Anda di halaman 1dari 23

A.

Obat-obat TBC

(2 bulan)

 Rifampisin

Dosis :

600 mg 1x sehari, atau 600 mg

3x seminggu (Dipiro, 2002).

Indikasi :

Tuberkulosis (TBC)
Leprosy
Legionnaire's disease
Brucellosis
Infeksi stafilokokus

Interaksi :

Interaksi obat: peggunaan dengan antasida, opiat, antikolinergik dan ketokonazol, berinteraksi
dengan kontrasepsi hormonal, obat antiretroviral (non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitors dan protease inhibitors). Interaksi laboratorium: positif palsu dengan metode KIMS
(Kinetic Interaction of Microparticles in Solution).

Efek samping :

Ikterus, kerusakan hati, gangguan saluran cerna, mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut, diare,
gangguan SSP, dan reaksi hipersensitifitas (Tjay, 2007).

Peringatan :
kurangi dosis pada gangguan fungsi hati; lakukan pemeriksaan uji fungsi hati dan hitung sel
darah pada pengobatan jangka panjang; gangguan fungsi ginjal (jika dosis lebih dari 600
mg/hari) lihat Lampiran 3; kehamilan dan menyusui lihat Lampiran 4 dan lampiran 5. Penting:
pasien yang menggunakan kontrasepsi oral dianjurkan untuk menggunakan metode tambahan;
dapat mengubah warna lensa kontak, menyebabkan warna kemerahan pada seluruh sekresi
tubuh, penderita diabetes melitus, flu syndrome, sesak napas, syok anafilaksis.

Farmakologi obat :

Rifampisina adalah antibiotika oral yang mempunyai aktivitas bakterisida terhadap


Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium leprae. Mekanisme kerja rifampisina dengan
jalan menghambat kerja enzim DNA-dependent RNA polymerase yang mengakibatkan sintesa
RNA mikroorganisme dihambat. Untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah resistensi
kuman selama pengobatan, rifampisina sebaiknya dikombinasikan dengan antituberkulosis lain
seperti INH atau Etambutol. Dengan antibiotika lain rifampisina tidak menunjukkan resistensi
silang.

Sediaan yang beredar di Indonesia :

Kapsul 150 mg
Kapsul 300 mg
Kapsul 450 mg
Kaplet 600 mg

rifampisin

 Isoniazid
Dosis :

300 mg 1x sehari, atau 900 mg 3x seminggu (Dipiro, 2002)

Indikasi :

Untuk terapi semua bentuk tuberculosis aktif, disebabkan kuman yang peka dan untuk profilaksis
orang beresiko tinggi mendapatkan infeksi.

Interaksi :

Gangguan fungsi hati: pasien atau keluarganya diberitahu cara mengenal gejala gangguan fungsi
hati dan dinasehatkan untuk segera menghentikan obat dan memeriksakan diri bila timbul nausea
persisten, muntah-muntah, lesu atau ikterus. Interaksi dengan obat; Peggunaan bersamaan
dengan antikonvulsan, sedatif, neuroleptik, antikoagulan, narkotika, teofilin, prokainamid,
kortikosteroid, asetaminofen, aluminium hidroksida, disulfiram, ketokonazol, obat bersifat
hepatotoksik dan neurotoksik. Interaksi dengan makanan; tidak diberikan bersamaan dengan
makanan, alkohol, keju dan ikan.

Efek samping :

mual, muntah, anoreksia, konstipasi, pusing, sakit kepala, vertigo, neuritis perifer, neuritis optik,
kejang, episode psikosis; reaksi hipersensitivitas seperti eritema multiform, demam, purpura,
anemia, agranulositosis; hepatitis (terutama pada usia lebih dari 35 tahun); sindrom SLE,
pellagra, hiperglikemia dan ginekomastia, pendengaran berkurang, hipotensi, flushing.

Peringatan :

Hati-hati penggunaan Isoniazid pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal dan hati.
Pada penderita gangguan fungsi ginjal dosis isoniazid perlu diturunkan.
Hati-hati penggunaan isoniazid pada penderita dengan riwayat psikosis, penderita dengan
risiko neuropati (seperti diabetes melitus), alkoholisme, malnutrisi, dan penderita HIV.
Perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum memulai terapi dan selama terapi perlu
dilakukan monitor fungsi hati secara berkala.
Hati-hati penggunaan isoniazid pada ibu hamil dan ibu menyusui. Isoniazid diberikan bila
manfaat pengobatan lebih besar dari pada risiko bagi ibu dan bayi.
Farmakologi obat :

Menghambat sintesis asam mikolat, komponen terpenting pada dinding sel bakteri

Sediaan yang beredar di Indonesia :

Isoniazid tablet 300 mg

 Pirazinamide

Dosis :

15-30 mg/kg BB sekali sehari. Dosis maksimal sehari 3 g. Digunakan pada 2 bulan pertama dari
6 bulan pengobatan. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal 20-30 mg/kg BB tiga kali
seminggu.

Indikasi :

tuberkulosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dalam kombinasi dengan anti
tuberkulosis lainnya.

Interaksi :
Gangguan fungsi hati: pasien dan pengantarnya diberitahu cara mengenal gejala gangguan fungsi
hati dan dinasehatkan untuk segera menghentikan obat dan memeriksakan diri bila timbul nausea
persisten, muntah-muntah, lesu atau ikterus. Penggunaan bersama dengan probenesid,
allopurinol, ofloksasin dan levofloksasin, obat hepatotoksik. Pirazinamid dapat mengganggu efek
obat antidiaberik oral, serta mengganggu tes untuk menentukan keton urin.

Efek samping :

hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus, gagal hati; mual, muntah,
artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria, flushing, sakit kepala, pusing, insomnia, gangguan
vaskular : hipertensi, hiperurikemia, arthalgia.

Peringatan :

gangguan fungsi hati; gangguan fungsi ginjal; diabetes mellitus; gout; pasien hipersensitif
terhadap etionamid, isoniazid, niasin, serta pirazinamid

Farmakologi obat :

Berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang berasal
dari basil TBC. Begitu pH dalam makrofag di turunkan, maka kuman yang berada di “sarang”
infeksi yang menjadi asam akan mati .

Sediaan yang beredar di Indonesia :

Tablet 500 mg

 Etambutol
Dosis :

DEWASA dan ANAK di atas 6 tahun, 15-25 mg/kgBB sebagai dosis tunggal.

Indikasi :

tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain untuk pengobatan tuberkulosis yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis; pengobatan yang disebabkan oleh Mycobacterium avium
complex.

Interaksi :

Obat-obat antasida terutama yang mengandung Aluminium hidroksida mengurangi absorpsi


ethambutol. Sebaiknya penggunaan bersamaan obat ini dihindari atau setidaknya penggunaan
antasida diberi jarak minimal 4 jam setelah penggunaan ethambutol.

Efek samping :

Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB menimbulkan
efek toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan mengalami efek samping yaitu
penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit dan demam.

Peringatan :

turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal; lansia; kehamilan; ingatkan pasien untuk
melaporkan gangguan penglihatan

Farmakologi obat :

Etambutol bekerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat
dan sel mati.

Farmakokinetik
Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol di serap dari saluran cerna. Kadar puncak dari
plasma di capai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 15 mg/kg BB
menghasilkan kadar plasma sekitar 5 ml pada 2-4 jam
Sediaan yang beredar di Indonesia :

Tablet 100 mg, 250 mg, 400 mg


Kaplet 500 mg

 Ambroxol tab 3 x 30 mg po

Dosis :

Untuk dewasa, dosis biasanya diberikan sebanyak 30 hingga 120 mg perhari. Dosis akan disesuaikan
dengan kondisi pasien, tingkat keparahannya dan respons tubuh terhadap obat. Pada pasien anak-anak,
dosis juga akan disesuaikan dengan berat badan mereka.

Indikasi :

Mengencerkan dahak agar lebih mudah dikeluarkan melalui batuk sehingga melegakan saluran
pernapasan. Obat ini digunakan dalam beberapa kondisi yang menghasilkan banyak dahak
seperti:

Bronkiektasis
Emfisema
Bronkitis kronis dan akut
Bronkitis asmatik
Pneumokoniosis bronkitis
Interaksi :

Penggunaan ambroxol bersamaan dengan antibiotik, seperti cefuroxime, amoxicillin, doxycyclin,


dan erythromycin, dapat meningkatkan konsentrasi antibiotik di dalam jaringan paru-paru.

Penggunaan ambroxol bersamaan dengan obat penekan refleks batuk, tidak disarankan

Efek samping :

Ambroxol kadang dapat menyebabkan efek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan,
seperti rasa mual, muntah dan nyeri ulu hati. Namun efek samping ini umumnya tergolong
ringan.

Peringatan :

Ambroxol hanya dapat digunakan selama kehamilan (terutama trimester awal) dan menyusui jika
memang benar benar diperlukan. Pemakaian selama kehamilan dan menyusui masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Amborxol tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang lama tanpa
konsultasi dokter. Dalam beberapa kasus insufisiensi ginjal, akumulasi ari metabolit ambroxol
terbentuk di hati.

Farmakologi obat :

Ambroxol adalah agen mukolitik. Nitrat oksida (NO) yang berlebihan dikaitkan dengan
inflamasi dan beberapa gangguan lain fungsi saluran udara. NO meningkatkan aktivasi larut
guanylate cyclase dan akumulasi cGMP. Ambroxol telah terbukti menghambat NO-dependent
aktivasi larut guanylate cyclase. Hal ini juga mungkin bahwa penghambatan aktivasi NO-
dependent dari larut guanylate cyclase dapat menekan sekresi lendir yang berlebihan, sehingga
menurunkan viskositas lendir dan meningkatkan transportasi mukosiliar sekresi bronkial.
Ambroksol merupakan metabolit aktif N-desmethyl dari mukolitik Bromheksin. Mekanismenya
belum diketahui secara pasti, kemungkinan meningkatkan kuantitas dan menurunkan viskositas
sekresi tracheobronchial.
Selain itu, kemungkinan juga berperan sebagai ekspektoran, dengan meningkatkan mucociliary
transport melalui stimulasi motilitas silia.
Ambroksol menstimulasi sintesis dan sekresi surfaktan paru (sebagai aktivator surfaktan).
Sediaan yang beredar di Indonesia :

Tablet dan sirup

 Paracetamol

Dosis :

Usia (tahun) Takaran (minimal – maksimal dosis tiap 4-6 jam) per miligram (mg)
>16 500 – 1000
12-16 480 – 750
10-12 480– 500
8-10 360-375
6-8 240-250
4-6 240
2-4 180
6 – 24 bulan 120
3 – 6 bulan 60
2 – 3 bulan setelah 60
imunisasi

Indikasi :

Analgesik dan antipiretik


Interaksi :

Jika dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan lain, paracetamol bisa menimbulkan reaksi
berupa peningkatan efek samping atau justru mengurangi efektivitas paracetamol itu sendiri.
Untuk menghindarinya, jangan mengonsumsi paracetamol dengan obat-obatan di bawah ini:

Warfarin (obat yang biasanya digunakan untuk mencegah pembekuan darah).


Carbamazepine (obat yang biasanya digunakan untuk mengobati epilepsi).
Phenobarbital, phenytoin, atau primidone (obat-obatan yang biasanya digunakan untuk
mengontrol kejang).
Colestyramine (obat yang biasanya digunakan untuk mengurangi rasa gatal pada
gangguan ginjal).
Metoclopramide (obat yang biasanya digunakan untuk meredakan rasa mual dan
muntah).
Imatinib atau busulfan (obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengobati kanker
jenis tertentu.
Lixisenatide (obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi diabetes tipe 2).
Ketoconazole (salah satu jenis obat antijamur).

Efek samping :

Paracetamol jarang menyebabkan efek samping, namun ada beberapa yang mungkin terjadi, di
antaranya:

Penurunan jumlah sel-sel darah, sepeti sel darah putih atau trombosit.
Muncul ruam, terjadi pembengkakan, atau kesulitan bernapas karena alergi.
Tekanan darah rendah (hipotensi) dan jantung berdetak cepat (takikardi).Kerusakan pada
hati dan ginjal jika menggunakan obat ini secara
Bisa menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau lebih dari 10
gram, dalam 24 jam.
Peringatan :

 Harap berhati-hati bagi penderita gangguan ginjal, gangguan hati, malanutrisi, dehidrasi,
dan bagi orang yang sering mengonsumsi minuman keras (alkohol) dalam jangka lama.
 Untuk orang dewasa, jangan mengonsumsi lebih dari 4 gram per 24 jam.
 Untuk anak-anak, pastikan dosis diberikan sesuai dengan umur.
 Jika terjadi alergi atau overdosis, segera hubungi dokter.

Farmakologi obat :

Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu enzim


cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat yang
tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi.
Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang membuat
paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa
menyebabkan efek samping,tidak seperti analgesik-analgesik lainnya

Sediaan yang beredar di Indonesia :

Tab 500 mg, Syrup 120 / 5 ml

 Codein

Dosis :

- Nyeri:
Dewasa : 30-60mg tiap 4 jam bila perlu, maksimal 240mg/hari
Anak : 0.5-1mg/KgBB tiap4-6 jam bila perlu mak 240mg/hari
-Diare akut
Dewasa : 15-60mg, 3-4 kali sehari
Anak > 12 tahun : 15-60mg, 3-4 kali sehari

Indikasi :

antitusive

Interaksi :

Jika Anda mengonsumsi obat lain atau produk toko pada waktu bersamaan, efek dari Codein
Tablet dapat berubah. Ini dapat meningkatkan resiko Anda untuk efek samping atau
menyebabkan obat Anda tidak bekerja dengan baik. Katakan pada dokter Anda tentang semua
obat, vitamin, dan suplemen herbal yang Anda gunakan, sehingga dokter Anda dapat membantu
Anda mencegah atau mengatur interaksi obat. Codein Tablet dapat berinteraksi dengan obat dan
produk berikut ini:

Alcohol
Antianxiety agents
Anticholinergics
Antiemetics
Antihistamines
Antipsychotics

Efek samping :

Konsultasi pada dokter Anda jika Anda melihat efek samping berikut, terutama jika efek
samping tidak hilang.

Kantuk
Ringan
Pusing
Sedasi
Sesak napas
Mual

Peringatan :

Sebelum menggunakan obat ini, informasikan dokter Anda tentang daftar obat Anda saat ini,
produk toko (contoh, vitamin, suplemen herbal, dll.), alergi, penyakit yang sudah ada, dan
kondisi kesehatan saat ini (contoh, kehamilan, operasi yang akan datang, dll.). Beberapa kondisi
kesehatan dapat membuat Anda kebal pada efek samping obat. Konsumsi seperti yang diarahkan
oleh dokter Anda atau ikuti petunjuk yang tercetak dalam brosur produk. Dosis berdasarkan
kondisi Anda. Katakan pada dokter Anda jika kondisi Anda berlanjut atau memburuk. Poin-poin
konseling penting dijabarkan dibawah ini.

Beberapa orang memiliki variasi genetik yang menghasilkan kodein berubah menjadi
morfin lebih cepat mengarah ke depresi pernafasan yang fatal
Cedera kepala
Gangguan fungsi hati
Gunakan sebagai diarahkan
Hindari mengambil alkohol atau depresan sistem saraf pusat lainnya
Hindari mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin

Farmakologi obat :

Kodein merangsang reseptor susunan saraf pusat (SSP) yang dapat menyebabkan depresi pernafasan,
vasodilatasi perifer, inhibisi gerak perilistatik usus, stimulasi kremoreseptor dan penekanan reflek batuk.

Sediaan yang beredar di Indonesia :

Tablet 10 mg
 Lansoprazole

Dosis :

Ulkus duodenum/refluks esofagitis: 1 kapsul sehari selama 4 minggu


Ulkus gaster jinak: 1 kapsul sehari selama 8 minggu
Pasien lanjut usia, pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal: tidak diperlukan penyesuaian
dosis. Jangan melebihi 30 mg/hari. Sebaiknya diminum pagi hari sebelum makan.
Indikasi :

Dyspepsia (maag), Ulkus duodenum, ulkus gaster jinak, esofagitis refluks

Interaksi :

Interaksi obat dapat mengubah kinerja obat Anda atau meningkatkan risiko efek samping yang
serius. Tidak semua kemungkinan interaksi obat tercantum dalam dokumen ini. Simpan daftar
semua produk yang Anda gunakan (termasuk obat-obatan resep/nonresep dan produk herbal) dan
konsultasikan pada dokter atau apoteker. Jangan memulai, memberhentikan, atau mengganti
dosis obat apapun tanpa persetujuan dokter.

Ampicillin
Atazanavir
Clarithromycin
Digoxin
Obat yang mengandung iron (ferrous fumarate, ferrous gluconate, ferrous sulfate, dan
lain-lain)
Ketoconazole
Methotrexate
Tacrolimus
Theophylline
Warfarin (Coumadin, Jantoven); atau
Vitamin atau suplemen mineral yang mengandung iron

Efek samping :

Segera cari bantuan medis darurat jika Anda mengalami tanda reaksi alergi:

Gatal-gatal, sulit bernapas; bengkak wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan.

Berhenti menggunakan obat dan cari perawatan medis segera atau hubungi dokter jika Anda
mengalami efek samping serius dari lansoprazole berikut ini:

Pusing, bingung
Denyut jantung cepat atau tidak teraba
Gerak otot menyentak;
Merasa gelisah;
Diare air atau berdarah
Kram otot, lemah otot atau pincang
Batuk atau tersedak; atau
Kejang

Peringatan :

Sebelum menggunakan lansoprazole,

Beritahukan dokter dan apoteker jika Anda alergi lansoprazole, obat lain, atau bahan lain
dalam kapsul lansoprazole atau tablet larut oral. Tanyakan pada dokter daftar bahan obat
Beritahukan dokter dan apoteker Anda obat resep dan non resep, vitamin, suplemen gizi,
dan produk herbal yang Anda gunakan atau berencana gunakan. Pastikan Anda
menyebutkan obat berikut ini: antibiotik tertentu, seperti ampicillin (Principen),
antikoagulan (pengencer darah) seperti warfarin (Coumadin), atazanavir (Reyataz),
digoxin (Lanoxin), diuretik (‘pil air’), suplemen iron, ketoconazole (Nizoral),
methotrexate (Rheumatrex, Trexall), tacrolimus (Prograf), dan theophylline (Theo-bid,
TheoDur). Dokter Anda mungkin akan mengubah dosis atau memonitor ketat efek
samping yang timbul
Jika Anda menggunakan sucralfate (Carafate), gunakan minimal 30 menit setelah
menggunakan lansoprazole
Anda mungkin menggunakan antacida dengan lansoprazole. Jika Anda merasa
membutuhkan antasida, tanyakan dokter untuk merekomendasikan dan memberitahukan
kapan dan cara penggunaannya
Beri tahu dokter jika Anda menderita atau pernah menderita kadar magnesium rendah
dalam darah atau penyakit hati
Jika Anda berencana menggunakan lansoprazole nonresep, pertama beritahukan dokter
jika heartburn Anda telah berlangsung selama ≥ 3 bulan atau jika Anda mengalami gejala
berikut ini: kepala terasa melayang, berkeringat, atau pusing bersama dengan heartburn;
nyeri dada atau pundak; sesak atau mengi; nyeri yang menjalar ke lengan, leher, atau
pundak; berat badan menurun tanpa alasan; mual; muntah, khususnya jika muntah darah;
nyeri perut; sulit atau nyeri menelan saat menelan makanan; atau BAB darah atau hitam.
Anda mungkin menderita kondisi yang lebih serius yang tidak dapat diobati dengan obat
nonresep
Beri tahu dokter jika Anda hamil, khususnya beberapa bulan terakhir kehamilan;
berencana hamil; atau sedang menyusui. Jika Anda akan hamil dan sedang konsumsi
lansoprazole, hubungi dokter Anda
Jika Anda ≥ 50 tahun, tanyakan pada dokter apakah penggunaan lansoprazole resep atau
nonresep itu aman. Risiko diare berat akibat bakteri atau patah tulang pergelangan
tangan, panggul, atau tulang belakang lebih tinggi jika Anda lansia
Jika Anda memiliki phenylketonuria (PKU, sebuah keadaan turunan dimana harus
melakukan diet khusus untuk mencegah retardasi mental), Anda harus mengetahui bahwa
tablet larut oral dapat mengandung aspartame, sumber phenylalanine

Lansoprazole aman untuk ibu hamil dan menyusui

Tidak ada penelitian yang memadai mengenai risiko penggunaan obat pada ibu hamil atau
menyusui. Selalu konsultasikan kepada dokter Anda untuk mempertimbangkan potensi manfaat
dan risiko sebelum menggunakan obat ini. Lansoprazole termasuk ke dalam risiko kehamilan
kategori B (tidak berisiko pada beberapa penelitian) menurut US Food and Drugs Administration
(FDA).

Berikut referensi kategori risiko kehamilan menurut FDA :

A= Tidak berisiko
B=Tidak berisiko pada beberapa penelitian
C=Mungkin berisiko
D=Ada bukti positif dari risiko
X=Kontraindikasi
N=Tidak diketahui

Belum diketahui apakah lansoprazole masuk ke ASI atau apakah obat ini dapat membahayakan
bayi menyusu. Jangan menggunakan obat ini tanpa persetujuan dokter jika Anda sedang
menyusui.

Farmakologi obat :

Obat Lansoprazol adalah obat penghambat pompa proton yang selektif dan irreversible. Pada
lingkungan asam di sel parietal lambung, Lansoprazol dikonversi menjadi turunan sulfenamid aktif yang
terikat dengan gugus sulfhidril dari (H+, K+)-ATPase, yang juga dikenal sebagai pompa proton. Hambatan
Lansoprazol pada (H+, K+)-ATPase menyebabkan hambatan sekresi asam lambung. Efek penghambatan
sekresi asam lambung ini terkait dengan dosis obat.

FARMAKOKINETIK OBAT LANZOPRAZOLE


Absorpsi
Bioavalibilitas

Diabsorpsi baik di saluran pencernaan (bioabailabilitas absolut > 80%). Puncak konsentrasi
plasma sekitar 1,7 jam setelah penggunaan oral.

Onset
Meningkatnya pH lambung antara 1 – 2 atau 2 – 3 jam setelah penggunaan obat oral tunggal
berdosis 30 atau 15 mg.

Durasi

Sekresi asam lambung normal setelah 2 – 4 hari setelah menghentikan obat, belum ada data yang
jelas.

Makanan

Absorpsi (puncak konsentrasi plasma( AUC) menurun sekitar 50 – 70% ketika digunakan 30
menit setelah makan. Tidak ada efek substansial makanan sebelum makan.

Puncak plasma konsentrasi dan waktu puncak konsetnrasi plasma pada pasien dengan gangguan
ginjal mirip dengan individu sehat.

Puncak konsentrasi plasma sebanding pada pasien asia dan US pada hasil studi.

Distribusi
Distribusi kedalam susu pada induk tikus, tidak diketahui apakah masuk ke dalam ASI ( Air susu
ibu).

Pengikatan pada protein plasma 97%

Populasi spesifik

Gangguan ginjal parah menurnkan ikatan protein plasma sekitar 1 – 1,5% setelah penggunaan
dosis 60 mg.

Metabolisme
Pada sel parietal secretori canaliculi, di transformasi menjadi 2 aktif sulfenamid metabolit yang
tidak Nampak pada system sirkulasi. Juga dimeabolisme pada hati oleh CYP3A dan CYP2C19.
Metabolit ditemukan di plasma dalam bentuk tidak aktif.

Lansoprazole adalah campuran rasemik dengan isomer R- dan S-. Klirens plasma dari iromer-R
(dexlansoprazole) lebih pelan dari Isomer –S, konsentrasi plasma dari isomer-R Nampak lebih
tinggi dari isomer S.
Eliminasi
Rute Eliminasi

Eksresi melalui feses sekitar 67%. Sisanya dieskresikan melalui urin; obat dalam bentuk tidak
berubah pada urin.

Waktu paruh

< 2jam.

Special populasi

Gangguan Hati meningkatkan waktu paruh plasma 3,2 – 7,2 jam.

Gangguan ginjal menurnkan waktu paruh eliminasi obat.

Sediaan yang beredar di Indonesia :

Kapsul 30 mg

 Asam tranexamat

Dosis :

Dosis yang direkomendasikan untuk pengobatan awal adalah 1000 mg yang dikonsumsi sebanyak 3
dosis per hari, selama jangka waktu maksimal empat hari. Untuk kasus menstruasi parah, dosis bisa
ditingkatkan namun maksimum adalah 4000 mg per hari.

Indikasi :
Mengurangi pendarahan pada mimisan. Mengatasi pendarahan akibat menstruasi berlebihan.
Mengurangi pendarahan cedera. Membantu mengatasi pendarahan pada penderita angio-edema
turunan. Mencegah dan menghentikan pendarahan pascaoperasi. Membantu menghentikan
pendarahan sehabis pencabutan gigi pada penderita hemofilia. Mengatasi pendarahan pada
hypema traumatis

Interaksi :

Dengan Obat Lain : Obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak diberikan
bersamaan dengan obat antifibrinolitik. Pembentukan trombus akan meningkat dengan
adanya oestrogen, atau mekanisme antifibrinolitk diantagonis oleh senyawa trombolisis.
Dengan Makanan : -

Efek samping :

Seperti halnya dengan obat-obat lainnya, Asam Traneksamat juga berpotensi menyebabkan efek
samping. Efek samping yang umum terjadi diantaranya: Mual dan muntah-muntah. Diare.
Anoreksia. Eksantema. Sakit kepala (pemberian secara oral). Selain gejala efek samping
tersebut, hentikan penggunaan obat ini dan segera hubungi dokter untuk mendapatkan tindakan
medis, jika Anda mengalami tanda-tanda atau gejala seperti di bawah ini: Terjadi masalah pada
penglihatan (termasuk warna) Tiba-tiba lemah, khususnya di salah satu bagian tubuh Tiba-tiba
sakit kepala berat Bingung, Masalah dengan keseimbangan. Sakit dada dan batuk. Sulit atau sakit
ketika buang air kecil. Urin berdarah. Tiba-tiba bersin-bersin, nafas cepat, dan batuk berdarah.
Merasa ingin pingsan. Kedua terasa nyeri, bengkak, dan kemerahan. Mengalami kejang.

Peringatan :

Bagi wanita yang sedang hamil atau menyusui, sesuaikan dosis asam traneksamat dengan
anjuran dokter.
Harap berhati-hati bagi yang menderita gangguan ginjal dan memiliki gangguan pada
pembuluh darah.
Harap berhati-hati juga jika pernah mengalami kejang dan pernah terdiagnosis menderita
gangguan pembekuan darah yang disebut disseminated intravascular coagulation (DIC).
Harap waspada dan hentikan pengobatan jika mengalami gangguan penglihatan warna.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

Farmakologi obat :

Aktivitas antiplasminik : menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan plasmin.


Aktivitas hemostatis: mencegah degradasi fibrin, pemecahan trombosit, peningkatan kerapuhan
vaskular dan pemecahan faktor koagulasi.
Sediaan yang beredar di Indonesia :

500-1000 mg (IV) dengan injeksi lambat (1mL/menit) 3 x sehari


Kapsul 250 mg
Tablet 500 mg

 Gliseril guaiakolat

Dosis :

Diberikan secara dosis oral 200-400 mg tiap 4 jam dan maksimum 2.4 gr/hari. Preparat
pelepasan modifikasi, diberikan tiap 12 jam. Guaifenesin dapat diberikan pada anak dan secara
umum dihindari pada anak dibawah umur 2 tahun. Dosis oral dapat diberikan tiap 4 jam: 6
bulan-2 tahun, 25-50 mg tiap 4 jam dan tidak lebih dari 300 mg/hari. 2 tahun-6 tahun, 50-100 mg
tiap 4 jam dan tidak lebih dari 600 mg/hari. 6 tahun-11 tahun, 100-200 mg tiap 4 jam dan tidak
lebih dari 1.2 gram/hari.
Indikasi :

meningkatkan volume dan mengurangi kekentalan sputum yang kuat dan digunakan sebagai
ekspektoran untuk batuk produktif.

Interaksi : -

Efek samping :

Pening, mengantuk, sakit kepala, kulit kemerahan, level asam urat menurun, mual, muntah, nyeri
perut. Penyalahgunaan obat menyebabkan urinary calcii. Guaifenesin tidak aman pada pasien
dengan porphyria karena menunjukkan porphyrinogenik pada hewan.

Peringatan :

Jika digunakan oleh wanita hamil, wanita menyusui,dan anak di bawah usia 2 tahun harus di
bawah pengawasan dokter.

Farmakologi obat :

Gliseril guaiakolat adalah derivat guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran dalam
berbagai jenis sediaan batuk. Gliseril guaiakolat merangsang reseptor-reseptor di mukosa
lambung yang kemudian meningkatkan kegiatan kelenjar-sekresi dari saluran lambung-usus &
sebagai refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada disaluran napas

Sediaan yang beredar di Indonesia :

Guaifenesin 100 mg/5mL syr, 50 mg/5mL syr, 33.33 mg/5mL syr, 150 mg per tablet, 75 mg/5
mL syr, 37.5/5mL syr, 25 mg/5mL syr

Glyceryl Guaiacolate 100 mg

Anda mungkin juga menyukai