akang rongga hidung diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan denganrongg
a hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustasius. Atap
nasofaringterbentuk dari dasar tengkorak dan tempat keluar dan masuknya syaraf otak
dan pembuluh darah. Nasofaring diperadarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yait
ufaringeal ascenden dan descenden serta cabang faringeal arteri sfeno palatine. Darah
venadari pembuluh darah balikfaring pada permukaanluar dinding muskulermenuju
pleksus pterigoid dan vena jugularis interna.
Soepardi, Efianty A., Nurbaiti I., Jenny B., dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga- Hidung-Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 182-187.
titer anti-virus EEB yang cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001).
Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya ditularkan melalui
saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B. (16,17). Kegagalan
imunitas spesifik EBV dapat memberikan peran pada patogenesis tumor yang
berkaitan dengan EBV dan juga pada penderita immunodeficiencies tanpa
manifestasi klinik.
Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama
pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel
yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel
akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai
protoonkogen yang merangsang sel menjalani dan gen penekan tumor (TSGs)
yang menghambat penghentian proses siklus sel.
. Virus dapat melaksanakan banyak program yang terpisah secara jelas dan
ekspresi gen yang dapat tersebar luas yang digolongkan menjadi siklus
lisis atau siklus tersembunyi. Siklus tersembunyi atau infeksi produktif
mengakibatkan ekspresi yang sudah dijadwalkan sebelumnya akan terjadi
sejumlah besar protein-protein viral dimana sasaran terakhirnya akan
menghasilkan virion-virion yang cepat menyebar. Secara formal, tahap
infeksi/peradangan ini tidak tak terelakkan dari terjadinya lisis dari
sel tuan rumah (host) ketika virion-virion EBV dihasilkan oleh pertunasan
dari siklus sel. Siklus tersembunyi yang terinfeksi (lysogenic) dimana
program-program mereka tidak mengakibatkan produksi virion-virion.
Sangat dibatasi, himpunan terpisah dari protein-protein viral dihasilkan
selama infeksi siklus yang tersembunyi. Ini termasuk Epstein-Barr antigen
nuklir (EBNA)-1, EBNA-2, EBNA- 3A, EBNA-3B, EBNA-3C, EBNA-LEADER protein
(EBNA-LP) dan protein-protein selaput tersembunyi (LMP)-1, LMP-2A dan
LMP-2B dan Epstein-Barr menyandi RNAs (EBERS). Sebagai tambahan, EBV
mengkode untuk sedikitnya dua puluh microRNAs yang dinyatakan di dalam
studi-studi tentang sel. Dari studi ekspresi gen EBV yang terinfeksi
secara tersembunyi di dalam lini sel limfoma yang dibiakkan Burkitt,
sedikitnya terdapat tiga program: • Hanya EBNA1 (group I) • EBNA1 + EBNA2
(group II) • Siklus protein-protein tersembunyi (group III). Hal ini juga
mendalilkan bahwa suatu program di mana semua ekspresi protein karena
virus ditutup. Saat EBV terinfeksi B-lymphocytes in vitro, lini sel
limfoblastoid pada akhirnya muncul yang membuat pertumbuhan yang tak
tentu. Perubahan bentuk pertumbuhan lini sel ini sebagai konsekuensi dari
ekspresi protein viral. EBNA-2, EBNA-3C dan LMP-1 adalah penting bagi
perubahan bentuk selama EBNA-LP dan EBERs itu bukan. protein EBNA-1 adalah
penting bagi pemeliharaan virus genome. Didalilkan bahwa dalam hal untuk
mengikuti infeksi alami EBV, virus melaksanakan sebagian besar atau semua
repertoire ekspresi program gen untuk menetapkan suatu infeksi yang
sebenarnya. Absennya imunitas host/tuan rumah, daur lisis menghasilkan
sejumlah virus untuk menginfeksi yang lain (kiranya) Blymphocytes di
dalam program-program host. Program tersembunyi muncul lagi dan mematikan
B-lymphocytes yang terinfeksi untuk berkembang biak serta membawa sel-sel
yang terinfeksi di lokasi-lokasi di mana virus terdapat. Pada akhirnya,
ketika imunitas host berkembang, virus tetap pada tuntutannya untuk
mematikan hampir semua (atau mungkin semua) gen, hanya adakalanya virus
aktif untuk menghasilkan virion-virion segar. Suatu keseimbangan pada
akhirnya diserang antara pengaktifan kembali virus dan virus host karena
keseimbangan pada akhirnya diserang antara selsel yang dilepaskan dan sel
host aktif yang kebal viral mengaktifkan kembali ekspresi gen.
Tempat-tempat keberadaan EBV ada di sumsum tulang. Pasien-pasien yang
positif EBV pasti mempunyai sumsum tulang mereka sendiri yang digantikan
dengan sumsum tulang penderita EBV-negative dipastikan bahwa EBV-akan
negative setelah pencangkokan.
VEB dapat berbentuk linear pada virion yang matur dan bentuk episomal
sirkuler pada sel yang terinfeksi secara laten. Waktu VEB menginfeksi sel,
maka DNA sel akan menjadi bentuk episome sirkuler dengan sejumlah
pengulangan pada terminal, tergantung dari jumlah pengulangan terminal
dalam gen induk. Jika infeksi meluas, maka terjadi infeksi laten tetapi
tidak terjadi replikasi (Thompson et al, 2004).
VEB menginfeksi hanya dua bagian tipe sel utama yaitu sel epitel
kelenjar saliva dan sel darah putih jenis limfosit B. Infeksi VEB pertama
berkembang di dalam kelenjar saliva. Jumlah virus banyak dilepas ke dalam
saliva, dan dapat menyebar dari satu orang ke orang lainnya. Infeksi di
dalam sel B mengakibatkan virus berproliferasi. Proses proliferasi sel
virus ini dikontrol oleh sistem imun sel T sitotoksik (CTL). Ini dapat
mengakibatkan infeksi mononukleosis yang biasanya terjadi pada dewasa
muda. Jika respon imun bekerja tidak baik, maka pada individu yang
terinfeksi dengan VEB ini merupakan resiko untuk terbentuknya sel kanker
(Margaret, 2001).
Pada infeksi primer VEB, diproduksi tiga antibodi yaitu IgG, IgM, IgA
untuk melawan Viral Capsid Antigen (VCA) dari VEB, dua antibodi IgG dan
IgA diproduksi untuk melawan Early Antigen (EA) D, serta satu antibodi
IgG untuk merespon Early Antigen (EA) R (Thompson and Kurzrock, 2004).Pada
masa laten, VEB menghasilkan enam protein nuklear antigen (EBNA 1, 2, 3A,
3B, 3C, dan LP), dan tiga Laten membran Protein (LMP1, 2A, 2B), serta dua
VEB NonPolyadenylated RNAs (EBERs) (Zheng et al, 2007). Didalam sel
limfosit B, setelah VEB berikatan dengan reseptor CD21, maka VEB akan
masuk ke dalam sel host dan akan mengalami penetrasi secara komplit. Virus
akan keluar dari sel yang mati dan akan menginfeksi sel yang lain.
Infeksi laten berasal dari kontak saliva, dimana VEB akan menginfeksi
sel limfosit B dan akan menghasilkan sejumlah protein laten yaitu EBNA-1,
EBNA-2, EBNA- 3 dan tiga protein membrane yaitu LMP-1, LMP-2A, dan LMP-2B
(Paul, 2001). Infeksi VEB pada sel B dimulai dengan penyerangan virus
membran dengan 350/220 bp yang mengandung glikoprotein terhadap komplemen
reseptor (molekul CD21) limfosit. Sebagai ko reseptor masuknya EBV ke
dalam sel B adalah Major Histocompatibility Complex (MHC) molekul kelas
B. Setelah penyerangan ini kompleks CD 21 menjadi cross link, mentrigger
sinyal aktifasi yang diduga untuk mempersiapkan sel yang terinfeksi EBV.
EBV yang berikatan dengan CD21 segera mengaktifkan tirosin kinase lck dan
memobilisasi kalsium. Hal ini akan diikuti oleh meningkatnya sintesis
dari mRNA, pembentukan sel blast, adhesi sel homotypik dan ekspresi CD23
ke permukaan sel limfosit kemudian akan dihasilkan interleukin (IL)-6.
Genom virus kemudian menjadi tidak mempunyai penutup (uncoating) dan akan
menuju nukleus yang merupakan tempat virus bersirkulasi. Sirkulasi dan
ekspresi dari W promoter memulai cascade untuk mengekspresikan protein
EBNA dan dua protein membran laten (LMP). Gen virus yang diekspresikan
ini mempertahankan genom virus tetap hidup di dalam sel limfosit B. Di
dalam sel limfosit B EBV akan hidup secara laten untuk kelangsungan
hidupnya (latensi II) dan dapat juga hidup secara persisten (latensi I)
(Christian et al, 2000).
Fachiroh J., Schouten T., Hariwiyanto B., Paramita D.K., Harijafi A.,
Haryana S.M., Mun H., & Middledorp J.M. 2004. Molecular Diversity of
Epstein-Barr Virus IgG and IgA antibody Responses in Nasopharyngeal
carcinoma. 190, pp: 53-62.