PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan awal yang digunakan untuk menentukan
adanya suatu penyakit. Perawat memiliki peran dalam melakukan pemeriksaan fisik.
Terkadang dibutuhkan juga pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan diagnostik
yang dapat lebih memastikan penyakit yang diderita oleh pasien. Memahami anatomi
fisiologi leher dan payudara sangat penting dalam pemeriksaan leher dan payudara.
Leher merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak di antara thoraks dan
caput.
Payudara sebagai kelenjar subkutis mulai tumbuh sejak minggu keenam masa
embrio yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut garis susu yang
terbentang dari aksila sampai regio inguinal. Mulai maraknya penyakit payudara seperti
kanker yang banyak tidak menimbulkan banyak keluhan, tanda dan gejala. Oleh karena
itu, diperlukan pemeriksaaan fisik yang bermanfaat untuk mengetahui leher dan
payudara yang abnormal sejak dini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi leher?
2. Bagaimana melakukan pemeriksaan fisik leher?
3. Bagaimana anatomi dan fisiologi payudara?
4. Bagaimana melakukan pemeriksaan fisik pada payudara?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dengan mempelajari pemeriksaan fisik diharapkan mahasiswa mampu melakukan
pemeriksaan fisik khususnya pemeriksaan leher dan payudara.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui anatomi leher sebagai dasar untuk melakukan pemeriksaan fisik
leher.
b. Mengetahui teknik pemeriksaan fisik leher
c. Mengetahui anatomi dan fisiologi payudara
d. Mengetahui teknik pemeriksaan fisik payudara
BAB II
PEMBAHASAN
Bagain-bagian leher
a. Tulang Leher
Tulang leher terdiri dari tujuh ruas, mempunyai badan ruas kecil dan lubang
ruasnya besar. Pada taju sayapnya terdapat lubang tempat lajunya saraf yang
disebut foramen tranvertalis. Ruas pertama vertebra serfikalis disebut atlas yang
memungkinkan kepala mengangguk. Ruas kedua disebut prosesus odontois (aksis)
yang memungkinkan kepala berputar ke kiri dan ke kanan. Ruas ketujuh
mempunyai taju yang disebut prosesus prominan. Taju ruasnya agak panjang.
Tulang-tulang yang terdapat pada leher:
1) Os. Hyoideum adalah sebuah tulang uang berbentuk U dan terletak di atas
cartylago thyroidea setinggi vertebra cervicalis III.
2) Cartygo thyroidea
3) Prominentia laryngea, dibentuk oleh lembaran-lembaran cartylago thyroidea
yang bertemudi bidang median. Prominentia laryngea dapat diraba dan
seringkali terlihat.
4) Cornu superius, merupakan tulang rawan yang dapat diraba bilamana tanduk
disis yang lain difiksasi.
5) Cartilagocricoidea, sebuah tulang rawan larynx yang lain, dapat diraba di
bawah prominentia laryngea
6) Cartilagines tracheales, teraba dibagian inferior leher.
7) Cincin-cincin tulang rawan kedua sampai keempat tidak teraba karena
tertutup oleh isthmus yang menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister
glandulae thyroideae.
8) Cartilage trachealis I, terletak tepat superior terhadap isthmus.
b. Otot Leher
Otot bagian leher dibagi menjadi tiga bagian:
1) Muskulus platisma yang terdapat di bawah kulit dan wajah. Otot ini menuju ke
tulang selangka dan iga kedua. Fungsinya menarik sudut-sudut mulut ke bawah
dan melebarkan mulut seperti sewaktu mengekspresikan perasaan sedih dan
takut, juga untuk menarik kulit leher ke atas.
2) Muskulus sternokleidomastoideus terdapat pada permukaan lateral
proc.mastoidebus ossis temporalis dan setengah lateral linea nuchalis superior.
Fungsinya memiringkan kepala ke satu sisi, misalnya ke lateral (samping),
fleksi dan rotasi leher, sehingga wajah menghadap ke atas pada sisi yang lain;
kontraksi kedua sisi menyebabkan fleksi leher. Otot ini bekerja saat kepala
akan ditarik ke samping. Akan tetapi, jika otot muskulus platisma dan
sternokleidomastoideus sama-sama bekerja maka reaksinya adalah wajah akan
menengadah.
3) Muskulus longisimus kapitis, terdiri dari splenius dan semispinalis kapitis.
Fungsinya adalah laterofleksi dan eksorositas kepala dan leher ke sisi yang
sama.
4) Ketiga otot tersebut terdapat di belakang leher yang terbentang dari belakang
kepala ke prosesus spinalis korakoid. Fungsinya untuk menarik kepala
belakang dan menggelengkan kepala.
c. Arteri
Arteri merupakan pembuluh yang bertugas membawa darah menjauhi
jantung.Tujuannya adalah sistemik tubuh, kecuali a.pulmonalis yang membawa
darah menuju paru untuk dibersihkan dan mengikat oksigen. Arteri terbesar yang
ada dalam tubuh adalah aorta, yang keluar langsung dari ventrikel kiri jantung.
Aorta yang keluar keluar dari ventrikel kiri jantung sebagai aorta
ascendens.Kemudian, aorta ascendens mengalami percabangan yaitu arcus aorta
sebelum melanjutkan diri sebagai aorta descendens. Arcus aorta memiliki tiga
percabangan yaitu:
1) A.brachiocephalic/a.anonyma. Arteri ini akan bercabang menjadi
a.carotiscommunis dextra, a.subclavia dextra dan a.thyroidea ima (yang
mendarahi kelenjar thyroid bagian inferior).
2) A.carotis communis sinistra.
3) A. subclavia sinistra.
Setiap a.carotis communis (baik dextra maupun sinistra) akan bercabang menjadi
a. carotis interna (yang mendarahi otak) dan a.carotis externa (yang mendarahi
wajah, mulut, rahang dan leher) . Sedangkan setiap a.subclavia (baik dextra dan
sinistra) akan bercabang antara lain menjadia.vertebralis (mendarahi otak dan
medula spinalis). Kedua a.vertebralis (dextra dan sinistra) akan menyatu menjadi
arteri-arteri spinal yang segmental, dan sebelum naik ke otak akan membentuk
a.basilaris. A.basilaris lalu bercabang menjadi a.cerebralis posterior dan
beranastomosis dengan a.communicating posterior dan a.cerebralis anterior
membentuk circulus Willisi yang khas di otak.
Cara kerja palpasi kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan trakea adalah :
1) Duduklah di hadapan pasien
2) Anjurkan pasien untuk menengadah ke samping menjauhi perawat pemeriksa
sehingga jaringan lunak dan otot-otot akan relaks.
3) Lakukan palpasi secara sistematis dan determinasikan menurut lokasi, batas-
batas ukuran, bentuk dan nyeri tekan pada setiap kelompok kelenjar limfe
yang terdiri dari :
a) Preaurikular – di depan telinga.
b) Posterior aurikuler – superficial terhadap prosesus mastoidius.
c) Osipital – di dasar posterior tulang kepala.
d) Tonsilar – disudu mandibula.
e) Submaksilaris – ditengah-tengah antara sudut dan ujung mandibula.
f) Submental – papa garis tengah beberapa cm di belakang ujung mandibula.
g) Servikal superficial – superficial terhadap sternomastoidius.
h) Servikal posterior – sepanjang tepi anterior trapesius.
i) Servikal dalam – dalam sternomastoid dan sering tidak dapat dipalpasi.
j) Supraklavikula – dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan
sternomastoidius.
4) Lakukan palpasi kelenjar tiroid dengan cara :
a) Letakkan tangan anda pada leher pasien
b) Palpasi pada fossa suprasternal dengan jari penunjuk dan jari tengah.
c) Suruh pasien menelan atau minum untuk memudahkan palpasi.
d) Palpasi dapat pula dilakukan dengan perawat berdiri di belakang pasien,
tangan diletakkan mengelilingi leher dan palpasi dilakukan dengan jari
kedua dan ketiga.
e) Bila teraba kelenjar tiroid maka determinasikan menurut bentuk, ukuran,
konsistensi dan permukaannya.
5) Lakukan palpasi trakea dengan cara berdiri di samping kanan pasien.
Letakkan jari tengah pada bagian bawah trakea dan raba trakea ke atas, ke
bawah dan kesamping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui.
c. Mobilisasi leher
Pengkajian mobilisasi leher dilakukan paling akhir pada pemeriksaan
leher.Pengkajian ini dilakukan baik secara aktif maupun pasif.Untuk
mendapatkan data yang akurat maka leher dan dada bagian atas harus bebas dari
pakaian dan perawat berdiri/duduk dibelakang pasien.
1) Lakukan pengkajian mobilitas leher secara aktif. Suruh pasien menggerakkan
leher dengan urut-urutan sebagai berikut:
a) Antefleksi, normalnya 45o
b) Dorsifleksi, normalnya 60o
c) Rotasi ke kanan, normalnya 70o
d) Rotasi ke kiri, normalnya 70o
e) Lateral fleksi ke kiri, normalnya 40o
f) Lateral fleksi ke kanan, normalnya 40o
2) Determinasikan sejauh mana pasien mampu menggerakkan lehernya.
Normalnya gerakan dapat dilakukan secara terkoordinasi, tanpa gangguan.
3) Bila diperlukan lakukan pengkajian mbilitas secara pasif dengan cara kepala
pasien dipegang dengan dua tangan kemudian digerakkan dengan urut-urutan
yang seperti pada pengkajian mobilitas leher secara aktif.
b. Prosedur Pemeriksaan :
1) Persiapkan alat untuk pengukuran JVP
2) Lakukan cuci tangan.
3) Jaga privacy pasien.
4) Pemeriksa hendaknya berdiri di samping kanan bed pasien.
5) Jelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan, kemudian minta persetujuan
pasien untuk dilaksanakan tindakan pemeriksaan.
6) Posisikan pasien senyaman mungkin.
7) Atur posisi tempat tidur/bed pasien pada posisi semifowler (antara 30-45
derajat).
8) Anjurkan pasien untuk menengok ke kiri.
9) Identifikasi vena jugularis.
10) Tentukan undulasi pada vena jugularis (titik teratas pada pulsasi vena
jugularis). Caranya adalah bendung vena dengan cara mengurut vena
kebawah lalu dilepas.
11) Tentukan titik angel of Louis pada sternum. Titik tersebut letaknya dekat
dengan angulus Ludovici.
12) Dengan mistar pertama proyeksikan titik tertinggi pulsasi vena secara
horizontal ke dada sampai titik manubrium sterni.
13) Kemudian mistar kedua letakkan vertikal dari angel of Louis pada sternum.
14) Lihatlah hasil pengukuran dengan melihat hasil angka pada mistar vertikal
(pertemuan antara mistar horizontal dan vertical). Hasil pembacaan
ditambahkan dengan angka 5 cm, karena diasumsikan jarak antara angel of
Louis dengan atrium kanan adalah sekitar 5 cm.
15) Nilai normal dari pengukuran JVP adalah kurang dari 8 cmH2O.
16) Setelah selesai, dokumentasikan hasil, kemudian bereskan alat dan setelah
itu lakukan cuci tangan.
17) Lakukan terminasi ke pasien.
b. Pada Pria
Karena rudimenter, pemeriksaan payudara pada pria lebih mudah daripada
wanita. Prinsip pemeriksaannya sama dengan wanita. Pembesaran payudara bisa
terjadi pada laki-laki mulai dari usia muda sampai tua, yang biasanya disebabkan
karena pengaruh hormonal. Pemeriksaan :
a) Inspeksi
Inspeksi papila mamae dan areola mamae, adakah ulserasi, nodul atau
pembengkakan.
b) Palpasi
Palpasi areola mamae, adakah nodul ditemukannya karsinoma mamae,
kemungkinan sudah terjadi metastasis ke limfe nodi regional.Posisi penderita
duduk, kedua lengan rikleks di samping badan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik leher Pemeriksaan fisik payudara adalah pemeriksaan yang
dilakukan pada daerah torakal yang terletak secara bilateral pada dinding anterior
diantara spasium interkostalis kedua sampai keenam atau ketujuh dengan di inspeksi
dan di palpasi. Inspeksi payudara dan puting susu serta palpasi payudara dan area nodus
limfe.
Payudara dibagi dalam empat kuadran oleh garis horisontal dan vertikal yang
melalui papilla mamae (kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri bawah).
Untuk menunjukkan lokasi lesi pada payudara dapat ditunjuk dengan jam dan dengan
jarak tertentu dalam sentimeter dari papila mamae.
Normalnya kelenjar payudara rudimenter pada anak-anak dan laki-laki.Pada wanita
pertumbuhan mulai saat pubertas. Kelenjar susu bentuknya bulat, merupakan kelenjar
kulit atau apendiks kulit yang terletak di fasia pektoralis. Papila mamae bentuknya
silinder dan letaknya di tengah payudara.Papila mamae dikelilingi oleh areola
mamae.Warna kulit areola mamae berkerut dan lebih berpigmen tergantung dari jenis
warna kulit individu.Payudara mengalami perubahan mulai dari masa hidup anak
melalui masa pubertas, fertilitas dan klimakterium-menopause.Sejak pubertas, pengaruh
estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan hormon hipofise telah
menyebabkan duktus dan asinus berkembang.Perubahan semasa masa fertilitas sesuai
dengan siklus menstruasi.
B. Saran
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat harus mampu mengenali tanda-tanda
dari fungsi fisiologis organ yang dikaji, sehingga mampu membedakan tanda-tanda
normal dan abnormal serta mampu menilai secara kuantitas dan kualitas terhadap
hasil/respon yang diperoleh.Perawat juga sebaiknya memodifikasi lingkungan dengan
baik sehingga mendukung jalannya pemeriksaan fisik. Keakuratan data sangat
mempengaruhi proses keperawatan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Audrey, Berman, dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Ed.5. Jakarta: EGC.
Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates
Ed.5.Jakarta: EGC.
Gleadle, Jonathan. 2005. At A Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Goodner, Brenda. 1995. Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall. 2007. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
______. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Ed.4.
Jakarta: EGC.
DAFTAR PUSTAKA
Albert, Todd J dan Alexander R. Vaccaro. 2013. Pemeriksaan Fisik Saraf Spinal.
Jakarta: Erlangga.
Bontrager, Kenneth L dan John P. Lampignano. 2014. Textbook of Radiographic
Positioning and Related Anatomy. St Louis: Elsevier Mosby.
Ciaccio, E. Di, dkk. 2012. Herniated Lumbar Disc Treated With Global Postural
Reeducation. A Middle-term Evaluation. European Review For Medical and
Pharmalogical Sciences, 16:1072-1077.
Early, Mary Beth. 2013. Physical Dysfunction Practile Skill for the Occupational
Therapy Assistant. USA: Elsevier Mosby.
Mosby.
Gibson, John. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Jhonson, Joshua. 2012. Funcional Rehabilitation of Low Back Pain With Core
Stability Exercise: Suggestion for Exercise and Progressions in Athletes.
Tesis. Logan, Utah State University.
USA: Philadelphia.
Wiyanto, Bambang T. 2012. Instrument pemeriksaan fisioterapi dan
penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha medika