Anda di halaman 1dari 13

Bab III

Metodologi Penelitian

III.1. Umum
Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian
potensi pemanfatan limbah las karbid dalam proses karbonatasi mineral sebagai
alternatif pengolahan emisi karbon dioksida (CO2). Dalam bab ini akan dijelaskan
metode pengumpulan data primer maupun sekunder, perhitungan kapasitas
penyerapan emisi CO2 dari setiap variasi percobaan serta efisiensi keseluruhan dan
perhitungan koefisien transfer massa untuk masing-masing variasi tersebut.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengukuran emisi yang dititik beratkan
pada komposisi gas CO2 pada sampel emisi yang diambil, penentuan karakteristik
kimia sampel limbah las karbid yang dimanfaatkan dalam penelitian, serta
pengukuran secara langsung parameter-parameter reaksi. Diagram alir penelitian
disajikan dalam Gambar 3.1.

III.2. Penentuan Tujuan


Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi
limbah las karbid sebagai alternatif senyawa alkali dalam proses karbonatasi mineral
serta melihat potensi proses karbonatasi mineral sebagai alternatif pengolahan emisi
CO2.

III.3. Studi Literatur


Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan buku, laporan penelitian,
maupun jurnal pendukung. Studi literatur ini dilakukan sebagai langkah awal dalam
memahami objek penelitian, memberi rujukan mengenai metode pengukuran dan
perhitungan dalam penelitian, maupun sebagai pembanding dalam analisis hasil
penelitian nantinya.

III-1
Persiapan

Studi literatur Pengambilan sampel


limbah las karbid

Analisa limbah las


karbid

Analisa komposisi kimia Analisa kelarutan limbah las


limbah las karbid karbid

Pengukuran konsentrasi ion-ion Ca, Fe, Kelarutan ion Ca2+ dalam 13 variasi penambahan
Mg, Al, Na, Si, dan Phospat massa limbah las karbid
(Atomic absorption spectrophotometry) (Titrasi asam-basa & titrasi kompleksometri-
EDTA)

Gambar 3. 1.(a) Diagram alir penelitian tahapan analisa limbah las karbid

Pengambilan sampel gas


emisi kendaraan
bermotor

Blanko Latutan penyerap tanpa


penyaringan

Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer)


Trap gas asam : analisa asiditas- Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer)
alkalinitas Trap gas asam : analisa asiditas-
Larutan penyerap : analisa asiditas- alkalinitas
alkalinitas Larutan penyerap : analisa asiditas -
alkalinitas
analisa konsentrasi ion
Ca2+

Gambar 3. 1.(b) Diagram alir penelitian tahapan penelitian pendahuluan

III-2
Pengambilan sampel gas
unit CO2 removal

Larutan penyerap dengan Larutan penyerap tanpa


penyaringan penyaringan

Variasi penambahan massa limbah Variasi debit aliran gas


las karbid (2,7; 5,4; 8,1; 10,8 gram) (1,292; 0,496 Lpm)

Larutan penyerap Latutan penyerap


dengan penyaringan tanpa penyaringan

Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer) Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer)
Trap gas asam : analisa asiditas- Trap gas asam : analisa asiditas-
alkalinitas alkalinitas
Larutan penyerap : analisa asiditas- Larutan penyerap : analisa asiditas-
alkalinitas alkalinitas
analisa konsentrasi ion
Ca2+
Endapan : analisa gravimetri

Blanko

Konsentrasi gas CO2 (Auto emission analyzer)


Trap gas asam : analisa asiditas-
alkalinitas
Larutan penyerap : analisa asiditas-
alkalinitas

Gambar 3. 1.(c) Diagram alir penelitian tahapan penelitian inti

III.4. Metode Pengumpulan Data Awal


III.4.1 Komposisi kimia limbah las karbid
Penelitian ini memanfaatkan limbah las karbid sebagai alternatif senyawa
alkali untuk bahan baku pembuatan larutan penyerap (absorber) gas CO2 dalam proses
karbonatasi mineral. Pemilihan limbah las karbid berdasarkan pertimbangan bahwa
komposisi utama dari limbah las karbid secara teoritis adalah senyawa-senyawa alkali
terutama kalsium hidroksida. Kalsium hidroksida ini yang akan berperan dalam

III-3
proses karbonatasi mineral dimana senyawa ini akan bereaksi dengan gas CO2 dan
membentuk kalsium karbonat yang bersifat stabil secara permanen. Karena tingkat
kemurnian dari limbah las karbid yang sangat beragam, maka harus dilakukan terlebih
dahulu pengecekan terhadap komposisi kimia limbah las karbid tersebut. Konsentrasi
Ca, Mg, Si, Fe, Al, Na, dan phospat dalam sampel limbah las karbid diperiksa dengan
menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Selain kandungan
unsur-unsur logam, juga dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan air baik yang
bebas maupun yang terikat serta kandungan unsur karbonnya. Dengan mengetahui
konsentrasi dari masing-masing parameter tersebut serta membandingkan dengan
literatur yang sesuai, dapat diperkirakan komposisi dari limbah las karbid tersebut.
Analisa komposisi kimia limbah las karbid ini dilakukan di Lab Kimia P3GL,
Bandung. Hasil data analisa komposisi limbah las karbid dapat dilihat dalam
lampiran A.

III.4.1 Persiapan reaktor


III.4.2.1 Pemilihan alat
Berdasarkan studi literatur, ditentukan reaksi karbonatasi mineral akan
dilakukan dalam fasa terlarut dari sampel limbah las karbid. Dengan begitu, proses
yang terjadi antara larutan sampel limbah las karbid dan gas CO2 yang akan diolah
adalah proses absorpsi. Dalam proses absorpsi, terjadi reaksi antara dua fasa yaitu fasa
gas dan fasa cair dalam sebuah kolom absorpsi. Terdapat dua mekanisme utama yang
dapat dipilih dalam proses absorpsi ini, yang pertama adalah dispersi cairan. Dalam
mekanisme dispersi cairan ini, larutan penyerap dalam fasa cairnya akan didispersikan
(disemburkan) ke dalam kolom absorpsi dimana gas yang akan diolah dialirkan
melalui kolom absorpsi tersebut. Sedangkan mekanisme kedua adalah kebalikannya,
dimana gas didispersikan ke dalam kolom absorpsi yang berisi larutan penyerap.
Dalam penelitian ini, mekanisme terakhir yang dipilih. Alat yang digunakan sebagai
kolom absorpsi dalam penelitian ini adalah fritted bubbler impinger. Pemilihan
penggunaan fritted bubbler impinger ini dengan tujuan agar efisiensi yang dicapai
dalam proses karbonatasi mineral dapat cukup tinggi. Diameter maksimum dari frit
pada fritted bubbler impinger sebesar 60 μm dengan diameter fritted bubbler impinger
sendiri sebesar 3,5 cm. Ukuran gelembung gas yang dihasilkan bergantung kepada
debit gas yang dialirkan ke dalam fritted bubbler impinger tersebut. Besarnya ukuran
gelembung gas tersebut akan sangat mempengaruhi efisiensi dari proses penyerapan
III-4
gas di dalam fritted bubbler impinger. Dengan menggunakan fritted bubbler impinger
yang memiliki ukuran frit maksimm sebesar 60 μm, efisiensi sebesar 95% dapat
dicapai pada aliran gas maksimum sebesar 0,4 L/menit (Lodge, 1989). Pada fritted
bubbler impinger yang memiliki ukuran diameter frit lebih besar dari 60 μm, efisiensi
yang tinggi juga dapat dicapai dengan memperkecil aliran gas. Namun apabila hal
tersebut dilakukan, maka kehilangan tekan yang terjadi dalam sistem akan cukup
besar (Lodge, 1989). Jenis dari fritted bubbler impinger yang digunakan dapat dilihat
lebih jelas pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Fritted bubbler impinger (inset : Fritted bubbler)

Selain menggunakan fritted bubbler impinger, dalam penelitian ini juga


digunakan beberapa alat lain yang dirangkaikan bersama. Alat-alat tersebut terdiri
dari satu buah impinger kecil yang difungsikan sebagai penyerap gas asam lain
sebelum emisi gas dialirkan ke dalam fritted bubbler impinger dan sebuah trap
impinger besar yang difungsikan sebagai penangkap uap air yang terbawa dari
rangkaian fritted bubbler impinger dan impinger kecil sebelum aliran gas masuk ke
dalam Auto Emission Analyzer untuk diperiksa konsentrasi gas CO2nya. Uap air ini
harus disisihkan terlebih dahulu karena keberadaan uap air akan mempengaruhi
akurasi pembacaan dari Auto Emission Analyzer. Tiga jenis impinger tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3.3.

III-5
Gambar 3.3. Impinger Kecil, Fritted Bubbler Impinger, Trap impinger (kiri - kanan)

III.4.2.2 Kalibrasi flowmeter


Dalam proses absorpsi, aliran gas menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi efisiensi proses, oleh karena itu aliran gas harus dapat diatur dan
dijaga konstan selama reaksi berlangsung. Pada penelitian ini, digunakan flowmeter
untuk mengatur serta menjaga kestabilan aliran gas. Flowmeter sendiri adalah alat
ukur sekunder, oleh karena itu sebelum flowmeter tersebut digunakan harus
dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan alat ukur primer. Pada pelaksanaan
kalibrasi, alat ukur primer yang digunakan adalah Bubblemeter Generator. Kalibrasi
dilakukan pada enam skala flowmeter dengan lima data kalibrasi untuk masing-
masing skala. Hasil dari proses kalibrasi ini adalah kurva kalibrasi dari flowmeter
yang bersangkutan. Kurva kalibrasi ini digunakan untuk mengkonversi setiap nilai
pada skala flowmeter ke dalam satuan debit yang umum digunakan. Kurva kalibrasi
dari flowmeter yang digunakan dapat dilihat pada lampiran B.

III.4.1 Pembuatan kurva kelarutan limbah las karbid


Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, reaksi karbonatasi mineral
ini dilakukan dalam fasa terlarut dari limbah las karbid dan senyawa yang berperan
penting dalam proses ini adalah kalsium hidroksida. Dengan ketidakmurnian sampel
limbah, tidak dapat disamakan nilai kelarutan limbah tersebut dengan kalsium
hidroksida murni. Oleh karena itu, tahap awal yang harus dilakukan adalah
pengecekan tingkat kelarutan dari sampel limbah las karbid tersebut.
Dalam pembuatan kurva kelarutan, dilakukan pelarutan dari limbah las karbid
dengan massa tertentu dalam 100 mL air distilasi. Data untuk kurva kelarutan dapat
dikatakan sudah mencukupi apabila dari kurva kelarutan yang terbentuk sudah

III-6
diperoleh nilai kelarutan maksimumnya atau peningkatan kelarutan sudah tidak terlalu
signifikan pada penambahan jumLah massa limbah las karbid yang cukup besar.
Setelah dilarutkan dalam 100 mL air distilasi, kemudian dilakukan penyaringan
dengan kertas saring untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terendapkan. Setelah
itu dilakukan analisa kesadahan Kalsium dan analisa akalinitas-asiditas dari larutan
yang sudah disaring. Analisa kesadahan kalsium ditujukan untuk mengetahui jumlah
ion kalsium terlarut pada larutan sedangkan analisa alkalinitas ditujukan untuk
mengetahui kemungkinan anion yang berikatan dengan ion kalsium tersebut. Dengan
metode ini, diasumsikan bahwa penyebab utama kesadahan pada air tersebut adalah
karena keberadaan ion kalsium dari pelarutan limbah las karbid dan seluruh anion
penyebab alkalinitas kecenderungan utamanya membentuk senyawa bersama ion
kalsium. Dengan menggunakan asumsi tersebut, dapat diperkirakan berapa banyak
senyawa kalsium hidroksida yang terlarut dalam setiap variasi massa limbah las
karbid.
Dari hasil analisa kelarutan ini, akan diperoleh tingkat kelarutan maksimum
dari sampel limbah las karbid. Nantinya dalam pelaksanaan reaksi karbonatasi
mineral, larutan penyerap akan dibuat pada kisaran kelarutan maksimum ini.

III.4.2 Pengambilan sampel gas


Sampel emisi gas yang akan diambil berasal dari emisi gas unit CO2 removal
Unit Pengumpulan (UP) Cilamaya Pertamina EP Region Jawa. Pemilihan emisi dari
unit CO2 removal dengan pertimbangan konsentrasi gas CO2-nya yang cukup tinggi.
Pengambilan sampel gas dilakukan pada unit reflux drum yang merupakan bagian
akhir dari sistem CO2 removal di lokasi tersebut. Pada unit reflux drum ini, gas CO2
yang sudah terpisahkan dari gas alam mengalami proses pendinginan. Karakteristik
fisik gas dari unit reflux drum ini memiliki temperatur sebesar 84˚F (sekitar 28,89˚C)
dan tekanan sebesar 8 psi (sekitar 0,544 atm). Informasi selengkapnya mengenai unit
reflux serta P&ID dari sistem CO2 removal pada lampiran C.
Pengambilan sampel gas dilakukan pada lubang sampling unit reflux yang
secara rutin digunakan sebagai tempat pengambilan sampel gas untuk keperluan
analisa industri tersebut. Sampel gas diambil dengan menggunakan kontainer gas
yang terbuat dari bahan polyetilen dengan ukuran selang probe sebesar ½ inchi.

III-7
(a)
(b)

(c)
Gambar 3.4. a) Unit reflux drum sistem CO2 removal, b) Sampling point unit reflux
drum, c) Pengambilan sampel gas emisi dengan kontainer gas

III.4.3 Analisa komposisi gas emisi


Untuk mengantisipasi terjadinya kebocoran ataupun perubahan komposisi gas
sampel, maka dilakukan pengecekan konsentrasi gas CO2 dari sampel gas yang
diambil. Pengecekan konsentrasi gas CO2 ini dilakukan setelah pengambilan sampel
gas dan setiap gas tersebut akan direaksikan dalam proses karbonatasi mineral.
Pengukuran konsentrasi gas CO2 ini menggunakan Auto Emission Analyzer yang
menerapkan prinsip non-dispersive infrared absorption (NDIR) untuk HC/CO/CO2.
Prinsip ini didasarkan atas absorpsi radiasi infra merah oleh karbon dioksida. Energi
yang datang dari sebuah sumber pemancar radiasi di dalam daerah infra merah akan
dipilah menjadi dua berkas sinar paralel dan diarahkan menuju se-sel referensi dan

III-8
sampel. Kedua berkas sinar tersebut akan melalui sel-sel yang setara di mana masing-
masing berisi detektor selektif dan karbon dioksida.
CO2 di dalam sel akan mengabsorpsi radiasi sinar infra merah hanya pada
frekuensi karakteristiknya, dengan detektor yang hanya sensitif pada frekuensi itu
pula. Tanpa adanya absorpsi gas di dalam sel referensi dan tanpa adanya CO2 di
dalam sel sampel, sinyal dari kedua detektor akan setimbang secara elektronik. Setiap
CO2 yang memasuki sel sampel akan menyerap radiasi, yang akan menurunkan
temperatur dan tekanan di dalam sel detektor sehingga akan menggerakkan
diafragma. Pergerakan diafragma ini akan dideteksi secara elektronis dan
diamplifikasi untuk mendapatkan sinyal output-nya. Metode Non Dispersif Infra Red
ini dapat diterapkan untuk menetapkan konsentrasi CO2 emisi maupun di udara
ambien.

Gambar 3.5. Auto emission analyzer

Dikarenakan keterbatasan pembacaan konsentrasi maksimum dari alat Auto


emission analyzer sebesar 20% volume untuk gas CO2, maka dalam pengukuran
konsentrasi CO2 pada gas emisi dilakukan pengenceran dengan udara ambien.

III.5. Jalannya Penelitian


III.5.1. Umum
Penelitian karbonatasi mineral dilakukan dengan variasi massa limbah las
karbid yang dilarutkan dalam pembuatan larutan penyerap. Dilakukan empat variasi
massa yaitu 2,7 gram; 5,4 gram; 8,1 gram dan 10,8 gram. Selain variasi penambahan
limbah las karbid, juga dilakukan variasi perlakuan setelah dilakukan proses pelarutan
tersebut. Setelah dilarutkan, tidak semua limbah las karbid yang ditambahkan akan
terlarut, fraksi limbah las karbid yang tidak terlarut akan membentuk slurry. Terdapat

III-9
dua perlakuan yang dilakukan setelah proses pelarutan tersebut, yang pertama larutan
yang diperoleh kemudian disaring untuk mendapatkan larutan yang hanya
mengandung limbah las karbid terlarut saja, sedangkan perlakuan yang kedua tidak
dilakukan penyaringan. Kedua perlakuan tersebut dilakukan untuk mengetahui
pengaruh dari perbedaan fasa dari limbah las karbid terhadap efisiensi serta kapasitas
penyisihan emisi CO2. Variasi terakhir yang dilakukan adalah variasi debit aliran gas
yaitu 0,496 Lpm dan 1,292 Lpm. Untuk variasi debit 0,496 Lpm hanya dilakukan
pada dua variasi penambahan massa limbah las karbid terbesar yaitu 8,1 dan 10,8
gram. Skema dan gambar dari rangkaian alat dalam reaksi karbonatasi mineral ini
dapat dilihat pada Gambar 3.5 dan Gambar 3.6.

flowmeter Auto Emission Analyzer


kontainer gas
trap gas asam
trap uap air

fritted bubbler impinger

Gambar 3.6. Skema rangkaian reaktor dalam pelaksanaan penelitian

Gambar 3.7. Rangkaian reaktor dalam pelaksanaan penelitian

III-10
III.5. 2. Pengumpulan data parameter reaksi
Rekapitulasi analisa parameter reaksi dapat dilihat pada Tabel 3.1. dibawah
ini.
Tabel 3.1. Analisa parameter reaksi
Sampel
Parameter Metoda Trap gas Larutan
Gas emisi Endapan
asam penyerap
sebelum dan
Konsentrasi selama reaksi
NDIR
gas CO2 (pada outlet
reaktor)
Metoda sebelum dan sebelum dan
pH
elektrometik setelah reaksi setelah reaksi
sebelum dan sebelum dan
Temperatur Thermometer
setelah reaksi setelah reaksi
Alkalinitas - Titrasi asam- sebelum dan
setelah reaksi
Asiditas basa setelah reaksi
Titrasi
Kesadahan sebelum dan
kompleksometri
Kalsium setelah reaksi
- EDTA
Endapan
setelah
mineral Gravimetry
reaksi
karbonat

III.5.2.1 Pengukuran temperatur absorber / larutan penyerap dan trap


Pengukuran temperatur absorber dan trap dilakukan sebelum dan setelah
reaksi karbonatasi dilakukan. Pengukuran temperatur ini untuk mengetahui
temperatur ketika terjadinya reaksi serta perubahan temperatur setelah terjadi reaksi.
Dalam suatu reaksi kimia, pegukuran temperatur sangat penting untuk dilakukan
karena temperatur dapat mempengaruhi kecepatan reaksi.

III.5.2.2. Pengukuran pH absober dan trap


pH menunjukan kadar asam atau basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi
/ aktivitas ion hidrogen H+. Ion hidrogen merupakan faktor untuk mengerti reaksi
kimiawi dalam ilmu teknik lingkungan karena
• H+ selalu ada dalam kesetimbangan dinamis dengan air / H2O, yang
membentuk suasana untuk semua reaksi kimiawi yang bekaitan dengan
masalah pencemaran air dimana sumber ion hidrogen tidak pernah habis.
• H+ tidak hanya merupakan unsur H2O saja tetapi juga merupakan unsur
banyak senyawa lain, hingga jumlah reaksi tanpa H+ dapat dikatakan hanya
sedikit saja.

III-11
Dalam proses karbonatasi mineral, pengukuran pH penting untuk dilakukan
karena perubahan pH yang terjadi dalam sistem dapat menunjukan apakah reaksi
karbonatasi tersebut terjadi. Pengukuran pH menggunakan pHmeter digital.

III.5.2.3 Pengukuran konsentrasi CO2 sebelum dan selama proses karbonatasi mineral
Pengukuran konsentrasi CO2 dilakukan dengan menggunakan auto emission
analyzer. Pembacaan dlakukan dalam selang waktu tertentu (setiap 5 detik) agar
diperoleh data yang mencukupi untuk menggambarkan proses penyerapan emisi CO2
pada proses karbonatasi mineral. Setiap akan melakukan pengukuran selama reaksi
karbonatasi mineral dilakukan, terlebih dahulu alat tersebut dialirkan dengan udara
ambien untuk mengeluarkan gas sisa reaksi terdahulu yang masih terperangkap di
dalamnya.

III.5.2.4 Pengukuran kesadahan kalsium pada absorber


Pengukuran kesadahan kalsium dilakukan pada absorber untuk mengetahui
jumlah ion kalsium terlarut pada absorber tersebut. Untuk absorber dengan
penyaringan, analisa kesadahan kalsium dilakukan sebelum dan setelah reaksi
karbonatasi mineral. Penurunan jumlah ion kalsium terlarut menunjukan terjadinya
reaksi antara gas CO2 dan ion kalsium. Pada absorber tanpa penyaringan, pengukuran
kesadahan kalsium hanya dilakukan setelah proses karbonatasi mineral setelah
sebelumnya dilakukan penyaringan. Prinsip kerja pengukuran kesadahan kalsium
dapat dilihat dalam lampiran D.

III.5.2.5 Pengukuran asiditas dan alkalinitas pada absorber dan trap


Asiditas adalah kapasitas air untuk bereaksi dengan basa kuat. Nilai yang
terukur dapat bervariasi dengan titik akhir pH yang digunakan pada proses
determinasi. Nilai asiditas sebagai hasil pengukuran agregat dalam air dapat dilakukan
untuk menganalisa suatu senyawa spesifik dalam air hanya apabila komposisi kimia
dalam sampel air tersebut diketahui. Asam mineral kuat , asam lemah seperti asam
karbonat dan asetat, dan garam hasil hidrolisa seperti besi atau aluminium sulfat dapat
menentukan nilai asiditas sesuai dengan metode analisanya.
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralisir asam. Nilai yang terukur
dapat bervariasi dengan titik akhir pH yang digunakan pada proses determinasi. Nilai
alkalinitas sebagai hasil pengukuran agregat dalam air dapat dilakukan untuk
III-12
menganalisa suatu senyawa spesifik dalam air hanya apabila komposisi kimia dalam
sampel air tersebut diketahui.
Alkalinitas menjadi salah satu parameter analisa dalam proses karbonatasi
mineral dikarenakan alkalinitas dari larutan merupakan fungsi dari karbonat (CO32-),
bikarbonat (HCO3-), dan senyawa hidroksida yang terkandung dalam air. Nilai
alkalinitas atau asiditas dari absorber dan trap sebelum serta sesudah reaksi
karbonatasi mineral berlangsung menjadi pendekatan untuk mengetahui jumlah CO2
yang terlarut dalam larutan yang dianalisa. Prinsip kerja pengukuran asiditas-
alkalinitas dapat dilihat dalam lampiran D.

III.5.2.6 Analisa kuantitatif presipitat kalsium karbonat


Analisa kuantitatif presipitat kalsium karbonat terbentuk dilakukan dengan
menyaring larutan penyerap dengan menggunakan kertas saring. Kemudian kertas
saring tersebut dikeringkan pada oven dengan temperatur 103–105˚C. Pada analisa,
kuantitas kalsium karbonat adalah semua residu yang tertinggal setelah proses
evaporasi dan pengeringan. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan neraca
analitik. Prinsip kerja pengukuran kuantitatif presipitat kalsium karbonat dapat dilihat
dalam lampiran D.

III.6. Pengolahan Data


Data yang diperoleh, berdasarkan hasil analisa pemeriksaan parameter-
parameter diatas yang mengacu terhadap studi literatur, akan diolah dengan membuat
tabulasi secara kualitatif. Dari hasil pengolahan data diharapkan dapat terlihat
dependensi antar parameter-parameter terukur. Dependensi antara parameter-
parameter tersebut, akan menunjukan bahwa dalam proses karbonatasi mineral terjadi
suatu mekanisme reaksi yang melibatkan keseluruhan parameter-parameter tersebut.

III.7. Analisa Data

Analisa data adalah penjelasan mengenai dependensi yang terjadi antara


parameter-parameter terukur serta pengaruh dari masing-masing variasi terhadap proses
karbonatasi mineral. Selain itu juga menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi
dalam proses karbonatasi mineral yang dilakukan.

III-13

Anda mungkin juga menyukai