Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ISPA

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut,

istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory

Infections (ARI). Penyakit infeksiakut yang menyerangsalah satu bagian

dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga

alveoli (saluran bawah) termasuk jarigan adneksanya seperti sinus,

rongga telinga tengah dan pleura (WHO, 2003)

Penyakit ISPA merupakan penyakut yang sering terjadi pada

anak,karenasistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian

penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kal

per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk

pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun (Depkes RI, 2001)

Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran

pernafasan dan akut seperti dalam penjelasan berikut :

Infeksi adalah masuknya bibit kiman atau mikroorganisme kedalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

Saluran pernapasan adalah organ yang dimulai dan hidung hingga alveoli

beserta organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.

Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan


bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-

paru), dan organ adneksanya saluran pernapasan.

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.

Batas ini diambil untuk beberapa penyakikt yang dapat berlangsung lebih

dari 14 hari (Ditjen PPM & PLP Depkes RI, 2000).

2.1.2 Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri

penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus,

Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus

penyebabnya antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus,

Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.

2.1.3Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ISPA dibagi atas tiga golongan :

a) Bukan pneumonia yaitu batuk, serak, pilek, dan panas atau demam

suhu lebih dari 37’C

b) Pneumonia yaitu pernapasan lebij dari 50x/menit pada anak yang

berumur <1 tahun, atau > 40x/menit pada anak berumur 1 tahun

atau lebih, suhu tubuh >39’C, tenggorokan berwarna merah, timbul

bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak, pernapasan

berbunyi menciut-ciut, pernapasan berbunyi seperti mengorok dan

telinga sakit atau mengeluarkan nanah.


c) Pneumonia berat yaitu bibir atau kulit membiru, anak tidak sadar,

napas cepat > 60x/menit

2.1.4 Faktor Resiko

Menurut (Deples, 2004) faktor resiko terjadinya ISPA terbagi atas

dua kelompok yaitu :

1). Faktor internal merupakan suatu keadaan di dalam diri penderita

(balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit penyakit (agent)

ISPA yang meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir,

status ASI, dan status imunisasi.

a). Umur

Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak

berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali

lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini

terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum

sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.

b). Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (1993),

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden

maupun lama ISPA pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan.

c) Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan

penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun.

Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu

biasanya didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan.

Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan

dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.

d) Berat Badan Lahir

Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat

lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (1999), bayi dengan BBLR

mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat

≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya.

Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada

bayi baru lahir.

e). Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi

kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan

virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan

menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan

(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit)

yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.

e) Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang

terhadap penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari

penyakit infeksi tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada

pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting

dalam pemeliharaan kesehatan anak.

2). Faktor Eksternal merupakan suatu keadaan yang berada diluar diri

penderita (balita), yaitu :

a). Kelembaban Ruangan

Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan

(2004), dengan desain cross sectional didapatkan bahwa

kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada

balita. Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor

kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya

kelembaban ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar 28 kali.

b). Suhu Ruangan

Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki

suhu optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah

dibawah 180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak

memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat

kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar

4 kali.
c). Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama

adalah menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap

segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh

penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

d). Kepadatan Hunian Rumah

Menurut Gani dalam penelitiannya di Sumatera Selatan

(2004) menemukan proses kejadian pneumonia pada anak balita

lebih besar pada anak yang tinggal di rumah yang padat

dibandingkan dengan anak yang tinggal di rumah yang tidak padat.

Berdasarkan hasil penelitian Chahaya tahun 2004, kepadatan

hunian rumah dapat memberikan risiko terjadinya ISPA sebesar 9

kali.

e). Penggunaan Anti Nyamuk

Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari

gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan

karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya

pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme

pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya

gangguan pernafasan.

f) Bahan Bakar Untuk Memasak


Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat

menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74%

wilayah pedesaan di China tidak memenuhi standar nasional pada

tahun 2002, hal ini menimbulkan terjadinya peningkatan penyakit paru

dan penyakit paru ini telah menyebabkan 1,3 juta kematian.

g). Keberadaan Perokok

Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok

pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya

merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic

Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain. Berdasarkan hasil

penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi

perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9%

atau 97.560.002 penduduk.

h). Status Ekonomi dan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk (2001), didapatkan

bahwa bila rasio pengeluaran makanan dibagi pengeluaran total

perbulan bertambah besar, maka jumlah ibu yang membawa

anaknya berobat ke dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan

hasil uji statistikdidapatkan bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi

1,8 kali lebih banyak pergi berobat ke pelayanan kesehatan

dibandingkan dengan ibu yang status ekonominya rendah.


2.1.5 Patofisiologi

Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal disaluran nafas.

Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi

bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi

udara inspirasi di rongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglotis,

pembersihan mukosilier dan fagositos. Karena menurunnya daya tahan

tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem

pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah saluran

pernafasan atas maupun bawah.


2.1.6 Pathway
Virus, Bakteri ,Jamur
Penyebab

Kuman berlebih Kuman terbawa keInfeksi saluran


Di bronkus saluran cerna nafas bawah

Proses peradangan Infeksi Saluran


Cernadilatasi pembuluh Peradangaan
darah
2.1.8 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis

dan Tanda-tanda laboratoris.

1) Tanda tanda Klinis

a) Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur

(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,

suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

b) Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,

hypotensi dan cardiac arrest.

c) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit

kepala, bingung, papil bendung, kejang dan koma.

d) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

2) Tanda tanda Laboratoris

a). Hypoxemia,

b). Hypercapnia, dan

c). Acydosis (Metabolik dan atau Respiratorik).

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5

tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor

dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur

kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan

minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa

diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam

dan dingin.
3) Gejala ISPA
Sebagian besar anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas

memberikan gejala yang sangat penting yaitu batuk.Infeksi saluran nafas

bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti nafas yang

cepat dan retraksi dada.Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin

tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah (Harsono dkk.,

1994).Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat dikenali yaitu flu,

demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 0C dan disertai

sesak nafas (PD PERSI, 2002).

Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga

golongan yaitu (Suyudi, 2002) :

1). ISPA ringan bukan pneumonia

a. ) Gejala ISPA Ringan


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika

ditemukan gejala sebagai berikut :

(1) Batuk.

(2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu


mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara

atau menangis).

(3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus darihidung.

(4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 0C atau jika

dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.


Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan

cukup dilakukan di rumah tidak perlu dibawa ke dokter

atau Puskesmas.Di rumah dapat diberi obat penurun

panas yang dijual bebas di toko-toko atau Apotik

tetapi jika dalam dua hari gejala belum hilang, anak

harus segera di bawa ke dokter atau Puskesmas

terdekat.

2). Gejala ISPA sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai


gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :

1) Pernapasan lebih dari 50 x/menit pada anak umur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.

2) Suhu lebih dari 390C.

3) Tenggorokan berwarna merah.

4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.

6) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.


7) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

Dari gejala ISPA sedang ini, orangtua perlu hati-hati karena jika

anak menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari

390C, gizinya kurang, umurnya empat bulan atau kurang maka anak

tersebut menderita ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan

petugas kesehatan.
3). Gejala ISPA berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala

ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :

a). Bibir atau kulit membiru

b) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada


waktu bernapas

c) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun

d) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah

e) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah

f) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas

g) Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba

h) Tenggorokan berwarna merah

Pasien ISPA berat harus dirawat di rumah sakit atau


puskesmas karena perlu mendapat perawatan dengan peralatan
khusus seperti oksigen dan infus.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :

1.) Upaya pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

b. Immunisasi.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.


2). Pengobatan dan perawatan

Prinsip perawatan ISPA antara lain :

a). Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari

b). Meningkatkan makanan bergizi

c). Bila demam beri kompres dan banyak minum

d). Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung

dengan sapu tangan yang bersih

e). Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup

tipis tidak terlalu ketat.

f). Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila

anak tersebut masih menetek.

2.1.0 Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakanself limited disease, yang

sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya.Komplikasi

yang dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupantuba

eusthacii dan penyebaran infeksi.

1). Sinusitis paranasal

Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan

anak kecil sinus paranasal belum tumbuh.Gejala umum tampak lebih

besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya

didaerah sinus frontalis dan maksilaris.Diagnosis ditegakkan dengan

pemeriksaan foto rontgen dan transiluminasi pada anak besar.


Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat

lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-kadang

disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus

menerus disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral.Bila

didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang

menetap tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya

komplikasi sinusitis.Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan

memberikan antibiotik.

2). Penutupan tuba eusthachii


Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat

menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis

media akut (OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai

suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang

demam.

Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau

memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan

menekan telinganya dan biasanya bayi akan menangis keras). Kadang-

kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah, juga disertai muntah atau

diare.Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita infeksi

pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering

menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian

THT.Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan

antibiotika keadaan tidak membaik.Parasentesis (penusukan selaput


telinga) dimaksudkan mencegah membran timpani pecah sendiri dan

terjadi otitis media perforata (OMP).

Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah :

a. Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran


sekret.

b. Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan


perembesan infeksi juga merintangi penyaluran sekret.

c. Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau


jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat
(meningitis).

3. Penyebaran infeksi

Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah


seperti laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat
pula terjadi komplikasi jauh, misalnya
2.1.10 Pemeriksaan Diagnostik

2.1.11 Komplikasi

Dapat terjadi komplikasi berupa sinusitis, faringitis, infeksi telinga

tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hinga bronkitis dan pneumonia

(radang paru)yang berlanjut pada kematian karena danya sepsis yang

meluas. (Whaley and Wong, 2000)

Menurut Elizabeth J Corwin 2001, Komplikasi ISPA Terdiri dari

antara lain

a. Bronkitis

b. Pneumothorax

c. Sinusitis Paranasal
2.1.11 Penatalaksanaan

Menurut (Depkes RI, 1998) penatalaksaan penderita ISPA adalah

1).Penatalaksanaan penderita bukan pneumonia :

Hanya dengan tindakan penunjang antara lain :

a) Pemberian paracetamol pada demam yang lebih dari 38’C

diberikan selama 2 hari

b) Mempertahankan suhu lingkungan dan pakaian yang sesuai

c) Mengatasi batuk, dianjurkan pemakaian obat-obat tradisional

setempat yang aman dan murah seperti jeruk nipis ½ sendik

teh dicampur dengan kecap manis atau madu ½ sendok

tehdiberi 3 kali sehari.

d) Pilek , diatasi dengan membersihkan hidung dengan

menggunakan tisue atau kain penyerap yang bersih

e) Mempertahankan konsumsi makanan atau minuman yang

bergizi

Idikasi Rujukan

a) Bila panas tidak turun setelah 2 hari diberi tindakan oenunjang

b) Tampak 1 atau lebih tanda ISPA sedang atau berat

c) Tampak adanya selaput difteri walaupun tanoa disertai tanda

ISPA sedang atau berat

d) Anak dengan gizi rendah

e) Bayi kurang dari 4 bulan


2). Penatalaksanaan pneumonia :

a). Pemberian anti mikroba, antara lain : prokain, penicillin,

kontrimoksaso, ampicilin, amoxilin.

b). Tindakan Penunjang

(1). Untuk demam dan rasa sakit diberi paracetamol

(2). Kompres air dingin atau es tidak dianjurkan karena akan kan

konsumsi oksigen dan resiko kegagalan pernapasan pada

penderita radang paru mendadak

(3). Untuk pilek dan hidung tersumbat dibersihkan dengan gulungan

kain

(4). Obat-obat penekan batuk, pencair lendir dan antihismintidak

efektif pada perdagangan (infeksi) dan mahal

(5).Uap dapat digunakan untuk melembabkan udara dan

melapangkan jalan napas bagian atas terutama pada kasus

demam wheezing (napas menciut-ciut)

(6). Pemberi makanan atau minuman yang cukup

Indikasi Rujukan

a).Jika timbul satu atau lebih tanda ISPA berat terutama penarikan

dada ke dalam

b). Adanya selaput difteri


c). Kejang

d).Pernapasan yang kadang-kadang berhenti

c). Dehidrasi berat

d). Tidak mampu minum atau makan

4) . Penatalaksanaan pneumonia berat :

a). Pengobatan anti mikroba, mikroba lini kedua antara lain

benzilpenicilin (suntikan), kloramfenikol (suntikan/oral) gentamicin

(suntikan), klokascilim (suntikan)

b).Tindakan penunjang

(1).Oksigen diberikan pada penderita sianosis dan adanya pernapasan

yang cepat pada kasus berat

(2).Pemberian cairan infus, diberikan jika timbul tanda dehidrasi

(3).Lendir atau cairan yang menyumbat hidung atau jalan napas

bagian atas dihisap dengan mesin penghisap lendir pada kasus

wheezing khususnya pada kasus-kasus difteri, kegagalan jantung

atau penyakit lain.


2.12 Asuhan Keperawatan ISPA

1) PENGKAJIAN
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis ISPA, seperti batuk, demam, sakit
tenggorokan, dan
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
 Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang
sama, atau lingkungan
 Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran
udara kurang, daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup
sinar matahari, jumlah anggota keluarga yang banyak.
Pola fungsi kesehatan.
1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah
anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab,
jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk,
ventilasi minim menybabkan pertukaran udara kurang

2) Pola nutrisi - metabolik.


Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Jarang ditemukan adanya gangguan
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien mengalami penurunan karena sesak
nafas atau karena batuk produktif
5) Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya
6) Pola kognitif – perceptual
Jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pada pasien akan muncul kecemasan akan muncul dikarenakan
kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya
membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan
tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan ISPA akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
 Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda :Kesulitan tidur pada malam
 Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
 Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
 Pernapasan
Gejala : Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
 Cardiovaskuler
(Doengoes, 2000)
Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
1. Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
2. Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
3. Tampak batuk tidak produktif,
4. Tidak ada jaringna parut pada leher,
5. Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan
tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan
hiperventilasi.
 Perkusi
Suara normal/resonance,
 Auskultasi
Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru, atau ronkhi jika dahak tidak dapat dikeluarkan
 Palpasi
badan teraba hangat (demam)

Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang
didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis
kuman.
 Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga
disertai dengan adanya thrombositopenia.
 Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.

Data Subyektif
 Pasien mengeluh panas
 Batuk
 Sesak bernafas
 Pilek
 Nyeri telan / sakit teggorokan
Data Obyektif

2) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
No Diagnosa Definisi Batasan Faktor Yang
Karakteristik Berhubungan
1 Bersihan jalan suatu keadaan ketika Subjektif : - Infeksi, disfungsi
napas tidak seseorang individu - Dispneu neuromuskular,
efektif mengalami suatu ancaman Objectif : hiperplasia dinding
yang nyata atau potensial - Penurunan suara bronkus, alergi jalan
pada status pernafasan nafas nafas, asma, trauma
sehubungandengan ketidak - Orthopneu - Obstruksi jalan
mampuan untuk batuk - Cyanosis nafas : spasme jalan
secara efektif - Kelainan suara nafas, sekresi
nafas (rales, tertahan, banyaknya
wheezing) mukus, adanya jalan
- Kesulitan berbicara nafas buatan, sekresi
- Batuk, tidak bronkus, adanya
efekotif atau tidak ada eksudat di alveolus,
- Produksi sputum adanya benda asing
- Gelisah di jalan nafas.
- Perubahan
frekuensi dan irama
nafas

2 Gangguan Kelebihan atau kekurangan Subjectif  ketidakseimban


pertukaran gas dalam oksigenasi dan atau è sakit kepala ketika gan perfusi
pengeluaran karbondioksida bangun ventilasi
di dalam membran kapiler è Dyspnoe  perubahan
alveoli è Gangguan membran
penglihatan kapiler-alveolar
Objectif
è Penurunan CO2
è Takikardi
è Hiperkapnia
è Keletihan
è Iritabilitas
è Hypoxia
è kebingungan
è sianosis
è warna kulit abnormal
(pucat, kehitaman)
è Hipoksemia
è hiperkarbia
è AGD abnormal
è pH arteri abnormal
èfrekuensi dan
kedalaman nafas
abnormal

3 Gangguan Intake nutrisi tidak cukup – Berat badan 20 % Ketidakmampuan


Keseimbangan untuk keperluan atau lebih di bawah pemasukan atau
Nutrisi metabolisme tubuh. ideal mencerna makanan
– Dilaporkan adanya atau mengabsorpsi
intake makanan yang zat-zat gizi
kurang dari RDA berhubungan dengan
(Recomended Daily faktor biologis,
Allowance) psikologis atau
– Membran mukosa ekonomi.
dan konjungtiva pucat
– Kelemahan otot
yang digunakan untuk
menelan/mengunyah
– Luka, inflamasi
pada rongga mulut
– Mudah merasa
kenyang, sesaat
setelah mengunyah
makanan
– Dilaporkan atau
fakta adanya
kekurangan makanan
– Dilaporkan adanya
perubahan sensasi
rasa
– Perasaan
ketidakmampuan
untuk mengunyah
makanan
– Miskonsepsi
– Kehilangan BB
dengan makanan
cukup
– Keengganan
untuk makan
– Kram pada
abdomen
– Tonus otot jelek
– Nyeri abdominal
dengan atau tanpa
patologi
– Kurang berminat
terhadap makanan
– Pembuluh darah
kapiler mulai rapuh
– Diare dan atau
steatorrhea
– Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
– Suara usus
hiperaktif
– Kurangnya
informasi,
misinformasi
4 Nyeri akut pengalaman sensori dan  Perubahan  Agens cedera (mis.,
emosional yang tidak selera makan biologis, zat kimia,
fisik, psikologis)
menyenangkan yang muncul  Perubahan
akibat kerusakan jaringan tekanan darah
yang aktual atau potensial  Perubahan
atau digambarkan dalam hal frekuensi
kerusakan sedemikian rupa janutng

(international association for  Perubahan frekuensi


the study of pain) awitan pernapasan
yang tiba – tiba atau lambat  Perilaku distraksi
dari intensitas ringan hingga (mis., berjalan
mondar mandir,
berat dengan akhir yang
mencari orang lain
dapat diantisipasi atau dan atau aktivitas
diprediksi dan berlangsung lain, aktivitas yang
berulang)
<6 bulan.
 Mengekspresikan
perilaku (mis.,
gelisah, merengek,
menangis, waspada,
iritabilitas,
mendesah)

 Masker wajah (mis.,


mata kurang
bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap
pada satu fokus,
meringis)

 Laporan isyarat

 Diaforesis

 Sikapmelindungi
area nyeri

 Fokus menyempit
(mis.., gangguan
persepsi nyeri,
hambatan proses
berpikir, penurunan
interaksi dengan
orang dan
lingkungan)

 Indikasi
nyeri yanh
dapat diamati

 Perubahanposisi
untuk menghindari
nyeri

 Sikaptubuh
melindungi

 Dilatasi pupil

 Melaporkannyeri
secara verbal

 Fokus pada diri


sendiri

 Gangguan tidur.

5 Hipertermi Peningkatan suhu tubuh - kenaikan suhu - penyakit/ trauma


diatas kisaran normal tubuh diatas rentang - peningkatan
normal metabolisme
- serangan atau - aktivitas yang
konvulsi (kejang) berlebih
- kulit kemerahan - dehidrasi
- pertambahan RR
- takikardi
- Kulit teraba panas/
hangat

3) Rencana Tindakan
N Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi
o
1 Bersihan jalan Tujuan:Setelah dilakukan Mandiri
napas tidak asuhan keperawatan selama  Auskultasi suara nafas, perhatikan
efektif 2x30 menit, diharapkan bunyi nafas abnormal
berhubungan bersihan jalan napas pasien Untuk mengidentifikasi kelainan
dengan sekret efektif pernafasan berhubungan dengan
kental atau Kriteria hasil : obstruksi jalan napas
sekret darah, - pasien melaporkan sesak  Monitor usaha pernafasan,
kelemahan, berkurang pengembangan dada, dan
upaya batuk - pernafasan teratur keteraturan
buruk, edema - ekspandi dinding dada Untuk menentukan intervensi yang
trakeal/faringea simetris tepat dan mengidentifikasi derajat
l. - ronchi tidak ada kelainan pernafasan
- sputum berkurang atau  Observasi produksi sputum,
tidak ada muntahan, atau lidah jatuh ke
- frekuensi nafas normal belakang
(16-24)x/menit Merupakan indikasi dari
kerusakan jaringan otak
 Pantau tanda-tanda vital terutama
frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum
pasien
 Berikan posisi semifowler jika tidak
ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
 Ajarkan klien napas dalam dan batuk
efektif jika dalam keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam
pengeluaran secret sehingga jalan
nafas klien kembali efektif
 Berikan klien air putih hangat sesuai
kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman
pasien dan membantu pengeluaran
sekret
 Lakukan fisioterapi dada sesuai
indikasi
Fisioterapi dada terdiri dari postural
drainase, perkusi dan fibrasi yang
dapatmembantu dalam pengeluaran
sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif
 Lakukan suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran
sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif secara
mekanik
 Lakukan pemasangan selang
orofaringeal sesuai indikasi
Membantu membebaskan jalan
napas
Kolaborasi
 Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
 Berikan obat sesuai indikasi
misalnya bronkodilator, mukolitik,
antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan
napas secara kimiawi

2 Gangguan Tujuan: Setelah diberikan Mandiri


pertukaran gas askep selama 2x30menit 1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman
berhubungan diharapkan pertukaran gas pernafasan. Catat penggunaan otot
dengan kembali efektif dengan kriteria aksesori, napas bibir, ketidak
berkurangnya : mampuan berbicara / berbincang
keefektifan  Pasien melaporkan Berguna dalam evaluasi derajat
kerusakan keluhan sesak berkurang distress pernapasan atau kronisnya
membran  Pasien melaporkan tidak proses penyakit
alveolar kapiler. letih atau lemas 2. Mengobservasi warna kulit, membran
 Napas teratur mukosa dan kuku, serta mencatat

 Tanda vital stabil adanya sianosis perifer (kuku) atau

 Hasil AGD dalam batas sianosis pusat (circumoral).

normal (PCO2 : 35-45 Sianosis kuku menggambarkan

mmHg, PO2 : 95-100 mmH vasokontriksi/respon tubuh terhadap


demam. Sianosis cuping hidung,
membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut dapat mengindikasikan adanya
hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi kondisi yang
memburuk. Mencatat adanya
hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan
dalam tingkat kesadaran, serta
dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan
mengurangi komsumsi oksigen untuk
memfasilitasi resolusi infeksi.
4. Menyiapkan untuk dilakukan
tindakan keperawatan kritis jika
diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru
merupakan penyebab yang sering
menyebabkan kematian memerlukan
intervensi medis secepatnya.
Intubasi dan ventilasi mekanis
dilakukan pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
Kolaborasi
1) Memberikan terapi oksigen sesuai
kebutuhan, misalnya: nasal kanul
dan masker
Pemberian terapi oksigen untuk
menjaga PaO2 diatas 60 mmHg,
oksigen yang diberikan sesuai
dengan toleransi dengan pasien
2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau perubahan proses
penyakit dan memfasilitasi
perubahan

3 Gangguan Tujuan:Setelah diberikan Mandiri


keseimbangan tindakan keperawatan 1. Catat status nutrisi pasien: turgor
nutrisi, kurang diharapkan kebutuhan nutrisi kulit, timbang berat badan,
dari kebutuhan adekuat, dengan kriteria integritas mukosa mulut,
berhubungan hasil: kemampuan menelan, adanya
dengan mual  Menunjukkan berat bising usus, riwayat mual/rnuntah
muntah dan badan meningkat mencapai atau diare.
intake tidak tujuan dengan nilai Berguna dalam mendefinisikan
adekuat. laboratoriurn normal dan derajat masalah dan intervensi yang
bebas tanda malnutrisi. tepat
 Melakukan perubahan 2. Kaji ulang pola diet pasien yang
pola hidup untuk disukai/tidak disukai.
meningkatkan dan Membantu intervensi kebutuhan
mempertahankan berat yang spesifik, meningkatkan intake
badan yang tepat. diet pasien.
3. Monitor intake dan output secara
periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual,
muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi.
Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Dapat menentukan jenis diet dan
mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake
nutrisi.
5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi
khusus saat demam terjadi
peningkatan metabolik.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum
dan sesudah tindakan pernapasan.
Mengurangi rasa tidak enak dari
sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang
muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering
dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan
menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan
komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn
perencaaan diet dengan nutrisi
adekuat unruk kebutuhan metabolik
dan diet.
2. Awasi pemeriksaan laboratorium.
(BUN, protein serum, dan albumin).
Nilai rendah menunjukkan
malnutrisi dan perubahan program
terapi.
4 Nyeri akut Setelah diberikan tindakan Mandiri
berhubungan keperawatan rasa nyeridapat 1. Observasi karakteristik nyeri, mis
dengan berkurang atau terkontrol, tajam, konstan , ditusuk. Selidiki
inflamasi paru, dengan KH: perubahan karakter
batuk menetap  Menyatakan nyeri /lokasi/intensitas nyeri.
berkurang atauterkontrol Nyeri merupakan respon subjekstif
 Pasien tampak rileks yang dapat diukur
2. Pantau TTV
Perubahan frekuensi jantung TD
menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila
alasan untuk perubahan tanda vital
telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman mis,
pijatan punggung, perubahan
posisi, musik tenang,
relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan
dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan
dan memperbesar efek terapi
analgesik.
4. Tawarkan pembersihan mulut
dengan sering.
Pernafasan mulut dan terapi
oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa,
potensial ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam
teknik menekan dada selama
episode batuk.
Alat untuk mengontrol
ketidaknyamanan dada sementara
meningkatkan keefektifan upaya
batuk.
Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam pemberian
analgesik sesuai indikasi
Obat ini dapat digunakan untuk
menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan

5 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Mandiri


berhubungan keperawatan selama 1x24 1) Pantau TTV
dengan proses jam diharapkan hipertermi Untuk mengetahui keadaan umum
inflamasi aktif. dapat diatasi, dengan pasien
kriteria hasil : 2) Observasi suhu kulit dan catat
- Pasien melaporkan keluhan demam
panas badannya turun. Untuk mengetahui peningkatan suhu
- Kulit tidak merah. tubuh pasien
- Suhu dalam rentang 3) Berikan masukan cairan sesuai
normal : 36,5-37,70C. kebutuhan perhari, kecuali ada
- Nadi dalam batas kontraindikasi.
normal : 60-100 x/menit. Untuk menanggulangi terjadinya
- Tekanan darah dalam syok hipovolemi
batas normal : 120/110- 4) Berikan kompres air biasa/hangat
90/70 mmHg. Untuk menurunkan suhu tubuh
- RR dalam batas Kolaborasi
normal : 16-20x/menit. 1) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya
syok hipovolemi
2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang
bekerja langsung di hipotalamus

4) Evaluasi
Dx 1 : Bersihan jalan nafas pasien kembali efektif
Dx 2: pertukaran gas pasien efektif
Dx 3: Nutrisi terpenuhi/ adekuat
Dx 4 : Nyeri berkurang atau hilang
Dx 5 : Suhu tubuh pasien kembali normal
2.13. Kerangka Konsep

Penyebab : Tanda dan gejala :

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300  Bukan pneumonia yaitu batuk, serak, pilek, dan panas atau
jenis bakteri, virus dan riketsia. demam suhu lebih dari 37’C
Bakteri penyebabnya antara lain
 Pneumonia yaitu pernapasan lebij dari 50x/menit pada anak
dari genus Streptococcus,
Stafilococcus, yang berumur <1 tahun, atau > 40x/menit pada anak
Pnemococcus, Hemofilus, berumur 1 tahun atau lebih, suhu tubuh >39’C, tenggorokan
Bordetella dan Corinebakterium. berwarna merah, timbul bercak-bercak pada kulit
Virus penyebabnya antara lain menyerupai bercak campak, pernapasan berbunyi menciut-
golongan Micsovirus, Adenovirus, ciut, pernapasan berbunyi seperti mengorok dan telinga
Coronavirus, Picornavirus, sakit atau mengeluarkan nanah.
Micoplasma, Herpesvirus

ISPA

Diagnosa Keperawatan

Bersihan jalan napas Nyeri akut


inefektif

Hipertermia
Gangguan pertukaran
gas
Gangguan
keseimbangan nutrisi

Farmakologi a) Mempertahankan suhu


lingkungan dan pakaian yang
a) Pemberian paracetamol pada Penanganan sesuai
demam yang lebih dari 38’C b) Mengatasi batuk, dianjurkan
diberikan selama 2 hari pemakaian obat-obat
b) Pemberian anti mikroba, antara lain tradisional setempat yang
: prokain, penicillin, kontrimoksaso, aman dan murah seperti jeruk
ampicilin, amoxilin. nipis ½ sendik teh dicampur
c) Obat-obat penekan batuk, pencair dengan kecap manis atau
lendir dan antihismintidak nefektif madu ½ sendok tehdiberi 3
pada perdagangan (infeksi) dan kali sehari.
mahal c) Pilek , diatasi dengan
d) Uap dapat digunakan untuk membersihkan hidung dengan
melembabkan udara dan menggunakan tisue atau kain
melapangkan jalan napas penyerap yang bersih
d) Mempertahankan konsumsi
makanan atau minuman yang
EVALUASI : bergizi

Mencapai penyembuhan tepat waktu pada lesi

Anda mungkin juga menyukai