Anda di halaman 1dari 23

PEMBUATAN BIOETANOL DARI AMPAS TEBU

Dibuat sebagai Tugas Mata Kuliah Teknologi Biomassa

Oleh :
KELOMPOK 5

1. EFRANSYAH
0615 4041 1552
2. YOGA DWI PANGESTU
0615 4041 1567

Dosen Pengampuh : Lety Trisnaliani,ST.,M.T.

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
PROGRAM STUDI TEKNIK ENERGI
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Nya,
kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas pada mata kuliah Teknolgi
Biomassa, serta diharapkan dapat menjadi sebuah referensi untuk menambah
pengetahuan serta pemahaman mengenai Pembuatan Bioetanol Dari Ampas Tebu.
Selanjutnya kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan dalam
penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 30 Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 4
2.1 Pengertian ....................................................................................................... 4
2.2 Proses Pembuatan ........................................................................................... 7
2.3 Ide Cara Peningkatan Kualitas Hasil ............................................................ 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 18
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 18
3.2 Saran ............................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

2.1 Tanaman Tebu .............................................................................................. 4


2.2 Susunan Lignoselulosa ................................................................................. 6
2.3 Batuan Gamping ......................................................................................... 13
2.4 Zeolit Sintetis ............................................................................................. 14
2.5 Jamur Pleurotus Eryngii ............................................................................. 15
2.6 Aspergillus niger ......................................................................................... 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan bakar minyak adalah urat nadi kehidupan--seperti darah yang
mengalirkan oksigen ke dalam tubuh. Kehidupan bisa macet tanpa bahan bakar.
Sayang, cadangannya yang menipis, biaya eksplorasi yang kian mahal, serta
dampak lingkungan dan geopolitik di negara produsen minyak yang selalu
memanas membuat era BBM murah berakhir. Ini merupakan kabar buruk bagi
Indonesia sebagai negara nett importer.
Krisis energi dunia pada paruh kedua tahun ini yang tergolong parah dan
melanda seluruh negara di dunia telah membangkitkan keyakinan bahwa
bioenergi merupakan alternatif pemecahan hal tersebut. Sementara harga minyak
bumi yang melambung belakangan ini dengan sendirinya membangkitkan insentif
ekonomi bagi pengembangan bionergi sebagai alternatif lain dari fosil energi
yang kian mahal dan langka. Insentif itu juga timbul karena semakin besarnya
perhatian negara-negara dunia pada persoalan lingkungan hidup akibat
pencemaran yang kian parah, yang timbul dari emisi gas buang penggunaan fosil
energi. Keunggulan bionergi yang utama adalah renewable dan dampak
penggunaannnya terhadap lingkungan hidup jauh lebih ramah dari penggunaan
fosil energi selama ini.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang menghadapi persoalan
energi yang serius akibat ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil,
sementara pengembangan bioenergi sebagai alternatif masih kurang mendapat
perhatian. Sesungguhnya potensi Indonesia untuk mengembangkan bioenergi
relatif besar, baik bioetanol maupun biodisel.
Salah satu potensi yang relatif besar adalah pengembangan bioetanol berbahan
baku tebu. Dengan asumsi 80 liter bioetanol dapat dihasilkan dari 1 ton tebu (data
teknis di Brazil) dan produktivitas tebu rata-rata 80 ton per ha, maka dari setiap ha
lahan tebu dapat dihasilkan 6.400 liter etanol. Apabila etanol dari tebu dapat

1
mensubstitusi 10% dari kebutuhan gasoline pada tahun 2010 (33,4 milyar liter),
maka target tersebut bisa dicapai dengan pengembangan areal tebu seluas 522
ribu ha. Dengan target subsitusi tersebut, jumlah gasoline yang dapat disubstitusi
sebesar 3.34 milyar liter atau lebih dari Rp 15 triliun. Data survey menunjukkan
ketersediaan lahan di luar Jawa yang sesuai untuk tebu terdapat sekitar 750 ribu
ha, disamping potensi arael existing industry seluas 420 ribu ha (areal tebu
Indonesia tahun 1993/1994) Etanol yang berasal dari tebu dalam beberapa hal
lebih prospektif dibanding tanaman lain. Data Lamlet (Latin America Thematic
Network on Bioenergy) menunjukkan biaya produksi etanol paling murah. Untuk
setiap m3 etanol yang dihasilkan dari tebu diperlukan biaya $160. Bandingkan
dengan sumber lain. Dari jagung, misalnya, untuk jumlah yang sama perlu $ 250-
420, dari gandum $ 380- 480, dari kentang $ 800-900, dari singkong $ 700, dan
dari gula bit $300-400. Produksi etanol asal tebu butuh energi relatif sedikit.
Rasio output/input energi etanol dari tebu sekitar 2,5.9,0. Sementara dari jagung
1,3, sorgum manis Etanol dari Tebu . Aris Toharisman (P3GI Pasuruan) 3 2,5-
5,0, dan gula bit 1,76. Selain itu, reduksi emisi CO2 dalam hal pemakaian etanol
asal tebu sebagai substitusi premium mencapai 50-90%. Untuk etanol dari jagung
hanya 20-40% dan gula bit 30-50%.

1.2 Rumusan Masalah


1. Usaha apa yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan kelangkaan bahan
bakar?
2. Bagaimana proses pembuatan bioetanol dari ampas tebu ?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan dari ampas tebu yang akan
dimanfaatkan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara memanfaatkan ampas tebu menjadi
bioetanol.

2
3. Mahasiswa dapat mengetahui proses dalam pembuatan bioetanol dari ampas
tebu.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
1. Tanaman Tebu
Tebu merupakan yang dikenal sebagai penghasil gula. Tanaman ini
termasuk dalam keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan
berkembang biak di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Tebu
cocok pada daerah TEBU (Sacharum offlcinarum, Linn.) yang
mempunyai ketinggian tanah 1 sampai 1300 meter di atas permukaan laut.

Gambar 2.1 Tanaman Tebu


Sumber : http://www.jurnalasia.com/bisnis/berkebun-tebu/

Di Indonesia terdapat beberapa jenis tebu, di antaranya tebu (Cirebon)


hitam, tebu kasur, POJ 100, POJ 2364, EK 28, POJ 2878. Setiap jenis tebu
memiliki ukuran batang serta warna yang berlainan. Tebu termasuk
tumbuhan berbiji tunggal. Tinggi turnbuhan tebu berkisar 2-4 meter.
Batang pohon tebu terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi
oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun. Bentuk daun tebu
berwujud belaian dengan pelepah. Panjang daun dapat mencapai panjang
1-2 meter dan lebar 4-8 centimeter dengan permukaan kasar dan berbulu.

4
Bunga tebu berupa bunga majemuk yang berbentuk . Sedang akarnya
berbentuk serabut.

2. Lignoselulosa

a) Pengertian Lignoselulosa
Bahan lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari
tanaman dengan komponen utama lignin, selulosa,dan hemiselulosa.
Ketersediaannya yang cukup melimpah, terutama sebagai limbah
pertanian, perkebunan, dan kehutanan, menjadikan bahan ini
berpotensi sebagai salah satu sumber energi melalui proses konversi,
baik proses fisika, kimia maupun biologis. Salah satu proses konversi
bahan lignoselulosa yang banyak diteliti adalah proses konversi
lignoselulosa menjadi etanol yang selanjutnya dapat digunakan untuk
mensubstitusi bahan bakar bensin untuk keperluan transportasi.

b) Komponen Utama Lignoselulosa

Komponen utama dalam bahan lignoselulosa adalah selulosa,


hemiselulosa,dan lignin. Ketiganya membentuk suatuIkatan kimia
yang kompleks yang menjadiBahan dasar dinding sel
tumbuhan.Selulosa adalah salah satu komponen utama dari lignoselulosa
yang terdiri dari unit monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-
glikosidik. Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan
inter dan intra molekuler sehingga memberikan struktur yang larut.
Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf.
Hemiselulosa merupakan salah satu penyusun dinding sel tumbuhan
selain selulosa dan lignin, yang terdiri dari kumpulan beberapa unit gula
atau disebut heteropolisakarida, dan dikelompokkan berdasarkan residu
gula utama sebagai penyusunnya seperti xylan, mannan, galactan dan
glucan. Hemiselulosa terikat dengan polisakarida, protein dan lignin dan

5
lebih mudah larut dibandingkan dengan selulosa. Lignin adalah bagian
utama dari dinding sel tanaman yang merupakan polimer terbanyak
setelah selulosa. Lignin yang merupakan polimer aromatik berasosiasi
dengan polisakarida pada dinding sel sekunder tanaman dan terdapat
sekitar 20-40% . Komponen lignin pada sel tanaman (monomer guasil
dan siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida.

Gambar 2.2 Susunan Lignoselulosa


Sumber :
https://www.researchgate.net/publication/267928351_Lignocellulosic_
biomass_to_bioethanol_a_comprehensive_review_with_a_focus_on_pr
etreatment

c) Kandungan Lignoselulosa Dan Potensi Etanol Yang Dapat Dihasilkan

Indonesia memiliki banyak pabrik gula tebu, baik yang dikelola


oleh negara (PT Perkebunan Nusantara/PTPN) maupun swasta. Data
statistik dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian
menunjukkan bahwa produksi gula meningkat dari tahun ke tahun.
Direktorat Jenderal Perkebunan (2009b) juga melaporkan bahwa
produksi tebu nasional adalah 33 juta ton/tahun dan saat ini terdapat 58
pabrik gula dengan kapasitas giling total 195.622 ton tebu per hari
(TTH). Sementara itu, data P3GI (2010) menunjukkan terdapat 15

6
perusahaan dengan 62 pabrik gula dengan jumlah tebu yang digiling
29,911 juta ton. Tabel 4 menyajikan potensi etanol yang dapat dihasilkan
pabrik gula di Indonesia berdasarkan data produksi giling tahun 2009
yang diperoleh dari P3GI (2010) dan dihitung mengikuti Badger (2002)
dengan asumsi ampas tebukering 10% dari tebu digiling, kadar selulosa
(glukan) dan hemiselulosa (xilan) ampas tebu masing-masing 40% dan
20%, efisiensi sakarifikasi glukan dan xilan masing-masing 76% dan
90%, serta efisiensi fermentasi glukosa dan xilosa masingmasing 75%
dan 50%. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa potensi etanol yang
dapat dihasilkan berkisar 467–112.552 kL/ tahun, dan potensi total untuk
seluruh Indonesia 614.827 kL/tahun.

2.2 Proses Pembuatan


1. Perlakuan Pendahuluan
Metode perlakuan pendahuluan (pretreatment) pada lignoselulosa
terbagi menjadi 4 metode yang masing-masing memilki kelebihan dan
kekurangan, antara lain sebagai berikut:
 Perlakuan Pendahuluan Secara Fisika
Contoh: pencacahan secara mekanik, penggilingan, dan penepungan
untuk memperkecil ukuran bahan dan mengurangi kristalinitas selulosa,
dll. Preteatment jenis ini cukup efektif dalam memecah lignin, akan
tetapi dalam pengaplikasiannya dibutuhkan energy cukup besar, sehingga
dapat meningkatkan biaya produksinya.
 Perlakuan Pendahuluan Secara Kimia
Contoh: ozonolisis, hidrolisis asam, hidrolisis alkali, delignifikasi
oksidatif, dan proses organosolv, dll. Dalam aplikasinya, pretreatment
jenis inilah yang paling banyak digunakan karena kelebihannya yang
mudah digunakan, efektif, cepat dan tidak membutuhkan energy yang
terlalu besar. Namun, apabila senyawa kimia yang digunakan dalam
pretreatment ini dipakai secara berlebihan, maka tentunya akan

7
berdampak buruk bagi lingkungan. Hal tersebut dikarenakan,
penggunaan senyawa kimia dapat memicu pembentukan senyawa toksik.
Senyawa toksik sendiri juga dapat menghambat proses hidrolisis
polisakarida pada tahap selanjutnya dalam pretreatment lignin. oleh
karena itu, akibat dampak yang ditimbulkan dari penggunaan
pretreatment ini, para peneliti mulai tergerak untuk mengembangkan
metode yang lebih ramah lingkungan.
 Perlakuan Pendahuluan Secara Fisikokimia
Contoh: steam explosion, ammonia fiber explosion (AFEX), dan CO2
explosion, dll. Pada pretreatment ini adalah gabungan antara
pretreatment fisika dan kimia, di mana memiliki kelebihan yang mirip
dengan jenis pretreatment fisika dan kimia yakni, efektif memecah
lignin, mudah efektif, dan cepat. Sedangkan kelemahannya memerlukan
energy yang cukup besar namun masih di bawah pretreatment fisika.
Selain itu, penggunaan senyawa kimianya juga berdampak buruk bagi
lingkungan. Pada pretreatment contoh metode yang sering digunakan
adalah steam explosion.
 Perlakuan Pendahuluan Secara Biologi
Contoh: mikroorganisme jamur pelapuk coklat, jamur pelapuk putih, dan
jamur pelunak untuk mendegradasi lignin dan hemiselulosa yang ada
dalam bahan lignoselulosa, dll. Pretreatment jenis ini mulai banyak
diteliti saat ini. Sebelumnya, pretreatment ini kurang diminati karena
pengaplikasiannya yang membutuhkan waktu lama dalam proses
mendegradasi lignin dan dapat menyebabkan degradasi selulosa dan
hemiselulosa sehingga jumlah selulosa dan hemiselulosa yang dapat
dimanfaatkan menjadi berkurang. Walaupun demikian, pretreatment
jenis ini paling banyak diteliti, karena sifatnya yang ramah terhadap
lingkungan. Karena beragamnya bahan lignoselulosa, penelitian proses
perlakuan pendahuluan yang optimal terhadap bahan ini masih terbuka
lebar. Bahan baku yang berbeda akan memerlukan perlakuan

8
pendahuluan yang berbeda pula. Oleh karena itu, tidak ada satu metode
umum yang berlaku untuk perlakuan pendahuluan semua bahan
lignoselulosa.

2. Sakarifikasi
Sakarifikasi atau hidrolisis adalah proses penguraian pati menjadi
gula – gula sederhana seperti glukosa. Hidrolisis selulosa dapat
dilakukan menggunakan larutan asam atau secara enzimatis, masing –
masing dengan kelebihan dan kekurangan. Proses hidrolisis secara
enzimatis biasanya berlangsung pada kondisi yang ringan(PH sekitar
4,80 dan suhu 45 – 50oC) dan tidak menibulkan masalah korosi. Dalam
proses ini digunakan enzim endoglukanase, enzim eksoglukonase, dan
beta-glukosidase.Fungsi enzim endoglukanase adalah untuk memcah
selulosa secara acak dan memebentuk ujung rantai yang bebas. Enzim
eksoglukanase berfungsi untuk mendegradasi lebih lanjut molekul
tersebut dengan memindahkan unit – unit selobiosa dari ujung rantai
yang bebas. Sedangkan enzim beta-glukosidase merupakan enzim yang
menghidrolisis elobiosa menjadi glukosa. Penggunaan enzim bergantung
pada kadar padatan tidak larut air.
Semakin banyak selulase yang digunakan, maka akan semakin tinggi
rendemen dan kecepatan hidrolisis. Proses hidrolisis juga dapat
menggunakan aam encer, namun harus dilakukan pada tekanan tinggi
dalam waktu yang singkat. Jika menggunakan asam pekat maka
dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Biasanya waktu yang
diperlukan untuk reaksi hirdolisis dengan menggunakan asam pekat
memebutuhkan waktu yang lebih lama di banding dengan penggunaan
asam encer.Proses hidrolisis dengan asam dapat menghasilkan produk
sampingan, seperti senyawa furan, fenolik, dan asam asetat, jika produk
sampingan tidak dihilangkan dapat menghambat proses fermentasi.
Proses hidrolisis dengan asam juga dapat memicu degradasi glukosa

9
sehingga rendemen glukosa dan etanol menurun.
Terdapat juga proses sakarifikasi dan fermentasi secara serentak,
penggunaan mikroba pada proses ini biasanya adalah jamur penghasil
enzim selulase, seperti T. reesei, T. Viride, dan khamir, dengan suhu
optimal 38oC, dengan konsentrasi substrat biasanya sekitar 10%, dosis
enzim 10 – 20 FPU/g selulosa, dan konsentrasi khamir 1,5 – 3 g/l, juga
membutuhkan waktu selama 72 jam.
Proses sakarifikasi dan fermentasi serentak ini memiliki beberapa
keunggulan,yaitu :
 Meningkatkan kecepatan hidrolisis dengan mengkonversi gula yang
terbentuk dari hasil hidrolisis selulosa yang menghambat aktivitas
enzim selulase
 Mengurangi kebutuhan enzim
 Meningkatkan rendemen produk
 Mengurangi kebutuhan kondisi steril karena glukosa langsung
dikonversi menjadi etanol
 Waktu proses lebih pendek
 Volume reaktor lebih kecil karena hanya digunakan satu reaktor
Namun juga terdapat kekurangan dalam proses sakarifikasi dan
fermentasi serentak ini yaitu:
 Suhu hidrolisis dan fermentasi tidak sama
 Toleransi mikrob terhadap etanol
 Penghambatan kerja enzim terhadap etanol
 Kesulitan memisahkan sel khamir dari sisa lignin dan serat yang
dapat mengakibatkan kebutuhan khamir meningkat, sehingga
menurunkan produksi etanol.

10
3. Fermentasi

Fermentasi etanol dari selulosa pada ampas tebu ini pada dasarnya
sama dengan proses fermentasi gula dari pati atau nira. Fermentasi
etanol, juga disebut sebagai fermentasi alkohol, adalah proses biologi
dimana gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa diubah menjadi energi
seluler dan juga menghasilkan etanol dan karbon dioksida sebagai
produk sampingan. Karena proses ini tidak membutuhkan oksigen,
melainkan khamir yang melakukannya, maka fermentasi etanol
digolongkan sebagai respirasi anaerob (Chairul, 2010). Khamir yang
digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae dan bakteri Zymmomonas
Mobilis. Fermentasi sendiri dilakukan pada suhu 300 C, dan Ph 5.
Berikut ini ada reaksi yang terjadi selama proses fermentasi etanol.
C12H22O11 +H2O + invertase →2 C6H12O6 C6H12O6 +
Zymase → 2C2H5OH + 2CO2
Pada proses fermentasi glukosa, satu molekul glukosa menghasilkan
dua molekul etanol dan dua molekul karbon dioksida (CO2). Fermentasi
hasil hidrolisis komponen hemiselulosa seperti xilosa menjadi etanol
dapat menggunakan khamir Pichia stipitis atau Candida shehatae (Hahn-
Hagerdal et al. 1993). Pada fermentasi xilosa, tiga molekul xilosa
menghasilkan lima molekul etanol, lima molekul CO2, dan lima
molekul.. Fermentasi pentosa yang berasal dari hemiselulosa dilakukan
pada reaktor terpisah karena mikrob yang menggunakan pentosa bekerja
lebih lambat dalam mengubah heksosa dan pentosa menjadi etanol
dibanding mikrob yang hanya mengubah heksosa menjadi etanol, serta
bersifat lebih sensitif terhadap senyawa inhibitor dan produk etanol
(Cardona dan Sanchez 2007).
Proses fermentasi alkohol dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya adalah jumlah sel khamir, spesies sel khamir, oksigen, derajat
keasaman dan suhu. Etanol dan CO2 yang terbentuk dapat menghambat
proses fermentasi, atau biasa dikenal dengan end-product inhibition.

11
Selain itu, sel hidup khamir hanya toleran terhadap etanol pada
konsentrasi tertentu. Pada media di mana khamir bekerja mengubah gula
menjadi etanol, jika konsentrasi etanol mencapai 12%, sel khamir akan
mati dan proses fermentasi berhenti. Beberapa cara dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah tersebut, antara lain dengan mendaur ulang
khamir yang terdapat dalam aliran produk untuk meningkatkan densitas
sel dalam reaktor, atau dengan menggunakan teknologi fermentasi
kontinu (Gregg dan Saddler 1995).
4. Pemurnian

Proses pemurnian etanol dapat dilakukan dengan cara kimia dan


fisika. Cara kimia dengan menggunakan batu gamping. Sedangkan cara
fisika ditempuh dengan proses penyerapan menggunakan zeolit sintetis.
Batu gamping adalah batu yang terbuat dari pengendapan cangkang
kerang dan siput, foraminifera atau ganggang. Batu itu berwarna putih
susu, abu-abu muda, abu-abu tua, cokelat, atau hitam, tergantung
keberadaan mineral pengotornya. Mineral karbonat yang umum
ditemukan berasosiasi dengan kapur adalah aragonit. Ia merupakan
mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah
menjadi kalsit. Mineral lainnya siderit, ankarerit, dan magnesit, tapi
ketiganya berjumlah sangat sedikit.Batu gamping bersifat higroskopis,
artinya mempunyai kemampuan untuk menyerap air. Karena itulah ia
mampu mengurangi kadar air dalam bioetanol. Sebelum digunakan
sebaiknya batu gamping ditumbuk hingga jadi tepung agar penyerapan
air lebih cepat. Perbandingannya untuk 7 liter bioetanol diperlukan 2-3
kg batu gamping. Campuran itu didiamkan selama 24 jam sambil
sesekali diaduk. Selanjutnya, campuran diuapkan dan diembunkan
menjadi cair kembali sebagai etanol berkadar 99% atau lebih. Bioetanol
inilah yang bisa dicampur dengan bensin atau digunakan
murni.Walaupun prosesnya sangat mudah, tapi penggunaan batu
gamping memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya jumlah etanol yang

12
hilang sangat tinggi, mencapai 30%. alkohol itu tidak dapat keluar karena
terikat pada pori-pori gamping. Akibatnya etanol pun hilang sampai
30%.

Gambar 2.3 Batuan Gamping


Sumber : https://firdauspratma.blogspot.co.id/2014/10/about-batu-
kapur.html

Alternatif lain, pemurnian bioetanol dengan zeolit sintetis. Proses


pemurnian itu menggunakan prinsip penyerapan permukaan. Zeolit
adalah mineral yang memiliki pori- pori berukuran sangat kecil. Di alam,
zeolit terbentuk dari abu lahar dan materi letusan gunung berapi. Zeolit
juga bisa terbentuk dari materi dasar laut yang terkumpul selama ribuan
tahun.Untuk pemurnian bioetanol, sebaiknya digunakan zeolit sintetis
3A. Maksudnya zeolit yang berukuran 3 angstrom (1 angstrom = 1,0
x10-10 m red). Dibandingkan zeolit alam dan sintetis lainnya, zeolit
sintetis 3A memiliki beberapa keunggulan. Di antaranya ruang terbuka
pada pori-porinya mencapai 47% lebih banyak, memiliki kemampuan
untuk menukar molekul sodium, dan mampu mengikat air. Partikel air
berukuran 3 angstrom sehingga dapat diserap zeolit. Sedangkan partikel
etanol berukuran lebih besar 4,4 angstrom sehingga tidak bisa diserap
oleh zeolit. Karena itu ketika etanol 95% dilewatkan pada sebuah tabung
berisi zeolit, kadar etanol bisa meningkat karena airnya diikat oleh zeolit.
Proses itu terjadi karena pori-pori zeolit bersifat molecular shieves.

13
Artinya, molekul zeolit hanya bisa dilalui oleh partikel- partikel
berukuran tertentu.
Ada beberapa kendala untuk proses pembuatan etanol secara
keseluruhan, yaitu penguasaan teknologi konversi biomassa
lignoselulosa menjadi etanol dan biaya produksi yang masih tinggi.
Diperlukan kebijakan pemerintah agar dapat mendorong pemanfaatan
ampas tebu sebagai bahan baku bioetanol, antara lain melalui penelitian
dan pengembangan, pemberian insentif bagi pabrik gula yang
memanfaatkan ampas tebu untuk bioetanol, dan subsidi harga etanol dari
biomassa lignoselulosa.

Gambar 2.4 Zeolit Sintetis


Sumber : http://www.omtani.com/2015/07/zeolit-alam-dan-zeolit-
sintetis.html

2.3 Ide Cara Peningkatan Kualitas Hasil


Untuk meningkatkan hasil dari proses produksi bioethanol dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Menggunakan Pretreatment Biologi,
Penggunaan pretreatment ini disarankan karena sifatnya yang
ramah lingkungan dan telah banyak diteliti untuk pengembangannya
agar leih efektif. Alasan penggunaan metode tersebut adalah karena
sifatnya yang ramah lingkungan,dankarena banyaknya penelitian
yang dilakukan untuk mengembangkan metode ini agar lebih efektif.

14
Adapun proses pelapukannya secara umum adalah sebagai berikut:
Jenis jamur yang digunakan untuk pretreatment berupa jamur
Pleurotus Eryngii yang akan memproduksi seperangkat enzim yang
terlibat secara langsung dalam proses degradasi lignin. Dua
kelompok enzim yang terlibat dalam proses lignolisis adalah enzim
peroksidase dan laccase. Enzim peroksidase terdiri dari dua jenis,
yaitu lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP) (Anita,
2011). Bahan yang akan dijadikan bioethanol (ampas tebu) bersama
dengan jamur, di inkubasi selama selama 2-8 minggu dan dibiarkan
terdegradasi dengan sendirinya.

Gambar 2.5 Jamur Pleurotus Eryngii


Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Pleurotus_eryngii

2. Menggunakan Gelombang Microwave

Saran pretreatment yang selanjutnya adalah menggunakan


gelombang microwave. Di mana, pada tahap persiapan ampas tebu di
beri pretreatment microwave untuk mempercepat degradasi lignin
dan meningkatkan nilai selulosa dan hemiselulosa. Dengan
menurunnya lignin, maka proses pemecahan ampas tebu menjadi
glukosa menjadi lebih cepat. Hal ini didukung oleh penelitian Dehani

15
(2013) yang menyatakan bahwa iradiasi gelombang mikro dapat
meningkatkan kandungan selulosa dan hemiselulosa serta
menurunkan kandungan lignin pada proses pembuatan etanol dari
jerami padi. Selain perlakuan microwave, perlakuan menggunakan
alkali dapat meningkatkan kadar glukosa dan menurunkan kadar
lignin. Hal ini didukung oleh Mendila, dkk ( 2010) bahwa
Pretreatment semakin tinggi konsentrasi asam (H2SO4) dan waktu
hidrolisa maka yield glukosa yang diperoleh akan semakin besar,
yield glukosa maksimal sebesar 59,1378 glukosa/g bagasse
(pretreatment ampas tebu) diperoleh pada kondisi 155oC, 10 bar
dengan konsentrasi H2SO4 0,75 (w/w) selama 45 menit.

3. Proses Hidrolisis /Proses Sakarifikasi


Pada proses hidrolisis digunakan enzim/mikroba yang mampu
bekerja dengan baik pada substrat ampas tebu. Enzim yang paling
umum digunakan dalam proses hidrolisis adalah Enzym Xylase,
mikrofungi Aspergillus niger dan Trichoderma reseei.Menurut
Samsuri,dkk, (2007) penambahan Enzim Xylase mampu
menghidrolisis hemiselulosa yang ada di dalam bagas ( ampas tebu)
pada produksi bioethanol. Jika tanpa menggunakan enzyme xylase
pada proses hidrolisis hemiselulosa yang terurai sehingga tidak ada
etanol yang terbentuk, sedangkan apabila menggunakan enzyme
xylase pada proses hidrolisis didapatkan konsentrasi etanol sebesar
3,202 g/L atau 5,6 % per massa bagas dibandingkan tanpa perlakuan
sebesar 2,709 g/L atau 4,7 % per massa bagas.. Sedangkan Menurut
Saparianti,dkk (2004) Peningkatan jumlah dan aktivitas enzim
menyebabkan semakin banyak ikatan penyusun selulosa (β-1-4-
glikosida) yang terputus menghasilkan oligosakarida untuk
akhirnya diubah menjadi monomer glukosa, sehingga kadar selulosa
dalam medium fermentasi menurun. .Untuk meningkatkan bioethanol

16
yang dihasilkan, enzim/mikroba yang digunakan dikombinasi agar
produksi glukosa menigkat.Perlu diingat pengkombinasian antara
enzyme dengan mikroba, ataupun kombinasi antar mikroba yang
digunakan. Hal ini didukung oleh penelitian Kodri (2013) yang
menyatakan bahwa enzim Enzim selulase yang dihasilkan dari
mikrofungi Aspergillus niger dan Trichoderma reseei dapat
dimanfaatkan sebagai katalis dalam proses hidrolisis enzimatik
jerami padi dimana produk akhir yang dihasilkan berupa gluk.

Gambar 2.6 Aspergillus niger


Sumber : http://sustainablemycology.blogspot.co.id/2012/12/aspergillus-
niger.html

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk mengurangi krisis energi maka diperlukannya pemanfaatan energi
biomassa, salah satu contohnya ialah pemanfaatan ampas tebu menjadi
bietanol.
2. Pada pembuatan bioetanol dari ampas tebu terdapat beberapa proses yaitu
 Perlakuan Pendahuluan
 Sakarafikasi
 Fermentasi
 Pemurnian
3. Untuk meningkatkan kualitas bioetanol dari ampas tebu dapat dilakukan :
 Menggunakan preatment biologi
 Menggunakan gelombang Microwave
 Menggunakan Proses Hidrolisis

3.2 Saran
Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan sumber energi, maka
pemanfaatan sumber energi tersebut harus lebih dikembangkan terutama
energi biomassa. Namun dalam pengembangannya harus ada aspek-aspek
yang harus diperhatikan, salah satunya adalah lingkungan. Selain itu,
penggunaan energi juga harus diperhatikan. Dengan hemat energi, berarti
mencegah terjadinya krisis energi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anita, Sita Haris,Triyani Fajriutami, Fitria, Riksfardini Annisa Ermawar,Dede Heri


YuliYanto, dan Euis Hermiati. 2011. Pretreatment Trametes Versicolordan
PleurotusOstreatus Pada Bagas Untuk Produksi Bioetanol. Teknologi
Indonesia, Volume 34, Edisi Khusus 2011.

Chairul.2010.Sakarifikasi dan Ko-Fermentasi Serentak Reject Pulp Menjadi


Bioetanol Menggunakan Enzim Karbohidrase dan Kombinasi
Saccharomyces cerevisiae - Pichia stipitis.Aceh : Universitas Syiah Kuala
http://imfran-imfranpurba.blogspot.co.id/2012/06/bioetanol-dari-ampas-tebu.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Pleurotus_eryngii
http://www.omtani.com/2015/07/zeolit-alam-dan-zeolit-sintetis.html
Sumber : http://sustainablemycology.blogspot.co.id/2012/12/aspergillus-niger.html

19

Anda mungkin juga menyukai