dua aspek saja yang ditempuh dalam program pendidikan dan pelatihan. Hal ini
dikarenakan aspek tertentu dapat berdiri sendiri untuk menjadi materi tataran tanpa harus
menyampaikan pengalaman pembelajaran secara tatap muka langsung, tetapi justru sudah
terintegrasi dalam pembelajaran tersebut. Alur berikut menggambarkan prosedur
penyusunannya:

4
STANDAR KOMPETENSI

Analisis Kompetensi

Inventarisasi Mata Tataran

Kerangka Program Diklat

1. Analisis Kompetensi

Dari elemen kompetensi yang telah teranalisis selanjutnya masih perlu lagi analisis
pengalaman-pengalaman apa saja yang harus mendukung sehingga seseorang dapat
melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan lingkup pekerjaan yang ditekuni sehari-hari.
Pengalaman yang mendukung tersebut dilihat dari aspek ketrampilan, pengetahuan, dan sikap
(Skill, Knowledge, Attitude atau SKA). Jadi setiap pekerjaan akan dianalisis aspek yang
mendukung apa saja. Dalam menganalisis Kompetensi harus diformulasikan secermat mungkin
sehingga tidak memiliki tidak memiliki salah persepsi dalam menterjemahkan ke dalam program
pelatihan nantinya, terutama untuk menetapkan tergolong mata tatara yang mana SKA tersebut.

2. Inventarisasi Mata Diklat

Dari setiap elemen kompetensi yang telah diuraikan ke SKA akan diketemukan atau
teridentifikasi beberapa mata diklat. Sehingga dengan mudah sejumlah mata diklat yang sama
akan dikumpulkan dan diformulasikan kembali ke format Inventarisasi Mata Diklat. Begitu juga

5
dengan perkiraan jumlah jam mata diklat yang terekap akan Nampak dengan jelas. Dari
inventarisasi mata diklat tersebut sudah dapat dikelompokkan mana saja yang menjadi pokok dan
menjadi penunjang, dan bahkan ada yang bersifat dasar.

Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam menetapkan mata diklat mana saja yang
menjadi inti program Diklat dan mana saja yang menjadi program penunjang harus dianalisis
benar-benar, agar tidak terjadi kesalahan dalam menetapkan dan proporsinya menjadi tidak logis.

3. Menyusun Kerangka Program Diklat

Dari mata diklat yang telah terinventaris dan tervalidasi maka kita dapat menindaklanjuti
dengan menyusun program pendidikan dan pelatihan untuk lingkup pekerjaan tertentu yang
dimaksud. Sebagai seorang penyusun program Diklat dengan terinventarisnya mata diklat
tersebut dengan mudah dapat formulasikan dan menetapkan program umum, pokok dan
penunjangnya Tetapi harus diperhatikan rasionalitas dari proporsi ketiga kelompok program
tersebut. Yang jelas prosentase program pokok menjadi dominan atau menjadi fokus utama dan
porsinya harus paling besar dari yang lain.

Hal ini tentu tercermin pada lamanya waktu yang tertuang dalam kerangka program
Diklat (mata tataran). perlu dikaji ulang pada penganalisian Kompetensi jika terjadi waktu yang
dibutuhkan untuk program Pokok, maka perlu diadakan pengajian ulang sehingga didapatkan
standar program yang dipersyaratkan.

Sebagai lembaga atau institusi yang perlu dengan pengembangan sumber daya manusia
tentu penyusunan program Diklat dalam rangka perencanaan merupakan suatu hal yang sangat
esensial. Oleh karena itu setiap penganalisisan kebutuhan training suatu perusahan tentu akan
ditindak lanjuti dengan penyusunan program pendidikan dan pelatihannya. Yang perlu
diperhatikan dalam penyusunan tersebut adalah urutan atau langkah penyusunan dan proporsi
materi pokok yang menjadi titik fokus suatu kerangka program Diklat.

6
C. Pemahaman tentang pelatihan secara benar

1. Filosofi Pelatihan

Pada hakekatnya setiap individu maupun kelompok selalu dituntut untuk belajar dan
meningkatkan kemampuannya agar dapat mempertahankan hidupnya, karena dengan belajar
akan menghasilkan perubahan, yaitu didapatnya kemampuan yang baru yang berlaku untuk
waktu yang relative lama. Salah satu peningkatan kemampuan ataupun proses belajar antara lain
melalui kegiatan pelatihan.

2. Pengertian Pelatihan

Menurut Inpres Nomor 15 tahun 1974 tentang pelaksanaan Keppres Nomor 34 tahun
1972: Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk
memperoleh dan meningkatkan ketrampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu
yang relative singkat dan metodenya mengutamakan praktek dari pada teori.

Berdasarkan Kep. Menkes RI Nomor 725 / Menkes / SK / V /2003: pelatihan adalah


proses pembelajaran dalam rangka meningkatkan kinerja, profesionalisme dan atau menunjang
pengembangan karier tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

Menurut H. John Bernadin dan Joyce E.A. Russel, Mc. Grill Hills, (1993:297): Pelatihan
merupakan beberapa usaha untuk memperbaiki performance pegawai di tempat kerjanya atau
yang berhubungan dengan hal tersebut. Agar efektif pelatihan harus melibatkan pengalaman
belajar, merupakanrencana organisasi dan dibentuk untuk mengetahui kebutuhan-kebutuhan. Jadi
pelatihan harus dirancang untuk memenuhi tujuan organisasi yang dihubungkan dengan tujuan
pegawai.

Dengan demikian Pelatihan/Diklat adalah suatu proses yang sistematis untuk


mengembangkan pengetahuan, keterampilan dari sikap yang diperlukan dalam melaksanakan
tugas seseorang serta diharapkan akan dapat mempengaruhi penampilan kerja baik orang yang
bersangkutan maupun organisasi tempat bekerja. Pelatihan Merupakan Suatu Bagian Kegiatan
Organisasi.

7
Suatu pendekatan yang cukup bagus untuk mengerti tentang proses pelatihan, adalah
pemikiran secara sistematis.

Needs Training Skills and Knowledge

Gambar diatas menjelaskan bahwa pelatihan merupakan suatu bagian dari sistem
organisasi yang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan organisasi.

Kebutuhan pelatihan (Needs) telah diidentifikasi, kemudian pelatihan dilaksanakan untuk


memenuhi kebutuhn yang diinginkan. Didalam konteks ini, pelatihan merupakan suatu bagian
Sentral dari pada kegiatan organisasi tersebut.

Beberapa organisasi modern telah membuat suatu kemajuan penting didalam peningkatan
performanya melalui organisasi pembelajar (learning organization).

Ada berbagai defenisi dari learning organization, diantaranya adalah (Pedler, Burgoyne
and Boydell): Learning Organization adalah suatu yang memfasilitasi proses pembeljaran
terhadap semua anggota organisasi dan secara terus-menerus mengaplikasikannya untuk
mencapai kinerja Kompetitif yang Optimal. Konsep yang digunakan dalam learning organisasi
tidak menggantikan pelatihan. Pada prinsipnya pelatihan (training) merupakan suatu komponen
vital dari pada learning.

8
 Organizati  Individual
on Learning
Learning
Experience  Training
 Business
 Process  Education
Organizati
ona
Developm
ent

a) Manajemen Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Setiap kegiatan dibidang pendidikan dan pelatihan pada dasarnya adalah usaha-usaha
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan agar menghasilkan kinerja yang
berhasilguna dn berdayaguna. Kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat) dilaksanakan
sebagai upaya untuk menanggulangi kesenjangan dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan yang
disebabkan karena kekurangmampuan manusiawi (hunabistic skill), kurangnya kemampuan
teknis (technical skill), atau kurangnya kemampuan manajerial (managerial skill).

Pendidikan dan pelatihan merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup,
sepanjang kegiatan manusia, yang dilakukan secara sadar. proses pendidikan sebagai proses
pembelajaran tidak berhenti atau selesai setelah tamat sekolah atau pendidikan formal.

Pandangan yang benar tentang proses belajar, serta pergeseran paradigma diklat, harus
menjiwai pengelolaan diklat atau manajemen diklat. Dalam pelaksanaannya, sejak awal program
diklat harus sudah dirancang untuk memenuhi kebutuhan learner. Hal ini sejalan juga dengan
prinsip mutu, yaitu orientsi pda pemenuhan kebutuhan pelanggan.

b) Pelatihan Sebagai Suatu Proses yang Integral

Pada dasarnya pelatihan sebagai suatu proses yang integral adalah penerapan dari suatu
manajemen pelatihan secara utuh dan komprehensif. Suatu program pelatihan dikatakan

9
bermutu, apabila pada akhir pelatihan para mantan peserta latih dapat membawa dampak positif
atau mempunyai nilai tambah bagi organisasi, program dan individu. Selanjutnya untuk dapat
merancang program pelatihan seperti tersebut diatas diperlukan langkah-langkah sebagai
penjabaran dari manajemen pelatihan/diklat yang merupakan kegiatan dari kelima proses
manajemen pelatihan atau lebih dikenal dengan lima bakso, yang dilakukan secara sistematis,
terencana dan terarah. Langkah-langkah tersebut digambarkan dalam siklus berikut ini.

Pengkajian
Kebutuhan
Pelatihan

Perumusan
Evaluasi Tujuan
Program Pelatihan
Pelatihan

Pelaksanaan Merancang
Program Program
Pelatihan Pelatihan

10
I. Langkah 1: Mengkaji Kebutuhan Pelatihan (Training Need Assesment/TNA)

Merupakan langkah awal dari suatu perencanaan pelatihan. Pada prinsipnya, proses
pengkajian kebutuhan pelatihan adalah melakukan pengkajian tentang ada tidaknya kesenjangan
dalam penampilan kerja yaitu kesenjangan antara apa yang seharusnya dilakukan merupakan
ketentuan penampilan kerja (standar), sedangkan apa yang sebenarnya dilakukan merupakan
tingkat penampilan kerja yang dicapai atau yang dimiliki. Perbedaan inilah yang disebut sebagai
kesenjangan (gap).

Namun tidak selalu setiap ada kesenjangan antara standar dan penampilan kerja harus
diatasi dengan pelatihan. Hal ini sangat tergantung dari penyebab kesenjangan tersebut.

Oleh karena itu dalam melakukan TNA, langkah kegiatannya dimulai dengan melakukan
Analisis Organisasi atau Institusi, yaitu:

1) Mengidentifikasi masalah organisasi


2) Merumuskan masalah
3) Menentukan penyebab timbulnya masalah, ada 2 (dua) faktor utama:
a. Penyebab yang diakibatkan oleh faktor kemampuan petugas, dari segi pengetahuan,
ketrampilan dan atau sikap. Faktor inilah yang dapat diintervensi dengan pelatihan, dan
menjadi kebutuhan pelatihan.
b. Penyebab yang diakibatkan oleh faktor lain seperti lingkungan, iklim kerja, sarana,
fasilitas dan sebagainya. Faktor penyebab ini tidak dapat diintervensi dengan pelatihan,
tapi harus menggunakan metode pemecahan masalah yang lebih lanjut Dengan
melakukan TNA sebagai langkah awal dalam manajemen diklat secara benar, berarti
diklat yang berorientasi pada kebutuhan learner/pembelajaran sudah dimulai.

II. Langkah 2: Merumuskan Tujuan Pelatihan (Training Objective)

Pada langkah kedua ini, diawali dengan merumuskan secara tepat dan benar kesenjangan
atau gap kinerja yang terjadi, agar menjadi jelas pula kemampuan apa yang masih harus
ditingkatkan. Dengan demikian, tujuan pelatihan yang ingin dicapai akan dapat dirumuskn secara
jelas, terukur dan dapat dicapai.

11
Tujun pelatihan dirumuskan dalam bentuk kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta
latih setelah selesai mengikuti program diklat. Biasanya dirumuskan dalam Tujuan Umum dan
Tujuan Khusus.

Tujuan Umum: Menggambarkan tentang tujuan yang ingin dicapai pada akhir pelatihan.

Tujuan Khusus: Menguraikan secara lebih spesifik, tujuan yang ingin dicapai untuk tercapainya
tujuan umum pelatihan

III. Langkah 3: Proses Merancang Program Pelatihan (Training Design)

Pada langkah ketiga ini, kompetensi yang ingin dicapai sebagaimana dirumuskan pda
langkah kedua, dijabarkan dalam kegiatan operasional yang dapat diukur. Proses pada langkah
ketiga ini harus menghasilkan:

 Kurikulum, yang dirancang atas dasar kompetensi yang harus dicapai (Bompetency Based)
diuraikan dalam:
 Materi pelatihan
 Metode penyampaian dan alat bantu yang diperlukan
 Proses belajar setiap materi
 Proporsi waktu
 Metode penyelenggaraan pelatihan
 Rancangan alur proses pelatihan

IV. Langkah 4: Melaksanakan Program Pelatihan (Training Implementation)

Pada langkah keempat ini, merupakan rangkaian kegiatan pelaksaan program pelatihan,
pedoman pada kurikulum, metode penyelenggaraan dan rancangan alur proses pelatihan. Apabila
pelaksanaan langkah keempat ini tidak sesuai dengan hasil pada langkah ketiga tersebut, maka
tujuan pelatihan dalam hal ini kompetensi yang diharapkan, tidak akan tercapai.

12
Proses melaksanakan program pelatihan, harus didahului dengan proses persiapan,
sehingga menghasilkan antara lain:

 Kerangka Acuan
 Jadwal Pelatihan
 Pelatihan yang sesuai dengan Kriteria
 Kelengkapan sarana dan fasilitas diklat maupun penunjangnya
 Master Training
 Format-format yang dibutuhkan

Proses pelaksanaan pelatihan, pada prinsipnya adalah, implementasi proses pembelajaran,


untuk mencapai tujuan pembelajaran, yang pada akhirnya untuk mencapai tujuan pelatihan.
Selama proses ini dapat dilakukan kegiatan pemantauan dan pengendalian, agar tidak
menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai serta langkah-langkah sebelumnya.

V. Langkah 5: Melakukan Evaluasi Program Pelatihan (Training Evalution)

Pada langkah kelima ini, merupakan kegiatan penilaian terhadap pelaksanaan program
pelatihan, meliputi penilaian peserta, penilaian bagi penyelenggara, serta pencapaian tujuan
pelatihan. Sebenarnya evaluasi harus dilakukan pada setiap langkah dari siklus pelatihan, tidak
hanya pada akhir pelatihan.

Berdasarkan tingkatannya, evaluasi pelatihan dibagi dalam 4 (empat) tahap (Kirk


Patrick), yaitu:

 Evaluasi pada tingkat reaksi.


Pada tingkat ini, yang dinilai/diukur adalah tingkat kepuasan peserta terhadap proses dan
hasil pelatihan yang diperolehnya.
 Evaluasi pada tingkat belajar.
Pada tingkat ini, diukur/dinilai perubahan pengetahuan, ketrampilan dan sikap peserta latih
sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan.
 Evaluasi pada tingkat Tingkah Laku dalam pekerjaan (pasca pelatihan)

13
Pada tingkat ini, dinilai/diukur seberapa besar pengaruh pelatihan terhadap pekerjaan atau
penerapan di tempat kerja.
 Evaluasi pada Tingkat Hasil
Pada tingkat ini, dapat dinilai pengaruh penerapan hasil pelatihan ditempat kerja terhadap
efektifitas organisasi.

Berdasarkan tahapannya, evaluasi pelatihan dibagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu:

 Tahap Pra Pelatihan


Pada tahap ini penilaian dilakukan terhadap persiapan atau perencanaan pelatihan, yang saat
ini dikenal sebagai Akreditasi Pelatihan. Pelatihan meliputi 4 (empat) komponen, yaitu:
a. Peserta
b. Kurikulum
c. Pelatih
d. Institusi Penyelenggaraan
 Tahap Selama Pelatihan
Pada tahap ini dilakukan penilaian terhadap input, proses dan output Selma proses pelatihan
sampai akhir pelatihan
 Tahap Pasca Pelatihan
Pada tahap ini, dilakukan penilaian terhadap hasil dan dampak pelatihan.

D. Pengendalian mutu pelatihan

Pengendalian Mutu Pelatihan adalah dilaksanakannya proses perbaikan/peningkatan


mutu berkesinmabungan dalam pengolahan institusi, yang ditandai dengan diterapkannya :

a. Prinsip manajemen mutu, meliputi quality planning, quality control dan quality
improvement, serta
b. Siklus plan Do Check Action (PDCA)

Melalui standarisasi, Akreditasi, Sertifikasi pelatihan yang berkesinambungan akan


menjamin terselenggaranya pelatihan yang bermutu,sehingga menghasilkan lulusan yang
bermutu. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah Akreditas Pelatihan yaitu upaya untuk

14
menjaminkualitas perencanaan pelatihan (quality planning) yaitu dengan menilai komponen
esensial dalam suatu pelatihan (kurikulum, pelatih, peserta latih, dan penyelenggaraan).
Akreditas pelatihan ini juga diharapkan dapat dilakukan untuk mengendalikan mutu pelatihan
yang dilaksanakan di Unit Diklat.

 Kerangka Pikir Pengembangan Model

Diera desentralisasi kabupaten/kota diharapkan mampu melaksanakan pengembangan


SDM di wilayahnya melalui pelatihan. Untuk memperdayakan unit diklat di Kabupaten/kota,
dibutuhkan bimbingn teknis/fasilitas dari Provinsi ataupun dari Pusat, serta provinsi dapat
melayani konsultasi atau menjadi rujukan bagi Unit Diklat Kabupaten/Kota. Dalam peningkatan
kinerja institusi Diklat di Propinsi, pusat dalam hal ini pusdiklat memberikan bimbingan teknis
dan fasilitas serta memberikan layanan konsultasi dalam hal yang berkaitan dengan pelatihan.

Pelatihan bagi SDM kabupaten/Kota pada dasarnya adalah untuk peningkatan kinerja,
SDM sebagai individu dan organisasi dimasa SDM itu bekerja. Agar pelatihan tersebut dapat
memenuhi tujuan peningkatan kinerja, perlu dilakukan pengendalian mutu terhadap
managemenpelatihannya, yaitu mulai dari perencanaan sampai evaluasi. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa :

 Pada prinsipnya pengembangan model unit diklat kompotensi kabupaten/kota adalah suatu
bentuk penguatan kabupaten/kotadalam mengelola pengembangan SDM kesehatan
diwilayahnya melalui program pelatihan.
 Peran pusat di era desentralisasi lebih kearah fungsi pembinaan, karenanya peran pusdiklat
dalam upaya pengembangan unit diklat kan/kota, lebih terarah melakukan bimbingan
(assistensi teknis dan fasilitasiserta menyediakan layanan konsultasi dan rujukan dibidang
pelatihan.
 Dalam melaksankan fungsi bimbingan/assistensi teknis dan fasilitasi pusdiklat bersama-
sama dengan atau melalui institusi Diklat Propinsi.
 Upaya penguatan unit diklat kompetensi kab/kota terutrama ditujukkan untuk
meningkatkan kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
pelatihan bagi SDM di wilayahnya, serta upaya pengendalian mutu pelatihan.

15
 Dengan pembimbingan dan fasilitasi teknis, secara bertahap dan berkesinambungan,
diharapkan unit diklat kab/kota secara mandiri mampu mengelola pelatihan bagi SDM di
wilayahnya, termasuk pengembangan jejaring (networking) baik dalam unit, institusi
dilingkungan kab/kota, maupun propinsi dan pusat.

16
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Manajemen pelatihan dimaksudkan sebagai proses penggunaan sumber daya secara


efektif untuk mencapai sasaran yang berupa kegiatan melatih. Sebagai suatu proses, istilah
manajemen pelatihan bergamitan dengn trisula aktivitas, yakni: perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Davies, 1976).

Dalam penyusunan program pendidikan dan pelatihan yang akan dilaksanakan harus
mempertimbangkan 3 aspek yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ketiga aspek tersebut
harus mengalir dalam suatu kegiatan pendidikan dan pelatihan, tetapi masih memungkinkan
hanya satu atau dua aspek saja yang ditempuh dalam program pendidikan dan pelatihan. Hal ini
dikarenakan aspek tertentu dapat berdiri sendiri untuk menjadi materi tataran tanpa harus
menyampaikan pengalaman pembelajaran secara tatap muka langsung, tetapi justru sudah
terintegrasi dalam pembelajaran tersebut. Alur berikut menggambarkan prosedur
penyusunannya:

Pada dasarnya pelatihan sebagai suatu proses yang integral adalah penerapan dari suatu
manajemen pelatihan secara utuh dan komprehensif. Suatu program pelatihan dikatakan
bermutu, apabila pada akhir pelatihan para mantan peserta latih dapat membawa dampak positif
atau mempunyai nilai tambah bagi organisasi, program dan individu. Selanjutnya untuk dapat
merancang program pelatihan seperti tersebut diatas diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Langkah 1: Mengkaji Kebutuhan Pelatihan (Training Need Assesment/TNA)


b. Langkah 2: Merumuskan Tujuan Pelatihan (Training Objective)
c. Langkah 3: Proses Merancang Program Pelatihan (Training Design)
d. 4: Melaksanakan Program Pelatihan (Training Implementation)
e. Langkah 5: Melakukan Evaluasi Program Pelatihan (Training Evalution)

Pengendalian Mutu Pelatihan adalah dilaksanakannya proses perbaikan/peningkatan


mutu berkesinmabungan dalam pengolahan institusi, yang ditandai dengan diterapkannya :

17
1. Prinsip manajemen mutu, meliputi quality planning, quality control dan quality
improvement, serta
2. Siklus plan Do Check Action (PDCA)

18
Daftar Pustaka

1. Drs. Bintoro & Drs. Daryanto. (2014). Manajemen Diklat. Yogyakarta: Gava Media
2. Malayu, H. Hasibuan S. P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara
3. Soebagio, Atmowirio. (2002). Manajemen Pelatihan. Jakarta: Ardadizya Jaya
4. Tilaar, H.A.R. (2004). Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya

19

Anda mungkin juga menyukai