Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan bakar minyak adalah urat nadi kehidupan--seperti darah yang mengalirkan oksigen
ke dalam tubuh. Kehidupan bisa macet tanpa bahan bakar. Sayang, cadangannya yang
menipis, biaya eksplorasi yang kian mahal, serta dampak lingkungan dan geopolitik di negara
produsen minyak yang selalu memanas membuat era BBM murah berakhir. Ini merupakan
kabar buruk bagi Indonesia sebagai negara nett importer.
Krisis energi dunia pada paruh kedua tahun ini yang tergolong parah dan melanda seluruh
negara di dunia telah membangkitkan keyakinan bahwa bioenergi merupakan alternatif
pemecahan hal tersebut. Sementara harga minyak bumi yang melambung belakangan ini
dengan sendirinya membangkitkan insentif ekonomi bagi pengembangan bionergi sebagai
alternatif lain dari fosil energi yang kian mahal dan langka. Insentif itu juga timbul karena
semakin besarnya perhatian negara-negara dunia pada persoalan lingkungan hidup akibat
pencemaran yang kian parah, yang timbul dari emisi gas buang penggunaan fosil energi.
Keunggulan bionergi yang utama adalah renewable dan dampak penggunaannnya terhadap
lingkungan hidup jauh lebih ramah dari penggunaan fosil energi selama ini.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang
serius akibat ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil, sementara
pengembangan bioenergi sebagai alternatif masih kurang mendapat perhatian. Sesungguhnya
potensi Indonesia untuk mengembangkan bioenergi relatif besar, baik bioetanol maupun
biodisel.
Salah satu potensi yang relatif besar adalah pengembangan bioetanol berbahan baku tebu.
Dengan asumsi 80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu (data teknis di Brazil) dan
produktivitas tebu rata-rata 80 ton per ha, maka dari setiap ha lahan tebu dapat dihasilkan
6.400 liter etanol. Apabila etanol dari tebu dapat mensubstitusi 10% dari kebutuhan gasoline
pada tahun 2010 (33,4 milyar liter), maka target tersebut bisa dicapai dengan pengembangan
areal tebu seluas 522 ribu ha. Dengan target subsitusi tersebut, jumlah gasoline yang dapat
disubstitusi sebesar 3.34 milyar liter atau lebih dari Rp 15 triliun. Data survey menunjukkan
ketersediaan lahan di luar Jawa yang sesuai untuk tebu terdapat sekitar 750 ribu ha,
disamping potensi arael existing industry seluas 420 ribu ha (areal tebu Indonesia tahun
1993/1994) Etanol yang berasal dari tebu dalam beberapa hal lebih prospektif dibanding
tanaman lain. Data Lamlet (Latin America Thematic Network on Bioenergy) menunjukkan
biaya produksi etanol paling murah. Untuk setiap m3 etanol yang dihasilkan dari tebu
diperlukan biaya $160. Bandingkan dengan sumber lain. Dari jagung, misalnya, untuk
jumlah yang sama perlu $ 250-420, dari gandum $ 380- 480, dari kentang $ 800-900, dari
singkong $ 700, dan dari gula bit $300-400. Produksi etanol asal tebu butuh energi relatif
sedikit. Rasio output/input energi etanol dari tebu sekitar 2,5.9,0. Sementara dari jagung 1,3,
sorgum manis Etanol dari Tebu . Aris Toharisman (P3GI Pasuruan) 3 2,5-5,0, dan gula bit
1,76. Selain itu, reduksi emisi CO2 dalam hal pemakaian etanol asal tebu sebagai substitusi
premium mencapai 50-90%. Untuk etanol dari jagung hanya 20-40% dan gula bit 30-50%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan kelangkaan bahan bakar?
2. Bagaimana proses pembuatan bioetanol dari ampas tebu ?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan dari ampas tebu yang akan dimanfaatkan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara memanfaatkan ampas tebu menjadi bioetanol.
3. Mahasiswa dapat mengetahui proses dalam pembuatan bioetanol dari ampas tebu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
1. Tanaman Tebu
Tebu merupakan yang dikenal sebagai penghasil gula. Tanaman ini termasuk dalam
keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan berkembang biak di daerah beriklim
udara sedang sampai panas. Tebu cocok pada daerah TEBU (Sacharum offlcinarum,
Linn.) yang mempunyai ketinggian tanah 1 sampai 1300 meter di atas permukaan
laut.

Gambar 2.1 Tanaman Tebu


Di Indonesia terdapat beberapa jenis tebu, di antaranya tebu (Cirebon) hitam, tebu
kasur, POJ 100, POJ 2364, EK 28, POJ 2878. Setiap jenis tebu memiliki ukuran
batang serta warna yang berlainan. Tebu termasuk tumbuhan berbiji tunggal. Tinggi
turnbuhan tebu berkisar 2-4 meter. Batang pohon tebu terdiri dari banyak ruas yang
setiap ruasnya dibatasi oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun. Bentuk daun
tebu berwujud belaian dengan pelepah. Panjang daun dapat mencapai panjang 1-2
meter dan lebar 4-8 centimeter dengan permukaan kasar dan berbulu. Bunga tebu
berupa bunga majemuk yang berbentuk . Sedang akarnya berbentuk serabut.

2. Lignoselulosa
1. Pengertian Lignoselulosa
Bahan lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan
komponen utama lignin, selulosa,dan hemiselulosa. Ketersediaannya yang cukup
melimpah, terutama sebagai limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan,
menjadikan bahan ini berpotensi sebagai salah satu sumber energi melalui proses
konversi, baik proses fisika, kimia maupun biologis. Salah satu proses konversi
bahan lignoselulosa yang banyak diteliti adalah proses konversi lignoselulosa
menjadi etanol yang selanjutnya dapat digunakan untuk mensubstitusi bahan
bakar bensin untuk keperluan transportasi.

2. Komponen Utama Lignoselulosa


Komponen utama dalam bahan lignoselulosa adalah selulosa, hemiselulosa,dan
lignin. Ketiganya membentuk suatuIkatan kimia yang kompleks yang
menjadiBahan dasar dinding sel tumbuhan.Selulosa adalah salah satu komponen
utama dari lignoselulosa yang terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat pada
ikatan 1,4-glikosidik. Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan
inter dan intra molekuler sehingga memberikan struktur yang larut. Mikrofibril
selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf.
Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan selain selulosa
dan lignin, yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula atau disebut
heteropolisakarida, dan dikelompokkan berdasarkan residu gula utama sebagai
penyusunnya seperti xylan, mannan, galactan dan glucan. Hemiselulosa terikat
dengan polisakarida, protein dan lignin dan lebih mudah larut dibandingkan dengan
selulosa. Lignin adalah bagian utama dari dinding sel tanaman yang merupakan
polimer terbanyak setelah selulosa. Lignin yang merupakan polimer aromatik
berasosiasi dengan polisakarida pada dinding sel sekunder tanaman dan terdapat
sekitar 20-40% . Komponen lignin pada sel tanaman (monomer guasil dan siringil)
berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida.

3. Kandungan Lignoselulosa Dan Potensi Etanol Yang Dapat Dihasilkan


Indonesia memiliki banyak pabrik gula tebu, baik yang dikelola oleh negara (PT
Perkebunan Nusantara/PTPN) maupun swasta. Data statistik dari Direktorat Jenderal
Perkebunan, Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa produksi gula meningkat
dari tahun ke tahun. Direktorat Jenderal Perkebunan (2009b) juga melaporkan bahwa
produksi tebu nasional adalah 33 juta ton/tahun dan saat ini terdapat 58 pabrik gula
dengan kapasitas giling total 195.622 ton tebu per hari (TTH). Sementara itu, data
P3GI (2010) menunjukkan terdapat 15 perusahaan dengan 62 pabrik gula dengan
jumlah tebu yang digiling 29,911 juta ton. Tabel 4 menyajikan potensi etanol yang
dapat dihasilkan pabrik gula di Indonesia berdasarkan data produksi giling tahun
2009 yang diperoleh dari P3GI (2010) dan dihitung mengikuti Badger (2002)
dengan asumsi ampas tebukering 10% dari tebu digiling, kadar selulosa (glukan) dan
hemiselulosa (xilan) ampas tebu masing-masing 40% dan 20%, efisiensi sakarifikasi
glukan dan xilan masing-masing 76% dan 90%, serta efisiensi fermentasi glukosa
dan xilosa masingmasing 75% dan 50%. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa
potensi etanol yang dapat dihasilkan berkisar 467–112.552 kL/ tahun, dan potensi
total untuk seluruh Indonesia 614.827 kL/tahun.

2.2 Proses Pembuatan


1. Perlakuan Pendahuluan
Metode perlakuan pendahuluan (pretreatment) pada lignoselulosa terbagi menjadi 4
metode yang masing-masing memilki kelebihan dan kekurangan, antara lain sebagai
berikut:
 Perlakuan pendahuluan secara fisika, contoh: pencacahan secara mekanik,
penggilingan, dan penepungan untuk memperkecil ukuran bahan dan mengurangi
kristalinitas selulosa, dll. Preteatment jenis ini cukup efektif dalam memecah lignin,
akan tetapi dalam pengaplikasiannya dibutuhkan energy cukup besar, sehingga dapat
meningkatkan biaya produksinya.
 Perlakuan pendahuluan secara kimia, contoh: ozonolisis, hidrolisis asam,
hidrolisis alkali, delignifikasi oksidatif, dan proses organosolv, dll. Dalam
aplikasinya, pretreatment jenis inilah yang paling banyak digunakan karena
kelebihannya yang mudah digunakan, efektif, cepat dan tidak membutuhkan energy
yang terlalu besar. Namun, apabila senyawa kimia yang digunakan dalam
pretreatment ini dipakai secara berlebihan, maka tentunya akan berdampak buruk
bagi lingkungan. Hal tersebut dikarenakan, penggunaan senyawa kimia dapat
memicu pembentukan senyawa toksik. Senyawa toksik sendiri juga dapat
menghambat proses hidrolisis polisakarida pada tahap selanjutnya dalam
pretreatment lignin. oleh karena itu, akibat dampak yang ditimbulkan dari
penggunaan pretreatment ini, para peneliti mulai tergerak untuk mengembangkan
metode yang lebih ramah lingkungan.
 Perlakuan pendahuluan secara fisikokimia, contoh: steam explosion, ammonia
fiber explosion (AFEX), dan CO2 explosion, dll. Pada pretreatment ini adalah
gabungan
antara pretreatment fisika dan kimia, di mana memiliki kelebihan yang mirip dengan
jenis pretreatment fisika dan kimia yakni, efektif memecah lignin, mudah efektif,
dan cepat. Sedangkan kelemahannya memerlukan energy yang cukup besar namun
masih di bawah pretreatment fisika. Selain itu, penggunaan senyawa kimianya juga
berdampak buruk bagi lingkungan. Pada pretreatment contoh metode yang sering
digunakan adalah steam explosion.
 Perlakuan pendahuluan secara biologi, contoh: mikroorganisme jamur pelapuk
coklat, jamur pelapuk putih, dan jamur pelunak untuk mendegradasi lignin dan
hemiselulosa yang ada dalam bahan lignoselulosa, dll. Pretreatment jenis ini mulai
banyak diteliti saat ini. Sebelumnya, pretreatment ini kurang diminati karena
pengaplikasiannya yang membutuhkan waktu lama dalam proses mendegradasi
lignin dan dapat menyebabkan degradasi selulosa dan hemiselulosa sehingga jumlah
selulosa dan hemiselulosa yang dapat dimanfaatkan menjadi berkurang. Walaupun
demikian, pretreatment jenis ini paling banyak diteliti, karena sifatnya yang ramah
terhadap lingkungan. Karena beragamnya bahan lignoselulosa, penelitian proses
perlakuan pendahuluan yang optimal terhadap bahan ini masih terbuka lebar. Bahan
baku yang berbeda akan memerlukan perlakuan pendahuluan yang berbeda pula.
Oleh karena itu, tidak ada satu metode umum yang berlaku untuk perlakuan
pendahuluan semua bahan lignoselulosa.

2. Sakarifikasi
Sakarifikasi atau hidrolisis adalah proses penguraian pati menjadi gula – gula
sederhana seperti glukosa. Hidrolisis selulosa dapat dilakuakn menggunakan larutan
asam atau secara enzimatis, masing – masing dengan kelebihan dan kekurangan.
Proses hidrolisis secara enzimatis biasanya berlangsung pada kondisi yang
ringan(PH sekitar 4,80 dan suhu 45 – 50oC) dan tidak menibulkan masalah korosi.
Dalam proses ini digunakan enzim endoglukanase, enzim eksoglukonase, dan beta-
glukosidase.Fungsi enzim endoglukanase adalah untuk memcah selulosa secara acak
dan memebentuk ujung rantai yang bebas. Enzim eksoglukanase berfungsi untuk
mendegradasi lebih lanjut molekul tersebut dengan memindahkan unit – unit
selobiosa dari ujung rantai yang bebas. Sedangkan enzim beta-glukosidase
merupakan enzim yang menghidrolisis elobiosa menjadi glukosa. Penggunaan
enzim bergantung pada kadar padatan tidak larut
air. Semakin banyak selulase yang digunakan, maka akan semakin tinggi rendemen
dan kecepatan hidrolisis. Proses hidrolisis juga dapat menggunakan aam encer,
namun harus dilakukan pada tekanan tinggi dalam waktu yang singkat. Jika
menggunakan asam pekat maka dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Biasanya
waktu yang diperlukan untuk reaksi hirdolisis dengan menggunakan asam pekat
memebutuhkan waktu yang lebih lama di banding dengan penggunaan asam
encer.Proses hidrolisis dengan asam dapat menghasilkan produk sampingan, seperti
senyawa furan, fenolik, dan asam asetat, jika produk sampingan tidak dihilangkan
dapat menghambat proses fermentasi. Proses hidrolisis dengan asam juga dapat
memicu degradasi glukosa sehingga rendemen glukosa dan etanol menurun.
Terdapat juga proses sakarifikasi dan fermentasi secara serentak, penggunaan
mikroba pada proses ini biasanya adalah jamur penghasil enzim selulase, seperti T.
reesei, T. Viride, dan khamir, dengan suhu optimal 38oC, dengan konsentrasi
substrat biasanya sekitar 10%, dosis enzim 10 – 20 FPU/g selulosa, dan konsentrasi
khamir 1,5 – 3 g/l, juga membutuhkan waktu selama 72 jam.
Proses sakarifikasi dan fermentasi serentak ini memiliki beberapa keunggulan,yaitu :
 Meningkatkan kecepatan hidrolisis dengan mengkonversi gula yang terbentuk
dari hasil hidrolisis selulosa yang menghambat aktivitas enzim selulase
 Mengurangi kebutuhan enzim
 Meningkatkan rendemen produk
 Mengurangi kebutuhan kondisi steril karena glukosa langsung dikonversi
menjadi etanol
 Waktu proses lebih pendek
 Volume reaktor lebih kecil karena hanya digunakan satu reaktor
Namun juga terdapat kekurangan dalam proses sakarifikasi dan fermentasi serentak
ini yaitu:
 Suhu hidrolisis dan fermentasi tidak sama
 Toleransi mikrob terhadap etanol
 Penghambatan kerja enzim terhadap etanol
 Kesulitan memisahkan sel khamir dari sisa lignin dan serat yang dapat
mengakibatkan kebutuhan khamir meningkat, sehingga menurunkan produksi
etanol.

3. Fermentasi
Fermentasi etanol dari selulosa pada ampas tebu ini pada dasarnya sama dengan
proses fermentasi gula dari pati atau nira. Fermentasi etanol, juga disebut sebagai
fermentasi alkohol, adalah proses biologi dimana gula seperti glukosa, fruktosa, dan
sukrosa diubah menjadi energi seluler dan juga menghasilkan etanol dan karbon
dioksida
sebagai produk sampingan. Karena proses ini tidak membutuhkan oksigen,
melainkan khamir yang melakukannya, maka fermentasi etanol digolongkan sebagai
respirasi anaerob (Chairul, 2010). Khamir yang digunakan adalah Saccharomyces
cerevisiae dan bakteri ZymmomonasMobilis. Fermentasi sendiri dilakukan pada
suhu 300 C, dan Ph 5. Berikut ini ada reaksi yang terjadi selama proses fermentasi
etanol.
C12H22O11 +H2O + invertase →2 C6H12O6 C6H12O6 + Zymase →
2C2H5OH + 2CO2
Pada proses fermentasi glukosa, satu molekul glukosa menghasilkan dua molekul
etanol dan dua molekul karbon dioksida (CO2). Fermentasi hasil hidrolisis
komponen hemiselulosa seperti xilosa menjadi etanol dapat menggunakan khamir
Pichia stipitis atau Candida shehatae (Hahn-Hagerdal et al. 1993). Pada fermentasi
xilosa, tiga molekul xilosa menghasilkan lima molekul etanol, lima molekul CO2,
dan lima molekul.. Fermentasi pentosa yang berasal dari hemiselulosa dilakukan
pada reaktor terpisah karena mikrob yang menggunakan pentosa bekerja lebih
lambat dalam mengubah heksosa dan pentosa menjadi etanol dibanding mikrob yang
hanya mengubah heksosa menjadi etanol, serta bersifat lebih sensitif terhadap
senyawa inhibitor dan produk etanol (Cardona dan Sanchez 2007).
Proses fermentasi alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah
jumlah sel khamir, spesies sel khamir, oksigen, derajat keasaman dan suhu. Etanol
dan CO2 yang terbentuk dapat menghambat proses fermentasi, atau biasa dikenal
dengan end-product inhibition. Selain itu, sel hidup khamir hanya toleran terhadap
etanol pada konsentrasi tertentu. Pada media di mana khamir bekerja mengubah gula
menjadi etanol, jika konsentrasi etanol mencapai 12%, sel khamir akan mati dan
proses fermentasi berhenti. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut, antara lain dengan mendaur ulang khamir yang terdapat dalam aliran
produk untuk meningkatkan densitas sel dalam reaktor, atau dengan menggunakan
teknologi fermentasi kontinu (Gregg dan Saddler 1995).

4. Pemurnian
Proses pemurnian etanol dapat dilakukan dengan cara kimia dan fisika. Cara kimia
dengan menggunakan batu gamping. Sedangkan cara fisika ditempuh dengan proses
penyerapan menggunakan zeolit sintetis.
Batu gamping adalah batu yang terbuat dari pengendapan cangkang kerang dan
siput, foraminifera atau ganggang. Batu itu berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-
abu tua, cokelat, atau hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. Mineral
karbonat
yang umum ditemukan berasosiasi dengan kapur adalah aragonit. Ia merupakan
mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit.
Mineral lainnya siderit, ankarerit, dan magnesit, tapi ketiganya berjumlah sangat
sedikit.Batu gamping bersifat higroskopis, artinya mempunyai kemampuan untuk
menyerap air. Karena itulah ia mampu mengurangi kadar air dalam bioetanol.
Sebelum digunakan sebaiknya batu gamping ditumbuk hingga jadi tepung agar
penyerapan air lebih cepat. Perbandingannya untuk 7 liter bioetanol diperlukan 2-3
kg batu gamping. Campuran itu didiamkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk.
Selanjutnya, campuran diuapkan dan diembunkan menjadi cair kembali sebagai
etanol berkadar 99% atau lebih. Bioetanol inilah yang bisa dicampur dengan bensin
atau digunakan murni.Walaupun prosesnya sangat mudah, tapi penggunaan batu
gamping memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya jumlah etanol yang hilang
sangat tinggi, mencapai 30%. alkohol itu tidak dapat keluar karena terikat pada pori-
pori gamping. Akibatnya etanol pun hilang sampai 30%,
Alternatif lain, pemurnian bioetanol dengan zeolit sintetis. Proses pemurnian itu
menggunakan prinsip penyerapan permukaan. Zeolit adalah mineral yang memiliki
pori- pori berukuran sangat kecil. Di alam, zeolit terbentuk dari abu lahar dan materi
letusan gunung berapi. Zeolit juga bisa terbentuk dari materi dasar laut yang
terkumpul selama ribuan tahun.Untuk pemurnian bioetanol, sebaiknya digunakan
zeolit sintetis 3A. Maksudnya zeolit yang berukuran 3 angstrom (1 angstrom = 1,0
x10-10 m red). Dibandingkan zeolit alam dan sintetis lainnya, zeolit sintetis 3A
memiliki beberapa keunggulan. Di antaranya ruang terbuka pada pori-porinya
mencapai 47% lebih banyak, memiliki kemampuan untuk menukar molekul sodium,
dan mampu mengikat air. Partikel air berukuran 3 angstrom sehingga dapat diserap
zeolit. Sedangkan partikel etanol berukuran lebih besar 4,4 angstrom sehingga tidak
bisa diserap oleh zeolit. Karena itu ketika etanol 95% dilewatkan pada sebuah
tabung berisi zeolit, kadar etanol bisa meningkat karena airnya diikat oleh zeolit.
Proses itu terjadi karena pori-pori zeolit bersifat molecular shieves. Artinya, molekul
zeolit hanya bisa dilalui oleh partikel- partikel berukuran tertentu.
Ada beberapa kendala untuk proses pembuatan etanol secara keseluruhan, yaitu
penguasaan teknologi konversi biomassa lignoselulosa menjadi etanol dan biaya
produksi yang masih tinggi. Diperlukan kebijakan pemerintah agar dapat
mendorong pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku bioetanol, antara lain
melalui penelitian dan pengembangan, pemberian insentif bagi pabrik gula yang
memanfaatkan ampas tebu untuk bioetanol, dan subsidi harga etanol dari biomassa
lignoselulosa.
2.3 Ide Cara Peningkatan Kualitas Hasil
Untuk meningkatkan hasil dari proses produksi bioethanol dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
Proses Pretreatment
1. Menggunakan Pretreatment Biologi,
Penggunaan pretreatment ini disarankan karena sifatnya yang ramah
lingkungan dan telah banyak diteliti untuk pengembangannya agar leih efektif.
Alasan penggunaan metode tersebut adalah karena sifatnya yang ramah
lingkungan,dankarena banyaknya penelitian yang dilakukan untuk
mengembangkan metode ini agar lebih efektif.
Adapun proses pelapukannya secara umum adalah sebagai berikut:
Jenis jamur yang digunakan untuk pretreatment akan memproduksi seperangkat
enzim yang terlibat secara langsung dalam proses degradasi lignin. Dua
kelompok enzim yang terlibat dalam proses lignolisis adalah enzim peroksidase
dan laccase. Enzim peroksidase terdiri dari dua jenis, yaitu lignin peroksidase
(LiP) dan mangan peroksidase (MnP) (Anita, 2011). Bahan yang akan dijadikan
bioethanol (ampas tebu) bersama dengan jamur, di inkubasi selama selama 2-8
minggu dan dibiarkan terdegradasi dengan sendirinya.

2. Menggunakan Gelombang Microwave


Saran pretreatment yang selanjutnya adalah menggunakan gelombang
microwave. Di mana, pada tahap persiapan ampas tebu di beri pretreatment
microwave untuk mempercepat degradasi lignin dan meningkatkan nilai selulosa
dan hemiselulosa. Dengan menurunnya lignin, maka proses pemecahan ampas
tebu menjadi glukosa menjadi lebih cepat. Hal ini didukung oleh penelitian
Dehani (2013) yang menyatakan bahwa iradiasi gelombang mikro dapat
meningkatkan kandungan selulosa dan hemiselulosa serta menurunkan
kandungan lignin pada proses pembuatan etanol dari jerami padi. Selain
perlakuan microwave, perlakuan menggunakan alkali dapat meningkatkan kadar
glukosa dan menurunkan kadar lignin. Hal ini didukung oleh Mendila, dkk
( 2010) bahwa Pretreatment semakin tinggi konsentrasi asam (H2SO4) dan waktu
hidrolisa maka yield glukosa yang diperoleh akan semakin besar, y ield
glukosa maksimal sebesar 59,1378 g glukosa/g bagasse diperoleh pada
kondisi 155oC, 10 bar dengan konsentrasi H2SO4 0,75 (w/w) selama 45
menit

3. Proses Hidrolisis /Proses Sakarifikasi


Pada proses hidrolisis digunakan enzim/mikroba yang mampu bekerja
dengan baik pada substrat ampas tebu. Enzim yang paling umum digunakan
dalam proses hidrolisis adalah Enzym Xylase, mikrofungi Aspergillus niger dan
Trichoderma reseei.Menurut Samsuri,dkk, (2007) penambahan Enzim Xylase
mampu menghidrolisis hemiselulosa yang ada di dalam bagas ( ampas tebu)
pada produksi bioethanol. Jika tanpa menggunakan enzyme xylase pada proses
hidrolisis hemiselulosa yang terurai sehingga tidak ada etanol yang terbentuk,
sedangkan apabila menggunakan enzyme xylase pada proses hidrolisis
didapatkan konsentrasi etanol sebesar 3,202 g/L atau 5,6 % per massa bagas
dibandingkan tanpa perlakuan sebesar 2,709 g/L atau 4,7 % per massa bagas..
Sedangkan Menurut Saparianti,dkk (2004) Peningkatan jumlah dan aktivitas
enzim menyebabkan semakin banyak ikatan penyusun selulosa (β-1-4-
glikosida) yang terputus menghasilkan oligosakarida untuk akhirnya diubah
menjadi monomer glukosa, sehingga kadar selulosa dalam medium fermentasi
menurun. .Untuk meningkatkan bioethanol yang dihasilkan, enzim/mikroba yang
digunakan dikombinasi agar produksi glukosa menigkat.Perlu diingat
pengkombinasian antara enzyme dengan mikroba, ataupun kombinasi antar
mikroba yang digunakan. Hal ini didukung oleh penelitian Kodri (2013) yang
menyatakan bahwa enzim Enzim selulase yang dihasilkan dari mikrofungi
Aspergillus niger dan Trichoderma reseei dapat dimanfaatkan sebagai katalis
dalam proses hidrolisis enzimatik jerami padi dimana produk akhir yang
dihasilkan berupa glukosa.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Untuk mengurangi krisis energi maka diperlukannya pemanfaatan energi biomassa,
salah satu contohnya ialah pemanfaatan ampas tebu menjadi bietanol.
2. Pada pembuatan bioetanol dari ampas tebu terdapat beberapa proses yaitu :
 Perlakuan Pendahuluan
 Sakarafikasi
 Fermentasi
 Pemurnian
3. Untuk meningkatkan kualitas bioetanol dari ampas tebu dapat dilakukan :
 Menggunakan preatment biologi
 Menggunakan gelombang Microwave
 Menggunakan Proses Hidrolisis

3.2 Saran
Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan sumber energi, maka pemanfaatan
sumber energi tersebut harus lebih dikembangkan terutama energi biomassa. Namun
dalam pengembangannya harus ada aspek-aspek yang harus diperhatikan, salah satunya
adalah lingkungan. Selain itu, penggunaan energi juga harus diperhatikan. Dengan
hemat energi, berarti mencegah terjadinya krisis energi.
DAFTAR PUSTAKA

Anita, Sita Haris,Triyani Fajriutami, Fitria, Riksfardini Annisa Ermawar,Dede Heri YuliYanto,
dan Euis Hermiati. 2011. Pretreatment Trametes Versicolordan PleurotusOstreatus Pada
Bagas Untuk Produksi Bioetanol. Teknologi Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011.

Chairul.2010.Sakarifikasi dan Ko-Fermentasi Serentak Reject Pulp Menjadi Bioetanol


Menggunakan Enzim Karbohidrase dan Kombinasi Saccharomyces cerevisiae - Pichia
stipitis.Aceh : Universitas Syiah Kuala
http://imfran-imfranpurba.blogspot.co.id/2012/06/bioetanol-dari-ampas-tebu.html

Anda mungkin juga menyukai