Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Gambar 2.1 :
Struma

Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang

disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang

menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga

menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat,

gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata

membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).

(Black and Hawks, 2014)

Struma disebut juga goiter adalah suatu

pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar

tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi


12
13

atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Berdasarkan

patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma (De Jong

& Syamsuhidayat, 2012)

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar

tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai

tanda-tanda hypertiroidisme. (Black and Hawks, 2013)

Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang

disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu

banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan

hyperplasi dari parenkhym kelenjar. (Black and Hawks, 2013)

Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang

disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu

yang lama. (Black and Hawks, 2013)

2. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid

a. Anatomi

Gambar 2.2 :
Anatomi Tiroid
14

Kelenjar Tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4 -

4cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid

berasal dari lekukan faring antara kantong brankial (branchial

pouch) pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul

divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh kearah bawah

mengalami migrasi ke bawah yang akhirnya melepaskan diri

dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglosus,

yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada

umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi

pada beberapa keadaan masih menetap. (Djokomoeljanto R,

2014)

Kelenjar tiroid merupakan organ kecil pada anterior leher

bagian bawah, di antara muskulus sternokleidomastoideus,

yang terdiri dari dua buah lobus lateral yang dihubungkan oleh

sebuah istmus (Price & Wilson, 2006). Kelenjar tiroid dewasa

berwarna coklat dan tegas dalam konsistensi. Kelenjar tiroid

terletak di leher, dibawah kartilago krikoid dan berbentuk seperti

huruf H (Black & Hawks, 2013).

Menurut Newton, Hickey, &Marrs, (2014), kelenjar tiroid

terletak di pangkal leher di kedua sisi bagian bawah laring dan

bagian atas trakea. Panjang kelenjar tiroid kurang lebih 5 cm

dengan lebar 3 cm dan berat sekitar 30 gram. Berat kelenjar

tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium.


15

Kelenjar tiroid yang dimiliki wanita lebih besar dibanding laki-

laki.

Kegiatan metabolik pada kelenjar tiroid cukup tinggi,

ditandai dengan aliran darah yang menuju kelenjar tiroid sekitar

5 kali lebih besar dari aliran darah ke dalam hati.(Skandalakis,

2014).

Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik.

Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik,

sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular

yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior,

lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5

ml/gram kelenjar/menit; dalam keadaan hipertiroidisme aliran ini

akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising

aliran darah. (Djokomoeljanto R, 2014)

Suplai darah: Arteri tiroid superior timbul dari

ipsilateral arteri karotis eksternal dan dibagi menjadi anterior

dan posterior cabang di apeks lobus tiroid. Arteri tiroid inferior

lanjutan dari trunkus tiroservikalis yang berasal dari arteri

subklavia. Tepat pada kutub kaudal kelenjar tiroid, arteri akan

bercabang dua yaitu ramus anterior dan ramus posterior yang

beranastomosa dengan cabang arteri tiroidea superior. Arteri

tiroidea ima, arteri ini berjalan ke arah isthmus, merupakan

percabangan dari arkus aorta atau a. Breakiosefalika dan


16

memberi darah 1-2%. Drainase vena dari kelenjar tiroid berawal

dari pleksus venosus yang kemudian bergabung menjadi tiga

percabangan yaitu vena tiroidea superior yang menuju ke vena

jugularis interna atau vena fasialis, vena tiroidea media ke vena

jugularis interna, vena tiroidea inferior ke vena brakiosefalika.

(Djokomoeljanto R, 2014)

Gambar 2.3 :
Suplai Darah Tiroid

Pembuluh Limfe : Tiroid mempunyai jaringan saluran

getah benih yang menuju KGB di daerah laring diatas isthmus

(Delphian node), KGB paratrakeal dekat n. Rekuren, KGB

bagian depan trakea. Dari kelenjar tersebut bergabung alirannya

di teruskan ke KGB rantai jugular.


17

Gambar 2.4 :
Pembuluh Limfe

Persarafan : Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus

Rekurens. Saraf ini terletak di dorsaltiroid sebelum masuk ke

laring.

b. Fisiologi

Sel utama yang mengeluarkan hormon tiroid tersusun

membentuk folikel-folikel berisi koloid. Sel-sel sekretorik utama

tiroid, yang dikenal sebagai sel folikel, tersusun membentuk

bola-bola berongga yang masing-masing membentuk unit

fungsional yang dinamai folikel. Pada potongan mikroskopis

folikel tampak sebagai cincin sel-sel fplikel mengelilingi suatu

lumen dibagian dalam yang terisi oleh koloid.

Bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan

ekstrasel untuk hormon tiroid. Konstituen utama koloid adalah

suatu molekul protein besar yang dikenal sebagai triglobulin


18

(Tg), yang berikatan dengan hormon hormon tiroid dalam

berbagai stadium sintesis.

Sel folikel menghasilkan dua hormon yang mengandung

iodium yang berasal dari asam amino tirosin: tetraiodotironin (T4

atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Awalan tetra dan tri serta

huruf bawah 4 dan 3 menunjukkan jumlah atom iodium yang

terdapat di masing-masing hormon ini. Kedua hormon, yang

secara kolektif disebut hormon tiroid, adalah regulator penting

laju metabolik basal (BMR) keseluruhan.

Hormon tiroid disintesis dan disimpann di molekul

triglobulin. Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah

tirosin dan iodium, dimana keduanya harus diserap dari darah

oleh sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, dibentuk dalam

jumlah memadai oleh tubuh sehingga bukan suatu zat esensial

dalam makanan. Sebaliknya, iodium yang dibutuhkan untuk

sintesis hormon tiroid harus diperoleh dari makanan.

Pembentukan, penyimpanan, dan sekresi hormon tiroid

melibatkan langkah-langkah berikut :

1) Semua tahap pembentukan hormon tiroid berlangsung di

molekul triglobulin di dalam koloid. Triglobulin itu sendiri di

produksi oleh kompleks golgi/ retikulum endoplasma sel

folikel tiroid. Asam amino tirosin masuk ke dalam molekul

triglobulin yang jauh lebih besar sewaktu yang terakhir ini


19

sedang di produksi. Setelah terbentuk, triglobulin yang sudah

mengandung tirosin diekspor dari sel folikel ke dalam koloid

melalui proses eksositosis.

2) Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya

ke dalam koloid melalui pompa iodium-protein – protein

pengangkut yang kuat dan memerlukan energi di membran

di luar sel folikel, hampir semua iodium di tubuh dipindahkan

melawan gradien konsentrasi untuk disimpan di tiroid untuk

membentuk hormon tiroid, iodium tidak memiliki fungsi lain di

tubuh.

3) Di dalam koloid, iodium cepat di letakan ke tirosin di dalam

molekul tiroglobulin. Perlekatkan satu iodium ke dalam

molekul tiroglobulin. Perlekatan satu iodium ke tirosin

menghasilkan monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua iodium

ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT).

4) Kemudian, terjadi proses penggabungan antara molekul-

molekul tirosin yang telah beriodium untuk membentuk

hormon tiroid. Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium)

dan satu DIT (dengan dua iodium) menghasilkan

triiodotironin atau T3 (dengan tiga iodium). Penggabungan

dua DIT (masing-masing mengandung dua atom iodium)

menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk


20

hormon tiroid dengan empat iodium. Antara dua molekul MIT

tidak terjadi penggabungan.

Semua produk ini tetap melekat ke tiroglobulin. Hormon

tiroid tetap tersimpan dalam bentuk ini di koloid sampai terurai

dan sekresikan. Jumlah hormon tiroid yang tersimpan

normalnya dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beberapa

bulan.

Untuk mensekresikan hormon tiroid, sel folikel

memfagosit koloid penuh tiroglobulin. Pelepasan hormon tiroid

ke dalam sirkulasi sistemik adalah suatu proses yang agak rumit

karena dua alas an, yaittu :

1) Pertama, sebelum pembebasannya, T3 dan T4 masih terikat

di dalam molekul tiroglobulin.

2) Kedua, kedua hormon tersimpan di tempat ekstrasel, lumen

folikel, sehingga harus diangkut menembus sel folikel untuk

mencapai kapiler yang berjalan di ruang interstisium di

antara folikel-folikel.

Pada proses sekresi hormon tiroid, sel folikel “menggigit

putus” sepotong koloid, menguraikan molekul tiroglobulin

menjadi bagian-bagiannya, dan “meludahkan” T3 dan T4 yang

telah dibebaskan ke dalam darah. Pada stimulasi yang sesuai

untuk sekresi hormon tiroid, sel-sel folikel menginternalisasi

sebagian kompleks tiroglobulin-hormon dengan memfagosit


21

sepotong koloid. Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus

membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya

memisahkan hormon-hormon tiroid, yang aktif secara biologis,

T3 dan T4, serta iodotirosin yang inaktif, MIT dan DIT. Hormon

tiroid, karena sangat lipofilik, mudah melewati membran luar sel

folikel dan masuk ke dalam darah.

MIT dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. sel-sel folikel

mengandung suatu enzim yang secara cepat mengeluarkan

iodium dari MIT dan DIT sehingga iodium yang telah bebas ini

dapat di daur ulang untuk membentuk lebih banyak hormon.

Enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium

hanya dari MIT dan DIT, bukan dari T3 atau T4. Setelah

dikeluarkan ke dalam darah, molekul-molekul hormon tiroid

yang sangat lipofilik (dan karenanya tak larut air) berikatan

dengan beberapa protein plasma. Sebagian besar T3 dan T4

diangkut oleh thyroxine-binding globulin (TBG, globulin pengikat

tiroksin) suatu protein plasma yang secara selektif berikatan

hanya dengan hormon tiroid. (Sherwood, 2014)

Gambar 2.4 :
Proses Sekresi Hormon Tiroid
22

Penjelasan dari gambar diatas :

1) Tg yang mengandung tirosin di dalam sel folikel tiroid

diangkut ke dalam koloid melalui proses eksositosi

2) Iodium secara aktif dipindahkan dari dari darah ke

dalam koloid oleh sel folikel

3) A) Perlekatan satu iodium ke tirosin di dalam molekul

Tg menghasilkan MIT

4) B) Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan DIT

5) A) Penggabungan satu MIT dan satu DIT

menghasilkan T3

6) B) Penggabungan dua DIT menghasilkan T4

7) Pada perangsangan yang sesuai, sel folikel tiroid

menelan sebagian dari koloid yang mengandung Tg

melalui proses fagositosis

8) Lisosom menyerang vesikel yang ditelan tersebut dan

memisahkan produk-produk beriodium dari Tg.

9) A) T3 da T4 berdifusi ke dalam darah.

10) B) MIT dan DIT mengalami deiodinasi dan iodium

yang bebas di daur ulang untuk membentuk hormon

baru.

Sebagian besar T3 yang disekresikan diubah

menjadi T3 di luar tiroid. Sekitar 90% dari produk

sekretorik yang dibebaskan dari kelenjar tiroid adalah


23

dalam bentuk T4 namun T3 memiliki aktivitas biologik

empat kali lebih kuat. Meskipun demikian, sebagian

besar dari T4 yang disekresikan diubah menjadi T3,

atau diaktifkan, ditanggalkan satu iodiumnya diluar

kelenjar tiroid, terutama di hati dan ginjal. Sekitar 80%

T3 dalam darah berasal dari T4 yang telah mengalami

proses “penanggalan” di perifer. Karena itu T3 adalah

bentuk hormon tiroid utama yang aktif secara biologis

di tingkat sel, meskipun kelenjar tiroid terutama

menghasilkan T4

Hormon tiroid adalah penentu utama laju metabolik basal

dan juga memiliki efek lain:

1) Efek pada Laju Metabolisme dan Produksi Panas

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal

keseluruhan tubuh, atau “laju langsam”. Hormon ini adalah

regulator terpenting laju konsumsi O2 dan pengeluaran

energi tubuh pada keadaan istirahat. Efek metabolik hormon

tiroid berikatan erat dengan efek kalorgenik. Peningkatan

aktivitas metabolik menyebabkan peningkatan produksi

panas.

2) Efek Simptomimetik

Setiap efek yang serupa dengan yang ditimbulkan

oleh sistem saraf simpatis dikenal sebagai efek


24

simpatomimetik (menyerupai simpatis). Hormon tiroid

meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap

ketekolamin (epinefrin dan norepinefrin), pembawa pesan

kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan

medula adrenal. Hormon tiroid melaksanakan efek permisif

ini dengan menyebabkan proliferasi reseptor sel sasaran

spesifik ketekolamin. Karena pengaruh pengaruh ini banyak

dari efek yang diamati ketika sekresi hormon tiroid meningkat

adalah serupa dengan yang menyertai pengaktifan sistem

saraf simpatis.

3) Efek pada Kardiovaskular

Melalui efek meningkatkan kepekaan jantung

terhadap ketokolamin dalam darah, hormon tiroid

meningkatkan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi

sehingga curah jantung meningkat. Selain itu sebagai respon

terhadap beban panas yang dihasilkan oleh efek kalorigenik

hormon tiroid, terjadi vasodilatasi perifer untuk membawa

kelebihan panas ke permukaan tubuh untuk dikeluarkan ke

lingkungan.

4) Efek pada Pertumbuhan dan Sistem Saraf

Hormon tiroid penting bagi pertumbuhan normal

karena efeknya pada hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-I.

Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi GH dan


25

meningkatkan produksi IGF-I oleh hati tetapi juga mendorong

efek GH dan IGF-I pada sintesis protein struktural baru dan

pada pertumbuhan tulang. Anak dengan defisiensi tiroid

mengalami hambatan pertumbuhan yang dapat dipulihkan

dengan terapi sulih tiroid. Namun tidak seperti kelebihan GH,

kelebihan hormon tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan

yang berlebihan. Hormon tiroid berperan penting dalam

perkembangan normal sistem saraf, khususnya SSP, suatu

efek yang terganggu pada anak dengan defisiensi tiroid

sejak lahir. Hormon tiroid juga essensial untuk aktivitas

normal SSP pada orang dewasa.

Sekresi hormon tiroid dikontrol oleh hipotalamus-

hipofisis-tiroid axis. Hipotalamus menghasilkan peptida, hormon

thyrotropin-releasing (TRH), yang merangsang hipofisis untuk

melepaskan TSH atau thyrotropin. TRH mencapai hipofisis

melalui sirkulasi portovenous. TSH, sebuah glycopeptide 28-

kDa, memediasi menangkap iodida, sekresi, dan pelepasan

hormon tiroid, selain meningkatkan cellularity dan vaskularisasi

kelenjar tiroid. TSH reseptor (TSH-R) milik keluarga G-

proteinuria reseptor ditambah yang memiliki tujuh

transmembran-spanning domain dan menggunakan adenosin

monofosfat siklik di signaltransduction yang jalan.


26

Sekresi TSH oleh hipofisis anterior juga diatur melalui

umpan balik negatif oleh T4 dan T3. Karena hipofisis memiliki

kemampuan untuk mengkonversi T4 untuk T3, yang terakhir

dianggap lebih penting dalam kontrol umpan balik ini. T3 juga

menghambat pelepasan TRH. Kelenjar tiroid juga mampu

autoregulasi, yang memungkinkan untuk memodifikasi fungsi

independen dari TSH. Sebagai adaptasi asupan iodida rendah,

kelenjar istimewa mensintesis T3 daripada T4, Sehingga

meningkatkan efisiensi hormon yang disekresikan. Dalam

situasi kelebihan yodium, transportasi iodida, peroksida

generasi, dan sintesis dan sekresi tiroid hormon yang

menghambat. dosis yang berlebihan dalam iodida mungkin

memimpin untuk awal meningkat organifikasi, diikuti oleh

penindasan, fenomena yang disebut efek Wolff-Chaikoff.

Epinefrin dan manusia hormon gonadotropin chorionic

merangsang tiroid produksi hormon. Dengan demikian, tingkat

hormon meningkat tiroid ditemukan pada kehamilan dan

ginekologi keganasan seperti mola hidatidosa. Sebaliknya,

glukokortikoid menghambat tiroid produksi hormon.

Pada pasien sakit berat, tiroid perifer hormon dapat

dikurangi, tanpa peningkatan kompensasi dalam tingkat TSH ,

sehingga menimbulkan sindrom sakit eutiroid. Hormon Fungsi

tiroid. hormon tiroid bebas memasuki membran sel dengan cara


27

difusi atau dengan operator tertentu dan dibawa ke membran

nuklir dengan mengikat protein tertentu . T4 adalah deiodinated

ke T3 dan memasuki inti via aktif transportasi, di mana ia

mengikat reseptor hormon tiroid. Itu T3 reseptor mirip dengan

reseptor nuklir untuk glukokortikoid, mineralocorticoids,

estrogen, vitamin D, dan retinoic AC id. Pada manusia, dua jenis

T3 gen reseptor ( α dan β ) yang terletak pada kromosom 3 dan

ekspresi reseptor 17. Tiroid tergantung pada konsentrasi perifer

hormon tiroid dan adalah jaringan khusus - bentuk α adalah

melimpah di saraf pusat sistem, sedangkan bentuk β menonjol

dalam hati. Setiap produk memiliki gen, amino - terminal ligan –

independen domain; a, karboksi - terminal domain ligan -

mengikat; dan berlokasi daerah DNA - binding . Pengikatan

tiroid hormon mengarah ke transkripsi dan translasi yang

spesifik gen hormon - responsif.

Hormon tiroid mempengaruhi hampir setiap sistem dalam

tubuh. Mereka penting untuk perkembangan otak janin dan

maturasi tulang. T3 meningkatkan konsumsi oksigen, tingkat

metabolisme basal, dan produksi panas oleh stimulasi Na + / K

+ ATPase dalam berbagai jaringan. Ia juga memiliki inotropik

positif dan efek chronotropic di jantung dengan meningkatkan

transkripsi Ca2 yang + ATPase di retikulum sarkoplasma dan

peningkatan tingkat β – adrenergik reseptor dan konsentrasi


28

protein G. reseptor α miokard yang menurun, dan tindakan

katekolamin diperkuat.

Hormon tiroid bertanggung jawab untuk menjaga normal

hipoksia dan berkendara hiperkapnia di pusat pernapasan dari

otak. Mereka juga meningkatkan pencernaan ( GI ) motilitas,

terkemuka diare pada hipertiroidisme dan sembelit pada

hipotiroidisme. Hormon tiroid juga meningkatkan omset tulang

dan protein dan kecepatan kontraksi otot dan relaksasi. Mereka

juga peningkatan glikogenolisis, glukoneogenesis hepatik , usus

penyerapan glukosa, dan sintesis kolesterol dan degradasi.

3. Etiologi

Penyebab struma antara lain :

a) Defek familial pada sintesis atau pengangkutan dari pada

hormon tiroid.

b) Bila kebutuhan akan thyroxin bertambah (pubertas, kehamilan,

laktasi, stress.)

c) Terdapat bahan – bahan geitrogenetik yang menghambat

produksi hormon tiroid.

d) Kekurangan yodium.

e) Obat anti tiroid atau produk tanaman yang mengandung obat anti

tiroid. (Lewinski, 2014)

Penyebab lain
a) Kongenital
29

b) Trauma

c) Radang

Tumor

4. Epidemiologi

Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-

10% untuk menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali

lipat dibanding laki-laki (Incidence and Prevalence Data, 2012).

Kebutuhan hormon tiroid meningkat pada masa

pertumbuhan, masa kehamilan dan menyusui. Pada umumnya

struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita hamil dan ibu

menyusui. Struma nodosa terdapat dua jenis, toxic dan non toxic.

Struma nodusa non toxic merupakan struma nodusa tanpa disertai

tanda- tanda hipertiroidisme (Hermus& Huysmans, 2014)

5. Klasifikasi

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal

yaitu :

a) Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut

struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut

struma multinodosa.

b) Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga

bentuk nodul tiroid yaitu nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul

dingin apabila penangkapan yodium tidak ada atau kurang

dibandingkan dengan bagian tiroid sekitarnya. Hal ini


30

menunjukkan aktivitas yang rendah. Nodul hangat apabila

penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi

nodul sama dengan bagian tiroid lainnya. Dan nodul panas bila

penangkapan yodium lebih banyak dari sekitarnya. Keadaan ini

memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

c) Berdasarkan konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat

keras. (Roy, 2013)

Struma nodosa memiliki beberapa stadium, yaitu :

a) Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan

b) Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat jika kepala

ditegakkan

c) Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal

d) Derajat III : terlihat pada jarak jauh. (Lewinski, 2014)

Berdasakan fisiologisnya struma nodosa dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

a) Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada

kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang

berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis

menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Struma

nodosa atau struma semacam ini biasanya tidak menimbulkan

gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara

berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.


31

b) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional

kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi

berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan

kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien

hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau

tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi

radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang

beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah

penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin,

dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit

kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran

terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c) Hipertiroidisme
Hipertiroidisme ialah suatu keadaan metabolism yang

tinggi ditemukan lebih banyak pada wanita dan disebabkan oleh

meningkatnya pengaruh T4 dan T3. Paling sering dijumpai

hyperplasia toksik difus atau penyakit Graves yang dapat

didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap

pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini

dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah

yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi


32

hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi

besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun,

nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih

suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala

jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata

melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok,

dan atrofi otot. (Rehman, dkk, 2014)

Secara klinis pemeriksaan klinis struma nodosa dapat dibedakan

menjadi (Tonacchera, dkk, 2014):

a) Struma nodosa toxic


Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu

struma nodosa diffusa toxic dan struma nodosa nodusa toxic.

Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan

bentuk anatomi dimana struma nodosa diffusa toxic akan

menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan

medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang

secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma nodosa

multinodular toxic).

Struma nodosa diffusa toxic (tiroktosikosis) merupakan

hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh

hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering

adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic struma

nodosa), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan

diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak


33

disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-

bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam

sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan

menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

b) Struma nodosa non toxic


Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma

nodosa toxic yang dibagi menjadi struma nodosa diffusa non

toxic dan struma nodosa nodusa non toxic. Struma nodosa non

toxic disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma

nodosa ini disebut sebagai simpel struma nodosa, struma

nodosa endemik, atau struma nodosa koloid yang sering

ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali

mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa

hormon oleh zat kimia.

6. Patofisiologi

Pompa aktif yang sama, yang memompa ion iodida kedalam

sel-sel tiroid juga dapat memompa ion tiosianat, ion perklorat dan

ion nitrat. Oleh karena itu pemberian trosianat (atau salah satu ion

lainnya) yang konsentrasinya cukup tinggi dapat menyebabkan

timbulnya penghambatan persaingan terhadap pengangkutan

iodida ke dalam sel yakni, penghambatan mekanisme penjeratan

iodida. Berkurangnya persediaan iodida dalam sel – sel glandular

tidak menghentikan pembentukan troglobulin, keadaan ini hanya

mencegah tiroglobulin yang sudah terbentuk mengalami proses


34

iodinasi sehingga hormon tiroid ini selanjutnya cenderung

meningkatkan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis anterior, yang

menyebabkan timbulnya pertumbuhan yang berlebihan dari

kelenjar tiroid walaupun kelenjar ini masih dapat mensekresi jumlah

hormon tiroid yang adekuat. Oleh karena itu, pemakaian trosianat

dan beberapa ion lain untuk menghambat sekresi tiroid dapat

menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang disebut sebagai

goiter

Skema terjadinya struma nodosa nontoksik


Kekurangan yodium / peningkatan
Kebutuhan yodium (pertumbuhan,
Kehamilan, laktasi, stress dll)

Faktor – faktor yang menghambat produksi


Hormon tiroid (goitrogenetik agent)

Merangsang kelenjar hipofise anterior


Untuk membuat hormon-hormon yang merangsang
Kelenjar tiroid (TSH)

Hipertropi dan hiperplasra kelenjar

Nodularitas tiroid serta kelainan


Arsitektur

Penuturan aliran darah

Iskemia
35

7. Manifestasi klinik

Akibat berulangnya episode hiperplasia dan involusi dapat

terjadi berbagai bentuk degenerasi seperti fibrosis, nekrosis.

Klasifikasi pembentukan kista dan perdarahan keadaan kista

tersebut pada umumnya kelainan yang menampakkan diri sebagai

strauma nodosa nontoksik ialah adenoma, kista perdarahan

tiroiditas dan karsinoma

Gejala dari strauma antara lain :

a) Pembesaran tumor pada regio kolianterior

b) Pada waktu menelan ikut bergerak ke atas

c) Tak ada tanda – tanda peradangan

d) Tak ada tanda – tanda malignosisi/keganasan

8. Tes Diagnostik

a) Pemeriksaan sidik tiroid

b) Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

c) Biopsi aspirasi jarum halus

d) Termografi

e) Petanda tumor

f) Kadar hormon pemacu tiroid (TSH), tiroksin (T3 & T4) dan

pemeriksa imunoglobin pemacu tiroid

9. Penatalaksanaan

a) Strumektomi
Strumektomi dilakukan pada struma yang besar dan

menyebabkan keluhan mekanis. Strumektomi juga di


36

indikasikan terhadap kista tirda yang mengecil setelah dilakukan

biopsi aspirasi jarum halus. Nodul panas dan diameter > 2,5 mm

dilakukan operasi karena dikhawatirkan mudah timbul

hipertiroidisme.

b) L- tiroksin selama 4 – 5 bulan


Preparat ini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu

dilakukan pemeriksaan sidik tiroid ulang. Apabila nodul mengecil

maka terapi diteruskan namun apabila tidak mengecil atau

bahkan membesar dilakukan biosi aspirasi atau operasi.

c) Biopsi operasi jarum halus


Cara ini dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang

dari 10 mm. Nodul panas dengan diameter < 2,5 cm. Observasi

saja terapi kalau >2,5 mm terapinya ialah operatif karena

dikhawatirkan mudah hipertiroidisme

10. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain :

a) Obstruksi jalan nafas

b) Perdarahan

c) Paralyse pada nervous layngecil

d) Hypothyroidism

e) Hypoparathyroidsm

f) Miksedema kecil
37

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Keadaan Umum

Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya

composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi,

nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.

b. Kepala dan Leher

Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya

didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan

kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang

drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.

c. Sistem Pernapasan

Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan

sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan

nafas.

d. Sistem Neurologi

Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan

didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena

menahan sakit.

e. Sistem Gastrointestinal

Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan

asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan

hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.


38

f. Aktivitas/istirahat

Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,

atrofi otot.

g. Eliminasi

Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.

h. Integritas Ego

Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi

labil, depresi.

i. Makanan/cairan

Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan

meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual

dan muntah, pembesaran tyroid.

j. Nyeri/Kenyamanan

Nyeri orbital, fotofobia.

k. Keamanan

Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan,

alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan),

suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat

dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus :

retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema

(sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah)


39

2. Diagnosa keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan tindakan bedah terhadap

jaringan/otot dan edema pasca operasi.

2) Resiko infeksi berhubungan dengan Port de entry kuman

3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah

praoperasi, pembatasan pasca operasi.

4) Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang

penyakitnya.

5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan

mobilitas fisik terhadap pembedahan (Barbara Engram, 2012)

3. Rencana keperawatan

1) Nyeri akut b/d distensi jaringan usus oleh inflamasi dan adanya

insisi bedah.

Tujuan : Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang, dengan

kriteria :

a) Klien nampak rileks

b) Tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah, nadi,

pernapasan, suhu

INTERVENSI RASIONAL

a) Kaji nyeri, catat a) Berguna dalam

lokasi, karakteristik pengawasan keefektifan

obat, kemajuan

penyembuhan, perubahan
40

pada karakteristik nyeri

menunjukkan terjadinya

abses

b) Pertahankan istirahat b) Menghilangkan tegangan

dengan posisi semi abdomen yang bertambah

fowler dengan posisi telentang

c) Dorong ambulasi dini c) Meningkatkan normalisasi

fungsi organ, contoh

merangsang peristaltic

dan kelancaran flatus,

menurunkan

ketidaknyamanan

abdomen

d) Berikan aktivitas hiburan d) Fokus perhatian kembali,

meningkatkan relaksasi,

dan dapat meningkatkan

kemampuan koping

e) Berikan analgesik sesuai e) Menghilangkan nyeri

indikasi mempermudah kerjasama

dengan intervensi terapi

lain contoh ambulasi,

batuk
41

2) Resiko infeksi berhubungan dengan Port de entry kuman.

Tujuan : Klien dapat meningkatkan penyembuhan luka dengan benar,

dengan kriteria :

a) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi atau inflamasi

b) Tidak terjadi eritema

c) Suhu tubuh klien dalam batas normal (36-37º C)

INTERVENSI RASIONAL

a) Awasi tanda vital. Perhatikan a) Dugaan adanya

demam, menggigil, infeksi/terjadinya sepsis,

bekeringat, meningkatnya abses, peritonitis

nyeri abdomen

b) Lakukan pencucian tangan b) Dapat menurunkan atau

yang baik dan perawatan mencegah resiko penyebaran

luka dengan teknik septic infeksi

dan antiseptic

c) Lakukan pencucian tangan c) Menurunkan resiko terjadinya

denan baik dan perawatan penyebaran bakteri

luka aseptic

d) Lihat insisi dan balutan d) Memberikan deteksi dini

terjadinya proses infaksi

e) Berika informasi yang tepat, e) Pengetahuan tentang

jujur pada pasien/orang kemajuan situasi memberikan

terdekat dukungan emosi, membantu


42

menurunkan emosi

f) Ambil contoh drainase bila f) Kultur pewarnaan gram dan

diindikasikan sensitivtas berguna untuk

mengidentifikasi organisme

penyebab dan pilihan terapi

g) Berikan antibiotik sesuai g) Mungkin diberikan secara

indikasi profilaktik atau menurunkan

jumlah organisme (pada

infeksi yang telah ada

sebelumnya) untuk

menurunkan penyebaran dan

pertumbuhannya pada

rongga abdomen

h) Bantu irigasi dan drainase h) Dapat diperlukan untuk

bila diindikasikan mengalirkan isi abses

terlokalisir
43

3) kekurangan volume cairan b/d muntah pasca operasi dan pembatasan

pasca operasi.

Tujuan : klien tidak mengalai deficit volume cairan, dengan kiteria :

a) Mempertahankan keseimbangan cairan

b) Membran mukosa lembab

c) Turgor kulit baik

d) TTV stabil

e) Haluaran urine adekuat.

INTERVENSI RASIONAL

a) Awasi TD dan nadi a) Tanda yang membantu

mengindetifikasi fluktuasi vol

butuhan peningkatan cairan

b) Indikator keadekuatan

b) Lihat membran mukosa, kaji sirkulasi erifer dan hidrasi

turgor kulit dan pengisian seluler

kapiler.

c) Awasi masukan dan c) Penurunan haluaran urine

haluaran, catat warna pekat dengan peningkatan

urine/konsentrasi, berat berat jenis diduga

jenis. dehidrasi/kebutuhan

peningkatan cairan.

d) Auskultasi bising usus, catat d) Indikator kembalinya

kelancaran flatus, gerakan peristatik , kesiapan untuk


44

usus pemasukan peroral.

e) Berikan sejumlah kecil e) Menurunkan iritasi

minuman jernih bila gaster/muntah untuk

pemasukan peroral dimulai menimalkan kehilangan ciran.

dan lanjutkan dengan diet

sesuai indikasi.

f) Berikan perawatan mulut f) Dehidrasi mengakibatkan

sering dengan perhatian bibir dan mulut kering dan

khusus pada perlindungan pecah-pecah.

bibir.

4) Defisit perawatan diri b/d Keterbatasan mobilitas fisik terhadap

pembedahan

Tujuan : Klien mengatakan bahwa kebutuhannya terpenuhi, dengan

kriteria :

a) Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri

b) Klien dapat mengidentifikasi area kebutuhan

INTERVENSI RASIONAL

a) Tentukan tingkat bantuan a) Untuk mendorong kemandirian

yang diperlukan. Berikan klien

bantuan sesuai keperluan,

membiarkan klien melakukan

aktivitas untuk dirinya.


45

b) Mandikan pasien setiap hari b) Agar badan menjadi segar,

sampai klien mampu melancarkan peredaran darah

melaksanakannya sendiri, dan meningkatkan kesehatan

serta cuci rambut.

c) Ganti pakaian yang kotor c) Untuk melindungi klien dari

dengan yang bersih kuman dan meningkatkan rasa

nyaman.

d) Berikan Health Education d) Agar klien dan keluarga dapat

pada klien dan keluarga termotivasi untuk menjaga

tentang pentingnya personal hygiene.

kebersihan diri

e) Berikan pujian kepada klien e) Agar klien merasa tersanjung

tentang kebersikannya dan lebih kooperatif dalam

kebersihan

f) Bersihkan dan atur posisi f) Klien merasa nyaman dengan

serta tempat tidur klien tenun yang bersih serta

mencegah terjadinya infeksi

g) Instruksikan pasien untuk g) Untuk mendorong kemandirian

melaksanakan aktivitas

dimulai dari tugas yang

mudah berlanjut sampai

tugas yang sulit


46

5) Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakitnya.

Tujuan : Ansietas dapat teratasi dengan kriteria :

a) Klien mengatakan tidak cemas lagi

b) Klien paham tentang penyakitnya

c) Klien nampak ceria

INTERVENSI IMPLEMENTASI

a) Kaji ulang pembatasan a) Memberikan informasi pada

aktivitas pasca operasi, pasien untuk merencanakan

contoh mengangkat berat, kembali rutinitas biasa tanpa

olahraga, seks, menyetir. menimbulakn masalah.

b) Dorong aktivitas sesuai b) Mencegah kelemahan,

toleransi dengan periode meningkatkan penyembuhan

istirahat periodik. dan perasaan sehat, dan

mempermudah kembali ke

aktivitas normal.

c) Anjurkan menggunakan c) Membantu kembali ke fungsi

laksatif/pelembek tinja. usus semula, mencegah

mengejan saat defekasi.

d) Diskusikan perawatan d) Pamahaman meningkatkan

insisi, termasuk mengganti kerja sama dengan program

balutan, pembatasan terapi, meningkatkan

mandi, dan kembali ke penyembuhan dan proses

dokter untuk mengankat perbaikan.


47

jahitan

e) Identifikasi gejala yang e) Upaya intervensi

memerlukan evaluasi menurunkan resiko

medik, contoh peningkatan komplikasi serius contoh

nyeri, edema, adanya lambatnya penyembuhan,

drainase dan demam. peritonitis.

4. Implementasi

Implementasi atau tindakan keperawatan adalah merupakan

pelaksanaan dari rencana kita yang telah ditetapkan atau disusun.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan hasil dari pelaksanaan seluruh kegiatan yang

sudah direncanakan. Evaluasi biasanya mengarah pada tujuan

dilakukan tindakan keperawatan.


48

Penyimpangan KDM

Hambatan Defisiensi iodium Penghambat Sintesa


Komunikasi Verbal Kelainan Metabolik Hormone oleh Zat Kimia
Kongenital dan Obat
Pelukaan Terhadap
Faring
Struma Nodular Non Tumbuh dijaringan
Pembedahan Toksik tiroid

Sulit Menelan Disfagia

Intake Nutrisi Kurang Ketidakseimbangan


Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
Penurunan Kekuatan
dan Ketahanan Otot
Deficit Perawatan
Kelemahan Diri

Terdapat Jahitan General Anastesi Luka Insisi Dikontinuitas


Jaringan
Estetika
Defresi System Mediator Kimia,
Pernapasan Bradikulin, Instamin
Gangguan Konsep Diri Prostaglandin tersensori

Pintu Masuk Kuman Penekanan Modula Rangsang Ujung Saraf


Oblongata Perifer Menhantarkan
Rangsangan
Mempermudah
Masuknya Penurunan Reflek Batuk Substansia Gelatinosa
Kuman/Bakteri

Akumulasi Sputum Thalamus Kortek Serebri


Resiko Infeksi
Ketidakefektifan Gangguan Rasa
Bersihan Jalan Napas Nyaman Nyeri

Anda mungkin juga menyukai