Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara


berkembang akibat peningkatan kemakmuran dinegara bersangkutan, akhir-
akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan
gaya hidup terutama di kota-kota besar mengakibatkan peningkatan
prevalensi penyakit degeneratif. Berdasarkan pola pertambahan penduduk
sat ini diperkirakan jumlah penderita DM di dunia tahun 2010 sebanyak 306
juta jiwa, di negara-negara ASEAN 19,4 juta dalam tahun 2010 dan di
Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 8,4 juta jiwa dan diperkirakan pada
tahun 2030 dapat mencapai 21,3 juta jiwa (diabetes care 2004). Indonesia
menempati urutan keempat dalam jumlah penderita diabetes terbesar di
dunia setelah India, Cina, dan Amerika serikat (Depkes 2001).

Hipoglikemia pada pasien diabetes tipe I ( DMT I ) dan diabetes


tipe II ( DMT II ) merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai
sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal. Tidak ada
definisi kendali glukosa darah yang baik dan lengkap tanpa menyebutkan
bebas dari hipoglikemia. Dokter dan tenaga kesehatan lain haru memahami
benar tentang hal ini dan pasien diabetes dan keluarganya harus diberi
informasi tentang masalah hipoglikemia. Resiko hipoglikemia timbul akibat
ketidak sempurnaan terapi saat ini, dimana kadar insulin diantara dua makan
dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan
fisiologis tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang
aman.

Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat


penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan syaraf
pada asupan glukosa yang berkelanjutan. Glukosa merupakan bahan bakar
metabolisme paling utama untuk otak. Oleh karena otak hanya menyimpan
glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit, fungsi
otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dalam sirkulasi.
Gangguan pasokan glukosa yang berlangsung dari beberapa menit dapat
menimbulkan disfungsi sistem syaraf pusat, gangguan kognitif dan koma.

Dalam keadaan puasa dan makan, istirahat dan aktivitas jasmani,


masuknya glukosa ke sirkulasi serta ambilan dari sirkulasi sangat bervariasi
untuk memepertahankan kadar glukosa plasma dalam rentang batas yang
sempit terdapat meknisme yang sangat peka dan terelaborasi. Kadar glukosa
plassma yang tinggi mengganggu keseimbangan air di jaringan,
menimbulkan glukosuria dan meningkatkan glikosilasi jaringan, sebaliknya
kadar yang terlalu rendah menyebabkan disfungsi otak, koma, dan kematian.
Pada individu normal yang sehat, hipoglikemia yang sampai menimbulkan
gangguan kognitif yang bermakna tidak terjadi karena mekanisme
homeostatis glukosa endogen berfungsi dengan efektif.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Hipoglikemia adalah sindroma klinis terdiri dari kompleks gejala
yang disertai oleh kadar glukoma plasma kurang dari 50 mg/dl dan
disembuhkan oleh terapi yang meninggikan kadar glukosa plasma. Sifat dan
beratnya gejala tergantung dari kadar glikemik sebelumnya, kecepatan
penurunan glukosa, dan adanya neuropati atau obat-obatan yang
melumpuhkan saraf simpatik. Gejala awal biasanya berkeringat, tremor, rasa
cemas, palpitasi, dan takikardia, semuanya diperantarai oleh system saraf
simpatik. Dengan turunya glukosa lebih jauh (yang lebih mungkin terjadi
jika gangguan saraf menyembunyikan gejala awal), dapat terjadi konfusi,
nyeri kepala, perubahan kepribadian, stupor, koma, atau kejang. ( Michael L
Callaham, M.D, 1997)

Hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang


bersirkulasi < 2 mmol/L (Hitz dan Watson 1996 dalam Philip Jevon dan
Beverly Ewens 2007)

B. Etiologi
Etiologi hipoglikemia secara garis besar dibagi atas 3 yaitu:
1. Oleh karena aktivasi hormon insulin yang meninggi atau menurunnya
hormon-hormon diabetagenik, diantaranya:
a. Hipoglikemia yang disebabkan oleh kelebihan insulin. Sebab yang
paling sering adalah overdosis dari insulin yang diberikan.
b. Hipoglikemia yang disebabkan oleh karena overdosis dari antidiabetik
oral seperti sulfonilurea yang diklasifikasikan sebagai insulin
endogenus hipoglikemia.
c. Terjadi produksi insulin berlebih misalnya pada tumor pankreas
sehingga terjadi insulinomas.
d. Antibody – mediated (autoimun) hipoglikemia yang disebabkan oleh
endogenus antibody yang mengaktifkan insulin reseptor.
e. Hipoglikemia yang disebabkan oleh berbagai bahan obat yang
menyebabkan meningginya kadar insulin antara lain obat oral
hipoglikemia.
f. Hipoglikemia yang disebabkan oleh menurunnya hormon
diabetogenik seperti kortikosteroid
2. Disebabkan oleh karena produksi glukosa yang menurun, hal ini terjadi
karena:
a. Kerusakan pada hati
b. Kerusakan pada ginjal
c. Berbagai obat
d. Sepsis
e. Kongenital enzim defisiensi
3. Hipoglikemia yang disebabkan karena puasa sehingga terjadi rendahnya
alanin sebagai glukoneogenik precursor.

C. Klasifikasi
Menurut prof. Dr. H. Tabrani Rab, 1968, hipoglikemi secara garis besarnya
dapat dibagi menjadi 3:
1. Oleh karena aktivasi hormone insulin yang meninggi atau menurunnya
hormon-hormon diabetogenik.
a. Hipoglikemi yang disebabkan oleh kelebihan insulin. Sebab yang
paling sering adalah overdosis dari insulin yang diberikan.
b. Hipoglikemi yang disebabkan oleh karena overdosis dari antidiabetik
oral seperti sulfonylurea yang diklasifikasikan sebagai insulin
endogenus hipoglikemi.
c. Insulinomas yang disebabkan oleh karena fasting hipoglikemi dan
terjadinya produksi insulin yang berlebih misalnya pada tumor
pancreas.
d. Nesidioblastosis yang disebabkan oleh karena adenomatosis dari sel-
sel beta yang menyebabkan terjadinya insulin-mediated hipoglikemia.
e. Antibody-mediated ( autoimun) hipoglikemi yang disebabkan oleh
karena endogenus antibody yang mengaktifkan insulin reseptor.
f. Hipoglikemi yang disebabkan oleh berbagai bahan yang menyebabkan
meningginya kadar insulin antara lain obat oral hipoglikemi. Yang
termasuk dalam kelompok ini termasuk obat yang meninggikan
sirkulasi insulin (kloroquin), obat yang menghambat glukogenesis
(etanol) dan berbagai zat yang tidak diketahui mekanismenya, kedalam
kelompok ini termasuk warfarin dan kapoten.
g. Hipoglikemi yang disebabkan oleh menurunnya hormon diabetogenik
seperti kortikosteroid.

2. Disebabkan oleh karena produksi glukosa yang menurun.


Hal ini disebabkan oleh karena produksi gula yang menurun. Kerusakan
dapat terjadi:
a. Pada liver
b. Pada ginjal
c. Berbagai obat
d. Sepsis
e. Kongenital enzim defisiensi

3. Hipoglikemi yang disebabkan oleh karena puasa.


Hipoglikemi yang disebabkan oleh karena puasa terutama terjadi
pada anak-anak yang disebabkan oleh karena kegagalan substrat
glukoneogenik. Tiap mal nutrisi yang berat menyebabkan terjadinya
hipoglikemi yang disebabkan oleh karena rendahnya alanin sebagai
glukoneogenik precursor. Selain itu dapat pula disebabkan oleh penyakit
yang menyertai kegagalan ginjal dan hati yang dapat dikoreksi dengan
pemberian alanin.

D. Faktor Predisposisi
Menurut Manjoer Arif 2001 , Faktor predisposisi terjadinya
hipoglikemi pada pasien yang mendapat pengobatan insulin atau
sulfonilurea.

1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien.


- Pengurangan/keterlambatan makan.
- Kesalahan dosis akut.
- Perubahan tempat suntikan insulin.
- Penurunan kebutuhan insulin.
 Penyembuhan dari penyakit.
 Nefropati diabetik
 Hipotiroidism
 Penyakit addison
 Hipopiturtarisme
- Hari-hari pertama persalinan.
- Penyakit hati berat.
- Gastroparesis diabetik.
2. Faktor- faktor yang berkaitan dengan dokter.
- Pengendalian glukosa darah yang ketat.
- Pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hipoglikemik.
- Penggantian jenis insulin.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer Arif 2001, Gejala-gejala hipoglikemi terdiri dari dua
fase, yaitu :

Fase I : gejala-gejala akibat aktivitas pusat autonom di hipotalamus


sehingga hormon epinefrin dilepaskan gajala awal ini merupakan peringatam
karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat diambil tindakan yang
perlu untuk mengatasi hipoglikemi lanjut. Gejala tersebut: terjadi palpitasi,
lemah dan cemas.

Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak


karena itu dinamakan gejala neurologis, diantaranya: sakit kepala, konfusi,
bicara kabur, perubahan persepsi, perburukan kognitif, letargi, dan kejang
koma.

F. Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak terutama
bergantung pada glukosa untuk digunakan sebagai bahan bakar. Saat jumlah
glukosa terbatas, otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan
glikogen di astrosit, namun itu dipakai dalam beberapa menit saja. Untuk
melakukan kerja yang begitu banyak, otak sangat tergantung pada suplai
glukosa secara terus menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial dalam
system saraf pusat dan saraf-saraf di dalam system saraf tersebut.
Oleh karena itu, jika jumlah glukosa yang di suplai oleh darah
menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada kebanyakan
kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika gula darahnya
menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa darah
menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron
menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma.

G. Pathway

Aktivasi hormone insulin yang meninggi, kerusakan hati dan ginjal,

Overdosis antidiabetik

Produksi glukosa menurun <60 mg/dl

Penurunan nutrisi jaringan otak

Respon sistem saraf pusat

Respon otak Respon vegetative

Koreteks serebri kurang energy (<50 mg/dl) Pelepasan norepinefrin dan


adrenalin

Sulit berkonsentrasi/berpikir, gemetar, Takikardi, pucat,


gemetar, berkeringat
kepala terasa melayang, gangguan proses pikir

Tidak sadar, stupor, kejang, koma

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Prosedur khusus: Untuk hipoglikemia reaktif tes toleransi glukosa
postpradial oral 5 jam menunjukkan glukosa serum <50 mg/dl setelah 5
jam.
2. Pengawasan di tempat tidur: peningkatan tekanan darah.
3. Pemeriksaan laboratorium: glukosa serum <50 mg/dl, spesimen urin
dua kali negatif terhadap glukosa.
4. EKG: Takikardia.

I. Penatalaksanaan
1. Glukosa oral
Sesudah diagnosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan
glukosa darh kapiler, 10-20 glukosa otral harus segera diberikan.
Idealnya dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang
mengandung glukosa seperti jus buah segar dan non diet cola.
Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat
dapat menghambat absorbsi glukosa. Bila belum ada jadwal makan
dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 gr karbohidrat
kompleks.
2. Glukagon intramuscular
Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh dokter dan
perawat yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Bila
pasien sudah sadar, pemberian glukagon harus diikuti dengan
pemberian glukosa oral 20 mg dan dilanjutkan dengan pemberian 40
mg karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan
pemulihan. Pada kasus hipoglikemi yang diinduksi alkohol, pemberian
glukagon mungkin tidak efektif.
3. Glukosa intravena
Glukosa intravena harus diberikan dengan hati-hati. Pemberian
glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-
100 ml glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih
aman. Ekstravasasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang
memerlukan amputasi.

J. Komplikasi
Komplikasi akut yang paling berbahaya adalah terjadinya
hipoglikemia (penurunan kadar gula darah sangat rendah), karena dapat
mengakibatkan koma (tidak sadar) bahkan kematian bila tidak cepat
ditolong. Keadaan hipoglikemia ini biasanya dipicu karena penderita tidak
patuh pada jadwal makanan (diit) yang telah ditetapkan, sedangkan
penderita tetap minum obat antidiabetika atau mendapatkan injeksi insulin.

BAB III
PERMASALAHAN

Pengamatan selama di poli dan berinteraksi dengan peserta penyuluhan,


didapatkan beberapa permasalahan yakni:
1. Masih banyak pasien DM belum mengetahui mengenai neuropati DM dan
komplikasi yang dapat terjadi
2. Masih banyak pasien DM yang belum mengatahui cara perawatan kaki DM
3. Banyak pasien DM yang belum mengatuhi hal-hal apa saja yang tidak boleh
dilakukan oleh pasien DM
4. Banyak dari pasien DM yang belum mengetahui bagaimana terapi fisik atau
senam kaki DM sebagai upaya pencegaha terjadinya neuropati DM

Tabel berikut merupakan data kunjungan pasien Diabetes Mellitus


Puskesmas Unit 1 Kecamatan Sumbawa bulan Agustus – Oktober 2016.

Bulan Usia Jumlah


20-44 45-54 55-59 60-69 70 (+)

Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr Lk Pr

Agustus 2 6 8 20 5 14 19 22 6 8 110

September 1 12 11 18 5 14 9 26 12 5 113

Oktober 1 14 9 20 4 10 11 25 9 5 108

Jumlah 331

BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan masalah yang dijumpai di poliklinik umum dan lansia serta


pada saat kegiatan penyuluhan, maka penting bagi petugas kesehatan memberikan
penyuluhan secara berkala mengenai semua aspek mengenai diabetes mellitus,
khusunya dalam hal ini komplikasi diabetes mellitus yaitu neuropati DM,
Pemberian materi penyuluhan meliputi :

1. Memberikan informasi terkait komplikasi DM, salah satunya terfokus pada


neuropati, sebagai pertanda awal masalah kaki pada DM
2. Memberikan informasi bagaimana cara sederhana merawat kaki dan
menjelaskan hal-hal apa saja yang tidak boleh dilakukan pada kaki
pasien DM
3. Memberikan penjelasan manfaat senam kaki dan mempraktikkan bagaimana
cara melakukan senam kaki DM dengan benar.
BAB V
PELAKSANAAN KEGIATAN

5.1 Waktu Dan Tempat Kegiatan


Tempat : Aula Puskesmas Unit 1 Sumbawa
Waktu : Jumat, 28 Oktober 2016
Peserta : Peserta Kelas Lansia Puskesmas Unit 1 Sumbawa
Pelaksana : Petugas kesehatan dari Puskesmas Unit 1 Sumbawa

5.2 Metode Penyuluhan


Penyuluhan dilakukan dalam bentuk pemaparan materi yang disampaikan
dalam bentuk edukasi dan penjelasan tentang perawatan kaki pada pasien
Diabetes, kegiatan penyuluhan terlampir dalam tabel berikut:
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Respon Media
1. Pembukaan  Memberi salam  Peserta menjawab salam Leaflet
(3 menit)  Memperkenalkan diri  Peserta memahami
 Menyampaikan tujuan maksud dan tujuan
penyuluhan
2. Pelaksanaan  Menyampaikan materi  Mendengarkan materi Leaflet
(10 menit)  Sesi Tanya jawab penyuluhan yang di
sampaikan
 Peserta memperhatikan
jalannya penyuluhan.
 Warga bertanya.
3. Penutup  Menyimpulkan materi  Mendengarkan, Leaflet
 Mengevaluasi dengan menjawab pertanyaan,
menanyakan kepada dan menjawab salam
sasaran tentang materi
yang telah diberikan.
 Mengakhiri pertemuan
dengan salam

BAB VI
KESIMPULAN

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Diabetes merupakan penyakit berjangka panjang maka di abaikan


komplikasi DM dapat menyerang seluruh anggota tubuh yang diakibatkan kadar
gula darah yang tidak terkontrol pada pengidap diabetes. Komplikasi akut yang
paling berbahaya adalah terjadinya hipoglikemia (penurunan kadar gula darah
sangat rendah), karena dapat mengakibatkan koma (tidak sadar) bahkan kematian
bila tidak cepat ditolong. Keadaan hipoglikemia ini biasanya dipicu karena
penderita tidak patuh pada jadwal makanan (diit) yang telah ditetapkan,
sedangkan penderita tetap minum obat antidiabetika atau mendapatkan injeksi
insulin. Gejala-gejala terjadinya hipoglikemia adalah rasa lapar, lemas, gemetar,
sakit kepala, keringat dingin dan bahkan sampai kejang-kejang.
Hipoglikemia ialah suatu penurunan abnormal kadar gula darah atau kondisi
ketidaknormalan kadar glukosa serum yang rendah. Hipoglikemia dapat
disebabkan oleh berbagai kelainan mekanisme kontrol pada metabolisme glukosa,
antara lain : inborn erors of metabolism, perubahan keseimbangan endokrin dan
pengaruh obat-obatan maupun toksin.
Cara menjaga kadar gula darah tetap terkontrol antara lain yaitu dengan diit
yang tepat, olahraga teratur, dan konsumsi obat jika diperlukan. Modalitas utama
dalam pengaturan diabetes melitus terdiri dari terapi farmakologis yang meliputi
perubahan gaya hidup dengan melakukan pola makan yang dikenal sebagai gizi
medis.
Penting bagi petugas kesehatan melakukan upaya pencegahan sekunder dan
tersier terhadap pasien DM meliputi penjelasan secara berkesinambungan akan
pentingnya 4 pilar pengelolaan DM untuk menjaga kadar gula darah dalam
keadaan normal sehingga mencegah terjadinya komplikasi dan meningkatkan
kualitas hidup pasien diabetes.

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA). (2010). Diabetes Basics. Dipetik May
2012, dari American Diabetes Association: http://www.diabetes.org/

Boulton, A., Gries, F., & Jervell, J. (1998). Guidelines for the diagnosis and
outpatient management diabetic peripheral neuropathy. Diabet Med.

Powers, A. C. (2008). Diabetes Mellitus. Dalam A. S. Fauci, D. L. Kasper, D. L.


Longo, E. Braunwald, S. L. Hauser, J. L. Jameson, et al., Harrison's Principles of
Internal Medicine (hal. 2275-2304). New York: Mc Graw Hill Medical.

Purnamasari, D. (2009). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam A. W.


Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K., & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam (hal. 1880). Jakarta: Interna Publishing.

Subekti, I. (2009). Neuropati Diabetik. Dalam A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.


Alwi, M. Simadibrata, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (hal. 1947-
1951). Jakarta: Interna Publishing.

Sumosardjuno. (1989). Manfaat dan Macam Olahraga bagi Penderita Diabetes


Melitus. Bandung.

Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (2004). Penatalaksanaan Diabetes


Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
Lampiran 2. Leaflet Penyuluhan

Anda mungkin juga menyukai