Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di


seluruh dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta
kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30
tahun terakhir, hanya terdapat sembilan penelitian RCT (Randomized
Controlled Trials) mengenai pencegahan dan tata laksana tetanus. Pada tahun
2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO. Berdasarkan data
dari WHO, data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia
adalah sekitar 700.000-1.000.000 kasus per tahun.1

Tetanus yang juga dikenal sebagai lockjaw (kejang mulut), merupakan


infeksi termediasi-eksotoksin akut yang disebabkan oleh basilus anaerobik
pembentuk spora, Clostridium tetani. Tetanus bersifat fatal pada hampir 60%
orang yang tidak terimunisasi, biasanya dalam 10 hari setelah serangan.
Komplikasinya antara lain atelektasis, pneumonia, emboli pulmoner, ulser
gastrik akut, kontraktur fleksi dan aritmia kardiak. Jika gejala berkembang
dalam waktu 3 hari setelah paparan, prognosisnya buruk. Setelah masuk ke
tubuh, Clostridium tetani menyebabkan infeksi lokal dan nekrosis jaringan.
Clostridium tetani memproduksi toksin yang menyebar menuju jaringan
sistem saraf pusat.1

1
BAB II

STATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASI
1. Nama : An. R
2. Umur : 4 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Nama Ayah : Tn. A
5. Nama Ibu : Ny. N
6. Bangsa : Indonesia
7. Agama : Islam
8. Alamat : batang hari
9. Dikirim oleh : Rujukan dari Rumah Sakit Mitra Medika Batang
Hari
10. MRS : 2 April 2017

II. ANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu (alloanamnesis)
Tanggal : 6 April 2017

A. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan Utama : kejang seluruh badan
2. Keluhan Tambahan : mulut sulit dibuka dan sulit
menelan
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
 An. R datang bersama keluarga rujukan dari rumah sakit
mitra medika batang hari dengan keluahan kejang pada
seluruh badan, sewaktu kejang mata an. R mendelik, mulut
sulit dibuka (hanya dapat membuka gigi kira-kira 1 cm), dan
tampak kaku pada leher, kejang berlangsung sekitar 15 menit
dan ibu mengatakan bahwa anak tidak sedang mengalami

2
demam ketika kejang, setelah kejang anak sadar dan tampak
gelisah. Ketika sadar an.R merasa haus tetapi sulit untuk
membuka mulut, kemudian diberikan minum tetapi minuman
yang diberikan tidak dapat ditelan.
 ± 2 minggu SMRS an R terserempet motor dan mengalami
luka pada daerah kepala, kulit kepala bagian occipitotemporal
mengalami pengelupasan kira sepanjang 10 cm, setelah
kejadian tersebut an R dibawa ke puskesmas sekitar
rumahnya dan dilakukan pembersihan dan penjahitan luka,
menurut kesaksian ibu anak tidak mendapat suntikan
antitetanus pada saat itu. ± 1 minggu setelah kejadian tersebut
anak R mengalami kejang, dan keluhan lain seperti yang
dijelaskan diatas.
 demam (-), nyeri kepala hebat (-) mual (-), muntah (-)
 Keluhan tidak disertai gangguan BAK dan BAB.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
 Riwayat kejang demam sebelumnya disangkal
 Riwayat epilepsi disangkal
 Riwayat sakit telinga/infeksi telinga/infeksi gigi disangkal
 Riwayat tergigit binatang disangkal
 Sakit kepala berat disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluarga mengalami epilepsi disangkal
 Riwayat keluarga mengalami kejang demam disangkal

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : cukup bulan
Parrtus : Spontan
Tempat : rumah
Ditolong oleh : dukun beranak
Tanggal : 6 jan 2013

3
BBL : 2800 gram
PB : 50 cm
2. Riwayat Makanan
ASI Eksklusif : tidak
Susu botol/kaleng : + sejak usia ± 2 bulan
Bubur :+
Nasi TIM/lembek : +
Nasi biasa : + sejak usia ±18 bulan
Daging :+
Ikan :+
Telur :+
Tempe :+
Tahu :+
Sayuran :+
Buah :+
3. Riwayat Imunisasi
BCG :-
Polio :-
DPT :-
Campak :-
Hepatitis :-
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

4. Riwayat Keluarga
Perkawinan : Nikah
Umur : 13 tahun
Pendidikan : SMP
Penyakit yang pernah diderita :-
Saudara :2

5. Riwayat Perkembangan Fisik

4
Gigi Pertama :-
Berbalik :-
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak : 6 bulan
Duduk : 7 bulan
Berdiri : 8 bulan
Berjalan : 9 bulan
Berbicara :-
Kesan : Perkembangan anak baik

6. Status Gizi
Usia 4 tahun bulan dengan berat badan 17,5 kg dan panjang
badan 112 cm
BB/TB : -1 SD - 0 SD normal
BB/U : 0 SD – 2 SD normal weight
PB/U : 0 SD – 2 SD normal height

7. Riwayat Penyakit yang pernah di derita


Parotitis :- Muntah berak :+
Pertusis :- Asma :-
Difteri :- Cacingan :+
Tetanus :- Patah tulang :-
Campak :- Jantung :-
Varicella :- Sendi bengkak :-
Thypoid :- Kecelakaan :+
Malaria :- Operasi :-
DBD :- Keracunan :-
Demam menahun : - Sakit kencing :-
Radang paru :- Sakit ginjal :-
TBC :- Alergi :-
Kejang :- Perut kembung :-
Lumpuh :- Otitis media :-

5
Batuk pilek :+

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : composmentis GCS : E4M6V5
Posisi : berbaring dan tampak gelisah
BB : 17,5 kg
PB : 112 cm
Gizi : baik
Edema :-
Sianosis :-
Dyspnoe :-
Ikterus :-
Anemia :-
Suhu : 37,2 ˚C
Respirasi : x/menit
Tipe pernapasan : Thorakoabdominal
Turgor : baik
Tekanan darah :-
Nadi
Frekuensi : 86x/menit Pulsus tardus :-
Isi/kualitas : Cukup, kuat angkat Pulsus celler :-
Equalitas :- Pulsus magnus :-
Regularitas : Regular Pulsus parvus :-
Pulsus defisit : - Pulsus bigeminus :-
Pulsus alternan: - Pulsus trigeminus :-
Pulsus paradox: -

KULIT
Warna : Sawo matang Vesikula :-
Hipopigmentasi :- Pustula :-

6
Hiperpigmentasi :- Sikatriks :-
Ikterus :- Edema :-
Bersisik :- Eritema :-
Makula :- Haemangioma : -
Papula :- Ptechiae :-

2. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA ALIS
Bentuk : Normocephali Kerapatan : Dbn
Rambut : Lurus Mudah rontok : -
Warna : Hitam Alopesia :-
Mudah rontok :-
Kehalusan : Halus MATA
Lingkar kepala :- Sorot mata : Biasa
Sutura : Dbn Hipertelorisme: -
Fontanella mayor : Sudah menutup Sekret :-
Fontanella minor : - Pernanahan :-
Cracked pot sign : - Endophtalmus : -
Cranio tabes :- Exophthalmus : -
Nistagmus :-
MUKA Strabismus :-
Roman muka : Dbn
Bentuk muka : Bulat KELOPAK MATA
Sembab :- Cekung :-
Simetris : Simetris Edema :-
Ptosis :-
Lagoftalmus : -
KONJUNGTIVA Kalazion :-
Pelebaran vena :- Ektropion :-
Perdarahan Subkonjungtiva : - Enteropion :-
Infeksi :- Haemangioma : -
Bitot spot :- Hordeolum :-

7
Xerosis :-
Ulkus :- TELINGA
Refleks :+ Bentuk : Simetris
Kebersihan : Cukup
SKLERA Sekret :-
Ikterus :- Tophi :-
Membran timpani : dbn
IRIS N. Tekan mastoid : -
Bentuk : Bulat N. Tarik daun telinga : -
Warna : Coklat
HIDUNG
PUPIL Bentuk : Dbn
Bentuk : Bulat Napas cuping hidung : -
Ukuran : 3 mm Saddle nose :-
Isokor : isokor Gangren :-
Refleks cahaya langsung :+ Coryza :-
Refleks cahaya tidak langsung :+ Mukosa edema :-
Epistaksis :-
Deviasi septum :-

3. ANAMNESA ORGAN
KEPALA MATA
Sakit kepala :- Rabun senja :-
Rambut rontok :- Mata merah :-
Lain-lain :- Bengkak :-

TELINGA HIDUNG
Nyeri :- Epistaksis :-
Sekret :- Kebiruan :-
Gangguan pendengaran : - Penciuman :-
Tinitus :-
TENGGOROKAN

8
GIGI MULUT sulit menelan : +
Sakit gigi :- Suara serak :-
Sariawan :-
Gangguan mengecap :- LEHER
Gusi berdarah :- Kaku kuduk :+
Sakit membuka mulut :+ Tortikolis :-
Rhagaden :- Parotitis :-
Lidah kotor :-
ABDOMEN
JANTUNG DAN PARU HEPAR
Nyeri dada :- Tinja seperti dempul : -
Sifat :- Sakit kuning :-
Penjalaran :- Kencing warna tua :-
Sesak napas :- Kuning di sklera dan kulit : -
Batuk pilek :- Perut kembung :-
Sputum :- Mual/muntah :-
Batuk darah :-
Sembab :- LAMBUNG DAN USUS
Kebiruan :- Menyusu :-
Keringat malam hari :- Perut kembung :-
Sesak waktu malam :- Mual/muntah :-
Berdebar :- Muntah darah :-
Sakit saat bernapas :- Mencret :-
Nafas bunyi/mengi :- Konsistensi : -
Sakit kepala sebelah :- Frekuensi :-
Dingin ujung jari :- Jumlah :-
Penglihatan berkurang : - Tinja berlendir :-
Bengkak sendi :- Tinja berdarah :-
Dubur berdarah :-
GINJAL DAN UROGENITAL Sukar BAB :-
Sakit kuning :- Sakit perut :-
Warna keruh :- Lokasi :-

9
Frekuensi miksi : normal Sifat :-
Jumlah : sulit dinilai
Sembab kelopak mata :- ENDOKRIN
Edema tungkai :- Sering minum : -
Sering kencing: -
MULUT Sering makan : -
BIBIR Keringat dingin: -
Bentuk : Dbn Tanda pubertas prekoks : -
Warna : Merah muda
Ukuran : Dbn GIGI
Ulkus :- Kebersihan : Cukup
Rhagaden :- Karies :-
Sikatriks :- Hutchinson :-
Cheitosis :-
Sianosis :- LIDAH
Labioschiziz :- Bentuk : Dbn
Bengkak :- Gerakan : Dbn
Vesikel :- Tremor :-
Oral thrush :- Warna : Merah muda
Trismus :- Selaput :-
Bercak koplik :- Hiperemis :-
Palatoschiziz :- Atrofi papil :-
Makroglosia : -
Mikroglosia :-

LEHER FARING-TONSIL
INSPEKSI Warna : merah muda
Struma :- Edema :-
Bendungan vena : - Selaput :-
Pulsasi :- Pembesaran tonsil : -
Limphadenopati : - Ukuran :-
Tortikolis :- Simetris : Simetris

10
Bull neck :-
Parotitis :-

PALPASI
Kaku kuduk :+
Pergerakan :-
Struma :-

THORAX DEPAN DAN PARU


INSPEKSI STATIS PALPASI
Bentuk : Statis Nyeri tekan :-
Simetris :- Fraktur iga :-
Vousure cardiac : - Tumor :-
Clavicula : Dbn Krepitasi :-
Sternum : Dbn Stem fremitus : Tidak dapat
Bendungan vena : - dinilai
Sela iga : Tidak melebar PERKUSI
Bunyi ketuk : Sonor
INSPEKSI DINAMIS Nyeri ketuk :-
Gerakan : Dinamis Batas paru-hati:ICS V LMCD
Bentuk : Thorakoabdominal Peranjakan : Dbn
Retraksi :-
Supraklavikula : - AUSKULTASI
Interkostal :- B. nafas pokok: Vesikuler
Subkostal :- B. nafas tambahan: Rh -/-
Epigastrium :-

JANTUNG
INSPEKSI AUSKULTASI
Vousure cardiac : - Bunyi jantung I : Reguler
Ictus cordis :- Bunyi jantung II : Reguler
Pulsasi jantung :-

11
BISING JANTUNG
PALPASI Fase bising :-
Ictus cordis : Dbn Bentuk bising :-
Thrill :- Derajat bising :-
Defek pulmonal : Dbn Lokasi/punctum max : -
Aktivitas jantung ka : Dbn Penjalaran bising :-
Aktivitas jantung ki : Dbn Kualitas bising :-
Pericardial fristion rub: -
PERKUSI
Batas kiri : ICS IV linea midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas bawah : ICS V linea midclavicula sinistra

THORAX BELAKANG
INSPEKSI STATIS PERKUSI
Bentuk : Statis Bunyi ketuk : Sonor
Processus spinosus : Dbn Nyeri ketuk :-
Scapula : Dbn Batas paru-hati :-
Kifosis :- Peranjakan :-
Lordosis :-
Gibus :- AUSKULTASI
B. nafas pokok : Vesikuler
PALPASI B. nafas tambahan : Rh -/-
Nyeri tekan :-
Fraktur iga :-
Tumor :-
Stem fremitus : Normal

ABDOMEN
INSPEKSI LIEN
Bentuk : Datar, supel Pembesaran :-

12
Umbilikus : Dbn Permukaan : Dbn
Ptechie :- Nyeri tekan :-
Spider nevi :-
Bendungan vena : - GINJAL
Gambaran peristaltik usus : - Pembesaran :-
Permukaan :-
PALPASI Nyeri tekan :-
Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :- LIPAT PAHA & GENITAL
Defens muskular : - Kulit : Dbn
Nyeri ketuk :- Kel. getah bening : -
Edema :-
AUSKULTASI Sikatriks :-
Bising usus : + normal Desensus testikulorum : -
Ascites :- Genitalia : Dbn
Anus : Dbn
HEPAR
Pembesaran :-
Konsistensi : Tidak teraba
Permukaan : Tidak teraba
Tepi : Tidak teraba
Nyeri tekan :-

SYARAF DAN OTOT


Hilang rasa :- EKSTREMITAS INFERIOR
Kesemutan :- INSPEKSI
Otot lemas :- Bentuk : Dbn
Otot pegal :- Deformitas :-
Lumpuh :- Edema :-
Badan kaku :- Trofi :-
Tidak sadar :- Pergerakan :-
Mulut mencucu : - Tremor :-

13
Trismus : + (3 cm) Chorea :-
Kejang :+ Lain-lain :-
Lama : 15 menit
Interval : 15 menit EKSTREMITAS SUPERIOR
Frekuensi : 3x INSPEKSI
Jenis kejang : umum Bentuk : Normal
Post iktal : Os sadar Deformitas :-
Panas :- Edema :-
Riwayat kejang keluarga : - Trofi :-
Pergerakan :-
ALAT KELAMIN Tremor :-
Hernia :- Chorea :-
Bengkak : - Lain-lain :-

Tonus : Normotonus
Kekuatan : Sulit dinilai
Refleks fisiologis :
Tendon Bisep : +/+
Tendon Trisep : +/+
Tendon Patella : +/+
Tendon Achilles : +/+

Refleks patologis :
Refleks Babinski : -/-
Refleks Chaddock : -/-
Refleks Oppenheim : -/-
Refleks Gordon : -/-
Pemeriksaan Rangsang Meningeal :
Kaku kuduk :+
Brudzinski I :-
Brudzinski II : -
Lasegue sign : -

14
Kernig sign :-

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. DR tanggal 03 April 2017


WBC : 12,4 x 109/L
RBC : 3.97 x 1012/l
HGB : 9.5 g/dl
HCT : 27.2 %
PLT : 684 x 109 /L
PCT : 0.58 %
MCV : 68,6 fL
MCH : 23,9 pg
MCHC : 34,9 g/dL

2. Elektrolit tanggal 03 April 2017


Natrium : 138,42 mmol/L
Kalium : 3.69 mmol/L
Klorida : 113,70 mmol/L
Kalsium : 1,40 mmol/L

15
V. DIAGNOSIS KERJA
Tetanus cephalik derajat III

VI. TERAPI
 Terapi oksigenasi
O2 Nasal kanul 1-2 L/menit
 Terapi cairan
Menurut aturan holiday segar anak dengan BB 17,5 membutuhkan
cairan sebanyak 1000 + 50 ml/kgBB/hari. Jadi pada nak ini
dibutuhkan cairan 1000 + 50 x 7,5 = 1375 ml/ 24 jam. Apabila
dilakukan penghitungan sekitar 14 tetes makro /menit. Cairan yang
dipilih adalah D5 ¼ NS
 Terapi etiologi
Antibioti penisilin prokain dengan dosis 50.000 u/kgBB/hari im
selama 10 hari.
Jadi untuk anak ini diberikan dosis = 17,5 x 50.000 = 875.000 u
tiap kali pemberian
ATS 10.000 IV dalam NaCl 100 cc

VII. PROGNOSA
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

16
FOLLOW UP

Tanggal 7 April 2017

S : demam (-), kejang (-),

O : KU : Tampak sakit sedang GCS: 15 E4M6V5

Kesadaran : CM

Nadi : 90x/menit T : 37.0˚C

SPO2 : 98% RR : 20x/menit

trismus (+) ; sukar menelan (+)

A : Tetanus cephalik derajat III

P : O2 Nasal kanul 1-2 L/menit

D5 ¼ NS 14 tetes makro/menit

Penisilin prokain 875.000 u

ATS 10.000 IV dalam NaCl 100 cc

Tanggal 8 April 2017

S : kejang (-), batuk (+)

O : KU : Tampak sakit sedang GCS 15: E4M6V5

Kesadaran : CM

Nadi : 102x/menit T : 37.2 C

SPO2 : 97% RR : 38x/menit

trismus (+) 2,5 cm

A : tetanus derajat III

17
P : O2 Nasal kanul 1-2 L/menit

D5 ¼ NS 14 tetes makro/menit

Penisilin prokain 875.000 u

ATS 10.000 IV dalam NaCl 100 cc

Tanggal 9 April 2017

kejang (-), batuk (+)

O : KU : Tampak sakit sedang GCS 15: E4M6V5

Kesadaran : CM

Nadi : 87x/menit T : 37.5 C

SPO2 : 99% RR : 42 x/menit

trismus (+) 2,5 cm

A : Tetanus cephalik derajat III

P : O2 Nasal kanul 1-2 L/menit

D5 ¼ NS 14 tetes makro/menit

Penisilin prokain 875.000 u

ATS 10.000 IV dalam NaCl 100 cc

18
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani, yang ditandai oleh kejang otot secara paroksismal dan diikuti
kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot maseter
dan otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk, berspora,
golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang
otot dan saraf tepi lokal. Toksin ini dapat menghancurkan eritrosit, merusak
leukosit, dan merupakan tetanospasmin yang menyebabkan ketegangan dan
spasme otot.2

2.2 Epidemiologi

Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat, tetanus sudah sangat
jarang dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan baik di
samping sanitasi lingkungan yang bersih, akan tetapi di negara sedang
berkembang termasuk Indonesia penyakit ini masih banyak dijumpai, hal ini
disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi
kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Di Amerika Serikat pada tahun
1915 dilaporkan bahwa kasus tetanus yang terbanyak pada umur 1:5 tahun, sesuai
dengan yang dilaporkan di Manado (1987) dan surabaya (1987) ternyata insiden
tertinggi pada anak di atas umur 5 tahun. 3

Perkiraan angka kejadian umur rata–rata pertahun sangat meningkat sesuai


kelompok umur, peningkatan 7 kali lipat pada kelompok umur 5–19 tahun dan
20–29 tahun, sedangkan peningkatan 9 kali lipat pada kelompok umur 30–39

19
tahun dan umur lebih 60 tahun. Beberapa peneliti melaporkan bahwa angka
kejadian lebih banyak dijumpa pada anak laki–laki; dengan perbandingan 3:1. 3

2.3 Etiologi

Kuman tetanus yang dikenal sebagai Clostridium Tetani; berbentuk batang


yang langsing dengan ukuran panjang 2–5 um dan lebar 0,3–0,5 um, termasuk
gram positif dan bersifat anaerob. Clostridium Tetani dapat dibedakan dari tipe
lain berdasarkan flagella antigen. 2

Kuman tetanus ini membentuk spora yang berbentuk lonjong dengan


ujung yang butat, khas seperti batang korek api (drum stick) Sifat spora ini tahan
dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik tetapi mati dalam autoclaf bila
dipanaskan selama 15–20 menit pada suhu 121°C. Bila tidak kena cahaya, maka
spora dapat hidup di tanah berbulan–bulan bahkan sampai tahunan. Juga dapat
merupakanflora usus normal dari kuda, sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus,
ayam dan manusia. Spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif dalam anaerob
dan kemudian berkembang biak. 2

Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas dan beberapa antiseptik


Kuman tetanus tumbuh subur pads suhu 17°C dalam media kaldu daging dan
media agar darah. Demikian pula dalam media bebas gula karena kuman tetanus
tidak dapat mengfermentasikan glukosa. 2

Kuman tetanus tidak invasif. tetapi kuman ini memproduksi 2 macam


eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis merupakan protein
dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air labil pada panas dan
cahaya, rusak dengan enzim proteolitik. tetapi stabil dalam bentuk murni dan
kering. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui
beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala
berupa kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang–kejang.
Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel–sel darah merah.2

20
2.4 Patofisiologi3

Chlostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka


yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya
spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk (oleh besi:
kaleng), luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis,
abortus, tali pusat, kadang–kadang luka tersebut hampir tak terlihat.
Pandi dkk (1965) melaporkan bahwa 70% pada telinga sebagai port
d’entree, sedangkan beberapa peneliti melaporkan bahwa porte d'entree melalui
telinga hanya 6,5%.

Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi


hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, lekosit yang mati,
benda–benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian
berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka
dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin sangat
mudah mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf melalui dua cara.
1. Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujung–ujung
saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik kecornu anterior susunan
saraf pusat dan susunan saraf perifer.

2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk


seterusnya susunan saraf pusat.

Aktivitas tetanospamin pada motor end plate akan menghambat pelepasan


asetilkolin, tetapi tidak menghambat alfa dan gamma motor neuron sehingga
tonus otot meningkat dan terjadi kontraksi otot berupa spasme otot. Tetanospamin
juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga terjadi
overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang
berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urine.
Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat
dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus

21
2.5 Manifestasi Klinis3

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat
hanya 1–2 hari dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa
inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi
Clostridium Tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan
permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin
panjang.
Secara klinis tetanus ada 3 macam :

1. Tetanus umum

2. Tetanus lokal

3. Tetanus cephalic.

Tetanus umum:

Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai.


Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka
bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus
dekubitus dan suntikan hipodermis.

Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik


bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama
pada rahang (trismus) dan leher (kuduk kaku). Lima puluh persen penderita
tetanus umum akan menuunjukkan trismus.

Dalam 24–48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke


ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut sukar
dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'. Selain kekakuan otot
masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai
muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat
kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan
fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai

22
opisthotonus.
Selain kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik
secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan
bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan mengepal
kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.

Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan
yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang.
Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan
menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine sering terjadi karena spasme
sphincter kandung kemih.

Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai


panas yang tinggi sehingga harus hati–hati terhadap komplikasi atau toksin
menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.

Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi,
hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan ariunia
jantung.
Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:

1) Tetanus ringan: trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum
walaupun dirangsang.

2) Tetanus sedang: trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila
dirangsang.

3) Tetanus berat: trismus kurang dari 1 cm dan disertai kejang umum yang
spontan.

Terdapat beberapa sistem yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan dari
penyakit ini. Sistem yang paling sering digunakan adalah yang dilaporkan oleh
Ablett seperti berikut ini:

Tingkat Gejala
I Ringan : trismus* ringan – sedang ; gangguan pernapasan (-) ;

23
kejang (-) ; sulit menelan yang ringan atau tidak ada.
Sedang : trismus sedang ; kekakuan yang cukup bermakna ;
kejang ringan – sedang namun pendek ; gangguan pernapasan
II
sedang dengan peningkatan laju napas lebih dari 30 kali per
menit ; sulit menelan ringan.
Berat : trismus berat ; kejang seluruh tubuh ; peningkatan laju
napas lebih dari 40 kali per menit ; terdapat kejadian henti
III
napas ; sulit menelan yang berat ; denyut nadi lebih dari 120
kali per menit.
Sangat Berat : tingkat III dan adanya gangguan sistem otonom
yang berat yang mempengaruhi sistem kardiovaskuler (jantung
IV dan pembuluh darah). Hipertensi berat dan denyut nadi yang
cepat bergantian dengan tekanan darah rendah dan denyut nadi
lambat yang menetap.

Tetanus lokal

Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena


gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot–otot
pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan
dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk ini dapat berkembang
menjadi tetanus umum.

Bentuk cephalic

Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka
mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media kronis dan
jarang akibat tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain: n. III,
IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri–sendiri maupun kombinasi dan
menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan–bulan.

Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada


umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek.

2.6 Diagnosis3

Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :

- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi

24
- Gejala klinis; dan

- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.

Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pada


pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nilai–nilai yang spesifik; lekosit dapat
normal atau dapat meningkat.

Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau


jaringan nekrotis kemudian dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging.
Tetapi pemeriksaan mikrobiologi hanya pada 30% kasus ditemukan Clostridium
Tetani. Pemeriksaan cairan serebrospinalis dalam batas normal, walaupun
kadang–kadang didapatkan tekanan meningkat akibat kontraksi otot.
Pemeriksaan elektroensefalogram adalah normal dan pada pemeriksaan
elektromiografi hasilnya tidak spesifik.

2.7 Diagnosis Banding3

1) Meningitis bakterial

Pada penyakit ini trismus tidak ada dan kesadaran penderita biasanya menurun.
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, di mana adanya kelainan
cairan serebrospinalis yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan
glukosa menurun.

2) Poliomielitis

Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus.


Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukkan lekositosis. Virus polio
diisolasi dari tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibodi meningkat.
3) Rabies

Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang
ditemukan, kejang bersifat klonik.

4) Keracunan strichnine

25
Pada keadaan ini trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum.
5) Tetani

Timbul karena hipokalsemia dan hipofasfatemia di mana kadar kalsium


dan fosfat dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot adalah
karpopedal spasme dan biasanya diikuti laringospasme, jarang dijumpai
trismus.
6) Retropharingeal abses

Trismus selalu ada pada penyakit ini, tetapi kejang umum tidak ada.
7) Tonsilitis berat

Penderita disertai panas tinggi, kejang tidak ada tetapi trismus ada.

2.8 Penatalaksanaan3

1) Pengobatan Umum:

- Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan


harus tenang.

- Perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H202.

- Bila perlu diberikan oksigen dan kadang–kadang diperlukan tindakan


trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan napas.

- Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva
maka dibersihkan dengan pengisap lendir.

- Makanan dan minuman melalui sonde lambung. Bahan makanan yang

mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori.


2) Pengobatan Khusus:

a) Anti Tetanus toksin

Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:

- Toksin bebas dalam darah;

26
- Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.

Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam
darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat
dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian antitoksin harus dilakukan:
- Anamnesa apakah ada riwayat alergi;

- Tes kulit dan mata; dan

- Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000.

Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat
heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.

Tes mata

Pada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin


tetanus 1:10 dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang lain hanya ditetesi
garam faali. Positif bila dalam 20 menit, tampak kemerahan dan bengkak pada
konjungtiva.

Tes kulit

Suntikan 0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali secara
intrakutan. Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan terjadi
kemerahan dan indurasi lebih dari 10 mm.

Bila tes mata dan kulit keduanya positif, maka antitoksin diberikan secara
bertahap (Besredka).

Dosis
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Behrman (1987) dan
Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000–100.000 u yang diberikan setengah
lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat intravena
diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100–200 cc glukosa 5% dan
diberikan selama 1–2 jam. Di FKUI, ATS diberikan dengan dosis 20.000 u selama

27
2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis 10.000 i.m, sekali pemberian.
b) Antikonvulsan dan sedatif

Obat–obat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi kepekaan


jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam penanganan tetanus
ialah obat yang dapat mengontrol kejang dan menurunkan spastisitas tanpa
mengganggu pernapasan, gerakan–gerakan volunter atau kesadaran.

Obat–obat yang lazim digunakan ialah:

- Diazepam

Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5
mg/kg.bb/kali i.v. perlahan–lahan dengan dosis optimum 10 mg/kali diulangi
setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral–(sonde
lambung) dengan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali sehari diberikan 6 kali.

- Fenobarbital

Dosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 75 mg intramuskuler.


Dilanjutkan dengan dosis oral 5–9 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 3 dosis.
- Largactil

Dosis yang dianjurkan 4 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 6 dosis.

c) Antibiotik.

- Penisilin Prokain

Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani. Dosis:


50.000 u/kg.bb/hari i.m selama 10 hari atau 3 hari setelah panas turun. Dosis
optimal 600.000 u/hari.

- Tetrasiklin dan Eritromisin

Diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin.

Tetrasiklin : 30–50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis.

Eritromisin : 50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.

28
d) Oksigen: Bila terjadi asfiksia dan sianosis.

e) Trakeostomi

Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi:

- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi

- Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan

- Obstruksi larings; dan

- Koma.

f) Hiperbarik

Diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosfer.

2.9 Komplikasi

1) Pada saluran pernapasan

Oleh karena spasme otot–otot pernapasan dan spasme otot laring dan
seringnya kejang menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi sekresi
saliva serta sukarnya menelan air liur dan makanan atau minuman
sehingga sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis akibat obstruksi oleh
sekret. Pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat
dilakukannya trakeostomi.

2) Pada kardiovaskuler

Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa


takikardia, hiperrtensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.

3) Pada tulang dan otot

Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan


dalam otot. Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat kejang
yang terus–menerus terutama pada anak dan orang dewasa. Beberapa peneliti
melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.

29
4) Komplikasi yang lain:

- Laserasi lidah akibat kejang;

- Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja

- Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas
dan mengganggu pusat pengatur suhu.

Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi yaitu:


Bronkopneumonia, cardiac arrest, septikemia dan pneumotoraks.

2.10 Pencegahan4
1) Perawatan luka

Terutama pada luka tusuk, kotor atau luka yang tercemar dengan spora tetanus.
2) hnunisasi pasif

Diberikan antitoksin, pemberian antitoksin ada 2 bentuk, yaitu:

- ATS dari serum kuda;

- Tetanus Immunoglobulin Human (TIGH).

Dosis yang dianjurkan belum ada keseragaman pendapat

- 1500–3000 u i.m

- 3000–5000 u i.m.

Pemberian ini sebaiknya didahului dengan tes kulit dan mata.

Dosis TIHG: 250–500 u i.m

Kapan kita memberikan ATS/TIGH atau Toksoid Tetanus maupun


antibiotik Hal ini tergantung dari kekebalan seseorang apakah orang
tersebut sudah pernah mendapat imunisasi dasar dan boosternya, berapa
lama antara pemberian toksoid dengan terjadinya luka.

3) Imunisasi aktif

30
Di Indonesia dengan adanya program Pengembangan Imunisasi (PPI)
selain menurunkan angka kesakitan juga mengurangi angka kematian tetanus.
Imunisasi tetanus biasanya dapat diberikan dalam bentuk DPT; DT dan TT.
- DPT : diberikan untuk imunisasi dasar

- DT: diberikan untuk booster pada usia 5 tahun; diberikan pada anak dengan
riwayat demam dan kejang

- TT: diberikan pada: – ibu hamil

– anak usia 13 tahun keatas.

Sesuai dengan Program Pengembangan Imunisasi, imunisasi dilakukan


pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Sedangkan booster dilakukan pada usia 1,5–2 tahun
dan usia 5 tahun. Dosis yang diberikan adalah 0,5 cc tiap kali pemberian secara
intramuskuler

2.11 Prognosis

Dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1) Masa inkubasi

Makin panjang masa inkubasi biasanya penyakit makin ringan, sebaliknya


makin pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi
kurang dari 7 hari maka tergolong berat.

2) Umur

Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya


makin jelek.

3) Period of onset

Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya


trismus sampai terjadi kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosa jelek.
4) Panas

31
Pada tetanus febris tidak selalu ada. Adanya hiperpireksia maka prognosanya
jelek.

5) Pengobatan

Pengobatan yang terlambat prognosa jelek.

6) Ada tidaknya komplikasi

7) Frekuensi kejang

Semakin sering kejang semakin jelek prognosanya.

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilaporkan anak lali-laki berusia 4 tahun, dengan berat badan
17,5 kg dan tinggi badan 112 cm, datang ke UGD RSUD Raden Mattaher rujukan
dari rumah sakit Mitra Medika Batang Hari. Dari anamnesis didapatkan keluhan
utama kejang pada seluruh badan SMRS, dengan keluhan tambahan mulut sulit
dibuka dan sulit menelan , pada waktu kejang mata mendelik,mulut sulit dibuka,
dan tampak kaku pada leher, kejang berlangsung sekitar 15 menit dan ibu
mengatakan bahwa anak tidak sedang mengalami demam ketika kejang, setelah
kejang anak sadar dan tampak gelisah, selain itu anak juga sulit menelan.

Dari pemeriksaan fisik terhadap an.R ditemukan kaku kuduk (+), trismus
(+) dan sulit menelan.

Dari anamnesis terhadap riwayat penyakit terhadulu an.R tidak pernah


menderita kejang demam, dan dari riwayat penyakit keluarga keluhan epilepsi
disangkal, dan kejang demam juga disangkal.

Dari gejala dan tanda klinis yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik pada anak R dapat disimpulkan bahwa an. R menderita Infeksi Closteridium
Tetani yang menyebabkan penyakit tetanus, untuk derajatnya nya dapat
dikateogikan kedalam derajat III karena telah gejala awal yang terjadi pada an. R
diperoleh sebagai berikut : trismus berat ; kejang seluruh tubuh ; peningkatan laju
napas lebih dari 40 kali per menit ; sulit menelan yang berat .

33
BAB V

KESIMPULAN

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani, yang ditandai oleh kejang otot secara paroksismal dan diikuti
kekakuan seluruh badan

Cara masuknya spora Clostridium tetani melalui luka yang terkontaminasi


antara lain luka tusuk (oleh besi: kaleng), luka bakar, luka lecet, otitis media,
infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka
tersebut hampir tak terlihat. Dalam keadaan anaerob disertai terdapatnya jaringan
nekrotis, lekosit yang mati,benda–benda asing maka spora berubah menjadi
vegetatif yang kemudian berkembang.Bila dinding sel kuman lisis maka
dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin sangat
mudah mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf melalui dua cara.

1. Secara lokal: diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujung–ujung


saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik kecornu anterior susunan
saraf pusat dan susunan saraf perifer.

2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk


seterusnya susunan saraf pusat.

Dari manifestasi klinis yang ditimbulkan tetanus dapat dibagi dalam tiga
bentuk diantaranya : Tetanus umum, Tetanus lokal, Tetanus cephalic.

Prinsip pengobatan dari tetanus :

1) Pengobatan Umum

2) Pengobatan Khusus: (Anti Tetanus toksin, Antikonvulsan dan sedatif,


Antibiotik,Oksigen: Bila terjadi asfiksia dan sianosis,Trakeostomi)

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Pendahuluan makalah tetanus diakses dari [http: //eprints .ums.


ac.id/22239/2/4.a_BAB_I.pdf] pada 17 april 2017.
2. Ismael Chairul ; Pencegahan dan Pengelolaan Tetanus dalam bidang bedah
: UNPAD, 2000
3. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,
Jakarta :EGC
4. Hendarwanto. llmu Penyakit Dalam, jilid III, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta: 2009,

35

Anda mungkin juga menyukai