PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan dari ampas tebu yang akan dimanfaatkan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara memanfaatkan ampas tebu menjadi bioetanol.
3. Mahasiswa dapat mengetahui proses dalam pembuatan bioetanol dari ampas tebu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
1. Tanaman Tebu
Tebu merupakan yang dikenal sebagai penghasil gula. Tanaman ini termasuk dalam
keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan berkembang biak di daerah beriklim
udara sedang sampai panas. Tebu cocok pada daerah TEBU (Sacharum offlcinarum,
Linn.) yang mempunyai ketinggian tanah 1 sampai 1300 meter di atas permukaan
laut.
2. Lignoselulosa
1. Pengertian Lignoselulosa
Bahan lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan
komponen utama lignin, selulosa,dan hemiselulosa. Ketersediaannya yang cukup
melimpah, terutama sebagai limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan,
menjadikan bahan ini berpotensi sebagai salah satu sumber energi melalui proses
konversi, baik proses fisika, kimia maupun biologis. Salah satu proses konversi
bahan lignoselulosa yang banyak diteliti adalah proses konversi lignoselulosa
menjadi etanol yang selanjutnya dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan
bakar bensin untuk keperluan transportasi.
2. Sakarifikasi
Sakarifikasi atau hidrolisis adalah proses penguraian pati menjadi gula – gula
sederhana seperti glukosa. Hidrolisis selulosa dapat dilakuakn menggunakan larutan
asam atau secara enzimatis, masing – masing dengan kelebihan dan kekurangan.
Proses hidrolisis secara enzimatis biasanya berlangsung pada kondisi yang
ringan(PH sekitar 4,80 dan suhu 45 – 50oC) dan tidak menibulkan masalah korosi.
Dalam proses ini digunakan enzim endoglukanase, enzim eksoglukonase, dan beta-
glukosidase.Fungsi enzim endoglukanase adalah untuk memcah selulosa secara acak
dan memebentuk ujung rantai yang bebas. Enzim eksoglukanase berfungsi untuk
mendegradasi lebih lanjut molekul tersebut dengan memindahkan unit – unit
selobiosa dari ujung rantai yang bebas. Sedangkan enzim beta-glukosidase
merupakan enzim yang menghidrolisis elobiosa menjadi glukosa. Penggunaan
enzim bergantung pada kadar padatan tidak larut
air. Semakin banyak selulase yang digunakan, maka akan semakin tinggi rendemen
dan kecepatan hidrolisis. Proses hidrolisis juga dapat menggunakan aam encer,
namun harus dilakukan pada tekanan tinggi dalam waktu yang singkat. Jika
menggunakan asam pekat maka dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Biasanya
waktu yang diperlukan untuk reaksi hirdolisis dengan menggunakan asam pekat
memebutuhkan waktu yang lebih lama di banding dengan penggunaan asam
encer.Proses hidrolisis dengan asam dapat menghasilkan produk sampingan, seperti
senyawa furan, fenolik, dan asam asetat, jika produk sampingan tidak dihilangkan
dapat menghambat proses fermentasi. Proses hidrolisis dengan asam juga dapat
memicu degradasi glukosa sehingga rendemen glukosa dan etanol menurun.
Terdapat juga proses sakarifikasi dan fermentasi secara serentak, penggunaan
mikroba pada proses ini biasanya adalah jamur penghasil enzim selulase, seperti T.
reesei, T. Viride, dan khamir, dengan suhu optimal 38oC, dengan konsentrasi
substrat biasanya sekitar 10%, dosis enzim 10 – 20 FPU/g selulosa, dan konsentrasi
khamir 1,5 – 3 g/l, juga membutuhkan waktu selama 72 jam.
Proses sakarifikasi dan fermentasi serentak ini memiliki beberapa keunggulan,yaitu :
Meningkatkan kecepatan hidrolisis dengan mengkonversi gula yang terbentuk
dari hasil hidrolisis selulosa yang menghambat aktivitas enzim selulase
Mengurangi kebutuhan enzim
Meningkatkan rendemen produk
Mengurangi kebutuhan kondisi steril karena glukosa langsung dikonversi
menjadi etanol
Waktu proses lebih pendek
Volume reaktor lebih kecil karena hanya digunakan satu reaktor
Namun juga terdapat kekurangan dalam proses sakarifikasi dan fermentasi serentak
ini yaitu:
Suhu hidrolisis dan fermentasi tidak sama
Toleransi mikrob terhadap etanol
Penghambatan kerja enzim terhadap etanol
Kesulitan memisahkan sel khamir dari sisa lignin dan serat yang dapat
mengakibatkan kebutuhan khamir meningkat, sehingga menurunkan produksi
etanol.
3. Fermentasi
Fermentasi etanol dari selulosa pada ampas tebu ini pada dasarnya sama dengan
proses fermentasi gula dari pati atau nira. Fermentasi etanol, juga disebut sebagai
fermentasi alkohol, adalah proses biologi dimana gula seperti glukosa, fruktosa, dan
sukrosa diubah menjadi energi seluler dan juga menghasilkan etanol dan karbon
dioksida
sebagai produk sampingan. Karena proses ini tidak membutuhkan oksigen,
melainkan khamir yang melakukannya, maka fermentasi etanol digolongkan sebagai
respirasi anaerob (Chairul, 2010). Khamir yang digunakan adalah Saccharomyces
cerevisiae dan bakteri ZymmomonasMobilis. Fermentasi sendiri dilakukan pada
suhu 300 C, dan Ph 5. Berikut ini ada reaksi yang terjadi selama proses fermentasi
etanol.
C12H22O11 +H2O + invertase →2 C6H12O6 C6H12O6 + Zymase →
2C2H5OH + 2CO2
Pada proses fermentasi glukosa, satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul
etanol dan dua molekul karbon dioksida (CO2). Fermentasi hasil hidrolisis
komponen hemiselulosa seperti xilosa menjadi etanol dapat menggunakan khamir
Pichia stipitis atau Candida shehatae (Hahn-Hagerdal et al. 1993). Pada fermentasi
xilosa, tiga molekul xilosa menghasilkan lima molekul etanol, lima molekul CO2,
dan lima molekul.. Fermentasi pentosa yang berasal dari hemiselulosa dilakukan
pada reaktor terpisah karena mikrob yang menggunakan pentosa bekerja lebih
lambat dalam mengubah heksosa dan pentosa menjadi etanol dibanding mikrob yang
hanya mengubah heksosa menjadi etanol, serta bersifat lebih sensitif terhadap
senyawa inhibitor dan produk etanol (Cardona dan Sanchez 2007).
Proses fermentasi alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah
jumlah sel khamir, spesies sel khamir, oksigen, derajat keasaman dan suhu. Etanol
dan CO2 yang terbentuk dapat menghambat proses fermentasi, atau biasa dikenal
dengan end-product inhibition. Selain itu, sel hidup khamir hanya toleran terhadap
etanol pada konsentrasi tertentu. Pada media di mana khamir bekerja mengubah gula
menjadi etanol, jika konsentrasi etanol mencapai 12%, sel khamir akan mati dan
proses fermentasi berhenti. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut, antara lain dengan mendaur ulang khamir yang terdapat dalam aliran
produk untuk meningkatkan densitas sel dalam reaktor, atau dengan menggunakan
teknologi fermentasi kontinu (Gregg dan Saddler 1995).
4. Pemurnian
Proses pemurnian etanol dapat dilakukan dengan cara kimia dan fisika. Cara kimia
dengan menggunakan batu gamping. Sedangkan cara fisika ditempuh dengan proses
penyerapan menggunakan zeolit sintetis.
Batu gamping adalah batu yang terbuat dari pengendapan cangkang kerang dan
siput, foraminifera atau ganggang. Batu itu berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-
abu tua, cokelat, atau hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral
karbonat
yang umum ditemukan berasosiasi dengan kapur adalah aragonit. Ia merupakan
mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit.
Mineral lainnya siderit, ankarerit, dan magnesit, tapi ketiganya berjumlah sangat
sedikit.Batu gamping bersifat higroskopis, artinya mempunyai kemampuan untuk
menyerap air. Karena itulah ia mampu mengurangi kadar air dalam bioetanol.
Sebelum digunakan sebaiknya batu gamping ditumbuk hingga jadi tepung agar
penyerapan air lebih cepat. Perbandingannya untuk 7 liter bioetanol diperlukan 2-3
kg batu gamping. Campuran itu didiamkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk.
Selanjutnya, campuran diuapkan dan diembunkan menjadi cair kembali sebagai
etanol berkadar 99% atau lebih. Bioetanol inilah yang bisa dicampur dengan bensin
atau digunakan murni.Walaupun prosesnya sangat mudah, tapi penggunaan batu
gamping memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya jumlah etanol yang hilang
sangat tinggi, mencapai 30%. alkohol itu tidak dapat keluar karena terikat pada pori-
pori gamping. Akibatnya etanol pun hilang sampai 30%,
Alternatif lain, pemurnian bioetanol dengan zeolit sintetis. Proses pemurnian itu
menggunakan prinsip penyerapan permukaan. Zeolit adalah mineral yang memiliki
pori- pori berukuran sangat kecil. Di alam, zeolit terbentuk dari abu lahar dan materi
letusan gunung berapi. Zeolit juga bisa terbentuk dari materi dasar laut yang
terkumpul selama ribuan tahun.Untuk pemurnian bioetanol, sebaiknya digunakan
zeolit sintetis 3A. Maksudnya zeolit yang berukuran 3 angstrom (1 angstrom = 1,0
x10-10 m red). Dibandingkan zeolit alam dan sintetis lainnya, zeolit sintetis 3A
memiliki beberapa keunggulan. Di antaranya ruang terbuka pada pori-porinya
mencapai 47% lebih banyak, memiliki kemampuan untuk menukar molekul sodium,
dan mampu mengikat air. Partikel air berukuran 3 angstrom sehingga dapat diserap
zeolit. Sedangkan partikel etanol berukuran lebih besar 4,4 angstrom sehingga tidak
bisa diserap oleh zeolit. Karena itu ketika etanol 95% dilewatkan pada sebuah
tabung berisi zeolit, kadar etanol bisa meningkat karena airnya diikat oleh zeolit.
Proses itu terjadi karena pori-pori zeolit bersifat molecular shieves. Artinya, molekul
zeolit hanya bisa dilalui oleh partikel- partikel berukuran tertentu.
Ada beberapa kendala untuk proses pembuatan etanol secara keseluruhan, yaitu
penguasaan teknologi konversi biomassa lignoselulosa menjadi etanol dan biaya
produksi yang masih tinggi. Diperlukan kebijakan pemerintah agar dapat
mendorong pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku bioetanol, antara lain
melalui penelitian dan pengembangan, pemberian insentif bagi pabrik gula yang
memanfaatkan ampas tebu untuk bioetanol, dan subsidi harga etanol dari biomassa
lignoselulosa.
2.3 Ide Cara Peningkatan Kualitas Hasil
Untuk meningkatkan hasil dari proses produksi bioethanol dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
Proses Pretreatment
1. Menggunakan Pretreatment Biologi,
Penggunaan pretreatment ini disarankan karena sifatnya yang ramah
lingkungan dan telah banyak diteliti untuk pengembangannya agar leih efektif.
Alasan penggunaan metode tersebut adalah karena sifatnya yang ramah
lingkungan,dankarena banyaknya penelitian yang dilakukan untuk
mengembangkan metode ini agar lebih efektif.
Adapun proses pelapukannya secara umum adalah sebagai berikut:
Jenis jamur yang digunakan untuk pretreatment akan memproduksi seperangkat
enzim yang terlibat secara langsung dalam proses degradasi lignin. Dua
kelompok enzim yang terlibat dalam proses lignolisis adalah enzim peroksidase
dan laccase. Enzim peroksidase terdiri dari dua jenis, yaitu lignin peroksidase
(LiP) dan mangan peroksidase (MnP) (Anita, 2011). Bahan yang akan dijadikan
bioethanol (ampas tebu) bersama dengan jamur, di inkubasi selama selama 2-8
minggu dan dibiarkan terdegradasi dengan sendirinya.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Untuk mengurangi krisis energi maka diperlukannya pemanfaatan energi biomassa,
salah satu contohnya ialah pemanfaatan ampas tebu menjadi bietanol.
2. Pada pembuatan bioetanol dari ampas tebu terdapat beberapa proses yaitu :
Perlakuan Pendahuluan
Sakarafikasi
Fermentasi
Pemurnian
3. Untuk meningkatkan kualitas bioetanol dari ampas tebu dapat dilakukan :
Menggunakan preatment biologi
Menggunakan gelombang Microwave
Menggunakan Proses Hidrolisis
3.2 Saran
Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan sumber energi, maka pemanfaatan
sumber energi tersebut harus lebih dikembangkan terutama energi biomassa. Namun
dalam pengembangannya harus ada aspek-aspek yang harus diperhatikan, salah satunya
adalah lingkungan. Selain itu, penggunaan energi juga harus diperhatikan. Dengan
hemat energi, berarti mencegah terjadinya krisis energi.
DAFTAR PUSTAKA
Anita, Sita Haris,Triyani Fajriutami, Fitria, Riksfardini Annisa Ermawar,Dede Heri YuliYanto,
dan Euis Hermiati. 2011. Pretreatment Trametes Versicolordan PleurotusOstreatus Pada
Bagas Untuk Produksi Bioetanol. Teknologi Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011.