Anda di halaman 1dari 13

Bab 1

Bab 2

Sejarah Gadai di Indonesia

Masyarakat di Indonesia sudah mengenal pegadaian pada ratusan tahun yang lalu sebelum
kolonial Belanda datang. Di beberapa daerah, masyarakat nya telah melakukan gadai tanah
yang diatur oleh hukum adat setempat. Waktu itu melakukan transaksi hutang dengan
jaminan barang tidak bergerak berupa tanah atau gadai tanah.

Setelah Belanda datang ke Indonesia, Gubernur Jendral VOC yaitu Van Imhoff
mendirikan Bank Van Leening di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746 dengan tujuan
sebagai lembaga keuangan yang khusus memberikan kredit dengan sistem gadai. Modal
awalnya adalah sebesar f 7.500.000; yang terdiri dari 2/3 modal milik VOC dan sisanya dari
swasta. Meskipun melayani gadai namun bukan lembaga gadai (pegadaian) melainkan
berbentuk Bank. Bank Van Leening ini yang menjadi cikal bakal berdirinya pegadaian di
Indonesia.

Ketika Inggris datang dan mengalahkan Belanda (1811), Bank Van Leening dibubarkan.
Pemerintah Inggris memberi keleluasaan kepada masyarakat untuk mendirikan usaha
Pegadaian dengan mendapat lisensi dari pemerintah Inggris atau dikenal dengan liecentie
stelsel. Namun, liecentie stelsel banyak menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan
masyarakat dengan munculnya rentenir atau lintah darat yang membebani masyarakat dan
pemerintah kolonial.

Ketika Belanda kembali berkuasa, Bank Van Leening dihidupkan kembali. Namun pemegang
hak pegadaian ternyata dapat melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya
dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya dari hasil barang yang digadaikan oleh
masyarakat.

Barulah setelah lembaga gadai (pegadaian) didirikan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 1
April 1901, pemerintah Hindia Belanda melakukan upaya khusus untuk menumpas segala
macam praktek pinjam-meminjam yang tidak diinginkan. Artinya, yang dirugikan
masyarakat, misalnya suku bunga yang tinggi, lelang yang diatur, barang gadaian yang tidak
terawat. Dengan cara ini akhirnya mosi percaya dari masyarakat terhadap pegadaian dapat
ditegakkan.

Pegadaian Modern

Saat ini seiring berkembangnya waktu, Pegadaian, tidak hanya melayani kredit gadai saja,
tetapi juga jasa finansial lainnya. Bahkan bermunculan pegadaian swasta yang memiliki
layanan kredit gadai dan jasa finansial lainnya. Adanya perbedaan pegadaian bumn dengan
swasta memberi kesempatan kepada masyarakat luas untuk memilih cara dalam mencari
pinjaman dana baik itu untuk kepeluan keluarga maupun usaha
Sejarah Hukum Gadai Syariah.
Pengertian Gadai Syariah, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150, gadai
adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang
bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang
yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang.
(Gadai dalam fiqh disebut Rahn, yang menurut bahasa adalah tetap, kekal, dan jaminan.
Menurut beberapa mazhab, Rahn berarti perjanjian penyerahan harta oleh pemiliknya
dijadikan sebagai pembayar hak piutang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian.
Penyerahan jaminan tersebut tidak harus bersifat aktual (berwujud), namun yang terlebih
penting penyerahan itu bersifat legal misalnya berupa penyerahan sertifikat atau surat bukti
kepemilikan yang sah suatu harta jaminan. Menurut mazhab Syafi’i dan Hambali, harta yang
dijadikan jaminan tersebut tidak termasuk manfaatnya. (Gadai syariah adalah produk jasa
berupa pemberian pinjaman menggunakan sistem gadai dengan berlandaskan pada prinsip-
prinsip syariat Islam, yaitu antara lain tidak menentukan tarif jasa dari besarnya uang
pinjaman)
Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda bergerak; sedangkan dalam
hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak
bergerak.
Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara
resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan
dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 di atas. Tugas pokoknya adalah
memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak
dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan
kebutuhan dana mendesak dari masyarakat.

Pemerintah baru mendirikan lembaga gadai pertama kali di Sukabumi Jawa Barat, dengan
nama Pegadaian. Pada tanggal 1 April 1901 dengan Wolf Von Westerode sebagai kepala
Pegadaian Negeri pertama, dengan misi membantu masyarakat dari jeratan para lintah darat
melalui pemberian uang pinjaman dengan hukum gadai. Seiring dengan perkembangan
zaman, Pegadaian telah beberapa kali berubah status mulai sebagai Perusahaan Jawatan
(1901), Perusahaan di bwah IBW (1928), Perusahaan Negara (1960), dan kembali ke Perjan
di tahun 1969. Baru di tahun 1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April 1990 sampai
dengan terbitnya PP103 tahun 2000 Pegadaian berstatus sebagai Perum dan merupakan salah
satu BUMN dalam lingkungan Departemen Keuangan Republik Indonesia hingga sekarang.
Terbitnya PP/10 tanggal 1April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan
Pegadaian. Satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban
oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba. Misi ini tidak berubah hingga terbitnya
PP103/2000 yang dijadikan landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.
Pada saat ini Pegadaian Syariah sudah berbentuk sebagai sebuah lembaga. Ide pembentukan
Pegadaian Syariah selain karena tuntutan idealisme juga dikarenakan keberhasilan
terlembaganya bank dan asuransi syariah. Setelah terbentuknya bank, BMT, BPR, dan
asuransi syariah, maka Pegadaian syariah mendapat perhatian oleh beberapa praktisi dan
akademisi untuk dibentuk dibawah suatu lembaga sendiri. Keberadaan Pegadaian Syariah
atau Rahn lebih dikenal sebagai bagian produk yang ditawarkan oleh bank syariah, dimana
bank menawarkan kepada masyarakat bentuk penjaminan barang guna mendapatkan
pembiayaan.
Mengingat adanya peluang dalam mengimplementasikan Rahn/gadai syariah, maka Perum
Pegadaian bekerja sama dengan Lembaga Keuangan Syariah melaksanakan Rahn yang bagi
Pegadaian dapat dipandang sebagai pengembangan produk, sedang bagi Lembaga Keuangan
Syariah dapat berfungsi sebagai kepanjangan tangan dalam pengelolaan produk Rahn. Untuk
mengelola kegiatan tersebut, Pegadaian telah membentuk Divisi Usaha Syariah yang semula
dibawah binaan Divisi Usaha Lain.)

II. Landasan Hukum.


a. AL-Qur’an.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah(2), ayat 283.
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh
orang yang berpiutang”.
Dalam Q.S. An-Nisa : 29 Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.
b. Hadis.
Dari Aisyah r.a., Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan seorang Yahudi dan Nabi
menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”. (H.R. Bukhri dan Muslim)
Dari Abi Hurairah r.a., Nabi SAW bersabda:
“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia
memperoleh manfaat dan menanggung resikonya”. (H.R. As-Syafi’i, Al-Daraquthni dan Ibnu
Majah).
c. Ijtihad ulama.
Perjanjian gadai yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadis itu dalam pengembangan
selanjutnya dilakukan oleh para fuqaha dengan jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama
bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya.
Demikian juga dengan landasan hukumnya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian
ulang yang lebih mendalam bagaimana seharusnya pegadaian menurut landasan hukumnya.
d. Fatwa DN No. 25/DSN-MUI/III/2002.
e. Fatwa DSN No. 26/DSN-MUI/III/2002.

III. Tujuan Berdirinya Pegadaian Syariah.


Sesuai dengan PP103 Tahun 2000 Pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha
utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan
usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan layanan jasa titipan, sertifikasi
logam mulia dan lainnya. Sejalan dengan kegiatannya, Pegadaian mengemban misi untuk:
a. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah.
b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba, dan pinjaman tidak wajar
lainnya.

IV. Operasionalisasi Pegadaian Syariah.


Dalam operasionalnya, pengelolaan usaha gadai syariah ini diperlakukan sebagaimana
pengelolaan sebuah perusahaan dengan sistem manajemen modern yang dicerminkan dari
penggunaan azas rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas. Ketiga azas ini harus diselaraskan
dengan nilai-nilai Islam, sehingga dapat berjalan seiring dan terintegrasi dengan manajemen
perusahaan secara keseluruhan.
Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong dan tidak
untuk semata-mata mencari keuntungan. Sedangkan gadai menurut hukum perdata,
disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan melalui sistem bunga atau
sewa modal yang ditetapkan dimuka. Dalam hukum Islam tidak dikenal istilah “bunga uang”,
dengan demikian dalam transaksi Rahn (gadai syariah) pemberi gadai tidak dikenakan
tambahan pembayaran atas pinjaman yang diterimanya. Namun demikian masih
dimungkinkan bagi penerima gadai untuk memperoleh imbalan berupa sewa tempat
penyimpanan marhun (barang jaminan/agunan).

V. Teknik Transaksi.
Pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan atas dua akad transaksi syariah, yaitu:
a. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
b. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya
sendiri.
Rukun gadai tersebut antara lain:
- Ar-Rahin (yang menggadaikan).
- Al-Murtahin (yang menerima gadai).
- Al-Marhun (barang yang digadaikan).
- Al-Marhun bih (utang).
- Sighat, Ijab, dan Qabul.
Dari landasan syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat
digambarkan sebagai berikut, melalui akad Rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan
kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh
Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang
meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada
nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

V. Tarif Ijarah
- Tarif ijarah dihitung dari nilai taksiran barang jaminan/marhun.
- Jangka waktu pinjaman ditetapkan 120 hari.
- Tarif jasa simpan dengan kelipatan 10 hari, satu hari dihitung 10 hari.

VII. Aspek Pendanaan.


Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan
pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur
riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian Syariah termasuk dana yang kemudian
disalurkan kepada nasabah murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan
Bank Muamalat sebagai foundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerja sama
dengan Lembaga Keuangan Syariah ini untuk memback up modal kerja.

Fungsi:
a. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara mudah, cepat,
aman, dan hemat.
b. Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan bagi lembaga
Pegadaian maupun masyarakat.
c. Mengelola keuangan, perlengkapan, kepegawaian, dan diklat.
d. Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana Pegadaian.
e. Melakukan penelitian dan pengembangan, serta mengawasi pengelolaan
Pegadaian.
D. Kelebihan dan Kelemahan Pegadaian Syariah
Kelebihan:
a. Persyaratan yang cukup sederhana.
b. Membutuhkan waktu yang singkat untuk memperoleh uang.
c. Keenekaragaman barang yang dijadikan jaminan.
d. Cukup dipungut biaya administrasi dan biaya ijarah.
e. Pihak Pegadaian Syariah tidak mempermasalahkan alasan uang tersebut untuk apa.
f. Dapat dilunasi sewaktu-waktu.
g. Operasional Pegadaian Syariah telah dikeluarkan oleh MUI tentang kebolehannya.
Kelemahan:
a. Harus ada jaminan barang bergerak yang mempunyai nilai.
b. Barang yang digadaikan harus diserahkan ke Pegadaian.
c. Jumlah kredit gadai yang dapat diberikan masih terbatas untuk jenis emas dan berlian
terutama dikota-kota besar.
d. Tidak semua SDM memahami betul tentang operasional gadai syariah.
e. Belum memiliki visi dan misi sendiri karena masih ikut dengan perusahaan induk.
E. Peluang dan Tantangan Pegadaian Syariah
Peluang:
a. Nasabah pegadaian syariah bukan hanya dari umat Islam, umat non Islam pun memanfaatkan
keberadaan pegadaian syariah ini karena mereka lebih pada faktor pelayanan bukan pada
faktor ‘idialisme atau agama.
b. Konsumen atau calon nasabah pegadaian syariah, masih cukup terbuka lebar dikarenakan
pesaingnya relatif masih belum banyak. Saat ini, pesaingnya hanya dari internal perusahaan
sendiri (pegadaian konvensional) dan pegadaian illegal swasta yang jumlah assetnya masih
cukup kecil serta jumlah pinjaman atau pendanaan relatif masih dalam jumlah kecil (nasabah
menengah-bawah).
Tantangan:
a. Belum ada undang-undang atau aturan lainnya, yang mengatur tentang keberadaan pegadaian
swasta atau pun pegadian syariah sehingga pengembangan pegadaian syariah belum cukup
optimal selama ini.
b. Adanya masyarakat yang membuka gadai swasta dengan memberikan kemudahan untuk
semua jenis barang gadai sehingga keberadaannya terus berkembang meskipun masih illegal.

Strategi Perkembangan dan Pertumbuhan Pegadaian Syariah di Indonesia


Keberadaan pegadaian syariah pada awalnya didorong oleh perkembangan dan
keberhasilan lembaga-lembaga keuangan syariah. Di samping itu, juga dilandasi oleh
kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap hadirnya sebuah pegadaian yang menerapkan
prinsip-prinsip syariah. Pegadaian syariah Dewi Sartika Jakarta merupakan salah satu
pegadaian syariah yang pertama kali beroperasi di Indonesia.
Hadirnya pegadaian syariah sebagai sebuah lembaga keuangan formal yang berbentuk
unit dari Perum Pegadaian di Indonesia merupakan hal yang menggembirakan. Pegadaian
syariah bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pemberian uang pinjaman kepada
masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai syariah.
Sampai saat ini, baru ada 5 lembaga keuangan yang tertarik untuk membuka pegadaian
syariah. Perum pegadaian adalah salah satu lembaga yang tertarik untuk membuka produk
berbasis syariah ini. Bekerjasama dengan Bank Muamkalat, pada awal September 2003
diluncurkan gadai berbasis syariah bernama pegadaian syariah. Karakteristik dari pegadaian
syariah adalah tidak ada pungutan berbentuk bunga. Dalam konteks ini, uang ditempatkan
sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditi yang diperjualbelikan. Tetapi, mengambil
keuntungan dari hasil imbalan jasa yang ditawarkan. Sedangkan 4 lainnya adalah perbankan
syariah yang membuka kantor pegadaian sendiri, yaitu Unit Layanan Gadai Bank Syariah
Mandiri, Bank Danamon, BNI Syariah, dan Bank Jabar Syariah. Bank Muamalat Indonesia
(BMI) bekerjasama dengan Perum Pegadaian yang berbentuk aliansi (musyarakah). BMI
sebagai penyandang dana, sedangkan Perum Pegadaian sebagai pelaksana operasionalnya.
Bank Syariah Mandiri mengeluarkan jasa gadai dengan mendirikan Gadai Emas Syariah
Mandiri. Pada dasarnya jasa gadai emas Syariah dan konvensional tidak berbeda jauh dalam
bentuk pelayanannya, yang membedakakan hanyalah pada pengenaan biaya. Pada gadai
konvensional, biaya adalah bunga yang bersifat akumulatif, sedangkan pada gadai syariah
hanya ditetapkan sekali dan dibayar di muka. Namun demikian, dari sisi jaringan, jumlah
kantor pegadaian Syariah saat ini sudah ada di 9 kantor wilayah dan 22 Pegadaian Unit
Layanan Syariah (PULS), terutama di kota-kota besar di Indonesia dan 10 kantor gadai
syariah. Ke 22 PULS merupakan pegadaian syariah yang dibentuk oleh Perum Pegadaian
syariah yang dibentuk oleh Perum Pegadaian dan BMI, dan direncanakan akan dibuka 40
jaringan kantor PULS, yang mengkonversi cabang gadai konvensional menjadi gadai syariah
di seluruh Indonesia.
Dengan demikian, jumlah pegadaian syariah baik yang berbentuk PULS maupun Unit
Layanan Syariah Bank-Bank syariah baru sekitar 2,9% dibandingkan dengan total jaringan
kantor Perum pegadaian yang berjumlah 739 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Strategi Pengembangan Pegadaian Syariah
1. Usaha untuk membentuk lembaga pegadaian syariah terus dilakukan sebagai usaha untuk
mensosialisasikan praktek ekonomi syariah di masyarakat menengah ke bawah yang
mengalami kesulitan dalam mendapatkan pendanaan. Maka perlu kerjasama dari berbagai
pihak untuk menentukan langkah-langkah dalam pembentukan lembaga pegadaian syariah
yang lebih baik.
2. Masyarakat akan lebih memilih pegadaian dibanding bank di saat mereka membutuhkan
dana karena prosedur untuk mendapatkan dana relatif lebih mudah dibanding dengan
meminjam dana langsung ke bank. Maka cukup alasan bagi pegadaian syariah untuk eksis di
tengah-tengah masyarakat yang mermbutuhkan bantuan.
3. Pegadaian syariah bukan pesaing yang mengakibatkan kerugian bagi lembaga keuangan
syariah lainnya, dan bukan menjadi alasan untuk menghambat berdirinya pegadaian syariah.
Dengan keberadaan pegadaian syariah malah akan menambah pilihan bagi masyarakat untuk
mendapatkan dana dengan mudah, selain itu hal ini akan meningkatkan tersosialisasikannya
lembaga keuangan syariah.
4. Pemerintah perlu untuk mengakomodir keberadaan pegadaian syariah ini dengan membuat
peraturan pemeritah atau UU pegadaian Syariah. Atau memberikan alternatif keberadaan biro
pegadaian syariah dalam Perum Pegadaian Syariah.
5. Mengoptimalkan produk yang sudah ada dengan lebih professional.
6. Mempertahankan surplus pegadaian syariah dan terus berupaya meningkatkannya.
7. Memasarkan produk baru yang menguntungkan .
8. Meningkatkan modernisasi dan penanganan sarana dan prasarana.
9. Membuat posisi keuangan yang likuid dan solvable.
10. Meningkatkan komposisi barang gadai (marhun).
11. Ekstensifikasi transaksi yang digunakan harus disesuaikan dengan penggunaan dana dan
lain-lain.

v Prospek Pengembangan Pegadaian Syariah


Pegadaian syariah akan membuka kantor cabang pegadaian syariah lebih banyak lagi.
Khususnya untuk di daerah-daerah pelosok di seluruh Indonesia. Tujuannya agar masyarakat
di daerah tersebut dapat mengembangkan UMKM. Diusahakan untuk pengembangan
pembangunan kantor pegadaian syariah dari tempat yang satu ke tempat yang lain hanya
berjarak 5 KM untuk setiap daerah atau kota. Sehingga masyarakat di daerah tersebut dapat
mengakses dengan mudah.
Selain membuka cabang pegadaian syariah di beberapa kota dan daerah di Indonesia,
pegadaian syariah juga akan membuka cabang pegadaian syariah di mal-mal besar di
Indonesia.Sehingga seluruh kalangan masyarakat dapat menggunakan jasa gadai syariah
tersebut. Hal itu juga dapat membantu sosialisasi kepada masyarakat, karena selama ini
masyarakat sangat awam pada produk-produk jasa keuangan syariah.
v Kendala Pengembangan Pegadaian Syariah
1. Pegadaian syariah relatif baru sebagai suatu sistem keuangan. Oleh karenanya, menjadi
tanangan tersediri bagi pegadaian syariah untuk mensosialisasikan syariahnya.
2. Masyarakat kecil yang dominan menggunakan jasa pegadaian kurang familiar dengan
produk rahn di lembaga keuangan syariah. Apalagi sebagian besar yang berhubungan dengan
pegadaian selama ini adalah rakyat kecil maka ketika ia dikenalkan bantuk pegadaian oleh
bank. Apalagi dengan fasilitas bank yang mewah tmbul hambatan psikologi dari masyarakat
dalam berhubungan dengan rahn.
3. Kebijakan pemerintah tentang gadai syariah belum sepenuhnya akomodatif terhadap
keberadaan pegadaian syariah. Dan di samping itu, keberadaan pegadaian konvensional di
bawah Departemen Keuangan mempersulit posisi pegadaian syariah bila berinisiatif untuk
independen dari pemerintah pada saat pendiriannya .
4. Pegadaian kurang popular. Image yang selama ini muncul adalah bahwa orang yang
berhubungan dengan pegadaian adalah mereka yang meminjam dana jaminan suatu barang,
sehingga terkesan miskin atau tidak mampu secara ekonomi.
5. Kurangnya tenaga profesional yang handal dan mengerti bagaimana operasionalisasi
pegadaian syariah yang seharusnya dan sekaligus memahami aturan islam mengenai
pegadaian.
6. Sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarkat mengenai bahaya bunga yang sudah
mengakar dan menguntungakan bagi segelintir orang .
7. Kurangnya seperangkat aturan yang mengatur pelaksanaan dan pembinaan pegadaian
syariah.
8. Sebagian masyarakat masih manganggap bahwa keberadaan pegadaian syariah hanya
diperuntukan bagi umat islam .
9. Balum banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan pegadaian syariah.

Mekanisme Kerja Pegadaian Konvensional dan Syariah


pegadaian konvensional dan pegadaian syariah.

“Dalam pegadaian, obyek yang digadaikan biasanya terdiri dari emas dan perhiasan
lainnya. Meskipun perhiasan berlian kurang diminati oleh pegadaian, karena beberapa
factor dalam prakteknya yaitu adanya penipuan. Jadi yang lebih diminati adalah emas,
karena lebih mudah ditandai keasliannya. Selain perhiasan, diterima pula kendaraan
seperti mobil, motor dll, meskipun tetap yang lebih disukai adalah emas. Cara kerja
pegadaian yang konvensional ini adalah dengan cara: orang yang perlu uang datang ke
tempat pegadaian, mereka akan menyerahkan barang yang akan digadaikan, barang
yang akan digadaikan ini akan ditaksir oleh petugas, dan nilai taksirannya akan
diberikan dalam bentuk uang. Sehingga orang yang memerlukan uang itu akan
menerima sejumlah uang, sesuai nilai taksir barang yang digadaikannya. Mereka
biasanya menggadaikan barangnya selama 4, 6 bulan, sesuai yang disepakati, tapi
biasanya tidak lebih dari 1 tahun. Jadi biasanya kegunaannya ini agak berbeda dari
bank yang bisa 2 atau 3 tahun, ini untuk kegunaan yang mendesak.”

Layaknya pada lembaga keuangan lainnya, pegadaian pun mengenakan bunga untuk jasa
yang dilakukannya.

“Dari jumlah uang yang diberikan tersebut, maka pegadaian akan mengenakan jasa
uang, atau yang di perbankan disebut bunga. Sehingga orang yang menggadaikan tadi
akan membayarkan bunga, dan pada saat jatuh temponya mereka akan membayar
kembali barang tersebut, sehingga mereka memperoleh kembali barangnya. Secara
ringkas itu adalah cara kerja pegadaian yang konvensional.”

Sedangkan pada pegadaian syariah, proses pinjam-meminjamnya masih sama dengan


pegadaian konvensional. Secara umum tidak ada perbedaan dari sisi peminjam. Hanya saja,
bunga yang dikenakan pada pegadaian konvensional, diganti dengan biaya penitipan pada
pegadaian syariah.

“Sedangkan pegadaian syariah mempunyai mekanisme yang sedikit berbeda. Yaitu


yang pertama, apabila ada orang yang membutuhkan uang dan mereka datang ke
pegadaian syariah, maka secara teknis akan dilakukan penaksiran terhadap barang
yang akan digadaikan. Kemudian setelah dilakukan penaksiran terhadap barang yang
digadaikan, orang tersebut akan mendapatkan sejumlah dana sesuai nilai taksiran
tersbut. Sampai sini masih sama dengan pegadaian konvensional, di mana terjadi
proses pinjam-meminjam uang. Bedanya di pegadaian konvensional dikenakan bunga,
yang biasa disebut jasa uang, sedangkan di syariah mereka tidak bisa mengenakan
bunga atau jasa uang. Lalu dari mana pegadaian syariah mendapatkan keuntungan
jika mereka tidak bisa mengenakan bunga atau yang tadi kita sebut sebagai jasa uang?
Barang yang digadaikan tersebut, harus dtitipkan. Tempat penitipan inilah yang
dibayar jasanya. Jadi ada jasa penitipan barang.. Jasa pentipan ini tidak serta merta
dikalikan dari persentase tertentu, tapi dia dikaitkan dengan suatu rate tertentu.
Misalnya kalau barangnya sekian gram sampai sekian gram, biaya penitipannya
sekian. Sehinga yang terjadi di pegadaian syariah ini, nasabah dikenakan charge
berupa biaya tempat pentipian. Jadi mereka membayar biaya sewa penitipan.”

Selain dari biaya sewa penitipan yang menggantikan bunga, dalam pegadaian syariah
peminjam cuma bisa menggadaikan barang dalam bentuk emas, dan belum bisa dalam bentuk
barang yang lainnya seperti pada pegadaian konvensional.
“Di dalam pegadaian syariah juga, perbedaan berikutnya, yang dilakukan sejauh ini
hanya gadai emas saja. Sedangkan gadai perhiasan di luar emas, yang dinilai emasnya
saja. Begitu juga gadai mobil, motor, belum dilakukan di pegadaian syariah. Sehingga
dalam pegadaian syariah ini masih terbatas dalam emas saja dan dikenakan biaya
penyewaan tempat penitipan. Sama dengan konvensional, di pegadaian syariah pun
jangka waktunya tidak panjang. Hanya sekitar 4, 6, 8 atau 12 bulan saja. Tidak
melebihi dari itu, karena pegadaian ini harus kita gunakan secara hati hati untuk
keperluan yang betul-betul mendesak dan penting saja. Untuk kebutuhan lain,
pegadaian bukanlah tempat yang cocok untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya
lebih jangka panjang dan nilainya lebih besar.”

Layaknya lembaga keuangan lain yang memiliki berbagai produk usaha, Pegadaian
menyediakan layanan peminjamannya melalui bermacam-macam produk. Selain produk
peminjaman, Anda bahkan juga bisa menemui produk investasi yang memang menjadi
layanan tambahan di Pegadaian.

Secara garis besar, ada empat lini produk yang terdapat dalam Pegadaian. Lini pertama
adalah produk-produk yang menyangkut penyaluran kredit. Lini kedua lebih mengarah ke
pembayaran. Lini ketiga adalah investasi emas Pegadaian yang tengah populer di masyarakat.
Sementara itu, lini terakhir merupakan produk-produk aneka jasa.

Agar Anda lebih tepat melakukan transaksi keuangan di Pegadaian, baik peminjaman
maupun kegiatan lainnya, sebaiknya Anda mengenai dahulu produk-produk Pegadaian
dengan baik, seperti di bawah ini.

1. Produk Gadai Konvensional

Jenis produk Pegadaian yang satu ini menjadi yang paling dikenal oleh masyarakat. Layanan
ini memberikan kemudahan untuk mendapatkan dana cair dengan cara menjaminkan suatu
barang ke Pegadaian. Kegiatan gadai konvensional yang diterapkan di Pegadaian dilandaskan
kepada hukum gadai yang terdapat di Kita Undang-Undang Hukum Perdata 1150-1160.
Karena itulah, Anda akan merasa lebih aman dan terjamin ketika memutuskan memilih
produk ini untuk mendapatkan dana cair. Bunga yang diberlakukan untuk produk Pegadaian
satu ini relatif rendah, yaitu 0,75-1,15 persen per 15 hari.

2. Produk Gadai Syariah (Rahn)

Gadai syariah tidak terlalu berbeda dengan produk gadai konvensional. Keduanya sama-sama
menahan benda dari peminjam untuk dijadikan jaminan atas utang yang dimilikinya. Hal
yang membedakannya, karena berprinsip syariah, produk yang satu ini tidak mengenal sewa
modal yang sama dengan bunga pinjaman. Sebagai gantinya, produk gadai syariah
memberlakukan sewa tempat (ujrah) kepada tiap peminjam.

3. Produk Berbasis Fidusia

Bukan hanya perseorangan yang membutuhkan dana dari Pegadaian, berbagai sektor usaha
kecil dan menengah (UKM) juga sering memerlukan tambahan suntikan modal untuk
pengembangan usaha. Situasi tersebutlah yang dlirik oleh Pegadaian sehingga muncuk
produk berbasis fidusia, Produk ini ditujukan untuk menyediakan dana bagi usaha produktif
di segala sektor dengan benda bergerak mampun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani
hak tanggungan. Aturan mengenai jaminan fidusia ini terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999.

4. Produk Gadai Sistem Angsuran

Produk yang dibuat sebagai kredit untuk para pengusaha mikro ini secara konsep tidak jauh
berbeda dengan produk gadai konvensional. Peminjam akan memperoleh sejumlah dana
segar dari hasil gadai barang berharganya. Namun yang membedakan, dalam produk gadai
sistem angsuran, peminjam melakukan pembayaran pinjaman dengan cara dicicil.

5. Produk Investasi Emas

Selain menyalurkan kredit dan pembiayaan, ada produk lain di Pegadaian yang berorientasi
ke arah investasi. Produk investasi emas ini ditujukan bagi masyarakat yang ingin memiliki
logam mulia yang satu ini dengan cara tunai maupun dengan cara mengangsur.

Emas yang dijual di pegadaian berbentuk lempengan logam mulia dengan berat 1 gram
sampai 1.000 gram. Guna mengakomodasi kebutuhan dan gaya hidup masyarakat,
Pengadaian bahkan mengadakan arisan emas agar tiap orang dapat membeli produk ini.

6. Jasa Taksiran

Menaksir barang di Pegadaian tidak mesti menggadaikan barang yang nilainya diukur
tersebut. Sebab pada kenyataannhya, Pegadaian memiliki produk jasa taksiran yang
menyediakan layanan jasa pengujian nilai terhadap barang bergerak. Produk ini berguna bagi
masyarakat yang ingin menjual barang berharganya, seperti perhiasan emas, agar tidak
dipermainkan bahkan ditipu oleh pihak yang hendak membeli barang tersebut.

7. Jasa Titipan

Bagi yang sering merasa khawatir terhadap keamanan barang berharga yang dimiliki, Anda
kini dapat menemukan solusi penyimpanannya melalu produk jasa titipan yang dikeluarkan
oleh Pegadaian. Dengan produk ini, Anda dapat menyimpan barang berharga Anda di
Pegadaian dengan membayar sewa tempat.

8. Jasa Sertifikasi Batu Mulia

Layanan yang produknya disebut sebagai G-Lab Pegadaian ini merupakan bentuk pengujian
dan penilaian untuk melihat keaslian batu pertama, logam mulia, ataupun jenis batuan lain.
Jika terbukti asli, pihak Pegadaian akan menerbitkan sertifikat untuk batu mulia tersebut.
Produk ini diadakan demi mencegah semakin maraknya penipuan tentang batu mulia yang
digandrungi oleh masyarakat Indonesia.
Perbedaan sistem Gadai Emas Syariah dan Gadai Emas Konvensional

Sistem Gadai Konvensional

 Pegadaian konvensional pada umumnya tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh
masyarakat selama ini. Kita datang membawa barang yang akan digadaikan yaitu
emas.
 Barang tersebut lalu ditaksir harganya dan diputuskan jumlah yang bisa dipinjam.
 Pinjaman ini dikenakan bunga misalnya 1,15%/2 minggu atau 2,3% /bulan. Lalu
menjadi 3,45%/ 45 hari atau 4,6%/bulan dan seterusnya. Bunga pinjaman ditentukan
berdasar jumlah pinjaman dan jika nilai pinjaman semakin besar, bunga yang
dibebankan akan semakin besar.
 Perhitungan biaya pinjaman ini dihitung setiap 15 hari kemudian akan naik di hari ke
16 dan seterusnya.
 Masa penitipan gadai ini selama 4 bulan, bisa diperpanjang dengan membayar biaya
sewa modal.
 Selanjutnya pinjaman ini diberlakukan tanggal jatuh tempo saat pinjaman tersebut
harus dilunasi.
 Selain itu diberikan persyaratan bila tidak melunasi pinjaman beserta bunganya,
barang jaminan akan dilelang kepada siapa pun hingga tanggal tertentu.

Sistem Gadai Syariah

 Gadai emas berbasis syariah, tidak memberlakukan sistem bunga. Pihak pegadaian
syariah tidak mengambil keuntungan dari sistem bunga pinjaman maupun sistem bagi
hasil.
 Pegadaian syariah hanya mengambil keuntungan dari upah jasa pemeliharaan barang
jaminan.
 Pegadaian konvensional menentukan bunga atau sewa modal berdasarkan jumlah
pinjaman yang diajukan. Sedangkan pegadaian syariah menentukan besarnya
pinjaman dan biaya pemeliharaan berdasarkan taksiran emas yang digadaikan.
Taksiran emas yang diperhitungkan antara lain adalah karatase emas, volume serta
berat emas yang digadaikan.
 Biaya yang dikenakan juga merupakan biaya atas penitipan barang, bukan biaya atas
pinjaman, karena pinjaman yang mengambil untung itu tidak diperbolehkan. Biaya
penitipan barang jaminan meliputi biaya penjagaan, biaya penggantian kehilangan,
asuransi, gudang penyimpanan, dan pengelolaan.

 Oleh karenanya dalam pegadaian syariah ini terdapat akad, pinjam meminjam dengan
menyerahkan agunan (rahn) yang di dalamnya membolehkan biaya pemeliharaan atas
barang jaminan (Mu’nah). Dalam akad pinjam meminjam dengan menyerahkan
agunan (rahn).

Anda mungkin juga menyukai