Bell S Palsy
Bell S Palsy
PENDAHULUAN
akibat lesi saraf fasialis, dan mengakibatkan distorsi wajah yang khas. Bell’s
insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63%
mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per
perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19
tahun lebih rentan terkena dari pada laki-laki pada kelompok umur yang
sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi
pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu
pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi dari pada
Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang
Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak
pada usia 21 – 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
1
Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi
dirasakan dan dalam 3-6 bulan wajah dapat kembali normal. Sekitar 80-85%
penyakit.
stimulasi galvanik dan biofeedback. Selain terapi utama, hal penting yang
mata yang tidak dapat menutup sempurna akan dapat menimbulkan masalah
baru, iritasi serta infeksi mata akan rentan terjadi jika tidak dilakukan
2
perhatian khusus pada masalah ini. Hal yang dapat dilakukan berupa
adalah latihan wajah. Latihan ini dilakukan minimal 2-3 kali sehari, akan
wajah ini harus dilakukan sebaik mungkin. Pada fase akut dapat dimulai
dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah, hal ini berguna
1. Tersenyum
3. Mengatupkan bibir
4. Mengerutkan hidung
5. Mengerutkan dahi
6. Gunakan telunjuk dan ibu jari untuk menarik sudut mulut secara
manual
berlebihan.
3
1.2. Tujuan Penulisan
penyakit bells’ palsy. Dan agar mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor
neuron akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disertai
adanya penyakit neurologis lainnya. Bell’s palsy adalah kelumpuhan wajah sebelah
yang timbul mendadak akibat lesi saraf fasialis, dan mengakibatkan distorsi wajah
yang khas. Dengan kata lain bell’s palsy merupakan suatu kelainan pada saraf wajah
yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi
wajah.
Paralisis fasial idiopatik atau Bell’s palsy, ditemukan oleh Sir Charles Bell,
dokter dari Skotlandia. Bell’s palsy sering terjadi setelah infeksi virus atau setelah
imunisasi, lebih sering terjadi pada wanita hamil dan penderita diabetes serta
tipe 1 berperan pada kebanyakan kasus. Berdasarkan temuan ini, paralisis fasial
idiopatik sebagai nama lain dari Bell’s palsy tidak tepat lagi dan mungkin lebih baik
menggantinya dengan istilah paralisis fasial herpes simpleks atau paralisis fasial
herpetik.
Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer
nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Salah
satu gejala Bell’s palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita
berusaha menutup kelopak matanya, matanya terputar ke atas dan matanya tetap
5
kelihatan. Gejala ini disebut juga fenomena Bell. Pada observasi dapat dilihat juga
bahwa gerakan kelopak mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan
2.2. Etiologi
virus herpes simpleks. Virus tersebut dapat dormant (tidur) selama beberapa tahun,
dan akan aktif jika yang bersangkutan terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun
6
(thrombosis arteri karotis, arteri maksilaris, dan arteri serebri media), dan
2.3. Anatomi
2.3.4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa
raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus
trigeminus.
Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot
yang mengantarkan rasa kecap dari dua pertiga bagian lidah dan sensasi kulit dari
melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda
7
melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual serta kelenjar
dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian
ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus
IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau
lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan
nervus akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas
anterior vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris
yang disebut genikulatum karena sangat dekat dengan genu. Nervus fasialis terus
stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani. Lalu n. fasialis keluar dari kranium
Lokasi cedera nervus fasialis pada Bell’s palsy adalah di bagian perifer
nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Jika
akan disertai gangguan fungsi pengecapan dan gangguan fungsi otonom. Lesi yang
8
mengakibatkan hal serupa tetapi tidak mengakibatkan gangguan lakrimasi. Jika
fasial (wajah).
2.4. Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut
Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak
waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat
berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori
peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut
pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang
temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang
menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis
9
yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat
dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya suatu
proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” atau dalam bahasa inggris
“cold”. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan
kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s
palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias
foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons
yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis
medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan
muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis
nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan
ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan
beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus
herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis.
Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit.
Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat
10
Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot
wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat
ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke
atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak
bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara
Pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun
tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan
Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis, kelopak mata tidak dapat
maka bola mata tampak berputar ke atas.(tanda Bell). Penderita tidak dapat bersiul
atau meniup, apabila berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang
tempat/lokasi lesi.
Mulut tertarik ke arah sisi mulut yang sehat, makanan berkumpul di antar
pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah menghilang.
Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup
atau tidak dilindungi maka aur mata akan keluar terus menerus.
11
2.5.2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya
ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang
menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani
2.5.3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), (2), ditambah dengan adanya
hiperakusis.
2.5.4. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum)
Gejala dan tanda klinik seperti (1), (2), (3) disertai dengan nyeri di belakang
dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di
membran timpani dan konka. Ramsay Hunt adalah paralisis fasialis perifer
Gejala dan tanda klinik seperti (1), (2), (3), ditambah dengan tuli sebagi
Gejala dan tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda
Sindrom air mata buaya (crocodile tears syndrome) merupakan gejala sisa
12
Bell’s palsy, beberapa bulan pasca awitan, dengan manifestasi klinik: air mata
bercucuran dari mata yang terkena pada saat penderita makan. Nervus fasilais
(artificial tears), pelumas (saat tidur), kaca mata, plester mata, penjahitan
kelopak mata atas, atau tarsorafi lateral (penjahitan bagian lateral kelopak
2. Masase dari otot yang lemah dapat dikerjakan secara halus dengan
fasialis, namun tindakan ini kadang dilakukan pada kasus yang berat
13
a. Kategori inisiasi ditujukan pada pasien dengan asimetri wajah sedang-
berat saat istirahat dan tidak dapat memulai gerakan pada sisi yang
dilakukan 1-2 set per hari dan menghindari gerakan wajah berlebih.
14
agresif, reedukasi neuromuskular di depan kaca, dan fokus pada
Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus
enam hari diikuti empat hari tappering off. Efek toksik dan hal yang perlu
melalui oral dibagi dalam empat kali pemberian selama 10 hari. Sementara untuk
dewasa diberikan dengan dosis oral 2 000-4 000 mg/hari yang dibagi dalam lima
kali pemberian selama 7-10 hari. Sedangkan dosis pemberian valasiklovir (kadar
dalam darah 3-5 kali lebih tinggi) untuk dewasa adalah 1 000-3 000 mg/hari
secara oral dibagi 2-3 kali selama lima hari. Efek samping jarang ditemukan pada
15
penggunaan preparat antivirus, namun kadang dapat ditemukan keluhan berupa
2.7. Komplikasi
yang tidak dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell’ s
palsy, adalah :
3. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis
dapat menyebabkan :
akibat regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata pasien
spasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba (shock like) pada wajah yang
dapat terjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium awal, kemudian
16
Lowis, Handoko & Maula N Gaharu. 2012. Bell’s Palsy, Diagnosis and
2.8. Pathway
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
Palsy
Ruang/ Kelas :
IDENTITAS
Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Asuransi :
Alamat :
18
3.2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sudut mulutnya tertarik ke sebelah kanan dan tidak bisa
kembali hal ini terlihat saat dia tersenyum,tertawa hingga mengerutkan dahi
dan menyeringai.
Pasien berbicara pelo tetapi saat pasien tersebut minum, tidak merasakan
sakit sedikitpun. Dari hasil anamnesa yang dilakukan oleh perawat SWD
pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya ataupun menderita DM.
ANAMNESA
1. Apa yang menyebabkan sudut mulut Tn S tertarik dan tidak bisa kembali ?
2. Apa yang menyebabkan suara tuan S menjadi pelo dan saat minum tidak
terasa sakit ?
5. Mengapa pasien bisa mengalami bells palsy sedangkan pasien tidak pernah
1. Tanda Vital
2. Keadaan Umum
19
3. Keadaan Fisik
normal.
a. B1 (breathing)
didapatkan klien tidak batuk, tidak sesak napas, tidak ada penggunaan
otot bantu napas dan frekuensi pernapasan dalam batas normal. Palpasi
napas tambahan.
b. B2 (Blood)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan
frekuensi dan irama yang normal. TD dalam batas normal dan tidak
c. B3 (Brain)
20
a. Tingkat kesadaran
b. Fungsi serebri
motorik yang pada klien Bell’s palsy biasanya statul mental klien
mengalami perubahan.
sinkinetik.
tuli persepsi
21
7) Saraf IX & X : paralisis otot orofaring, kesukaran berbicara,
kurang tajam.
a. Sistem motorik
b. Pemeriksaan refleks
c. Gerakan involunter
d. Sistem sensorik
Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri dan suhu tidak ada kelainan.
22
d. B4 (bladder)
e. B5 (bowel)
f. B6 (bone )
lain.
23
3.4. INTERVENSI
Keperawatan/
Tujuan dan Intervensi
Masalah Kolaborasi
Kriteria Hasil
DS: mengidentifikasi
24
- Depersonalisasi kekuatan - Identifikasi arti
DO :
- Perubahan aktual
struktur dan
fungsi tubuh
- Kehilangan
bagian tubuh
- Bagian tubuh
tidak berfungsi
25
2. Kecemasan berhubungan dengan Faktor keturunan, Krisis situasional,
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
- Kurang istirahat i,
26
- Berfokus pada diri mengungkapkan Berikan informasi faktual
cemas:........
27
3. Kurang Pengetahuan Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
pemahaman tepat
28
DO: ketidakakuratan tentang penyakit, Identifikasi kemungkinan
Eksplorasi kemungkinan
29
3.5. Implementasi
di buat.
3.6. Evaluasi
criteria yang telah ditetapkan. Seperti: mulut px sudah kembali seperti semula,
sehingga perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya. Seperti: tekanan systole
naik sampai 130 mmHg, mulut sudah kembali seperti semula, tapi bicaranya
masih pelo.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukkan kemajuan sama sekali
bahkan timbul masalah baru, dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara
lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnose, tindakan, dan factor
lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan. Seperti:
gejala yang timbul tidak berubah, bahkan px mengalami gangguan lain (pusing,
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Bell’s palsy pada dasarnya merujuk pada kelumpuhan salah satu syaraf
jepitan pada syaraf ke-7, bukan dari penyebab lain seperti pembuluh darah pecah
atau tersumbat.
separuh wajah. Bukan kelumpuhan separuh bagian badan. Kelumpuhan ini terjadi
akibat adanya himpitan yang menekan serabut syaraf ke-7 sehingga tak bisa
Syaraf yang bekerja pada wajah sebenarnya ada 12 dengan pusat pada
hidung, syaraf 2 untuk penglihatan, syaraf 3-4-6 untuk gerakan bola mata, syaraf 5
untuk merasakan sentuhan dan syaraf 7 untuk menggerakkan otot wajah. Syaraf ke-
keluar melalui kanal di bawah telinga menuju sisi wajah. Panjangnya serabut syaraf
ke-7 ini menyebabkannya rentan terjepit atau tertekan. Bila terjadi gangguan, akan
palsy juga disertai sakit kepala tak spesifik. Umumnya Bell’s palsy tak disertai
keluhan lain seperti rasa kebas, karena syaraf perasa di wajah dipengaruhi syaraf 5,
bukan 7. Namun, karena terjadi kekakuan pada otot wajah, penderitanya merasa
31
Banyak asumsi dikaitkan dengan Bell’s palsy. Beberapa pendapat di masa
belakang telinga dan mengganggu syaraf ke-7. Ada pula yang berpendapat, kondisi
jangan panik. Bell’s palsy bisa sembuh hingga 100 persen dan tak meninggalkan
kecacatan. Bahkan 80 persen serangan Bell’s palsy akan sembuh sendiri dalam
waktu 4 sampai 7 hari. Asalkan ditangani tepat dan tak terlambat, bisa sembuh
sempurna. Tepat artinya ditangani kurang dari 24 jam setelah serangan (golden
pertimbangan medis. Namun, yang terpenting lagi penderita Bell’s palsy sebaiknya
beristirahat atau mengurangi aktivitas wajah selama beberapa hari setelah terkena
serangan. Dan segera berkonsultasi ke dokter syaraf selama masih dalam golden
period.
Bila pengobatan dengan obat anti inflamasi atau anti-viral tak menunjukkan
hasil, dan setelah dilakukan MRI tampak adanya penekanan pada syaraf ke-7,
pilihan akhir yang diambil dokter adalah tindakan operasi dekompresi atau
pembebasan tekanan. Namun, sekali lagi, ini pilihan terakhir yang jarang sekali
diambil. Setelah lewat fase akut 3-4 hari, barulah bisa dimulai latihan fisioterapi di
depan kaca atau mengunyah permen karet. Sebaiknya fisioterapi tak terburu-buru
dilakukan, karena memicu terjadinya nerve sprouting atau syaraf tak kembali
32
sempurna, atau tumbuh melenceng. Nerve sprouting bisa menyebabkan timbulnya
gerakan tak terkontrol yang menyertai maksud gerakan pada wajah. Misalnya,
kedutan di wajah.
penyembuhannya relatif tak sebaik orang tanpa diabetes. Biasanya wajahnya masih
Bell’s palsy diperkirakan disebabkan oleh infeksi virus dari syaraf muka.
Virus yang paling mungkin adalah virus herpes simplex. Diagnosis dibuat ketika
tidak ada penyebab lain yang dapat diidentifikasi. Nama-nama lain untuk kondisi
Bell’s palsy biasanya adalah kondisi yang hilang sendiri, tidak mengancam
nyawa yang secara spontan hilang dalam waktu enam minggu. Kejadiannya adalah
15-40 kasus-kasus baru per 100,000 orang per tahun. Tidak ada umur yang
umum selama kehamilan dan sedikit lebih umum pada wanita-wanita menstruasi.
2. Kira-kira setengah dari waktu, ada mati rasa atau nyeri pada telinga, muka,
33
3. Ada penyakit virus yang mendahuluinya pada 60% dari pasien-pasien.
4. Ada sejarah keluarga dari Bell’s palsy pada 10% dari pasien-pasien.
bilateral.
sampai bertahun-tahun.
6. Sistim imun merespon pada sel-sel Schwann yang rusak yang dan
34
2. Penyakit Sistim Syaraf: termasuk Opercular syndrome, Millard-Gubler
syndrome.
3. Infeksi: dari telinga atau muka, atau Herpes Zoster dari syaraf muka
(Ramsey-Hunt syndrome).
persoalan telah terjadi. Tes-tes spesifik yang digunakan untuk diagnosis akan
dari syaraf auditory. Tes stapedial reflex dapat mengevluasi cabang dari
syaraf muka yang mensuplai serat-serat motor ke salah satu dari otot-otot pada
auditory terlibat.
mungkin membantu melokalisir tempat dan keparahan dari luka syaraf muka.
35
4. Tes-tes rasa: Kehilangan rasa pada bagian depan dari lidah mungkin
5. Tes-tes pengeluaran air liur: Aliran air liur yang berkurang mungkin
tulang, atau kelainan lain apa saja. Studi-studi ini biasanya adalah CT scan
7. Tes-tes elektrik: Stimulasi dari syaraf oleh tes-tes arus listrik apakah syaraf
mengindikasikan respon otot yang sama pada kedua sisi muka, pasien dapat
waktu tiga sampai enam minggu tanpa kelainan bentuk yang signifikan.
muka dirawat secara spesifik menurut kondisi yang terdeteksi. Obat-obat cortisone
satu miligram per kilogram berat badan dari prednisone (atau alternatif steroid) per
dalam dosis dari 200-400 miligram lima kali per hari untuk lima hari telah
36
berangsur-angsur) melalui waktu lima hari berikutnya. Jika kelumpuhan masih
sepenuhnya setelah lima hari, maka dosis yang sama dari kedua obat-obat
diteruskan untuk lima hari berikutnya, kemudian steroids disusutkan melalui lima
hari berikutnya.
Terapi fisik dan terapi elektro mungkin tidak mempunyai manfaat yang
signifikan. Dekompresi syaraf muka secara operasi adalah kontroversial pada Bell’s
kelumpuhan syaraf muka termasuk satu atau lebih dari yang berikut:
pada kecepatan dari satu milimeter per hari. Jika syaraf telah dipotong atau
atau syaraf muka lain dapat dihubungkan pada syaraf muka yang ada.
3. Muscle transposition atau sling procedures: Otot temporalis atau otot masseter
(beberapa dari hanya otot-otot pada muka yang tidak disuplai oleh syaraf
37
4. Muscle transfers: Otot-otot yang bebas dari tungkai (gracilis) dapat
digunakan untuk menyediakan keduanya fungsi dan bagian terbesar dari otot.
5. Ancillary eyelid atau oral procedures: Sebagai tambahan pada salah satu yang
diatas, seringkali adalah perlu untuk memasukan pengangkatan alis (brow lift)
atau facelift, partial lip resection, reposisi kelopak mata (eyelid repositioning),
Secara umum penyakit ini dapat disembuhkan, kendati tergantung dari derajat
kerusakan sarafnya. Pada minggu kedua perbaikan sudah mulai dirasakan dan
dalam 3-6 bulan wajah dapat kembali normal. Sekitar 80-85% kasus, dapat sembuh
spontan dalam 3 bulan. Akan tetapi beberapa penelitian mengatakan obat antivirus
ibuprofen, untuk pertumbuhan serabut saraf yang rusak dapat digunakan terapi
kerusakan saraf dapat dilakukan setelah melewati fase akut dengan menggunakan
kedip (blink reflex). Dengan demikian pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
memprediksi prognosis penyakit. Botolinum toxin type A atau yang lebih dikenal
dengan botox merupakan alternatif terapi yang dapat digunakan dan berfungsi
38
untuk relaksasi otot-otot wajah. Alternatif terapi lainnya berupa akupuntur,
stimulasi galvanik dan biofeedback. Selain terapi utama, hal penting yang menjadi
perhatian dalam tatalaksana penyakit ini adalah mata. Kelopak mata yang tidak
dapat menutup sempurna akan dapat menimbulkan masalah baru, iritasi serta
infeksi mata akan rentan terjadi jika tidak dilakukan perhatian khusus pada masalah
ini. Hal yang dapat dilakukan berupa pemberian air mata buatan, mengedipkan mata
Komponen lain yang tidak kalah pentingnya dalam optimalisasi terapi adalah
latihan wajah. Latihan ini dilakukan minimal 2-3 kali sehari, akan tetapi kualitas
latihan lebih utama daripada kuantitasnya. Sehingga latihan wajah ini harus
dilakukan sebaik mungkin. Pada fase akut dapat dimulai dengan kompres hangat
dan pemijatan pada wajah, hal ini berguna mengingkatkan aliran darah pada otot-
yang dapat merangsang otak untuk tetap memberi sinyal untuk menggerakan otot-
1. Tersenyum
3. Mengatupkan bibir
4. Mengerutkan hidung
5. Mengerutkan dahi
6. Gunakan telunjuk dan ibu jari untuk menarik sudut mulut secara manual
39
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis tipe lower
motor neuron akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara
Serabut visero-motorik,
Serabut visero-sensorik,
Serabut somato-sensorik.
5.2. Saran
kesalahan dan kekurangn dalam penusunan konsep makalah dan konsep askep
diatas. Untuk itu penulis sangat mengharapkan dukungan yang berupa kritik
dan masukan yang membangun agar kedepan lebih baik. Dan penulis juga
berharap, melalui makalah yang sangat sederhana ini, kita sebagai manusia
yang berakal dan mandiri harus menghindari diri dari fakto-faktor yang dapat
40
DAFTAR PUSTAKA
http://bosmanis86.wordpress.com/2013/01/28/bell-palsy/
http://kumpulanaskep-nurses.blogspot.com/2013/05/askep-bells-palsy.html\
http://boskliwon.blogspot.com/2012/03/bells-palsy-lumpuh-wajah-penyakit.html
http://www.scribd.com/doc/79465474/Askep-Bells-Palsy
Hendra moslem nurdin. 2010. bell palsy. diakses pada tanggal 1 desember 2013,
dari http:///bell%27s%20palsy/bell-palsy%20baru.htm
Fisioterapi div ums. 2009. Bell’s Palsy. Diakses pada tanggal 29 april 2011, dari
http://fisterdiv07ums.blogspot.com/
41