Anda di halaman 1dari 4

Hemofilia

Hemofilia adalah gangguan produksi faktor pembekuan yang diturunkan, berasal dari

bahasa Yunani, yaitu haima yang artinya darah dan philein yang artinya mencintai atau suka.

Walaupun sebenarnya maknanya tidak sesuai, namun kata hemofilia tetap dipakai.

Kelainan perdarahan yang diturunkan pertama kali didokumentasikan di abad kedua oleh

Kerajaan Babilonia, namun baru pada abad ke 18 dilaporkan adanya kemungkinan basis

genetik untuk kelainan perdarahan ini dan mulai tahun 1950an transfusi fresh frozen plasma

(FFP) digunakan. Pada tahun 1980an teknik rekombinan DNA untuk menproduksi faktor VIII

(F VIII) dan faktor IX (F IX) mulai diterapkan.

Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked resesif

berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit ini terjadi akibat

kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada hemofilia A terjadi kekurangan F

VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas

factor). Hemofilia A mencakup 80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia.

Klasifikasi

Secara klinis hemofilia dapat dibagi menjadi hemofilia ringan (konsentrasi FVIII dan F

IX 0.05-0.4 IU/mL atau 5-40%), hemofilia sedang (konsentrasi FVIII dan F IX 0.01-0.5 IU/mL

atau 1-5%) dan hemofilia berat (konsentrasi FVIII dan F IX di bawah 0.01 IU/mL atau di bawah

1%).

Gejala Klinis dan Diagnosis

Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan perdarahan terjadi

setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang, perdarahan spontan dapat terjadi
atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi

dengan perdarahan ke dalam sendi, otot dan organ dalam.

Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses persalinan. Umumnya

penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada usia di bawah 1 tahun.

Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung, saluran kemih, sendi lutut, pergelangan

kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher

atau tenggorokan dan saluran cerna yang masif dapat mengancam jiwa.

Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Anamnesis

diarahkan pada riwayat mudah timbul lebam sejak usia dini, perdarahan yang sukar berhenti

setelah suatu tindakan, trauma ringan atau spontan, atau perdarahan sendi dan otot. Riwayat

keluarga dengan gangguan perdarahan terutama saudara laki-laki atau dari pihak ibu juga

mendukung ke arah hemofilia.

Hasil pemeriksaan darah rutin dan hemostasis sederhana sama pada hemofilia A dan B.

Darah rutin biasanya normal, sedangkan masa pembekuan dan masa thromboplastin parsial

teraktifkan (APTT) memanjang, dan masa pembekuan thromboplastin abnormal. Masa

perdarahan dan masa prothrombin (PT) umumnya normal.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F IX

untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda gen

hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat digunakan

untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan hemofilia

B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX.


Pentalaksanaan penderita Hemofilia untuk bedah

Skrining inhibitor pra-operasi harus dilakukan dalam waktu satu minggusebelum operasi.

Perkembangan inhibitor merupakan salah satu lomplikasi hemofilia yang lebih serius membuat

penggantian faktor yang biasa tidak efektif.

Penggunaan asam traneksamat atau agen antifibrinolitik secara peri-operatif akan

meningkatkan haemostasis dengan membantu stabilitas gumpalan darah. Secara idealnya

harus terapi antifibrinolitik harus diberikan secara intravena (biasanya 1 g) sebelum induksi

anestesi. Atau, orally administrasi (1 g 3-4 kali per hari) dapat dimulai satu atau dua hari

sebelum operasi untuk memastikan tingkat darah mencukupi pada saat pembedahan.

Ketersediaan konsentrat faktor spesifik, tidak hanya Intra-operatif, tapi juga cukup untuk

bertahan periode pasca operasi sampai penyembuhan luka.

Teknik bedah harus dimodifikasi supaya meminimalisirkan perdarahan intraoperatif dan

pasca operasi. Langkah-langkahnya meliputi: membatasi trauma (misalnya, membatasi jumlah

gigi yang harus dilepas pada satu waktu tergantung pada tingkat keparahan kekurangan faktor

pasien); Mengurangi ukuran flaps;Memilih teknik bedah dan penutupan yang memungkinkan

akses mudah untuk packing, penjahitan dan kauterisasi)

Karena efek anti trombosit, aspirin dan lainnya Obat antiinflamasi non steroid umumnya

dihindari. Parasetamol dan opioid Bisa digunakan dengan aman Penggunaan penghambat

siklooksigenase-2 seperti celecoxib masih bisa digunakan tergantung pada keadaan, namun hal

ini perlu dibahas dengan tim hemofilia dahulu.

Prosedur pemberian faktor sebelum dan setelah operasi:

1. Bedah minor

Dosis preoperatif: 1 jam sebelum prosedur dilakukan (50 Unit/kgBB)


Dosis paska operasi: 2 jam setelah perdarahan 0.5 x BB (kg) x kadar yang diinginkan

(%) setiap 12 jam untuk FVIII sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam selama 2-5 hari.

2. Bedah mayor

Dosis preoperatif: 1 jam sebelum prosedur dilakukan (50 Unit/kgBB)

Dosis paska operasi: 2 jam setelah perdarahan 0.5 x BB (kg) x kadar yang diinginkan

(%) setiap 12 jam untuk FVIII sedangkan F IX diberikan tiap 24 jam sealama 7-14 hari.

Meskipun perencanaan pra-operasi hati-hati akan mencegah banyak masalah pasca

operasi, pendarahan pasca bedah terkadang terjadi. Jika ini terjadi, konsultasikan dengan

haematologist dan pertimbangkan untuk menggunakan hemostatik sistemik tambahan terapi.

Reference:

Anon, (2017). Surgery in patients with inherited bleeding disorders. [online] Available at:

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/anae.12899/pdf [Accessed 16 Jul. 2017].

Anda mungkin juga menyukai