Anda di halaman 1dari 63

PROSPEK PENGEMBANGAN KAYUPUTIH DAN

PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI KAYU


PUTIH UNTUK PUPUK ORGANIK
(Melaleuca cajuputi)

PONOROGO, NOVEMBER 2018

KERJASAMA
KEMENTRIAN RISET DAN TEKNOLOGI,
PENDIDIKAN TINGGI
DANGAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
UNIVERSITAS DARUSSLAM GONTOR

i Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Pengarah:
1. Rektor Universitas Darussalam Gontor Ponorogo
2. Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Unida
Gontor

Penanggung jawab:
Kepala Program Studi Agroteknologi Fakultas Sains dan Teknologi

Kerjsama:
Kementrian Ristek Dikti
Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS Solo)

Disusun oleh:
Umi Isnatin, SP.MP.
Muhammad, SP.MP.
Use Etica,SP.MMA.

Editor:
Dr. Ghozali,MA.
Dr. Alfu Laila,SP, MP

ISBN: ..............

Dicetak dan diterbitkan:


Unida Press

Ponorogo, November 2018

ii Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


iii Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan Karunia-Nya, sehingga buku ajar ini dapat
tersusun. Buku ajar ini disusun dengan maksud untuk memberikan
panduan tentang teknik budidaya dan pengembangan tanaman kayu
putih dan pemanfatan limbah industri kayu putih untuk pupuk
organik yang dapat dipraktekan oleh para pengguna baik petani
hutan, pengelola KPH Sukun dan masyarakat luas.
Materi yang disajikan bersifat populer tentang praktek budidaya
jenis untuk tanaman penghasil bahan baku kayu energi, bahan baku
pulp dan kertas, kayu pertukangan, pangan, bioenergi, atsiri dan
jenis-jenis untuk antisipasi kondisi kering. Buku-buku ini sebagai
salah satu bentuk desiminasi hasil penelitian yang dilakukan oleh
program studi agroteknologi Universitas Darussalam Gontor
Ponorogo.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada
semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan dan penerbitan
buku ini kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.
Semoga buku ini bermanfaat bagi para pengguna.

Ponorogo, November 2014


Penulis,

Umi Isnatin dkk.

iii Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
iv Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
Daftar Isi

Kata Pengantar...................................................................................... iii

Daftar Isi .................................................................................................. ix


Daftar Gambar ....................................................................................... xi
BAB 1 Pendahuluan ........................................................................ 1
BAB 2 Ekologi dan Sebaran Alami .......................................... 4
BAB 3 Program Pemuliaan Kayuputih ................................... 8
3.1 Strategi Pemuliaan kayuputih ............................................. 8
3.2 Hasil pemuliaan yang telah dicapai..................................10
BAB 4 Teknik Budidaya Tanaman Kayuputih .................. 13
4.1 Teknik Persemaian ............................................................13
BAB 5 Prospek Ekonomi Pengembangan Kayuputih .. 23
BAB 6 Pupuk Organik & Pupuk Hayati ................................ 40

BAB 7 Humus dari Kayu Putih ................................................. 54


BAB 8 Kompos dari Kayu Putih .............................................. 57
BAB 9 Penutup ................................................................................. 64

Daftar Pustaka ...................................................................................... 65

v Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


vii Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
Daftar Gambar
1. Persebaran alam Melaleuca cajuputi....................................................5
2. Tegakan alam di Kepulauan Maluku (a), dan tanaman produksi
kayuputih di Ponorogo (b)...............................................................7
3. Skema strategi pemuliaan kayuputih ............................................ 10
4. Bunga (a), buah(kapsul) (b), dan biji kayuputih (c) .................... 14
5. Proses penyemaian benih kayuputih ............................................ 15
6. Proses penyapihan bibit kayuputih .............................................. 16
7. Pemangkasan batang kayuputih untuk menstimulasi tumbuhnya
tunas-tunas baru yang juvenile (a), Tunas-tunas baru yang
muncul ( 1-2 bulan setelah pangkas), siap diambil senagai materi
untuk pembuatan stek pucuk. Tunas muda dipotong kuarng
lebih 10 cm, selanjutnya dirensam dalam hormone IBA
beberapa saat. Selanjutnya ditaman dalam media pasir halus
dan ditutup sungkup (b) ................................................................ 17
8. Stek pucuk kayuputih dalam bak plastik tertutup dengan
kelambaban yang tinggi untuk memacu munculnya akar dan
tumbuhnya tunas daun baru (a), Stek pucuk yang berhasil
tumbuh tampak segar dan tumbuh tunas baru, dibuka
sungkupnya secara bertahap untuk aklimatisasi (b), dan Stek
pucuk yang berhasil tumbuh, setelah tingginya kurang lebih
50 cm dan batang tamoak kokoh, siap untuk ditanam
di lapangan (c) ................................................................................. 18
9. Pembuatan grafting kayuputih ...................................................... 20
10. Pola tanaman pada pertanaman kayuputih dengan system
tumpangsari ..................................................................................... 21
11. Bibit siap tanam, persiapan dan penanaman kayuputih ............. 22

8 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


BAB 1
Pendahuluan
Melaleuca cajuputi dikenal dengan nama daerah Kayu putih
merupakan salah satu jenis tanaman yang mempunyai peranan cukup
penting dalam industri minyak atsiri. Jenis ini dapat tumbuh pada
lahan marginal yang pada umumnya di sekitar daerah tersebut dihuni
oleh masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang lemah. Upaya
pendayagunaan lahan marginal mempunyai arti yang penting dalam
usaha memperbaiki lahan yang rusak sebagai akibat pembangunan
atau kerusakan oleh alam. Pemilihan jenis-jenis tanaman untuk upaya
rehabilitasi perlu mempertimbangkan beberapa aspek. Selain aspek
kesesuaian jenis terhadap lahan (aspek ekologis), perlu juga
mempertimbangkan aspek ekonomi, bagaimana jenis tersebut dapat
memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat
disekitarnya.

Tanaman kayu putih merupakan salah satu jenis yang cukup


berpotensi untuk upaya rehabilitasi lahan, baik dari aspek ekologis
maupun aspek ekonomis. Terdapat keuntungan ganda yang
diperoleh pada pada pengembangan tanaman kayu putih di lahan
kritis antara lain untuk menunjang usaha konservasi lahan dan
pemanfaatan lahan marginal menjadi lahan produktif serta
memberikan kesempatan kerja sehingga berimplikasi meningkatkan
penghasilan kepada petani. Oleh karenanya penanaman kayuputih
perlu lebih dikembangkan karena pertimbangan-pertimbangan diatas.
Tanaman kayu putih banyak terdapat di Jawa dan di Kepulauan
Maluku. Di Jawa, Hutan tanaman kayuputih selama ini dikelola oleh
Perum Perhutani.

1 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Dalam pengelolaan industri kayuputih ini, Perum perhutani BKPH
Sukun KPH Madiun bekerjasama dengan masyarakat disekitar
kawasan hutan dengan harapan dapat membuka lapangan kerja dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Peran masyarakat dalam
industri kayuputih di Jawa adalah sebagai buruh dalam kegiatan
pemanenan daun, pengakutan, proses penyulingan, dan penanganan
limbah, maupun sebagai penggarap lahan tumpang sari dengan
tanaman palawija disela-sela tanaman kayuputih. Sebagai contoh, di
KPH Madiun BKPH Sukun yang mengelola kurang lebih 300 ha
tanaman melibatkan lebih dari 700 orang utuk pemanenan daun dan
70 orang di pabrik penyulingan pada setiap musim produksi.
Sementara di luar Jawa, tanaman kayuputih banyak terdapat di
Kepulauan Maluku, Pulau Seram, Pulau Buru, dan juga di Nusa
Tenggara Timur yang berupa tegakan alam. Di kepulauan Maluku
luas tanaman kayu putih diperkirakan mencapai 120.000 ha.
Kayuputih ini digunakan sebagai bahan baku industri minyak kayu
putih. Minyak kayuputih dihasilkan dari daun melalui proses
penyulingan. Penyulingan skala rumah tangga dilakukan dengan
menggunakan ketel-ketel tradisional.
Peremajaan tanaman lama, dan penanaman untuk perluasan
areal terus dilakukan di sentra tanaman kayuputih dengan
menggunakan benih dari pohon benih yang ada di areal tanaman
tersebut. Karena mutu genetik sumber benih tersebut rendah, maka
produktivitas tanaman yang dihasilkannya juga rendah dan akibatnya
produksi minyak kayuputih juga rendah. Dalam kondisi ekonomi
yang sulit seperti sekarang ini, upaya untuk meningkatkan
produktivitas minyak kayuputih menjadi terasa lebih penting lagi,
karena kebutuhan minyak kayuputih dalam negeri belum dapat
dipenuhi oleh pasokan dari pabrik penyulingan yang ada di Jawa

2 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


maupun di Kepulauan Maluku. Hingga kini total luas tanaman
kayuputih di Indonesia telah mencapai lebih dari 248.756 hektar
(Sunanto, 2003) yang sebagian besar berada di wilayah Perum
Perhutani dengan produksi tahunan mencapai 300 ton. Angka ini
adalah separuh dari perkiraan total produksi seluruh dunia. Di
Kepulauan Ambon produksi tahunan mencapai 90 ton dengan
bahan baku dari tegakan alam (Gunn et al. 1997). Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Provinsi Jawa Timur sejak tahun 2002 memasok ±
40.000 liter (setara dengan 36 ton) minyak setiap tahunnya dari luas
lahan ± 4.000 ha (Laporan Tahunan Balai Pengolahan Hasil Hutan
dan Perkebunan Dishutbun Jawa Timur, 2015). Kebutuhan minyak
kayuputih di dalam negeri sampai saat ini diperkirakan masih defisit
sehingga dalam industri farmasi diperlukan produk komplementer
berupa minyak eucalyptus yang diimpor dari RRC dalam jumlah yang
tidak sedikit. Melihat produksi minyak kayu putih yang belum
memenuhi kebutuhan tersebut maka masih terbuka peluang untuk
meningkatkan produksi minyak kayu putih di Indonesia dengan
tingkat keterlibatan masyarakat yang lebih intensif.

3 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


BAB 2
Ekologi dan
Sebaran Alami
Secara taksonomi, Melaleuca cajuputi subsp cajuput diklasifikasikan
ke dalam Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Klas
Dicotyledonae, Ordo Myrtales, Familia Myrtaceae, Genus Melaleuca,
dan Spesies Melaleuca cajuputi, Sub spesies Melaleuca cajuputi subsp
cajuputi. Dalam tatanama lama Melaleuca cajuputi subsp cajuputi disebut
Melaleuca leucadendron, tetapi tatanama spesies tersebut telah direvisi
menjadi Melaleuca cajuputi subsp cajuputi (Craven dan Barlow, 1997).
Berdasarkan sebaran alaminya, jenis ini dibagi menjadi tiga
subspecies, yaitu : 1). subsp. cajuputi Powell tumbuh di bagian barat
daya Australia dan Indonesia bagian timur (Kepulauan Maluku dan
Timor), 2). subsp. cumingiana Barlow tumbuh di bagian barat
Indonesia (Sumatera, Jawa Barat dan Kalimantan bagian selatan),
Malaysia, Myanmar, Thailand dan Vietnam, dan 3). Subsp.
platyphylla Barlow tumbuh di bagian utara Queensland/Australia,
bagian barat laut Papua New Guinea, bagian selatan Irian Jaya, Kep.
Aru dan Kep. Tanimbar (Craven dan Barlow 1997) (Gambar 1).
Stocker (1972) cit. Doran et al. (1998) mendeskripsikan
kayuputih sebagai pohon berukuran sedang dengan batang pokok
dan tinggi kurang lebih 30 m. Dalam keadaan tertentu
pertumbuhannya dapat berkurang sehingga pohon ini tumbuh
menjadi belukar dengan cabang yang banyak, tetapi di wilayah
Australia kayuputih dapat mencapai tinggi lebih dari 40 m dan
diameter 1,2 m. Batang kayuputih berwarna abu-abu sampai putih,
seperti kertas, dengan pucuk pohon berwarna agak keperakan.

4 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


B

C
A M. cajuputi subsp. cajuputi A
B M. cajuputi subsp. cumingiana
C M. cajuputi subsp. platphylla

Gambar 1. Persebaran alam Melaleuca


cajuputi

Daun dengan kenampakan tebal, tidak mengkilat, berwarna


hijau, berbentuk lurus atau melengkung umumnya mempunyai
panjang 5-10 cm dan lebar 1-4 cm serta berbulu, dan terdapat 5 – 7
tulang daun dengan panjang 3 – 11 mm dalam setiap helaian daun.
Kelenjar minyak biasanya kurang jelas. Pucuk daun muda tertutup
oleh bulu-bulu yang tebal, lembut dan tersebar dengan panjang 0,3 –
2 mm. Perbungaan berbentuk bulir dan banyak terdapat pada ujung
ranting terminal dan ketiak daunnya (Doran et al., 1998). Bunga
pohon kayuputih bersifat biseksual. Bagian dalam bakal buah terbagi
menjadi 3 ruang dengan ovul dalam jumlah besar dan satu putik serta
kepala putik. Kelopak dan mahkota bunganya kecil, benang sari
kebanyakan lebih panjang dari perhiasan bunga dan bentuknya
merupakan daya tarik bagi polinator. Jumlah biji pada buah
kayuputih biasanya sangat rendah, kadang-kadang hanya 1-2% dari

5 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


jumlah ovule. Buah kayu putih berbentuk kapsul dan bertipe debiscent
yaitu mempunyai klit buah yang kering dan akan terbuka ketika
mencapai kemasakan untuk melepaskan biji-biji yang ada di
dalamnya.
Brophy dan Doran (1996) menyebutkan bahwa kayuputih
tersebar secara alami di Kepulauan Maluku, Pulau Timor, Australia
bagian utara dan barat daya. Spesies ini tumbuh pada ketinggian
antara 5-400 m di atas permukaan laut, dengan zona iklim tropis,
curah hujan rata-rata 1.300-1.750 mm per tahun. Kayuputih mampu
tumbuh baik pada lahan-lahan marginal maupun di daerah rawa-rawa
dan genangan air. Di Kepulauan Maluku, kayuputih tumbuh pada
berbagai kondisi tapak, baik di dataran tinggi maupun rendah yang
berbatasan dengan hutan pantai dan tumbuh secara monokultur. Di
samping itu kayuputih mampu beradaptasi pada tanah dengan
drainase jelek, tahan terhadap kebakaran dan toleran terhadap tanah
dengan kadar garam rendah – tinggi (Doran et al., 1998) (Gambar 2).
Subspecies cajuputi adalah penghasil minyak kayuputih dengan
kadar 1,8 cineole dan rendemen yang tinggi, sedang subspecies lainnya
yaitu cumingiana and platyphylla, menghasilkan minyak dengan kadar
cineole rendah. Di daerah Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan
subspecies cumingiana dikenal sebagai gelam dan kayunya banyak
digunakan untuk keperluan bangunan.
Mayoritas M. cajuputi subsp cajuputi digunakan sebagai bahan
pembuatan minyak kayuputih yang dihasilkan melalui proses destilasi
dari daun dan kuncup terminal. Unsur pokok bahan aktif yang
terkandung di dalam minyak kayuputih adalah 1,8 cineol dan alpha-
terpineol yang mengandung obat serta bagus digunakan untuk antiseptik
dan obat penolak serangga (Doran et al., 1997) Secara ilmiah minyak
kayuputih kaya akan minyak atsiri yang sangat penting untuk
pharmakologi atau obat-obatan. Menurut Brophy and Doran (1996)
minyak atsiri dari M. cajuputi subsp. cajuputi berisi senyawa utama dan

6 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


ikutan, dengan senyawautama terdiri dari 1,8-cineole (15-60 %),
sesquiterpene alcohols globulol (0,2-8 %), viridiflorol (0,2-30 %), spathulenol
(0,4-30%), sedangkan senyawa ikutan terdiri dari limonene (1,3-5 %),
β-caryophyllene (1-4 %), humulene (0,2-2 %), viridiflorene (0,5-7 %), α-
terpineol (1-7 %), α dan β-selinene (masing-masing 0,3-2 %) dan
caryophyllene oxide (1-8 %). Rendemen minyak yang dihasilkan oleh
jenis tersebut dari daun segar berkisar 0,4 – 1,2 %. Dengan
menggunakan metode destilasi yang telah diperbaiki, rendemen
minyak kayu putih dapat diperbaiki menjadi 1,23 % (Ibrahim et al.,
1996).

a b

Gambar 2. Tegakan alam di Kepulauan Maluku (a), dan tanaman produksi kayuputih di
Ponorogo (b)

7 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


BAB 3
Program
Pemuliaan Kayuputih
3.1 Strategi Pemuliaan kayuputih

Untuk menjawab permasalahan terhadap rendahnya produktivitas


tanaman kayuputih, maka Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan
tanaman Hutan bekerja sama dengan CSIRO Forestry and Forest
Product, Australia melakukan program pemuliaan kayuputih. Program
pemuliaan M. cajuputi subsp cajuputi ditujukan untuk meningkatkan
produktivitas tanaman kayu putih melalui seleksi untuk mencari
individu atau famili pohon dengan kadar 1,8 cineole dan rendemen tinggi.
Strategi pemuliaan tanaman kayu putih untuk peningkatan
rendemen dan kadar 1,8-cineole didasarkan pada pembangunan uji
keturunan guna mendapatkan data tentang variasi pertumbuhan dan
pendugaan parameter genetik. Selanjutnya kebun uji keturunan ini
dikonversikan menjadi kebun benih sebagai penghasil benih unggul
untuk penanaman skala luas. Strategi ini berpijak pada hasil
persilangan alami untuk menilai kinerja famili. Perbanyakan secara
vegetatif famili/individu terseleksi merupakan salah satu cara yang
ditempuh untuk memanfaatkan keunggulan genetik tersebut.
Upaya pemuliaan kayuputih diawali dengan eksplorasi benih dan
daun di daerah sebaran alami kayuputih, yaitu di Kepulauan Maluku
serta Australia bagian utara yang dilakukan pada tahun 1995. Jumlah
seluruh individu pohon yang diseleksi kadar cineole-nya sebanyak 256
berasal dari 23 populasi alami. Dari hasil seleksi minyak hanya terpilih
19 famili (7% dari total), dan selanjutnya benih dari ke 19 famili tersebut
digunakan untuk pembangunan uji keturunan di Sukun Ponorogo.
Plot uji keturunan dibangun pada tahun 1998 dengan menggunakan
19 famili, 10 treeplot dan 10 replikasi. Kegiatan evaluasi
8 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
pertumbuhan dilakukan pada tahun 1999 dan hasil evaluasi
dilanjutkan dengan kegiatan seleksi berdasarkan pertumbuhan
dengan intensitas seleksi sebesar 50 %. Selanjutnya kegiatan evaluasi
pada tahun berikutnya adalah evaluasi sifat minyak, berupa rendemen
dan kadar 1,8 cineole dengan menggunakan gas chromatography. Hasil
evaluasi sifat minyak kemudian dijadikan acuan dalam kegiatan
seleksi berikutnya yaitu dengan meninggalkan 1 pohon terbaik untuk
tiap plot. Setelah dilakukan seleksi berdasarkan sifat minyak, plot uji
keturunan tersebut dikonversi menjadi kebun benih semai pada
tahun 2000.
Selanjutnya serangkaian pembangunan uji keturunan dilakukan
untuk lebih meningkatkan mutu genetik pohon dengan
memanfaatkan informasi mengenai provenans unggul dari uji
keturunan di Gunungkidul. Uji keturunan dengan jumlah famili lebih
besar (82 famili) dilakukan di Ponorogo pada tahun 2002. Famili-
famili tersebut berasal dari tegakan alam di Masarete (Pulau Buru),
Cotonea (Seram), Suli (Ambon), Pelitajaya (Seram), Ponorogo (Jawa
Timur) dan Gundih (Jawa Tengah). Untuk menggabungkan sifat-
sifat unggul dari pohon-pohon elit di kebun benih, penyerbukan
buatan di kebun benih Gunungkidul dan Ponorogo juga telah
dilakukan. Benih hasil penyerbukan tersebut telah dipergunakan
sebagai materi uji keturunan full-sib di Gunungkidul.
Diagram alir untuk mencapai tujuan besar dari program pemuliaan
kayuputih dapat dilihat pada Gambar 3.

9 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Benih unggul I
Uji klon Tanaman
(2002)
(2006)

Kebun benih
hasil konversi Penyerbukan Uji keturunan Benih
uji keturunan terkendali full sib (2004) Unggul
(2001) (2002-2004)
Uji Perolehan
Uji keturunan genetik(2007)
skala minor
Koleksi benih di (1998) Uji keturunan
sebaran alam F2 (2008)
(1995-1998) Uji keturunan
skala produksi Kebun Benih
(2000) Klon (2008)
Kebun benih
hasil konversi
uji keturunan Benih
Tanaman
(2003) unggul II

Gambar 3. Skema strategi pemuliaan kayuputih

3.2 Hasil pemuliaan yang telah dicapai

Kebun benih BKPH Sukun menghasilkan benih unggul


dengan rendemen minyak sebesar 2,1% (Susanto et al. 2003), di
kebun benih tersebut menunjukkan adanya individu pohon yang
mempunyai kualitas minyak yang superior yaitu rendmen minyak
sampai 4,78 % dan kadar 1,8-cineole sampai 73 %. Individu-individu
pohon yang mempunyai sifat-sifat yang superior tersebut dipilih
untuk dijadikan sumber bahan vegetative untuk pembuatan kebun
pangkas atau dapat dijadikan sumber benih klon. Dalam memilih
individu pohon, setiap pohon yang terpilih tidak boleh dari satu
famili, atau dengan kata lain setiap satu famili hanya diwakili oleh
satu pohon yang terbaik. Famili yang dipilih, juga harus merupakan
famili-famili yang unggul.

10 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Seleksi pohon plus sebanyak 15 pohon yang terbaik dari 15 famili
telah dilakukan pada kebun benih uji keturunan kayu putih di Paliyan
Gunungkidul. Uji klonal terhadap pohon-pohon plus tersebut
selanjutnya akan dilakukan dengan tujuanya untuk menilai secara
obyektif kinerja klon klon unggul tersebut. Berdasarkan beberapa
pengamatan yang pernah dilakukan pada beberapa uji jenis lainnya,
menunjukkan bahwa kineja ramet dari uji keturunan tidak selalu
sebaik ortetnya (pohon induknya). Rancangan uji klon ini dapat
menggunakan pola uji untuk keturunan.
Dengan di pilihnya pohon plus sebanyak 15 individu dari 15
famili terbaik tersebut maka pohon plus tersebut dapat disilangkan
dengan teknologi yang sudah dikuasi. Program pemuliaan
perkawinan silang diantara pohon plus tersebut telah dilakukan,
dengan hasil memperoleh individu pohon dengan rendemen minyak
yang tinggi.
Karena sukun terdiri dari 18 famili maka diupayakan untuk
menambah famili-famili hasil eksplorasi dan seleksi lanjutan, baik
dari populasi alam maupun dari populasi tanaman di Jawa dalam
rangka memperbesar keragaman genetik populasi pemuliaan
selanjutnya. Hasil eksplorasi yang pernah dilakukan atas kerjasama
Puslitbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan-Yogyakarta
dengan CSIRO-Australia seluruhnya menghasilkan 560 individu
seedlot (famili) dari 23 populasi alam di Kepulauan Maluku dan
Australia, serta 2 populasi hutan tanaman di Jawa. Famili yang
terpilih sejumlah 103 yang didasarkan rendemen minyak di atas 1%
atau kadar 1,8-cineole minyak di atas 50 % (Gunn et al., 1996;
Susanto et al., 1998; and Doran and Rimbawanto, 1999). Dalam
membuat populasi dasar, sebenarnya semua famili hasil koleksi dapat
ditanam walaupun famili-famili tersebut mempunyai kualitas miyak
rendah, dengan asumsi bahwa di hutan alam terjadi perkawinan

11 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


terbuka sehingga kemungkinan famili-famili tersebut secara genetis
membawa sifat minyak yang baik.
Menurut data hasil penelitian pada uji keturunan kayu putih di
Sukun tersebut, peningkatan sifat minyak dapat mencapai 10-21%
dan pertumbuhan mencapai 15-20% dari rata-rata setelah seleksi
pertama. Waktu yang diperlukan untuk pencapaian peningkatan
genetik tersebut adalah kurang dari 4 tahun dari mulai penanaman uji
keturunan, waktu tersebut lebih pendek bila dibandingkan dengan
yang dicapai pada jenis M. alternifolia di Australia yaitu 6 tahun untuk
mencapai peningkatan 30 % untuk sifat minyak yang dilaporkan oleh
Doran et al. (1997). Berdasarkan hasil dari evaluasi di kebun benih uji
keturunan kayu putih di Paliyan tersebut, maka prediksi perolehan
genetik dari pertumbuhan dan sifat minyak akan diuji di lapangan
dengan lokasi di dekat uji keturunan tersebut.
Uji keturunan dengan menguji jumlah famili yang lebih banyak
telah dilakukan di tiga lokasi yang mewakili daerah penanaman kayu
putih di Jawa dengan jumlah famili yang lebih besar. Uji keturunan
tersebut dibangun di di Ponorogo, Jawa Timur; Cepu, Jawa tengah; dan
Gundih Jawa Tengah. Uji keturunan tersebut dikonversi menjadi kebun
benih untuk memenuhi kebutuhan benih unggul kayu putih di
Indonesia. Salah satu parameter keberhasilan program pemuliaan
tercermin dari besarnya perolehan genetik (Genetic Gain) yang dihasilkan.
Menurut Susanto et al., (2003), pada uji keturunan M. cajuputi di Paliyan,
didapatkan nilai perolehan genetik harapan (Expected Genetic Gain) pada sifat
minyak sebesar 10-21% dan pertumbuhan mencapai 15-20%. Sementara
itu pada uji keturunan kayuputih di Ponorogo didapatkan perolehan
genetik pada sifat minyak sebesar 4.88 – 13,973-% dan pertumbuhan
mencapai 11,8-20,38 % (Susanto et al, 2008). Hasil estimasi nilai perolehan
genetik program pemuliaan kayuputih yang dihitung berdasarkan nilai
heritabilitas menunjukkan peningkatan genetic sebesar 10-20 %. Meskipun
demikian, jika dilihat dari peningkatan rendemennya menunjukkan nilai

12 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


rata-rata yang cukup tinggi, yaitu sebesar 2 % untuk di Kebun Benih Di
Palityan dan 4.4 % untuk Kebun Benih Ponorogo.

13 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


BAB 4
Teknik Budidaya
Tanaman Kayuputih
4.1 Teknik Persemaian

Teknik pembibitan tanaman kayuputih dapat dilakukan secara


generatif maupun vegetatif.

4.1.1 Perbanyakan secara generatif

Secara generatif, perbanyakan dilakukan dengan biji. Biji yang


dipanen sebaiknya berasal dari pohon induk yang bagus dan dipanen
ketika masa puncak pembuahan. Musim berbunga dan berbuah
sangat bervariasi antar lokasi dan waktu. Di Sukun Ponorogo,
puncak pembungaan dan pembuahan terjadi pada bulan Februari
dan pemanenan buah yang tepat dilakukan pada bulan Juli - Agustus.
Biji kayuputih terbungkus dalam kapsul-kapsul, dimana dalam setiap
kapsul terdapat kurang lebih 10-30 biji (Gambar 4). Seringkali biji
kayuputih tercampur dengan sekamnya yang sangat mirip
penampilannya dengan biji. Dalam 1 gram biji kayuputih dapat
menghasilkan semai kurang lebih 4000 – 6000 semai. Biji kayuputih
sangat lembut sehingga dalam penaburan benih perlu perlakuan
khusus yaitu dengan dicampur pasir halus ketika penaburan.

14 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Gambar 4. Bunga (a), buah(kapsul) (b), dan biji kayuputih (c)

4.1.1.1 Pembibitan

Persiapan awal dalam melakukan pembibitan kayuputih dimulai


dengan penyiapan bak tabur yang bak plastik ukuran sedang dengan
drainase dibawahnya. Media tabur berupa pasir halus yang sudah di
sterilkan dengan cara penggorengan (sangrai) atau dengan dijemur
dibawah terik matahari selama beberapa hari. Sebelum dilakukan
penaburan benih, benih dicampur dengan pasir halus steril untuk
menjaga persebaran benih di bak tabur yang lebih merata. Penaburan
benih dilakukan dalam bak-bak tabur. Pemeliharaan selama masa
perkecambahan adalah dengan cara memelihara kelembaban dan
suhu dalam media. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan air yang
sudah disterilisasi (dengan cara pemanasan hingga mendidih) dan
ditambahkan sedikit kapur untuk mengurangi tingkat keasaman air.
Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari. Benih berkecambah
setelah 5-21 hari. Setelah satu minggu, semai ini harus disapih
kedalam polibag yang telah diisi dengan media sapih berupa
campuran antara top soil dan pupuk kandang dan pupuk organik
mikro

15 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


a b

c d

Gambar 5. Proses penyemaian benih kayuputih

4.1.1.2 Penyapihan dan pemeliharaan di persemaian


Tahap kedua dari penyiapan bibit adalah penyapihan. Penyapihan
kecambah dari bak tabur dilakukan dengan menggunakan alat bantu pinset,
karena ukuran kecambah yang sangat kecil. Setelah penyapihan dilakukan,
bibit harus ditempatkan dalam sungkup plastik untuk menjaga kelembaban
dan suhu agar tetap stabil selama satu bulan. Penyiraman dengan sprayer
dilakukan setiap pagi sedangkan penyiraman media dilakukan 2 kali
seminggu untuk menjaga media sapih tetap basah. Sebulan kemudian, atau
setelah muncul daun empat pasang, sungkup dapat dibuka karena pada
umur tersebut, bibit sudah kuat dan tahan terhadap perubahan kelembaban
dan suhu udara, namun naungan/ paranet masih tetap dipasang selama
satu bulan setelah pembukaan sungkup. Pemangakasan cabang dan
pengurangan daun pada bibit

16 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


dilakukan sebelum bibit diangkut ke lapangan untuk mengurangi
penguapan sehingga bibit tidak mengalami stres pada saat ditanam
dilapangan (Gambar 6).

a b c

Gambar 6. Proses penyapihan bibit kayuputih

4.1.2 Perbanyakan secara vegetatif

Perbanyakan secara vegetatif pada kayuputih dapat dilakukan dengan


beberapa cara antara lain:

4.1.2.1 Stek pucuk

Teknik perbanyakan dengan stek pucuk pada kayuputih dilakukan dengan


memanfaatkan tunas-tunas muda. Tanaman kayuputih memiliki
kemampuan bertunas (sprouting ability) yang bagus, sehingga untuk
menumbuhkan tunas-tunas muda dapat dilakukan dengan mudah. Untuk
memacu munculnya tunas-tunas muda, batang tanaman kayuputih dilukai
atau di girdling. Selanjutnya akan muncul tunas-tunas muda dalam jumlah
yang banyak. Tunas yang masih muda dipotong kurang lebih sepanjang 10
cm, kemudian diberi hormone IBA pada bagian pangkal tunas. Selanjutnya
ditanam pada bak plastik dengan media tanam berupa pasir halus dan
ditutup dengan sungkup. Stek pucuk yang berhasil tumbuh akan
menampakkan kondisi stek yang masih segar (tidak layu) dan muncul tunas

17 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


baru. Penyiraman dilakukan dengan hand spayer setiap pagi dan sore untuk
menjaga kelembabannya. Setelah tunas baru berkembang dan kokoh,
kemudian dilakukan aklimatisasi dengan membuka sungkup secara
bertahap. Teknik perbanyakan dengan stek pucuk ini dilakukan terutama
pada pohon-pohon unggul yang memiliki rendemen dan kadar 1,8 cineole
yang tinggi. Melalui perbanyakan stek pucuk ini maka sifat genetik yang
dimiliki oleh pohon induknya akan terbawa pada bibit yang dikembangkan.
Teknik perbanyakan dengan stek pucuk ini memberikan persen
keberhasilan yang cukup tinggi, hampir
90 % ( Wibawa A, komunikasi pribadi). Tahap-tahap pembuatan stek
pucuk dapat dilihat pada Gambar 7.

a b

Gambar 7. Pemangkasan batang kayuputih untuk menstimulasi tumbuhnya tunas-tunas


baru yang juvenile (a), Tunas-tunas baru yang muncul ( 1-2 bulan setelah
pangkas), siap diambil senagai materi untuk pembuatan stek pucuk. Tunas
muda dipotong kuarng lebih 10 cm, selanjutnya dirensam dalam hormone
IBA beberapa saat. Selanjutnya ditaman dalam media pasir halus dan ditutup
sungkup (b)

18 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


a b c

Gambar 8. Stek pucuk kayuputih dalam bak plastik tertutup dengan kelambaban yang
tinggi untuk memacu munculnya akar dan tumbuhnya tunas daun baru (a),
Stek pucuk yang berhasil tumbuh tampak segar dan tumbuh tunas baru,
dibuka sungkupnya secara bertahap untuk aklimatisasi (b), dan Stek pucuk
yang berhasil tumbuh, setelah tingginya kurang lebih 50 cm dan batang
tamoak kokoh, siap untuk ditanam dilapangan (c)

4.1.2.2 Grafting/menyambung
Perbanyakan dengan teknik grafting atau menyambung dilakukan dengan
menyambungkan bagian bawah tanaman (rootstock) dengan bagian atas
berupa potongan ranting dari pohon yang sudah tua (scion). Oleh karena
itu perlu menyiapkan semai yang akan digunakan sebagai rootstock dan
menyiapkan bagian yang akan disambungkan (scion). Benih yang
disemaikan untuk rootstock sebaiknya benih-benih dari pohon induk
dengan nomor sama yang akan digunakan sebagai scion. Ini berkaitan
dengan tingkat kompatibilitas antara batang atas (scion) dan batang
bawah (rootstock) sehingga dapat diperoleh persen keberhasilan lebih
tinggi. Scion diambil dari ranting pohon kayuputih yang memenuhi
kriteria untuk grafting yaitu: diameter kurang lebih 5-10 mm, memiliki
daun dan berkayu. Ranting-ranting tersebut kemudian diikat dan
dibungkus dengan kertas untuk menjaga kelembaban.

19 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Pembuatan grafting mengikuti metode yang telah dikembangkan pada
tanaman eucalyptus, yaitu top cleft grafting. Jika dibandingkan dengan
metode yang lain, top cleft grafting memberikan persen keberhasilan lebih
tinggi. Hal ini disebabkan karena luas permukaan yang saling
bersinggungan antara rootstock dan scion lebih banyak sehingga
kemungkinan untuk bersambung lebih besar. Selain itu dalam grafting
ini digunakan nomor pohon induk yang sama karena tingkat
kompatibilitasnya lebih besar, sehingga tingkat keberhasilannya juga
lebih besar. Hartman (1990) menyebutkan bahwa selain faktor
kompatibilitas faktor lain yang mempengaruhi tingkat keberhasilan
sambungan antara lain penggunaan materi yang bebas penyakit, kondisi
pertumbuhan batang bawah dan scion, luasan permukaan kambium yang
saling menempel antara batang atas dan bawah serta perawatan setelah
dilakukan penyambungan yang meliputi pemberian naungan, sungkup
pada sambungan dan pembersihan tunas yang tumbuh pada rootstock.

Setelah dilakukan grafting, kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan agar


grafting tetap hidup dan segar. Kira-kira 1 minggu setelah dilakukan
grafting, apabila berhasil akan tumbuh tunas-tunas baru dari scion.
Selanjutnya untuk aklimatisasi plastik sungkup grafting dibuka secara
bertahap untuk memberikan lingkungan yang mendukung. Demikian
juga sarlon/shading secara bertahap dbuka hingga akhirnya bibit grafting
dapat tumbuh bagus tanpa naungan dipersemaian. Penyiraman
dilakukan setiap hari untuk menjaga bibit grafting tetap segar.
4.1.2.3 Teknik Penanaman
1. Persiapan Lahan
Kegiatan persiapan lahan mencakup pembersihan dan pengolahan
lahan, pemasangan ajir, pembuatan lubang tanam dan pemupukan
dasar (Gambar 11). Lahan yang digunakan untuk penanaman
kayuputih sebaiknya yang bebas dari serangan rayap, mengingat
tanaman kayuputih rentan dengan serangan rayap.

20 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


a b

Gambar 9. Pembuatan grafting kayuputih

Pemupukan dasar dilakukan dengan cara penaburan pupuk


makro TSP dan pupuk mikro organik pada setiap lubang tanam.
Pemupukan dasar ini ditujukan untuk menyediakan unsur hara
sehingga pada saat tanaman beradaptasi pada kondisi lingkungan
yang baru, unsur hara sudah siap untuk diserap akar tanaman.
2. Penanaman
Pada umumnya penanaman kayuputih dilakukan dengan
menggunakan sistem tumpangsari. Jarak tanam untuk tanaman
pokok (kayuputih) yang banyak diterapkan adalah 3 x 1 meter
sehingga di sela-sela tanaman pokok tersebut petani penggarap
dapat menanam tanaman palawija dengan radius minimal 0,5
meter dari tanaman pokok. Disisi lain, model pemanenan daun
kayuputih dengan sistem pangkas tunas ini memberikan manfaat
lain bagi tanaman palawija/tanaman sela untuk mendapatkan
sinar matahari dengan maksimal.

21 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


1m
X X X X X X Jalur
3m

Jalur
X X X X X X

X X X X X X

Gambar 10. Pola tanaman pada pertanaman kayuputih dengan system tumpangsari

3. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan mencakup penyulaman dan pemupukan
tanaman kayuputih. Rayap menyerang tanaman yang sebelumnya
menyerang bambu yang digunakan sebagai ajir. Untuk mengurangi
intensitas serangan rayap tersebut telah dilakukan penaburan
insektisida (Furadan) di sekitar tanaman. Kegiatan pemeliharaan
dilakukan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik
dan mengurangi gangguan dari hama maupun gulma.

22 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Gambar 11. Bibit siap tanam, persiapan dan penanaman kayuputih

23 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


BAB 5
Prospek Ekonomi
Pengembangan
Kayuputih

Kayuputih sebagai salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu


memiliki potensi yang cukup menjanjikan. Beberapa sumber
menyebutkan bahwa dari kebutuhan dalam negri terhadap
permintaan kayuputih sebesar 1500 ton per tahun baru dapat
dipenuhi oleh industri dalam negri kurang lebih 500 ton per tahun.
Untuk mencukupi kebutuhan tersebut perlu mengimport minyak
eucalyptus dari Cina. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya
peluang untuk pengembangan industri minyak kayu putih masih
terbuka lebar.
Selama ini pemasok utama minyak kayuputih dalam negeri
banyak didominasi oleh Perum Perhutani, mengoperasikan pabrik
penyulingan di 4 lokasi yaitu di wilayah KPH Indramayu, KPH
Gundih, KPH Madiun, dan KPH Mojokerto (total 10 pabrik
penyulingan ). Dengan kapasitas terpasang total 10 pabrik
pengolahan minyak kayuputih sebesar 53.760 ton daun /tahun,
Perum Perhutani (2010) menyebutkan bahwa produktivitas rata-
rata daun kayuputih antara tahun 2006-2010 kurang lebih 1,8 kg
/pohon dengan rata-rata rendemen sebesar 0,8 % dan kerapatan
tegakan rata-rata kurang dari 0,8. Dengan produktivitas daun
kayuputih yang rendah tersebut menjadikan bahan baku untuk
industri minyak kayuputih jauh dibawah kapasitas terpasang pabrik
penyulingan minyak kayuputih. Selain itu rendahnya produksi
minyak kayuputih juga disebabkan oleh rendemen minyak yang
rendah.
24 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
Penemuan benih unggul kayuputih oleh balai Besar
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan merupakan suatu
terobosan baru yang dapat mempercepat peningkatan produksi
minyak kayuputih. Kebun benih di Ponorogo menghasilkan
rendemen yang lebih tinggi lagi yaitu rata-rata 4,4% (Susanto et al,
2008). Sementara dari sifat produktivitas pangkasanannya,
Kartikawati et al (2001) menyebutkan bahwa rata-rata produksi
pangkasan kayuputih pada plot uji keturunan di Paliyan Gunungkidul
adalah 6 kg per pohon. Dengan jarak tanam pada areal penanaman
adalah 3 x 1 m, maka terdapat 3333 tanaman kayuputih per hektar.
Jika asumsi produksi pangkasan per pohon adalah 6 kg, maka dalam
satu kali panen akan dihasilkan 19.998 kg daun/ha. Dengan rata-rata
rendemen 2 %, maka akan dihasilkan minyak kayuputih sebanyak
399,96 kg minyak/ha.
Menurut studi yang dilakukan oleh Astana (2005), rendemen
minyak kayu putih merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan laba-rugi industri ini. Selama ini industri penyulingan
minyak kayu putih, baik yang diusahakan oleh rakyat, Perum
Perhutani maupun Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur
memberikan nilai yang rendah terhadap harga daun kayu putih.
Harga daun hanya didasarkan pada perhitungan upah pemetikan dan
pengakutan ke pabrik penyulingan, dan berkisar antara Rp 90 – Rp
215 per kg. Oleh sebab itu meski rendemennya rendah (maksimum
1%) usaha penyulingan tetap menguntungkan. Akibat dari rendahnya
harga daun ini maka tidak ada insentif bagi industri ini untuk
mengembangkan tanaman kayu putih. Upaya peremajaan tanaman
kayu putih berlangsung sangat lambat dan dilakukan hanya untuk
mempertahankan luas areal tanaman, bukan dalam rangka
meningkatkan produktivitas tanaman dan minyaknya. Dengan harga

25 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


daun yang layak, antara Rp 500 – Rp 900 per kg, rendemen minyak
sebesar minimal 2% dianggap sebagai batas bawah agar usaha ini
menguntungkan.
Berdasarkan studi tersebut diatas, usaha penanaman dan
penyulingan minyak kayu putih skala rakyat dengan pola tumpangsari
secara ekonomi dapat memberikan keuntungan yang layak kepada
petani. Dengan asumsi luas tanaman satu hektar, harga daun Rp 700
per kg dan suku bunga 12% per tahun, diperoleh nilai NPV sebesar
Rp 4.403.727, B/C rasio sebesar 1,18 dan nilai IRR sebesar 18%,
petani dapat memperoleh laba hingga Rp 6.768.470 (jika biaya sewa
lahan dan tenaga kerja sendiri tidak diperhitungkan).
Dari hasil studi diatas dapat disimpulkan bahwa industri minyak
kayu putih mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ketersediaan
benih unggul dengan rendemen minyak yang tinggi merupakan salah
satu prasyarat bagi pengembangan industri ini.

26 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


BAB 6
Pupuk Organik dan
Pupuk Hayati
Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan
organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara
tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan
No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tentang pupuk organik dan pembenah
tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang
sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang
berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses
rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai
bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih
ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada
kadar haranya; nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan
pupuk anorganik. Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam
ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah
tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant menurut SK
Mentan adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau
mineral.
Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau,
pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung,
bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang
menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos
merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan
27 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk
hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian
dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas
tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh
pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan
tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan kotoran ternak.
Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang-
tulang, darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan
bahan pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula,
limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu
masak, dan sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos
berupa sampah kota yang berasal dari tanaman, setelah dipisah dari
bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas,
botol, dan kertas.
Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk
semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi
sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi
tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat
penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di
dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang
lalu. Pupuk hayati dalam buku ini dapat didefinisikan sebagai
inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk
menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam
tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat
berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara

28 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh
mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset
atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui
hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung
dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan
tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan
hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil
perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak.
Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil
akar dan cendawan mikoriza. Penambatan N 2 secara simbiotis
dengan tanaman kehutanan yang bukan legum oleh aktinomisetes
genus Frankia di luar cakupan buku ini. Kelompok cendawan
mikoriza yang tergolong ektomikoriza juga di luar cakupan baku ini,
karena kelompok ini hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman
kehutanan. Kelompok endomikoriza yang akan dicakup dalam buku
ini juga hanya cendawan mikoriza vesikuler-abuskuler, yang banyak
mengkolonisasi tanaman-tanaman pertanian.
Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya
mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan
vermikompos melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai
limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah
ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian. Kelompok
organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator
perombak bahan organik.

29 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar
(rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant
growth-promoting rhizobacteria = PGPR). Kelompok ini
mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2, juga; (2)
menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin,
etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah
dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan
melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995;
Kloepper, 1993; Kloepper et al., 1991). Sebenarnya tidak hanya
kelompok ini yang memiliki peranan ganda (multifungsi) tetapi juga
kelompok mikroba lain seperti cendawan mikoriza. Cendawan ini
selain dapat meningkatkan serapan hara, juga dapat meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap penyakit terbawa tanah, meningkatkan
toleransi tanaman terhadap kekeringan, menstabilkan agregat tanah,
dan sebagainya, tetapi berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada
peranan sebagai penyedia hara lebih menonjol daripada peranan-
peranan lain. Pertanyaan yang mungkin timbul ialah apakah
multifungsi suatu mikroba tertentu apabila digunakan sebagai
inokulan dapat terjadi secara bersamaan, sehingga tanaman yang
diinokulasi dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut.
Kebanyakan kesimpulan tersebut berasal dari penelitian-penelitian
terpisah, misalnya pengaruh terhadap serapan hara pada suatu
percobaan, dan pengaruh terhadap toleransi kekeringan pada
percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi tersebut hanya dimiliki
spesies tertentu pada suatu kelompok fungsional tertentu, atau

30 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


mungkin juga fungsi-fungsi ini hanya dimiliki oleh strain atau strain-
strain tertentu dalam suatu spesies, atau kondisi lingkungan dimana
tanaman tersebut tumbuh.
Subha Rao (1982) menganggap sebenarnya pemakaian inokulan
mikroba lebih tepat dari istilah pupuk hayati. Ia sendiri
mendefinisikan pupuk hayati sebagai preparasi yang mengandung
sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut
fosfat atau selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau tempat
pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba
tersebut dan mempercepat proses mikrobial tertentu untuk
menambah banyak ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang
dapat diasimilasi tanaman.
FNCA Biofertilizer Project Group (2006) mengusulkan definisi
pupuk hayati sebagai substans yang mengandung mikroorganisme
hidup yang mengkolonisasi rizosfir atau bagian dalam tanaman dan
memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan
ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman
target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah.
Pengertian pupuk hayati pada buku ini lebih luas daripada istilah
yang dikemukakan oleh Subha Rao (1982) dan FNCA Biofertilizer
Project Group (2006). Mereka hanya membatasi istilah pupuk hayati
pada mikroba, sedangkan istilah yang dipakai pada buku ini selain
melibatkan mikroba juga makrofauna seperti cacing tanah. Bila
inokulan hanya mengandung pupuk hayati mikroba, inokulan
tersebut dapat juga disebut pupuk mikroba (microbial fertilizer)

31 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Mikroorganisme dalam pupuk mikroba yang digunakan dalam
bentuk inokulan dapat mengandung hanya satu strain tertentu atau
monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih dari satu strain atau
multistrain. Strain-strain pada inokulan multistrain dapat berasal dari
satu kelompok inokulasi silang (cross-inoculation) atau lebih. Pada
mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu
kelompok fungsional mikroba (pupuk hayati tunggal), tetapi
perkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan
memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok
fungsional mikroba. Inokulan-inokulan komersial saat ini
mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok
fungsional mikroba. Karena itu Simanungkalit dan Saraswati (1993)
memperkenalkan istilah pupuk hayati majemuk untuk pertama kali
bagi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu kelompok
fungsional.

6.1. Sejarah perkembangan pupuk organik dan hayati

Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian


daripada sejarah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk
diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal
bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari
pemupukan untuk memperbaiki kesuburan tanah terdapat pada
kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah
aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin,
dan sebagainya (Honcamp, 1931). Lahan-lahan pertanian yang

32 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena
menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi
setiap tahun.
Di Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal
para petani. Mereka bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum
Revolusi Hijau turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah
Revolusi Hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk
buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit
dari pupuk organik, harganyapun relatif murah karena di subsidi,
dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat tergantung
kepada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap
perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk
dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk dicabut.
Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk
buatan dan sarana pertanian modern lainnya terhadap lingkungan
pada sebagian kecil petani telah membuat mereka beralih dari
pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian jenis ini
mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-
masukan alami lainnya.
Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman
memperbaiki nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama
yang dikomersialkan adalah rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan
Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih
dengan biakan nutrisinya dipatenkan. Inokulan ini dipasarkan
dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi di Amerika

33 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Serikat. Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di
Uni Sovyet yang ditanami dengan berbagai tanaman diinokulasi
dengan Azotobacter. Bakteri ini diformulasikan dengan berbagai cara
dan disebut sebagai pupuk bakteri Azotobakterin. Pupuk bakteri lain
yang juga telah digunakan secara luas di Eropa Timur adalah
fosfobakterin yang mengandung bakteri Bacillus megaterium
(Macdonald, 1989). Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang
terlarut dari pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua
pupuk ini kemudian terhenti. Baru setelah terjadinya kelangkaan
energi di dunia karena krisis energi pada tahun 1970-an dunia
memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati. Pada waktu
pertama kali perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia,
karena memang tersedianya nitrogen yang banyak di atmosfer dan
juga pengetahuan tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah
banyak dan pengalaman menggunakan pupuk hayati penambat
nitrogen sudah lama.
Di Indonesia pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan
murni rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938
(Toxopeus, 1938), tapi hanya untuk keperluan penelitian. Sedangkan
dalam skala komersial pembuatan inokulan rhizobia mulai di
Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan
petani transmigran (Jutono, 1982). Pada waktu itu inokulan diberikan
kepada petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang
diberikan dalam proyek intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan

34 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


dalam proyek ini berdasarkan pesanan pemerintah kepada produsen
inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja menjadi tiga
produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya
berdasarkan pesanan. Karena persaingan yang tidak sehat dalam
memenuhi pesanan pemerintah ini, dan baru berproduksi kalau ada
proyek, mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa
menghentikan produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya
sangat baik. Perkembangan penggunaan inokulan selanjutnya tidak
menggembirakan. Baru setelah dicabutnya subsidi pupuk dan
tumbuhnya kesadaran terhadap dampak lingkungan yang dapat
disebabkan pupuk buatan, membangkitkan kembali perhatian
terhadap penggunaan pupuk hayati.

6.2. Peranan pupuk organik dan pupuk hayati dalam


keberlanjutan produksi dan kelestarian lingkungan

Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar


lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah
mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat
rendahnya kandungan C-organik dalam tanah, yaitu <2%, bahkan
pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya <1%.
Padahal untuk memperoleh produk-tivitas optimal dibutuhkan C-
organik >2,5%. Di lain pihak, sebagai negara tropika basah yang
memiliki sumber bahan organik sangat melimpah, tetapi belum
dimanfaatkan secara optimal.
Bahan/pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan
produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi
35 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara
berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang
dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah
degradasi lahan. Sumber bahan untuk pupuk organik sangat
beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan
kimia/hara yang sangat beragam sehingga pengaruh dari
penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan tanaman dapat
bervariasi. Pupuk organik atau bahan organik tanah merupakan
sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya cukup
besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia biologi tanah serta
lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan
mengalami beberapa kali fase perombakan oleh mikroorganisme
tanah untuk menjadi humus atau bahan organik tanah.
Bahan dasar pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman
umumnya sedikit mengandung bahan berbahaya. Namun
penggunaan pupuk kandang, limbah industri dan limbah kota
sebagai bahan dasar kompos/pupuk organik cukup
mengkhawatirkan karena banyak mengandung bahan berbahaya
seperti misalnya logam berat dan asam-asam organik yang dapat
mencemari lingkungan. Selama proses pengomposan, beberapa
bahan berbahaya ini justru terkonsentrasi dalam produk akhir
pupuk. Untuk itu diperlukan seleksi bahan dasar kompos yang
mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3).
Bahan/pupuk organik dapat berperan sebagai “pengikat”
butiran primer menjadi butir sekunder tanah dalam pembentukan

36 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada
porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu
tanah. Bahan organik dengan C/N tinggi seperti jerami atau sekam
lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah
dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti
kompos. Pupuk organik/bahan organik memiliki fungsi kimia yang
penting seperti: (1) penyediaan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S)
dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, meskipun
jumlahnya relatif sedikit. Penggunaan bahan organik dapat
mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang
telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang
seimbang; (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah;
dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam
yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn.
Pertanian konvensional yang telah dipraktekkan di Indonesia
sejak Revolusi Hijau telah banyak mempengaruhi keberadaan
berbagai mikroba berguna dalam tanah. Mikroba-mikroba ini
mempunyai peranan penting dalam membantu tersedianya berbagai
hara yang berguna bagi tanaman. Praktek inokulasi merupakan suatu
cara untuk memberikan atau menambahkan berbagai mikroba
pupuk hayati hasil skrining yang lebih unggul ke dalam tanah. Bahan
organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba
tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut
dalam penyediaan hara tanaman. Jadi penambahan bahan organik di
samping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekali gus sebagai

37 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


sumber energi dan hara bagi mikroba. Penggunaan pupuk organik
saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan
ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengelolaan hara terpadu
yang memadukan pemberian pupuk organik/pupuk hayati dan
pupuk anorganik dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan
dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya dengan cara ini
keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan dapat
dipertahankan. Sistem pertanian yang disebut sebagai LEISA (low
external input and sustainable agriculture) menggunakan kombinasi
pupuk organik dan anorganik yang berlandaskan konsep good
agricultural practices perlu dilakukan agar degredasi lahan dapat
dikurangi dalam rangka memelihara kelestarian lingkungan.
Pemanfaatan pupuk organik dan pupuk hayati untuk
meningkatkan produktivitas lahan dan produksi pertanian perlu
dipromosikan dan digalakkan. Program-program pengembangan
pertanian yang mengintegrasikan ternak dan tanaman (crop-livestock)
serta penggunaan tanaman legum baik berupa tanaman lorong (alley
cropping) maupun tanaman penutup tanah (cover crop) sebagai pupuk
hijau maupun kompos perlu diintensifkan.

6.3. Penggunaan pupuk organik dan hayati

Data tentang penggunaan pupuk organik dan hayati sampai


sekarang sulit diperoleh. Penyebabnya antara lain: 1). karena
kebanyakan pupuk organik dan pupuk hayati diproduksi oleh
pengusaha kecil dan menengah, 2). pupuk organik banyak
diproduksi in situ untuk digunakan sendiri, dan 3). jumlah
38 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
penggunaan pupuk organik dan pupuk hayati masih sangat terbatas.
Pupuk organik komersial yang kebanyakan diproduksi ex situ dipakai
untuk tanaman hias pot di kota-kota besar. Baru pada tahun-tahun
terakhir ini perusahaan pupuk BUMN Pupuk Sriwijaya sudah mulai
memproduksi pupuk organik. Penggunaan pupuk organik yang
diproduksi secara in situ dilakukan pada tingkat usaha tani dengan
menggunakan limbah pertanian/limbah ternak yang ada di usaha
tani yang bersangkutan. Beberapa perusahaan pertanian/perkebunan
seperti kelapa sawit, nanas, jamur merang mengolah limbahnya
menjadi kompos untuk kebutuhan sendiri.
Penggunaan pupuk hayati pernah terdata dengan baik beberapa
waktu, yaitu ketika pupuk hayati (inokulan rhizobia) merupakan
salah satu komponen paket produksi untuk proyek intensifikasi
kedelai pemerintah. Pemerintah mengadakan kontrak pesanan
inokulan untuk seluruh areal intensifikasi kedelai. Karena adanya
sistem kontrak ini beberapa pabrik inokulan berdiri karena dengan
sistem ini produksi inokulan mereka terjamin pembelinya. Pada
periode 1983-1986, inokulan (Legin) sebanyak 68.034,67 kg telah
digunakan untuk menginokulasi tanaman kedelai seluas 453.564 ha
pada 25 provinsi di Indonesia (Sebayang and Sihombing, 1987).
Pada musim tanam tahun 1997/1998, jenis inokulan lain (pupuk
hayati majemuk Rhizoplus) sebanyak 41.348,75 kg digunakan untuk
menginokulasi 330.790 ha kedelai di 26 provinsi (Saraswati et al.,
1998). Perkembangan penggunaan inokulan Legin tiap tahun sejak
tahun 1981-1995.

39 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Pencanangan “Go organic 2010” oleh Departemen Pertanian
diharapkan akan menunjang perkembangan pupuk organik dan
hayati di Indonesia. Selain itu juga mulai dilaksanakannya sistem
pertanaman padi SRI oleh para petani mendorong mulai
dproduksinya kompos in situ oleh para petani.

40 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


BAB 7
Humus
Daun Kayu Putih
Pabrik minyak kayu putih (PMKP) Sukun merupakan salah
satu pabrik yang mengekstrasi daun kayu putih menjadi minyak
kayu putih yang terletak di Jawa Timur tepatnya di Kabupaten
Ponorogo. Dalam satu tahun PMKP Sukun dapat memproses BBI
(Bahan Baku Industri) Berupa DKP (Daun Kayu Putih) yaitu ±
7.566.546 kg dan menghasilkan minyak kayu putih yaitu ± 59.519 kg
tahun-1 (Rahmawati, 2015). Dimana proses ekstraksi daun kayu
putih ini selain menghasilkan minyak juga menghasilkan produk
sampingan berupa limbah, terutama limbah daun kayu putih. Limbah
daun kayu putih di PMKP Sukun dimanfaatkan menjadi pupuk
organik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah
dan merangsang perakaran tanaman yang sehat. Kompos juga
berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah, meningkatkan bahan
organik tanah, kapasitas serap air tanah, danaktivitas mikroba tanah
yang bermanfaat bagi tanaman. Tanaman yang diberi pupuk kompos
cenderung memiliki kualitas lebih baik daripada tanaman yang
dipupuk dengan pupuk kimia. Selain itu pupuk kompos juga dapat
mengurangi volume dari limbah daun kayu putih yang ada di PMKP
Sukun, Ponorogo. Sehingga pupuk kompos limbah daun kayu putih
diharapkan dapat menambah kebutuhan hara semai kayu putih.

41 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Tabel 4. Analisa Kompos dan limbah kayu putih
Parameter Kompos Satuan Hasil Kriteria*
Bokashi 1 6,2 Agak asam
Bokashi 2 7,5 Netral
pH H2O Bokashi 3 6,9 Netral
L. DKP 7,5 Netral
Bokashi 1 % 8,90 Sangat tinggi
Bokashi 2 % 11,61 Sangat tinggi
C-Organik Bokashi 3 % 3,81 Tinggi
L. DKP % 20,08 Sangat tinggi
Bokashi 1 % 2,67 Sangat tinggi
Bokashi 2 % 1,79 Sangat tinggi
N-Total Bokashi 3 % 1,81 Sangat tinggi
L. DKP % 1,79 Sangat tinggi
Bokashi 1 3,33 Sangat rendah
Bokashi 2 6,48 Rendah
C/N ratio Bokashi 3 2,1 Sangat rendah
L. DKP 11,21 Sedang
Bokashi 1 % 0,83 Sangat rendah
Bokashi 2 % 1,26 Sangat rendah
P tersedia Bokashi 3 % 1,05 Sangat rendah
L. DKP % 1,25 Sangat rendah
Bokashi 1 % 0,78 Tinggi
Bokashi 2 % 4,86 Sangat tinggi
K Tersedia Bokashi 3 % 2,09 Sangat tinggi
L. DKP % 4,86 Sangat tinggi

Tabel 1 menunjukkan bahwa setiap kompos memiliki kandungan


hara yang berbeda-beda. Secara keseluruhan ke-4 jenis kompos ini
memiliki kandungan hara yang baik dengan pH yang tergolong
netral. Kompos L.DKP (Limbah Daun Kayu Putih) dan bokashi 2
memiliki nilai pH yang sama dan lebih tinggi diantara ke-2 jenis
kompos yang lain yaitu 7,5. Bokashi 1, bokashi 2, dan kompos L.
DKP memiliki kandungan c-organik sangat tinggi, sedangkan
bokashi 3 memiliki kandungan c-organik tinggi (3,81 %). Kandungan
42 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
c-organik kompos L.DKP sangat tinggi dan paling tinggi diantara ke-
3 jenis kompos yang lain, yaitu 20,08 %. Bokashi 2 memiliki
kandungan c-organik lebih tinggi dibandingkan bokashi 1 yaitu
berturut-turut 11,61 % dan 8,90 %. Kompos L. DKP memiliki C/N
ratio yang lebih tinggi dibandingkan kompos yang lainnya yaitu 11,21
dan memiliki C/N ratio yang mendekati C/N ratio tanah yaitu 11,54.
Menurut Suradiakarta dan Diah (2006) kompos dapat dikatakan
sudah matang apabila memiliki warna hitam menyerupai tanah, C/N
ratio mendekati 20 atau sesuai dengan C/N ratio tanah, pH normal,
suhu mendekati suhu ruangan, tidak berbau, dan memiliki
kelembaban <30 %.

43 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


BAB 8
Kompos daun kayu putih
untuk tanaman kedelai
Budidaya kedelai sering dilakukan pada lahan yang kurang
produkif yang memiliki bahan organik rendah sehingga hasilnya
kurang baik. Bahan organik tanah merupakan bagian penting dalam
tanah untuk menyangga kehidupan dalam tanah, namun
keberadaannnya semakin menurun karena mudah teroksidasi. Pada
industri minyak kayu putih terdapat bahan organik yang belum
dimanfatkan sebagai sumber bahan organik tanah.Bahan organik
tersebut dapat didekomposisi dengan menggunakan Trichoderma
sp(Wen et al, 2005). Namun efektifitas kompos menggunakan
trichoderma tersebut belum diketahui dalam meningkatkan hasil
kedalai. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dikaji pengaruh kompos
limbah industri kayu putih untuk meningkatkan hasil tanaman
kedelai.
Dekomposisibahan organik dengan bioaktivator trichoderma
dapat meningkatkan hasil kedelai pada tanah berkapur (Yuliani dan
Rahayu, 2016).dan tanah berpasir (Saputro et al, 2017). Trichoderma
merupakan jamur yang dapat bersimbiosis dengan tanaman melalui
agen decomposer(Rohmah et al, 2013, agen bio insektisida (Charisma
et al, 2012)dan agen pelarut posfat(Yuliani dan Rahayu, 2016).
Trichoderma juga mampu bersinergi dengan mikrobia lain sehingga
berguna bagi tanaman. Salah satu bentuk sinergi adalah antara
trichoderma dengan rhizobium.Trichoderma dapat memanfaatkan
44 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
nitrogen yang dihasilkan oleh rhizobium,sebaliknyarhizobiumdapat
berkoloni dengan akar tanaman lebih cepat .
Konsep pendekatan yangdilakukan yaitu kedelai merupakan tanaman
legum yang sangat bersimbiosis dengan bakteri rhizobium.Keberadaan
rhizobium didalam tanah berkorelasi dengan bahan organik tanah.
Disisi lain trichoderma dapat meningkatkan proses dekomposisi bahan
organik terutama pada limbah industri kayu putih, walaupun limbah
tersebut banyak mengandung lignin dan selulosa. Trichoderma dapat
mendegradasi lignin dan selulosa. Penambahan kompos kedalam
tanah akan meningkatkan aktivitas rhizobium sehingga hasil tanaman
kedelai dapat ditingkatkan.
8.1. Hasil Penelitian
Dosis kompos berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman
tetapi berpengaruh nyata terhadap berat brangkasan basah dan berat
brangkasan kering. Peningkatan dosis kompos sampai dosis 6 kg/ha
dapat meningkatkan berat brangkasan basah dan berat brangkasan
kering tetapi bila dosis ditingkatkan menjadi 12 ton/ha meyebabkan
berat brangkasan basah dan kering menurun dibanding dosis
dibawahnya (Tabel 1)
Tabel. 2. Tinggi tanaman, berat brangkasan basah dan berat
brangkasan kering
Tinggi tanaman (cm) Berat brangkasan Berat brangkasan
basah kering
D0 44.67±4.16 a 14.94±2.16 a 5.19±0.32 a
D1 50.33±3.51 a 13.92±0.24 a 4.75±0.30 a
D2 50.07±4.16 a 18.67±1.89 b 7.35±1.46 b
45 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
D3 45.00±2.65 a 11.78±0.62 a 4.52±0.44 a
Ket : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata atas Uji BNT(0.05)
D0=0 kg/ha, D1=3 ton/ha, D2=6 ton/ha, D4=12 ton/ha
Pemberian kompos dari limbah industri kayu putih
menyebabkan berat polong, jumlah polong berbeda antar perlakuan,
tetapi tidak berbeda pada parameter jumlah polong hampa. Berat
polong tertinggi diakibatkan oleh pemberian kompos sebesar 6
ton/ha sebesar 22.03 kg/tanaman dan berat polong terendah pada
perlakuan tanpa kompos. Jumlah polong perlakuankontrol lebih
rendah daripada semua perlakuan kompos. Dosis kompos yang
menyebabkan jumlah polong terbanyak adalah 6 ton/ha.Dosis
kompos tertinggi yaitu 12 ton/ha memiliki jumlah polong lebih
rendah dibanding dosis 6 ton/ha (Tabel 2).
Tabel. 3. Berat polong, jumlah polong dan jumlah polong hampa
Berat polong Jumlah polong Jumlah polong
hampa
D0 15.94±0.77 a 45.33±4.04 a 1.33±1.53 a
D1 17.50±0.87 a 57.00±6.08 b 0.00±0.00 a
D2 22.03±2.10 b 61.67±3.51 c 0.67±0.57 a
D3 15.08±1.82 a 52.00±5.50 ab 0.33±0.57 a
Ket : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata atas Uji BNT(0.05)
D0=0 kg/ha, D1=3 ton/ha, D2=6 ton/ha, D4=12 ton/ha

Berat 100 biji pada semua perlakuan tidak berbeda nyata, tetapi
jumlah klorofil dan berat bintil akar terjadi perbedaan antar
perlakuan. Jumlah klorofil tertinggi diperoleh pada penggunaan

46 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


kompos sebesar 6 ton/ha dan terendah pada kontrol. Peningkatan
dosis kompos setelah 6 ton/ha diikuti oleh penurunan jumlah
klorofil, tetapi penurunannya tidak signifikan. Berat bintil akar
tertinggi pada perlakuan 6 ton/ha dan berbeda nyata dengan semua
perlakuan lainnya. Berat bintil akar terendah pada perlakuan tanpa
kompos, berbeda nyata dengan perlakuan 6 ton/ha, tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan 3 ton/ha dan 12 ton/ha (Tabel 3).
Tabel 3. Berat 100 biji, jumlah klorofil dan berat bintil akar
Berat 100 biji Jumlah klorofil Berat bintil akar
D0 4.78±0.90 a 2.73±4.08 a 24.67±3.21 a
D1 6.36±0.79 a 2.44±3.60 a 28.67±7.77 a
D2 6.53±0.53 a 8.93±2.40 b 56.00±7.00 b
D3 6.04±0.53 a 8.14±0.63 b 37.33±10.02 a
Ket : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata atas Uji BNT(0.05)
D0=0 kg/ha, D1=3 ton/ha, D2=6 ton/ha, D4=12 ton/ha

Berat biji pertanaman berbeda nyata antara perlakuan tanpa


kompos dengan perlakuan dosis kompos yang lainnya. Pada
perlakuan dosis kompos sebesar 3 ton/ha sampai dengan 12 ton/ha
tidak terjadi perbedaan yang nyata, namun terlihat kecenderungan
terjadi penurunan pada dosis 12 ton/ha(Gambar 12).

47 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Gambar 12. Berat biji pertanaman (D0=0 kg/ha, D1=3 ton/ha, D2=6 ton/ha,
D4=12 ton/ha)

Kompos berbahan baku limbah industri kayu putih dapat


digunakan sebagai pupuk organik karena memiliki C/N rasio
dibawah 20. C/N rasio merupakan salah satu tolok ukur bahan
organik dapat digunakan sebagai pupuk organik. Bahan organik yang
memiliki C/N rasio diatas 20 akan terjadi imobilisasi yaitu
penggunaan unsur nitrogen oleh mikrobia sehingga nitrogen dalam
tanah menurun, akibatnya apabila pupuk tersebut diberikan kedalam
tanah akan menyebabkan tanaman menjadi berwarna kuning karena
kekurangan nitrogen.
Aplikasi kompos limbah kayu putih dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.Kompos dapat
meningkatkan berat brangkasan basah dan berat brangkasan
kering.Kompos yang mengandung trichoderma dapat meningkatkan
hasil tanaman kedelai dengan mekanisme sebagai berikut (1) kompos
48 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)
akan melepaskan hara yang langsung dapat diserap oleh tanaman
kedelai(Rohmah et al, 2013), (2) dekomposisi kompos akan
mengeluarkan asam organik kedalam tanah yang memiliki fungsi
sebagai penyangga pH tanah sehingga akan berpengaruh pada
ketersediaan posfor dan unsur hara mikro Mn(Yuliani dan Rahayu,
2016), (3) kompos mengandung trichoderma yang dapat berfungsi
sebagai agen bio- insektisida sehingga tanaman tahan terhadap
serangan penyakit tular tanah(Charisma et al, 2012), (4) Trichoderma
dapat memacu pekembangan mikrobia lainnya yang akan
berpengaruh pada pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai(Arifin, et
al., 2012).
Peningkatan dosis kompos sebesar 12 ton/ha memiliki
kecenderungan penurunan hasil tanaman kedelai dan dosis yang
terbaik untuk tanaman kedelai sebesar 6 ton/ha. Hal ini sejalalan
dengan penelitian Anjaniet al (2016) menyatakan bahwa
trichokomposjerami padi (5ton/ha) dan pupuk P(60 kg/ha)
menyebabkan peningkatan hasil kedelai (Anjani et al, 2016). Namun
disisi lain peningkatan dosis pupuk organik sampai 5 ton/ha tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai
(Saputro et al, 2017).Penambahan dosis bahan organik dapat
menurunkan hasil tanaman kedalai disebabkan karena pada dosis
yang terlalu tinggi maka bahan organik akan mempengaruhi sirkulasi
air tanah. Tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi
maka akan terjadi penguapan yang lebih besar bila dibanding tanah
yang bahan organiknya kecil. Selain itu bahan kompos limbah

49 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


industri kayu putih yang terlalu tinggi akanmempengaruhi mikrobia
lain yang ada dalam tanah, sehingga berdampak pada hasil tanaman
kedelai.
Kompos dari limbah kayu putih dengan bioaktivator
trichoderma,dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik untuk
meningkatkan hasil tanaman kedelai. Penggunaan kompos sebesar 6
ton/ha dapat meningkatkan berat biji kering tanaman kedelai dari
4.82 g/tanaman menjadi 7.53 g/tanaman. Peningkatan dosis kompos
limbah kayu putih menjadi 12 ton/ha menyebabkan penurunan
jumlah polong dan berat biji kering kedelai pertanaman

50 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


BAB 9
Penutup

Pengembangan tanaman kayuputih dan pemanfatan limbah


kayu putih sebagai pupuk organik sangat di perlukan untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku industri minyak kayuputih di
Perhutani wilayah Sukun dan peningkatan kesuburan tanah dengan
pemanfaatan limbah kayu putih. Dari sisi produksi; upaya penyediaan
benih unggul dengan rendemen minyak yang tinggi dan teknik
budidaya tanaman kayuputih telah tersedia guna mendukung
program pengembangan tanaman kayuputih. Analisis kelayakan
ekonomi terhadap pengusahaan tanaman kayuputih dengan system
tumpang sari maupun dengan sistem hutan rakyat menyatakan
bahwa pengusahaan tanaman kayuputih memberikan keuntungan
yang layak. Semuanya berpulang kepada para pelaku industri minyak
kayu putih, pemerintah melalui kebijakan regulasi, Perum Perhutani,
Dinas Kehutanan Propinsi, industri pengemasan dan para petani
untuk memanfaatkan hasil penelitian pemanfatan limbah industri
kayu putih yang telah dilaksanakan.

51 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Daftar Pustaka
Anonim, 2005. Laporan Tahunan Balai Pengolahan Hasil Hutan dan
Perkebunan Dishutbun Yogyakarta
Astana, S. 2005. Analisis kelayakan finansial usaha budidaya dan
penyulingan kayu putih skala rakyat. Makalah disampaikan
pada Temu Lapang Puslit Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Kehutanan dan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Tengah di
Semarang, 14 Desember 2005
Anjani N, Sjofjan J, Puspita F, 2016. Pemberian trichokompos
jerami padi dan pupuk fosforterhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman kedelai(Glycine max (L.) Merrill). Jom Faperta Vol 3 No
1 : 1-14
Arifin, Z., Dewi, I.R., Istiqomah, N., dan Setyorini, D. 2012.
Pengaruh pemupukan organik terhadap pertumbuhan dan
hasil kedelai di alahan kering.Seminar nasional : Kedaulatan
Pangan dan Energi. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo.
Madura
Bandyopadhyay, K.K, Misra, A.G., Ghosh, P.K.,Hati, K.M. 2010.
Effect of intregated use of farmyard manure and chemical
fertilizers on soil physical properties and productivity of
Soybean.Soil & Tillage Resech, 110 : 115-125
Bhattacharyya, R., Kundu, S., Prakash, V., Gupta, H.S.,2008.
Sustainability under combined application of mineral and
organic fertilizer in a rainfed Soybean – Wheat system of India
Himalayos.Eur. J. Agron, 28 : 33-46

Brophy, J.J. and Doran, J.C. 1996. Essential Oils of Tropical


Asteromyrtus, Callistemon and Melaleuca Species: In Search of
Interesting Oils with Commercial Potential. ACIAR
Monograph No. 40

52 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Craven, L.A dan Barlow, B.A. 1997. New taxa and new combination
in Melaleuca (Myrtaceae). Novon. 7(2): 113-119.
Doran, J.C., Baker, G.R., Murtagh G.J. dan Southwell, I.A. 1997.
Improving tea tree yield and quality through breeding and
selection. RIRDC Research Paper Series No 97/53. Project
No. DAN-87A.
Doran, J.C, Rimbawanto A, Gunn, B.V dan Nirsatmanto, A. 1998.
Breeding plan for Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi in
Indonesia. CSIRO Forestry and Forest Products, Australian
Tree Seed Centre and Forest Tree Improvement Research and
Development Institute, Indonesia
Gunn, B., McDonald, M., and Lea, D. 1996. Seed collection of
Melaleuca cajuputi Powell in Indonesia and Northern Australia
November

53 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


1995 - January 1996. Australian Tree Seed Centre, CSIRO
Forestry and Forest Products, Canberra
Hartman, H.T., D.E.Kester and F.T. Davies.1990. Plant Propagation
Principles and Practices. Prentice Hall of India. New Delhi.
Ibrahim-J, Abdul Rashih, A., dan Abu Said A. 1996. An improved
pilot distilation still for essential oils production. Journal of
Tropical Forest Products. 2(1): 25-34.
PERUM PERHUTANI. 2010. Rencana Pengaturan Kelestarian
Hutan Kelas Perusahaan kayu Putih dari KPH Madiun. Bagian
Hutan
Sukun, BKPH Sukun, Jangka Perusahaan 1 Januari 2011
sampai dengan 31 Desember 2015.
Sunanto, H. 2003. Budi Daya dan Penyulingan Kayu Putih. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Susanto, M., Doran. J.C., Arnold, R. dan Rimbawanto, A. 2003.
Genetic variation in growth and oil characteristics of Melaleuca
cajuputi subsp. cajuputi and potential for genetic improvement.
Journal of Tropical Forest Science 15(3): 469-482.
Susanto, M., Rimbawanto, A., Prastyono., Kartikawati, N.K. 2008.
Peningkatan Genetik Pada Pemuliaan Kayuputih. Jurnal
Pemuliaan Hutan Tanaman, vol. 2 No2. September 2008.

Charisma AM, Rahayu YS, Isnawati, 2012. Pengaruh Kombinasi


Kompos Trichoderma dan Mikoriza VesikularArbuskular (MVA)
terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max
(L.)Merill) pada Media Tanam Tanah Kapur.LenteraBio Vol. 1
No. 3: 111–116
Isnatin, U., Parjanto dan Waluyo J. 2015. Keragaan galur kedelai hasil
persilanagan varietas Tangggamus x Anjasmoro dan

54 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)


Tanggamus x Burangrang di tanah Entisol dan
Inceptisol.Tesis. Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Rohmah F, Rahayu YS, Yuliani, 2013.Pemanfaatan Bakteri Pseudomonas
fluorescens, Jamur Trichodermaharzianum dan Seresah Daun Jati
(Tectona grandis) untuk Pertumbuhan Tanaman Kedelai pada
Media Tanam Tanah Kapur.LenteraBio Vol. 2 No. 2, :149–153
Saputro W,Sarwitri R , Ingesti PSVR, 2017.Pengaruh dosis pupuk
organik dan dolomit padalahan pasir terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman kedelai (Glycine max, L.Merrill).VIGOR:
Jurnal Ilmu Pertanian Tropika dan Subtropika 2 (2) : 70 - 73
Wen, Z., Liao, W., Chen, S., 2005.Production of cellulase/b-
glucosidase by the mixed fungi cultureTrichoderma reesei
and Aspergillus phoenicis on dairy manure.Process
Biochemistry40 : 3087–3094
Yulianidan Rahayu YS, 2016. Pemberian seresah daun jati dalam
meningkatkan kadar hara dan sifat fisika tanah pada tanah
kapur. Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016 : 213-217

55 Buku Ajar Pemanfaatan Kayu Putih & Limbahnya (Melaleuca cajuputi)

Anda mungkin juga menyukai