Anda di halaman 1dari 3

UJI TOKSISITAS KAMBOJA

I. PENDAHULUAN
Penelitian dan pengembangan tumbuhan obat pada dewasa ini berkembang pesat baik di
dalam negeri maupun di luar negeri. Penelitian yang berkembang, terutama pada segi
farmakologi maupun fitokimianya berdasarkan indikasi tumbuhan obat yang telah digunakan
oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris.
Obat tradisional umumnya digunakan berdasarkan pengalaman yang bersifat turun-
temurun dan coba-coba. Pengobatan tersebut agar dapat bersifat lebih rasional perlu dilakukan
penelitian-penelitian baik mengenai efektifitas, keamanan maupun kandungan kimianya.
Kamboja merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis yang biasanya ditanam
sebagai tanaman hias pekarangn, taman, kuburan atau tumbuhan liar. Kulit kayu kamboja
digunakan sebagai ramuan tradisional untuk pengobatan kanker, kegunaan yang lain juga
berkhasiat seperti sembelit, busung air, beri-beri, kencing nnanah, dan sifilis. Pemakaian luar
untuk tumor, frambusia, busung air, abses, telapak kaki bernanah, dan pecah-pecah. Kulit kayu
kamboja dalam pengobatan kanker diduga mengandung senyaawa aktif yang bersifat sitotoksik.
Meyer et al (1982) melaporkan suatu metode uji hayati yang murah, sederhana, dan
tepat untuk arah penelitian dengan menggunakan metode BST (Brine Shrimp Lethality Test)
yang ditunjukkan sebagai toksisitas terhadap larva Artemia salina, Leach. BST merupakan salah
satu metode skrining untuk menentukan toksisitas suatu ekstrak atau senyawa.
Prinsip suatu tumbuhan bisa digunakan untuk antikanker adalah karena tumbuhan
tersebut mengandung senyawa sitotoksik. Senyawa aktif antikanker sangat tersebar luas pada
tanaman tingkat tinggi, serta meliputi berbagai golongan senyawa seperti tannin, terpen,
flavonoid, alkaloid, saponin, lignin, glikosida dan protein.
Toksisitas sari kulit kayu kamboja kemudian dibandingkan dengan suatu senyawa yang
terbukti toksik yaitu siklofosfamid, penggunaan siklofosfamid ini mampu membunuh kanker.
Ernst Mutschler melaporkan siklofosfamid tokksik terhadap larva Artemia salina, Leach.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ketoksikan dengan menghitung LC50
sari petroleum eter, sari kloroform, dan sari etanol 70% dan sari kulit kayu kamboja terhadap
larva Artemia salina Leach, yang berguna sebagai informasi dalam penelitian untuk menemukan
senyawa sitotoksik. Kedua, untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam
sari yang paling toksik dengan KLT.
II. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan kulit kayu kamboja dari tanaman kamboja yang telah
dideterminasi. Penyarian dari kulit kayu kamboja dengan metode maserasi. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dank
arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel,
maka larutan yang terpekat terdesak larutan.
Penyarian dilakukan dengan menggunakan penyari yang polaritasnya bertingkat, yaitu
petroleum eter sebagai penyari yang bersifat nonpolar, kloroform sebagai penyari yang bersifat
semipolar, dan etanol 70% sebagai penyari yang bersifat polar. Kandungan kimia dari suatu
tanaman mempunyai sifat kepolaran yang berbeda, sehingga untuk memisahkan secara selektif
menjadi kelomppok-kelompok tertentu, serbuk simplisia disari secara berturut-turut dengan
pelarut yang berbeda polaritasnya.

Pada uji toksisitas menggunakan bioindikator larva udang (A. salina) melalui tahapan
penetasan telur cara bioassay.

a. Penetasan telur

Dilakukan dengan cara ditaburkan pada larutan garam 2,00% yang telah dialiri udara
dengan menggunakan aerator. Setelah didiamkan selama 24 – 36 jam di bawah lampu, telur
akan menetas menjadi larva. Larva kemudian dipindahkan ke dalam larutan uji dari berbagai
konsentrasi.

b. Biossay

Dalam bioassay digunakan variasi konsentrasi 0,1; 1; 10; 100 dan 1000 ppm. Larva yang
digunakan untuk masing-masing konsentrasi berjumlah 30 ekor. Pengamatan dilakukan setelah
24 jam terhadap persentase kematian. Jumlah larva yang mati dicatat, kemudian dilakukan
analisis data untuk mencari konsentrasi kematian (LC50).

Siklofosfamid merupakan salah satu obat primer terhadap neuroblastoma pada anak dan
sering dikombinasikan dengan antikanker lain untuk leukemia limfoblastik pada anak.
Siklofosfamid digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini. Siklofosfamid adalah
senyawa antineoplastic yang merupakan ester fosfamid siklik dari mustrard nitrogen. Senyawa
ini secara in vivo jelas menunjukkan aktivitas sitotoksik. Analisis komponen kimia secara KLT
(kromatografi lapis tipis)

III. HASIL DAN DISKUSI

Sari petroleum eter diperoleh hanya sebanyak 1,65 gram karena sari ini mengandung
zat-zat kimia yang bersifat nonpolar seperti lemak, klorofil. Klorofil bersama lemak sering
disebut sebagai senyawa pengotor. Sari kloroform diperoleh sebanyak 2,90 gram. Hal ini
disebabkan zat-zat kimia yang larut dalam kloroform bersifat agak polar seperti lipid.

Sari etanol 70% diperoleh sebanyak 3,07 gram dan paling banyak diantara golongan
yang lain karena kebanyakan senyawa baik polar maupun nonpolar larut dalam etanol 70% dan
dapat diikat oleh pelarut etanol 70%.
Pelarut yang efektif untuk mengekstraksi siklofosfamid dari tablet Endoxan-Asta 50 mg
dalam bentuk anhidrat yaitu kloroform. Kloroform digunakan untuk mengekstraksi siklofosfamid
dari tablet Endoxan-Asta 50 mg karena kloroform cepat melarutkan siklofosfamid sehingga
kloroform dapat menarik semua siklofosfamid yang terdapat dalam tablet tersebut.

Uji toksisitas dari sari kulit kayu kamboja yang telah dilakukan diperoleh LC50 berturut-
turut yaitu sari etanol 70% sebesar 707,68 µg/ml < kloroform 1204,16 µg/ml < petroleum eter
1791,53 µg/ml. toksisitas suatu ekstrak tanaman dalam uji BST ini ditunjukkan dengan melihat
harga LC50, jika ekstrak tersebut dapat menyebabkan kematian 50% hewan uji dibawah 1000
µg/ml. LC50 menunjukkan konsentrasi yang menyebabkan kematian pada 50% hewan uji.
Semakin kecil LC50 menunjukkan toksisitas yang semakin besar, sedangkan semakin besar LC50
menunjukkan toksisitas yang semakin kecil.

Sari petroleum eter mempunyai LC50 1791,53 µg/ml dan sari kloroform mempunyai
LC50 1204,16 µg/ml. LC50 ini lebih besar dari 1000 µg/ml. LC50 menunjukkan konsentrasi yang
menyebabkan kematian pada 50% hewan uji. LC50 yang kecil menunjukkan toksisitas yang
besar, sedangkan LC50 yyang besar menunjukkan toksisitas yang semakin kecil. Sari petroleum
eter dan sari kloroform mempunyai harga LC50 lebih besar dari 1000 µg/ml, berarti sari
petroleum eter dan sari kloroform tidak toksik terhadap larva udang Artemia salina, Leach. Sari
etanol 70% mempunyai LC50 dibawah 1000 µg/ml. hal ini mungkin karena zat-zat yang terdapat
dalam sari tersebut lebih toksik terhadap larva udang Artemia salina, Leach dibandingkan sari
petroleum eter dan sari kloroform.

IV. KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai