Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH BIOENERGI

BIOPELLET KAYU KARET

Disusun oleh : Yendah Septi Anggriani


Nim : 061740411516
Kelas : 5EGA
Dosen Pembimbing : Endang Supraptiah,S.T.,M.T.

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA


TAHUN AKADEMIK
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Mesin Konversi
Energi dengan judul Biopellet Kayu Karet pada Tahun Akademik 2019 ini,
dengan baik dan tepat waktu.

Tidak lupa penyusun juga mengucapkan terima kasih atas bantuan ibu
Endang Supraptiah,S.T.,M.T. Selaku dosen yang telah membimbing penyusun,
bapak dan ibu penyusun tercinta atas semua do’a, dukungan, perhatian dan kasih
sayang yang telah diberikan selama menyelesaikan makalah ini.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penyusun.


Penyusun yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan saran dan kritik membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah utilitas ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan


ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi penyusun.

Palembang ,12 Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ...................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
Daftar Tabel .......................................................................................................... iv
Daftar Gambar ..........................................................................................................v

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Tujuan ..........................................................................................................2
1.3 Manfaat ........................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari Biopellet Kayu Karet ..........................................................3
2.2 Bahan Pembuat Biopellet ............................................................................3
2.3 Proses Pembuatan Biopellet ........................................................................4
2.4 Pelet Kayu Karet (Hevea brasiliensis) Hasil Torefaksi dengan
Menggunakan Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB) .......................7

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................12
Daftar Pustaka ............................................................................................................

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2.1. Komponen Kayu Karet ........................................................................4
Tabel 2.4.1.1. Komposisi kimia pelet kayu karet .....................................................9

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3.1. Diagram pembuatan wood pellet. ...................................................6


Gambar 2.4.1. Skema Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB). ...................7
Gambar 2.4.1.1. Warna pelet kayu karet ...............................................................8

Gambar 2.4.1.2.. Nilai kalor pelet kayu karet.......................................................11

v
1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi memegang peranan yang sangat vital dalam berbagai kegiatan yang
yang menyangkut hajat hidup manusia. Sebab jika tidak ada sumber energi maka
bisa dipastikan seluruh kegiatan manusia akan sulit dilaksanakan. Sumber energi
yang dikenal dan dipakai saat ini digolongkan secara garis besar yaitu energi
terbarukan dan tak-terbarukan. Sumber energi terbarukan meliputi panas bumi,
matahari, angina, air, biomassa dan yang lainnya. Sedangkan sumber energi tak
terbarukan meliputi minyak bumi, gas dan batubara. Sebagaimana kita ketahui
saat ini jumlah energi fosil terus berkurang dan kadang mengalami kelangkaan.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah
dengan memanfaatkan energi terbarukan seperti biomassa yang jumlahnya
melimpah.
Dalam hal ini sumber energi terbarukan yang cukup memiliki nilai
keekonomian yang tinggi adalah biomassa, beberapa contoh jenis biomassa
tersebut seperti serbuk kayu, bongol jagung, sekam padi, dan tandan kelapa sawit.
Tanaman karet merupakan komoditi tanaman perkebunan yang banyak
diusahakan oleh masyarakat Riau setelah perkebunan kelapa sawit. Pohon karet
hanya produktif menghasilkan getah hingga berumur 20 - 25 tahun dan setelah itu
produktifitas getah akan menurun (Sukaton dan Wardhani, 1996 dalam Setiawan,
2014). Selain getah produk lain dari tamanan karet adalah kayu karet yang dapat
digunakan sebagai kayu bakar, bahan baku perabotan rumah tangga, particle
board, parquet, MDF (Medium Density Fibreboard), kayu lapis, papan partikel
dan lain sebagainya (Towaha dkk, 2013).
Hasil pemanenan kayu karet akan menghasilkan limbah yang disebut
limbah pemanenan seperti daun, ranting, akar serta kayu karet yang tidak
termasuk kedalam layak jual (Matangaran, 2012). Selain itu Industri
penggergajian kayu menghasilkan limbah berupa serbuk gergaji 10,6%, sebetan
25,9% dan potongan 14,3% dengan total limbah sebesar 50,8% dari bahan baku
yang digunakan (Setyawati, 2003 dalam Sutrisno, 2013). Limbah industri
penggergajian dilapangan ada yang ditumpuk, dibuang kealiaran sungai bahkan
ada yang dibakar secara langsung sehingga ikut menambah. emisi gas karbon di
atmosfir (Pari, 2001 dalam Yakin, 2014). Untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan diperlukan adanya suatu pengolahan lanjut dengan teknologi aplikatif
sehingga menghasilkan produk yang memiliki nilai tambah dan ramah
lingkungan, salah satunya dengan memanfaatkan limbah kayu karet menjadi wood
pellet (pelet kayu).
2

1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari biopellet kayu karet
2.. Mengetahui proses pembuatan biopellet kayu karet
3. Mengetahui karakteristik biopelet Kayu Karet (Hevea brasiliensis) Hasil
Torefaksi dengan Menggunakan Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB)
1.3 Manfaat
1. Memahami pengertian dari biopellet kayu karet
2.. Memahami proses pembuatan biopellet kayu karet
3. Memahami dan menganalisa biopelet Kayu Karet (Hevea brasiliensis) Hasil
Torefaksi dengan Menggunakan Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB)
3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari biopelet kayu karet
Salah satu bentuk bahan bakar padat berbasis limba biomasa dengan
ukuran yang kecil dan lebih kecil dari briket. Biopelet mempunyai densitas dan
keseragaman ukuran yang lebih baik dibandingkan bio briket. Proses yang
digunakan adalah pengempaan dengan suhu dan tekanan tinggi, sehingga
membentuk produk yang seragam dengan kapasitas produksi yang tinggi
dibandingkan biobriket. Dibeberapa negara maju seperti jerman kanada dan
austria biopelet dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif yang berasal dari
kepingan kayu.
Energi dibuat untuk bahan bakar yang didapatkan dari sumber alami yang
dapat diperbarui. Jadi, energi biomassa ini bisa menjadi jalan keluar dari bahan
bakar yang selama ini tidak dapat diperbaharui dan mencemari lingkungan
hidup.Selain itu, digunakan juga bahan-bahan energi biomassa dari tumbuhan
seperti tanaman sisa pengolahan ataupun hasil panen secara langsung. Energi
biomassa ini muncul berdasarkan adanya siklus carbon di bumi. Dimana, hampir
semua unsur kehidupan, mulai dari tumbuhan, hewan hingga manusia memiliki
unsur karbon yang pada dasarnya terus berputar. Karena itulah, biomassa sendiri
bisa dibuat bahan bakar karena juga mengandung unsur carbon.
2.2 Bahan pembuatan biopelet
Biomasa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik,
baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomasa antara lain adalah
tanaman,pepohonan, rumput, ubi, maupun limbah buangan. Salin digunakan
untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, bahan
bangunan dan sebagainya. Biomasa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan
bakar). Umum yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomasa yang nilai
ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primerya.
Sumber energi biomasa mempunyai kelebihan antara lain merupakan sumber
energi yang dapat diperbarui (renewable) sehingga dapat menyediakan sumber
energi secara berkesinambungan (suistainable).
Salah satu trobosan tersebut adalah banahn baku terbarukan dari pohon,
berupak kayu energi dari tanaman kaliandra yang dapat menghasilkan bahan baku
energi secara cepat dan berkualitas terutama untuk produksi pellet. Wood pellet
merupakan sumber energi masa depan dalam penerapan sumber pembangkit
tenaga lisktrik merupaakan salah satu jalan umtuk pemecahan krisis
listrik.(Winaya, 2008). Pellet biomasa umumnya merupakan bahan bakar unggul
bila dibandingkan untuk bahan baku mentah (misalnya serbuk gergaji) pellet lebih
padat dan memiliki energi yang besar, mudah menangani, tidak perlu ruang
4

penyumpanan yang besar, memiliki sifat yang ramah lingkungan, sehingga


membuatnya sangat menarik untuk digunakan. Wood pellet dengan bahan baku
biomasa kayu memiliki 3 komponen dasar dan sejumlah bahan yang sangan
sedikit. Tiga komponen utama tersebut aadalah struktur polimer organic alami,
yakni selulose, hemiselulose dan lignin. Komponen paling penting untuk proses
pemelletan adalah lignin, karena lignin sebagai perekat alami yang membuat
partikel berkayu dalam pellet lebih kuat (Winaya, 2008).

Tabel 2.2.1. Komponen Kayu Karet

2.3 Proses pembuatan biopelet


a) Penyiapan Bahan Bakunya

Proses produksi wood pellet dimulai dengan proses pemilihhan bahan


baku dengan menggunakan limbah kayu dengan menggunakan limbah kayu
terutama tumbuhan kayu kaliandra berupa batang, cabang, ranting. Bahan baku ini
memiliki kadar lignin yang tinggi sebagai zat perekat alami kayu salah satunya
tumbuhan kaliandra yang dpat menghasilkan energi secara cepat dan berkualitas
dan tidak banyak mengandung zat gula dan getah karena akan mempengaruhi
mesin pencetak wood pellet yang mengakibatkan terjadinya lengket pada proses
pencetakan dan proses pembakaran yag tidak sempurna (Mujumdar, 2001).
b) Pemotongan / Cincang

Bahan baku dari tanaman kaliandra selanjutnya dipotong dan dicincang


dimasukkan kedalam alat bernaman cipper yang akan meghasilkan berupa
serpihan kayu. Cipper digunakan untuk tahap awal untuk penghancuran kasar
dengan ukura cip sekitar 1-3 cm
c) Mesin Pengering / Rotary Dryer

Serpihan kayu yang sudah dihancurkan selanjutnya dimasukkan kedalam


mesin pengering atau rotary dryer. Mesin pengering bertujuan untuk memadatkan
atau desfikasi biomasa yang efisien dan sangat tergantung dari ukuran partikel
bahan bakunya. Seperti halnya kadar air dalam bahan baku tersebut. Dryer atau
5

pengering digunakan untuk mengatur kadar air sampai tingkat yang diinginkan.
Apabila cipper tersebut kadar airnya berkisar 20% sampai 25% serpihan kayu bisa
langsung masuk menuju mesin penggiling kayu atau grinding diharapkan kadar
airnya bisa mencapai 7% sampai 10% untuk menghasilkan wood pellet.grinding
adalah proses pengurangan ukuran partikel bahan dari bentuk kasar menjadi
ukuran yang lebih halus untuk menyempurnakan proses mixing hasil
pencampuran yang merata dan menghindaru segregasi partikel-partikel bahan.
Tujuannya yakni meningkatkan efisiensi pelleting dan kualitas pellet karena
presentase tepung bisa dikurangi dan mengurangi pekerjaan ulang dari proses
pelleting akibat banyaknya tepung yang kembali ke system pellet. Cipper yang
sudah digiling dan berupa serbuk kayu untuk di cek kembali kadar airnya sesuai
prosedurnya 10% sampai 12%. Cipper yang telah menjadi serbuk selanjutnya
dipindahkan ketempat wadah penampungan untuk mengkondisikan serbuk kayu
langsung bisa dicetak menjadi wood pellet dan melelehkan kadar lignin sebagai
zat alami perekat kayu.
Untuk melakukan suatu proses pengeringan yang dapat megnghasilkan
produk dengan mutu dan kualitas yang baik dan efisien, maka dibutuhkan suatu
teknologi pengering dengan kinerja yang baik, efisien, serta kondisi proses
pengeringan seperti suhu, kelembapan udara, serta waktu pengeringan dapa
dikendalikan (Mujumdar, 2001).
Penegringan merupakan salah satu tahap yang sangat penting untuk
menghasilkan kualitas bahan bakar bimasa yang baik, pengeringan tersebut
dimaksudkan untuk mengurangi tersebut dimaksudkan untuk mengurangi
kandungan air yang terdapat di dalam biomasa serta dapat mengikatkan nilai kalor
dari bahan baku biomasa tersebut.
d) Pendingin / Colling

Selanjutnya wood pellet yang telah dicetak dikeluarkan dan didinginkan


karena suhunya masih panas supaya wood pellet yang sudah jadi tidak hancur,
rapuh maupun pecah.
e) Disaring / Sleving

Bertujuan untuk proses pemisahan secara mekanik berdasarkan perbedaan


ukuran partikel berupa debu dan serbuk yang akan disedot oleh mesin blower uap,
uap panas akan dibuang dari mesin blower uap sedangkan debu dan serbuk dari
hasil proses cooling dan sleving akan dimasukkan kembali ke tabung besar
khususnya untuk menyesuaikan suhu dan tekanan yang kemudian diproses
menjadi wood pellet kembali.
f) Wood Pellet

Wood pellet yang telah jadi kemudian di packing dan di lakukan quality
control untuk menjaga kualitas dari pellet yang dihasilkan.
6

Diagram pembuatan wood pellet

Bahan dari kayu Karet

Pemotongan Bahan

Pengeringan dengan mesin /


rotary dryer

Pendinginan / colling

Disaring / Sleving

WOODPELLET

Gambar 2.3.1. Diagram pembuatan wood pellet


Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa ada perbedaan
persentase kadar air wood pellet dengan adanya perlakuan pemberian perekat
tapioka, semakin banyak perekat tapioka yang diberikan maka kadar air wood
pellet yang dihasilkan semakin rendah karena, ukuran partikel perekat tapioka
lebih kecil dibandingkan ukuran partikel serbuk kayu karet sehingga pada proses
pengempaan, perekat tapioka dapat mengisi rongga-rongga kosong pada wood
pellet yang dapat mengurangi partikel air yang terjebak dirongga-rongga wood
pellet atau disebut dengan air terikat . tinggi tekanan saat pencetakan menyebakan
wood pellet semakin padat, kerapatan tinggi, halus dan seragam, sehingga partikel
biomasa dengan penambahan perekat dapat saling mengisi pori–pori yang kosong
serta menurunkan molekul air yang dapat menempati pori– pori tersebut.
7

2.4. Pelet Kayu Karet (Hevea brasiliensis) Hasil Torefaksi dengan


Menggunakan Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB)
Kualitas pelet biomassa dapat ditingkatkan melalui torefaksi, yaitu suatu
proses perlakuan panas pada kisaran suhu 200°C – 300°C dalam kondisi oksigen
terbatas. Torefaksi pelet kayu karet dilakukan dengan menggunakan reaktor
Counter-Flow Multi Baffle (COMB), suatu alat yang dapat melakukan torefaksi
dengan waktu tinggal (residence time) yang singkat (hingga 5 menit). Suhu
torefaksi yang diterapkan adalah 200°C, 250°C, dan 300°C dengan waktu tinggal
3 menit. Pengujian pelet meliputi perubahan warna, sifat fisik, komposisi kimia,
dan nilai kalor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna pelet berubah total
setelah torefaksi, dari warna awal cokelat muda menjadi pelet berwarna hitam
(black pellet) dengan nilai perubahan warna (∆E*) sebesar 29,12 pada suhu
200°C, 54,27 pada suhu 250°C, dan 66,71 pada suhu 300°C. Kadar air pelet
menurun dari 12,25% menjadi 3,54%. Uji perendaman air juga menunjukkan
bahwa pelet yang ditorefaksi lebih tahan terhadap air, sehingga akan sangat
menguntungkan ketika pelet disimpan pada kondisi lembab. Kerapatan kering
tanur pelet menurun dari 1,15 g/cm3 menjadi 1,09 g/cm3, 1,04 g/cm3, dan 0,96
g/cm3, setelah torefaksi pada suhu 200°C, 250°C, dan 300°C. Torefaksi
menyebabkan penurunan kandungan selulosa dan hemiselulosa, peningkatan
kandungan lignin, dan peningkatan nilai kalor antara 1,71−18,32% seiring dengan
peningkatan suhu torefaksi. Torefaksi dengan reaktor COMB dapat meningkatkan
kualitas pelet kayu karet untuk meningkatkan nilai tambah produk.

Gambar 2.4.1. Skema Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB).


Reaktor COMB merupakan reaktor yang dapat digunakan untuk
melakukan proses torefaksi dengan kapasitas proses 20 kg/jam, suhu maksimum
500°C, dan waktu tinggal 3-5 menit. Reaktor torefaksi COMB memiliki enam
bagian, yaitu: bagian pengumpan biomassa (feeder); bagian kolom reaktor
8

(column), dimana biomassa mengalami torefaksi; bagian pendinginan gas (heat


exchanger); bagian pembakar (burner); bagian penyaring partikel halus (fine dust
collector); dan induction drag fan (ID fan) untuk mengalirkan gas panas ke kolom
reaktor (Gambar 1).
Pelet kayu karet dimasukan ke dalam feeder yang terletak di bagian atas
kolom (COMB column). Kolom dilengkapi dengan baffle yang disusun pada
kemiringan tertentu sehingga biomassa akan jatuh ke bawah dan kontak dengan
aliran gas panas yang dihasilkan oleh burner. Gas panas dari burner dialirkan ke
kolom reaktor dari bagian bawah kolom menuju ke atas yang didorong aliran gas
dari ID fan. Torefaksi dilakukan dengan menggunakan suhu 200°C, 250°C, dan
300°C dengan waktu tinggal 3 menit.
2.4.1 Analisa hasil Pelet Kayu Karet (Hevea brasiliensis) Hasil Torefaksi
dengan Menggunakan Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB)
a. Perubahan Warna Pelet Kayu Karet

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.4.1.1. Warna pelet kayu karet: (a) sebelum torefaksi/kontrol,


(b) torefaksi pada suhu 200°C, (c) torefaksi pada suhu 250°C, dan (d) torefaksi
pada suhu 300°C.
Perubahan warna secara keseluruhan (∆E*) pelet kayu karet mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan suhu torefaksi. Tingkat kecerahan (L*)
merupakan perubahan secara visual yang paling jelas mengalami penurunan atau
penggelapan warna pelet setelah torefaksi (Gambar 2). Salca et al. (2016)
menjelaskan bahwa penurunan nilai L* terjadi akibat adanya degradasi
hemiselulosa selama perlakuan panas sehingga mempengaruhi perubahan warna
secara visual.
b. Sifat Fisik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa torefaksi menyebabkan penurunan
kerapatan pelet kayu karet. Kerapatan kering udara dan kering tanur dari pelet
kayu karet yang ditorefaksi semakin menurun seiring dengan meningkatnya suhu
perlakuan dengan persentase penurunan berkisar antara 8,98 – 22,71% untuk
kerapatan kering udara dan kerapatan kering tanur sebesar 4,66 – 16,18% (Tabel
2). Penurunan kerapatan terjadi karena penurunan massa dan penyusutan volume
9

pelet. Hasil penelitian yang telah dilakukan sejalan dengan penelitian Hidayat et
al. (2018a) yang menyatakan bahwa kerapatan kayu gmelina menurun dari 0,46
g/cm3 menjadi 0,41 g/cm3 setelah diberi perlakuan panas pada suhu 210°C.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kadar air pelet kayu karet
menurun setelah torefaksi. Sampel pelet kontrol memiliki kadar air sebesar
12,25% dan setelah torefaksi kadar air menurun hingga kadar air sampel torefaksi
suhu tinggi sebesar 3,54% . Torefaksi dengan menggunakan suhu yang semakin
tinggi menyebabkan kandungan air dalam pelet biomassa mengalami penguapan
sehingga kandungan air bergerak keluar dalam bentuk gas dan kandungan kadar
air semakin menurun (Widarti 2017). Kandungan kadar air biomassa yang rendah
sangat penting untuk mendukung kegiatan pengangkutannya.
c. Komposisi Kimia Pelet Kayu Karet
Hasil analisis kandungan komposisi kimia pelet kayu karet disajikan pada
Tabel 3. Kandungan abu pelet kontrol meningkat seiring dengan peningkatan suhu
torefaksi. Hidayat et al. (2017b) melaporkan peningkatan kandungan abu kayu
mindi (Melia azedarach) dari 0,57% menjadi 0,80% setelah pirolisis pada suhu
400°C. Peningkatan kadar abu pada produk hasil torefaksi dapat disebabkan
karena terjadi pengurangan massa saat proses torefaksi berlangsung, namun tidak
diiringi dengan degradasi komponen anorganik pembentuk abu (Maryenti et al.
2017). Menurut Azhar dan Rustamaji (2009), kandungan abu pada biomassa
sebelum ditorefaksi sebesar 2,5% dan setelah torefaksi meningkat menjadi 5%
dan arang bambu menjadi berwarna keabu-abuan. Hal tersebut terjadi karena suhu
yang tinggi menyebabkan kandungan karbon dan hidrogen semakin meningkat
dan kandungan oksigen menurun sehingga terjadi penurunan rasio O/C.

Komposisi kimia Kontrol Torefaksi

200°C 250°C 300°C


Kadar abu (%) 0,40 0,41 0,48 0,59
Selulosa (%) 43,13 41,27 43,13 42,29
Hemiselulosa (%) 13,59 13,58 13,59 2,33
Lignin (%) 30,11 30,11 38,78 47,38

Tabel 2.4.1.1. Komposisi kimia pelet kayu karet


10

Kandungan hemiselulosa, selulosa, dan lignin pada pelet biomassa dapat


terdegradasi seiring dengan peningkatan suhu yang diberikan. Kandungan
hemiselulosa pada sampel pelet kontrol sebesar 13,59% dan setelah ditorefaksi
dengan suhu tinggi mengalami penurunan hingga 2,33%, kandungan selulosa
pada sampel pelet kontrol sebesar 43,13% dan setelah ditorefaksi dengan suhu
tinggi mengalami penurunan hingga 42,29%, namun penurunan yang terjadi tidak
secara signifikan karena selisih penurunannya hanya sebesar 0,84%. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Harun et al. (2017) menyatakan bahwa selulosa dan
hemiselulosa dapat terdegradasi pada suhu 300°C dibandingkan dengan suhu yang
lebih rendah yaitu 240°C, sehingga pada suhu 300°C kehilangan berat massa
biomassa lebih tinggi. Kehilangan kandungan tersebut menyebabkan berat
biomassa menurun dan sifat hidrofobik pada biomassa semakin tinggi.
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kandungan
lignin pada sampel pelet kontrol sebesar 30,11%, dan sampel torefaksi suhu tinggi
meningkat menjadi 47,38%. Kandungan lignin yang semakin meningkat terjadi
karena ikatan lignin melemah karena suhu yang tinggi, sehingga ikatan tersebut
saling berkaitan antara lignin satu dengan lignin lainnya. Kandungan lignin pada
sampel torefaksi suhu tinggi yang semakin meningkat disebabkan karena
menurunnya kadar selulosa dan hemiselulosa yang lebih mudah terdegradasi
akibat suhu tinggi (Lukmandaru et al. 2018).
d. Nilai kalor
Hasil penelitian yang disajikan pada Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai
kalor sampel pelet kontrol sebesar 17,58 MJ/kg dan mengalami peningkatan nilai
kalor pada sampel torefaksi suhu tinggi sebesar 20,8 MJ/kg. Nilai kalor
mengalami peningkatan sebesar 1,71%−18,32%. Sampel pelet kontrol memiliki
nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel torefaksi. Fernando
dan Helwani (2016) menyatakan bahwa bahan baku briket memiliki nilai kalor
sebesar 16,034 MJ/kg, setelah torefaksi nilai kalor yang didapatkan berkisar
antara 17,091 MJ/kg−20,697 MJ/kg. Hasil tersebut menunjukkan peningkatan
persentase nilai kalor sebesar 6,5−30%.
Nilai kalor dapat dijadikan sebagai parameter utama dalam menentukan
kualitas pelet biomassa. Keberadaan nilai kalor dapat dipengaruhi oleh
keberadaan kadar abu dan karbon terikat. Tingginya nilai kalor menunjukkan
bahwa kualitas bahan bakar akan semakin baik. Keberadaan nilai kalor yang
tinggi sangat menguntungkan pada penggunaan bahan bakar. Salah satu
keuntungan dari nilai kalor yang tinggi yaitu dapat menghemat penggunaan bahan
baku karena laju pembakaran menjadi lebih efisien. Laju pembakaran yang lebih
efisien terjadi karena nilai kalor yang semakin meningkat sehingga laju
pembakaran menjadi semakin lambat (Hanun 2014).
11

21
20,8
20
Nilai Kalor (MJ/kg)

19
18,97
18
17,88
17 17,58

16
15
Kontrol 200°C 250°C 300°C
Perlakuan

Gambar 2.4.1.2.. Nilai kalor pelet kayu karet.


12

BAB III
KESIMPULAN

Biopellet kayu karet adalah Salah satu bentuk bahan bakar padat berbasis
limbah biomasa( bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik, baik
berupa produk maupun buangan). dengan ukuran yang kecil dan lebih kecil dari
briket. Torefaksi bertujuan untuk meningkatkan kualitas biopellet menggunakan
reaktor COMB merubah warna pelet kayu karet menjadi pelet hitam (black
pellet). Kadar air pelet menurun dari 12,25% menjadi 3,54% setelah torefaksi.
Pelet yang ditorefaksi lebih tahan terhadap air, sehingga akan sangat
menguntungkan ketika pelet disimpan pada kondisi lembab. Torefaksi juga
menyebabkan penurunan kerapatan pelet, penurunan kandungan selulosa dan
hemiselulosa, peningkatan kandungan lignin, serta peningkatan nilai kalor antara
1,71−18,32% seiring dengan peningkatan suhu torefaksi. Torefaksi dengan
reaktor COMB dapat meningkatkan kualitas pelet kayu karet untuk meningkatkan
nilai tambah produk.
13

DAFTAR PUSTAKA

1. Rubiyanti,T., Hidayat,W., Febryano, I.G., & Bakri,S. (2019).


Karakterisasi Pelet Kayu Karet (Hevea brasiliensis) Hasil Torefaksi
dengan Menggunakan Reaktor Counter-Flow Multi Baffle (COMB). Jurnal
Sylva Lestari, Vol 7.(3). Halaman 321-331. \

2. Adrian,A., Sulaeman,R., & Oktorini, Y. (2015). Karakteristik Wood Pellet


Dari Limbah Kayu Karet (Hevea Brazilliensis Muell. Arg) Sebagai
Alternatif Sumber Energi Terbarukan. Jurnal Jom Faperta, Vol 2.(2).

3. Mirza, F., Karimah, F., Elisa,S.N., Putri,A.I., & P,E.D,. Makalah Biopellet
(online)(https://id.scribd.com/document/359230137/Makalah-Biopellet,
diakses 12 oktober 2019).

Anda mungkin juga menyukai