Anda di halaman 1dari 30

BAB I

KONSEP DASAR TEORI


A. Pengertian
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien-pasien
yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi atau terpapar dengan allergen
(zat/materi yang menyebabkan timbulnya alergi) yang sama serta meliputi mekanisme pelepasan
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen yang serupa (Von Pirquet, 1986).
Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya cairan
dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang
mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO ARIA tahun 2001).Rhinitis adalah suatu inflamasi (
peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 ).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung ( Dorland, 2002 ).
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi
mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman. (Dorland,2002 ).
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki
yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi
terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua:
a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan
sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai
hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi
tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh
infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
B. Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti
oleh reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
Ø Immediate Phase Allergic Reaction
Berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam setelahnya
Ø Late Phase Allergic Reaction
Reaksi yang berlangsung pada dua hingga empat jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan
dan dapat berlangsung hingga 24 jam.
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas :
Ø Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau,
serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
Ø Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan.
Dengan masuknya allergen ke dalam tubuh, reaksi alergi dibagi menjadi tiga tahap besar :
1. Respon Primer, terjadi eliminasi dan pemakanan antigen, reaksi non spesifik
2. Respon Sekunder, reaksi yang terjadi spesifik, yang membangkitkan system humoral,
system selular saja atau bisa membangkitkan kedua system terebut, jika antigen berhasil
dihilangkan maka berhenti pada tahap ini, jika antigen masih ada, karena defek dari ketiga
mekanisme system tersebut maka berlanjut ke respon tersier
3. Respon Tersier , Reaksi imunologik yang tidak menguntungkan
C. Klasifikasi
Berdasarkan waktunya Rhinitis Alergi dapat di golongkan menjadi:
1. Rinitis alergi musiman (Hay Fever)
Biasanya terjadi pada musim semi. Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari luar rumah,
seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk penyerbukannya, debu dan
polusi udara atau asap.
2. Rinitis alergi yang terjadi terus menerus (perennial)
Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan))
diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu
rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
D. Patofisiologi
Tepung sari yang dihirup, spora jamur, dan antigen hewan di endapkan pada mukosa hidung.
Alergen yang larut dalam air berdifusi ke dalam epitel, dan pada individu individu yang
kecenderungan atopik secara genetik, memulai produksi imunoglobulin lokal (Ig ) E. Pelepasan
mediator sel mast yang baru, dan selanjutnya, penarikan neutrofil, eosinofil, basofil, serta limfosit
bertanggung jawab atas terjadinya reaksi awal dan reaksi fase lambat terhadap alergen hirupan.
Reaksi ini menghasilkan mukus, edema, radang, gatal, dan vasodilatasi. Peradangan yang lambat
dapat turut serta menyebabkan hiperresponsivitas hidung terhadap rangsangan nonspesifik suatu
pengaruh persiapan. (Behrman, 2000).
Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamine bekerja langsung
pada reseptor histamine selular, dan secara tidak langsung melalui refleks yang berperan pada
bersin dan hipersekresi. Melalui saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala beringus encer dan
edema local reaksi ini timbul segera setelah beberapa menit pasca pajanan allergen.
Kurang lebih 50% Rhinitis alergik merupakan manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I fase
lambat, gejala Gejala rhinitis alergik fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman,
dan hiperreaktivitas lebih diperankan ooleh eosinofil.
E. Manifestasi Klinis
1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih
dari 6 kali).
2. Hidung tersumbat.
3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening
dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang
menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok.
5. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat.
Gejala klinis yang khas adalah terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada
pagi hari, atau bila terdapat kontak dengan sejumlah debu. Sebenarnya bersin adalah mekanisme
normal dari hidung untuk membersihkan diri dari benda asing, tetapi jika bersin sudah lebih dari
lima kali dalam satu kali serangan maka dapat diduga ini adalah gejala rhinitis alergi. Gejala
lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak. Hidung tersumbat, mata gatal dan
kadang-kadang disertai dengan keluarnya air mata.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis rinitis alergika berdasarkan pada keluhan penyakit, tanda fisik dan uji laboratorium.
Keluhan pilek berulang atau menetap pada penderita dengan riwayat keluarga atopi atau bila ada
keluhan tersebut tanpa adanya infeksi saluran nafas atas merupakan kunci penting dalam membuat
diagnosis rinitis alergika. Pemeriksaan fisik meliputi gejala utama dan gejala minor. Uji
laboratorium yang penting adalah pemeriksaan in vivo dengan uji kulit goresan, IgE total, IgE
spesifik, dan pemeriksaan eosinofil pada hapusan mukosa hidung. Uji Provokasi nasal masih
terbatas pada bidang penelitian.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebab
2. Pengobatan, penggunaan obat antihistamin H-1 adalah obat yang sering dipakai sebagai lini
pertama pengobatan rhinitis alergi atau dengan kombinasi dekongestan oral. Obat Kortikosteroid
dipilih jika gejala utama sumbatan hidung akibat repon fase lambat tidak berhasil diatasi oleh obat
lain
3. Tindakan Operasi (konkotomi) dilakukan jika tidak berhasil dengan cara diatas
4. Penggunaan Imunoterapi.
Pemilihan obat-obatan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain :
1. Obat-obat yang tidak memiliki efek jangka panjang.
2. Tidak menimbulkan takifilaksis.
3. Beberapa studi menemukan efektifitas kortikosteroid intranasal. Meskipun demikian pilihan
terapi harus dipertimbangkan dengan kriteria yang lain.
4. Kortikosteroid intramuskuler dan intranasal tidak dianjurkan sehubungan dengan adanya
efek samping sistemik.
Penatalaksanaan rinitis alergika meliputi edukasi, penghindaran alergen, farmakoterapi dan
imunoterapi. Intervensi tunggal mungkin tidak cukup dalam penatalaksanaan rinitis alergika,
penghindaran alergen hendaknya merupakan bagian terpadu dari strategi penatalaksanaan,
terutama bila alergen penyebab dapat diidentifikasi. Edukasi sebaiknya selalu diberikan berkenaan
dengan penyakit yang kronis, yang berdasarkan kelainan atopi, pengobatan memerlukan waktu
yang lama dan pendidikan penggunaan obat harus benar terutama jika harus menggunakan
kortikosteroid hirupan atau semprotan. Imunoterapi sangat efektif bila penyebabnya adalah alergen
hirupan. Farmakoterapi hendaknya mempertimbangkan keamanan obat, efektifitas, dan
kemudahan pemberian. Farmakoterapi masih merupakan andalan utama sehubungan dengan
kronisitas penyakit. Tabel 3 menunjukkan obat-obat yang biasanya dipakai baik tunggal maupun
dalam kombinasi. Kombinasi yang sering dipakai adalah antihistamin H1 dengan dekongestan.
Medikamentosa diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral sebagai obat pilihan utama.
Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan pencegahan. Jenis-jenis terapi
medikamentosa akan diuraikan di bawah ini
1. Antihistamin-H1 oral
Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1 sehingga mempunyai aktivitas anti
alergi. Obat ini tidak menyebabkan takifilaksis. Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi
pertama dan kedua. Generasi pertama antara lain klorfeniramin dan difenhidramin, sedangkan
generasi kedua yaitu setirizin/levosetirizin dan loratadin/desloratadin.
Generasi terbaru antihistamin-H1 oral dianggap lebih baik karena mempunyai rasio
efektifitas/keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat diminum sekali sehari, serta bekerja
cepat (kurang dari 1 jam) dalam mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru
ini kurang efektif dalam mengatasi kongesti hidung.
Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu sedasi dan efek antikolinergik. Sedangkan
antihistamin-H1 generasi kedua sebagian besar tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai
efek antikolinergik atau kardiotoksisitas.
2. Antihistamin-H1 lokal
Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin) juga bekerja dengan memblok
reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa aktivitas anti alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja
sangat cepat (kurang dari 30 menit) dalam mengatasi gejala hidung atau mata. Efek samping obat
ini relatif ringan. Azelastin memberikan rasa pahit pada sebagian pasien.
3. Kortikosteroid intranasal
Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason,
dan triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan
terapi medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan efektif terhadap kongesti hidung.
Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.
Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik
pemakaian lama dan efek lokal obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah
pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung dapat
diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat
ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.
4. Kortikosteroid oral/IM
Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon,
prednison, triamsinolon, dan betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas
nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid
intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal
obat ini cukup ringan, dan efek samping sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian
kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu
dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.
5. Kromon lokal (‘local chromones’)
Kromon lokal (local chromones), seperti kromoglikat dan nedokromil, mekanisme kerjanya belum
banyak diketahui. Kromon intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif
dan masa kerjanya singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat keamanannya baik.
Obat semprot hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat diberikan pada anak
yang kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai efek
samping.
6. Dekongestan oral
Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin, merupakan obat simpatomimetik
yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit
jantung harus berhati-hati. Efek samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar, gelisah,
agitasi, tremor, insomnia, sakit kepala, kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi
glaukoma atau tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek
sentral. Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek
samping juga bertambah.
7. Dekongestan intranasal
Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin, oksimetazolin, dan xilometazolin) juga
merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja
lebih cepat dan efektif daripada dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10
hari untuk mencegah terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti sediaan oral
tetapi lebih ringan.
Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak di bawah usia
l tahun karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang sempit. Pada dosis toksik akan
terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.
8. Antikolinergik intranasal
Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat menghilangkan gejala beringus
(rhinorrhea) baik pada pasien alergik maupun non alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak
terdapat efek antikolinergik sistemik. Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis alergik pada
anak dengan keluhan hidung beringus yang menonjol.
9. Anti-leukotrien
Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast, akan memblok reseptor CystLT,
dan merupakan obat yang menjanjikan baik dipakai sendiri ataupun dalam kombinasi dengan
antihistamin-H1 oral, namun masih diperlukan banyak data mengenai obat-obat ini. Efek
sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik.
H. Pencegahan
Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak tahu jenis
pollen apa yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda alergi
itu lebih bagus lagi.
Ø Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara. Umumnya
pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya
makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian
berkurang menjelang matahari terbenam.
Ø Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk membantu
mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan kipas dengan
buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam rumah
anda.
Ø Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
Ø Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
- Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
- Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.
Ø Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke tempat
di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
Ø Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.
Ø Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama saat
bekerja dengan kompos), memotong rumput.
Ø Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan
kompos.
Di daerah yang berudara lembab mold di dalam rumah dapat mencetuskan serangan asthma,
rhinitis alergika dan dermatitis alergika. Beberapa langkah berikut dapat membantu:
Ø Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela paling
sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hati-hati,
karena dapat membuat hidung anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi, gejala alergi anda dapat
memburuk.
Ø Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
Ø Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
Ø Jangan gunakan karpet.
Oleh karena orang dewasa menghabiskan 1/3 waktu mereka dan anak-anak menghabiskan ½ dari
waktu mereka di kamar tidur, maka penting agar tidak ada alergen di kamar tidur. Jangan gunakan
kasur, bantal dan guling yang diisi dengan kapuk.
I. Komplikasi
1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip
hidung.
2. Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama
kita temukan pada pasien anak-anak.
3. Sinusitis kronik
Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya
sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
KASUS :
Nn. R umur 18 tahun dirawat di ruang THT Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi hari kedua,
ketika dilakukan pengkajian oleh perawat didapat data hidung meler, bersin-bersin, mata merah
berair yang tidak berhenti-henti, lapisan hidung membengkak warna merah kebiruan, mudah
tersinggung, nafsu makan menurun, dan susah tidur, klien bernafas melalui mulut.
A. Pengkajian
DS :
Ø Nn. R mudah tersinggung
Ø Nn. R mengatakan nafsu makan menurun
Ø Nn. R mengatakan susah tidur
DO :
Ø Hidung meler
Ø Bersin-bersin
Ø Lapisan hidung membengkak, warna merah kebiruan
Ø Klien bernapas melalui mulut
B. Analisa data
SIGN & SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
DS : -
DO : Bersihan jalan nafas tidak
Akumulasi mucus
Ø hidung meler, bersin-bersin, klien bernafas efektif
melalui mulut
DO :
Ø klien mengatakan susah tidur.
Susah tidur, hidung
DO : Gangguan pola tidur
meler
Ø bersin-bersin
Ø hidung meler
DS :
Nafsu makan Nutrisi kurang dari
Ø klien mengatakan nafsu makan menurun
menurun kebutuhan
Do : -
C. NCP
Diagnosa
no Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
Bersihan jalan Bersihan jalan
- Auskultasi bunyi - Obstruksi jalan napas dan
nafas tidak nafas kembali
napas. Catat adanya bunyi dapat atau tak di
1 efektiif b.d efektif
napas, mis ; mengi, manevestasikan adanya bunyi
akumulasi Kh : menujukkan
krekels, ronki napas adventisius.
mucus perilaku untuk
DS : - memperbaiki - Kaji/pantau frekuensi - Adanya beberapa derajat
DO : hidung bersihan jalan pernapasan dan dapat ditemukan pada
meler, bersin- nafas. - Kaji pasien untuk penerimaan atau selama stres
bersin, klien Mis : posisi yang nyaman mis : atau adanya infeksi akut.
bernapas melalui mengeluarkan peninggian kepala tempat Penafasan dapat melambat dan
mulut. sekret tidur, duduk pada frekunsi ekspirasi memanjaga
persandaran tempat tidur. inspirasi memendek.
- Pertahankan polusi - Peningian kepala tempat
lingkungan minimum mis tidur mempermudah fungsi
: debu asap dan bulu pernapasan dengan mengunakn
bantal yang berhubunggan grafitasi
dengan kondisi individu - Pencetus tipe reaksi alergi
- tingkatkan masukan pernapasan yang dapat
caian 3000 /hari sesuai mentreger episode akut
jantung, memberikan air - hidrasi membantu
hangat. menurunkan kekentalan sekret,
mempermudah pengeluaran.
- Tentukan kebiasan - Mengakaji perlunya dan
Gangguan pola
tidur biasanya dan mengidentifikasi intervensi
istirahat b.d
perubahan yang terjadi yang tepat
penyumbatan
- Berikan tempat tidur - Meningakatkkan
pada hidung
Perbaikan pola yang nyaman dan kenyamanan tridur serta
DS :
tidur atau beberapa milik pribadi dukungan fisiologis/psikologis
Ø klien
istirahat mis : bantal, guling. - bila rutinitas
mengatakan
Kh : - Buat rutinitas tidur barumenggandung aspek
susah tidur.
2 Klien tampak baru yang dimasukkan sebanyak kebiasaan lama,stres
Ø Klien
bisa tidur dalam pola lama dan ling dan ansietas yang berhubungan
mengatakan
Tidak sering kungan baru. ddapat berkurang
mata berair tak
terbangun pada - Tingkatkan regimen - Meningkatkan efek
ada henti-
malam hari kenyamanan waktu tidur . relaksasi.
hentinya
- instruksikan tindakan - Membantu menginduksi
DO :
relaksasi. tidur
Ø bersin-bersin
- Berikan sedative - Membantu pasien agar
Ø hidung meler
sesuai indikasi mudah beristirahat
- Dengan pemahaman klien
- Jelaskan tentang
Gangguan Nutrisi terpenuhi akan lebih kooperatif
manfaat makan bila
nutrisi kurang sesuai dengan mengikuti aturan
dikaitkan dengan kondisi
dari kebutuhan kebutuhan tubuh - Untuk menghindari
klien saat ini
b.d Nafsu makan Kh : makanan yang justru dapat
- Anjurkan agar klien
menurun - Nafsu makan mengganggu proses
3 memakan makanan yang
Ds : klien membaik penyembuhan klien.
tersedia di RS
mengatakan - Keadaan - Higiene oral yang baik
- Lakukan dan ajarkan
nafsu makan umum membaik akan meningkatkan nafsu
perawatan mulut sebelum
menurun - Klien tampak makan klien
dan sesudah makan serta
Do : - mau makan - makana adalah bagian dari
sebelum dan sesudah
peristiwa sosial, dan nafsu
intervensi/periksaan makan dapat meningkat dengan
peroral. sosialisasi
- tingkakan lingkungan - Makanan hangat dapat
yang menenangkan untuk meningkatkan nafsu makan.
makan dengan teman jika - membantu memenuhi
memungkinkan. kebutuhan dan meningkatkan
- Berikan makanan pemasukan
dalam keadaan hangat - Meningkatkan pemenuhan
- berikan makanan sesuai dengan kondisi klien
selingan (mis; keju,
biskuit, sup, buah-
buahan)yang tersedia
dalam 24 jam
- Kolaborasi tentang
pemenuhan diet klien

http://adisuryamandala.blogspot.co.id/2013/10/askep-rhinitis.html
etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65193/.../S1-2013-288685-chapter1.pdf
spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/AI02_Rintis-Alergi.pdf
http://dasmaniar10.blogspot.co.id/2014/12/askep-rhinitis_13.html
Latar belakang

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa
pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa hidung (mukosa olfaktori). Mukosa pernapasan
terdapat pada sebagian besar pada rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu (pseudo stratified columnar ephitelium) yang mempunyai silia dan diantaranya
terdapat sel-sel goblet.

Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai, menyerang 20% dari populasi
anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain, alergi hidung
dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah, terutama pada negara-negara yang kurang
berkembang. Penderita Rhinitis alergika akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung
yang berlebihan atau rhinore, dan bersin yang terjadi berulang cepat.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. I. DEFENISI

Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 )

Rinitis adalah suatu inflamasi membrane mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik
sebagai rhinitis alergik atau non alergik.(Brunner dan Suddarth, 2001).

Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )

Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi
dua:

Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan
sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai
hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi
tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.

Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh
infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

1. II. ETIOLOGI
Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman
spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok,
Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan
hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.

1. III. MENIFESTASI KLINIS

Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya nafas berbau (sementara pasien
sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit epala,
dan hidung tersumbat.

Pada pemeriksaan THT ditemukan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan media
hipotrofi atau atrofi secret purulen hijau dan krusta berwarna hijau.

1. IV. PATOFISIOLOGI

Rangsangan saraf parasimpatis akan menyebabkan terlepasnya asetilkolin, sehingga terjadi


dilatasi pembuluh darah dalm konka serta meningkatkan permiabilitas kapiler dan sekresi
kelenjar, sedangkan rangsangan sraaf simpatis mengakibatkan sebaliknya( kapita).

X. PENATALAKSANAAN

Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi, selain
gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat diberikan:

v Antibiotic presprektum luas atau sesuaiuji resistensi kuman sampai gejala hilang.

v Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu
sendok makan dalam 100 cc air hangat

v Vitamin A 3×50.000 unit selama 2 minggu

v Preparat Fe

1. VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dapat dilakukan transiluminasi, fotosinus para nasal, pemeriksaan mikro organisme uji resistensi
kuman, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Fe serum, dan serologi darah. Dari pemeriksaan
histo patologi terlihat mukosa hidung menjadi tipis, silia hilang, metaplasia thoraks menjadi
epitel kubik atau gepeng berlapis, kelenjar degenerasi dan atrofi, jumlahnya berkurang dan
bentuknya mengecil.

1. VII. KOMPLIKASI

v Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
v Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama
kita temukan pada pasien anak-anak.

v Sinusitis kronik

v Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya
sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. I. PENGKAJIAN

v Identitas

 Nama
 jenis kelamin
 umur

v keluhan utama

Bersin-bersin, hidung mengeluarkan sekret, hidung tersumbat, dan hidung gatal

v Riwayat kesehatan

 Riwayat peyakit dahulu


o Pernahkan pasien menderita penyakit THT sebelumnya.
o Riwayat keluarga
o Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien

v Pemeriksaan fisik

 Inspeksi : permukaan hidung terdapat sekret mukoid


 Palpasi : nyeri, karena adanya inflamasi

Pemeriksaan penunjang

a.Pemeriksaan nasoendoskopi

b.Pemeriksaan sitologi hidung

c.Hitung eosinofil pada darah tepi

d.Uji kulit allergen penyebab


II. DIAGNOSA

v Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis

v Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang mengental

v Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung

v Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore.

III. INTERVENSI

v Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis

Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang

Kriteria :

A.Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya

B.Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien 1. Menentukan tindakan selanjutnya

2. Berikan kenyamanan dan ketentaman pada 2. Memudahkan penerimaan klien terhadap


klien : informasi yang diberikan

– Temani klien 3. Meningkatkan pemahaman klien tentang


penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut
– Perlihatkan rasa empati( datang dengan sehingga klien lebih kooperatif
menyentuh klien )
4. Dengan menghilangkan stimulus yang
3. Berikan penjelasan pada klien tentang mencemaskan akan meningkatkan ketenangan
penyakit yang dideritanya perlahan, tenang klien.
seta gunakan kalimat yang jelas, singkat
mudah dimengerti 5. Mengetahui perkembangan klien secara
dini.
4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan
misalnya : 6. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan
klien
– Tempatkan klien diruangan yang lebih
tenang
– Batasi kontak dengan orang lain /klien lain
yang kemungkinan mengalami kecemasan

5. Observasi tanda-tanda vital.

6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis

v Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental.

Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret dikeluarkan

Kriteria :

A.Klien tidak bernafas lagi melalui mulut

B.Jalan nafas kembali normal terutama hidung

Intervensi Rasional
a. Kaji penumpukan secret yang ada a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan
selanjutnya
b. Observasi tanda-tanda vital.
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum
c. Kolaborasi dengan team medis dilakukan operasi

c. Kerjasama untuk menghilangkan obat yang


dikonsumsi

v Gangguan pola istirahat berhubungan dengan penyumbatan pada hidung

Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman

Kriteria :

Klien tidur 6-8 jam sehari

Intervensi Rasional
a. Kaji kebutuhan tidur klien. a. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. ciptakan suasana yang nyaman.
b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian
obat d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat
hidung
v Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore

Intervensi Rasional
a. Dorong individu untuk bertanya mengenai a. memberikan minat dan perhatian, memberikan
masalah, penanganan, perkembangan dan kesempatan untuk memperbaiakikesalahan
prognosis kesehatan konsep

b. ajarkan individu menegenai sumber b. pendekatan secara komperhensif dapat


komunitas yang tersedia, jika dibutuhkan membantu memenuhi kebutuhan pasienuntuk
(misalnya : pusat kesehatan mental) memelihara tingkah laku koping

c. dorong individu untuk mengekspresikan c. dapat membantu meningkatkan tingkat


perasaannya, khususnya bagaimana individu kepercayaan diri, memperbaiki harga diri,
merasakan, memikirkan, atau memandang mrnurunkan pikiran terus menerus terhadap
dirinya perubahan dan meningkatkan perasaan terhadap
pengendalian diri

BAB IV

PENUTUP

1. I. KESIMPULAN

Rinitis adalah suatu inflamasi membrane mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik
sebagai rhinitis alergik atau non alergik.(Brunner dan Suddarth, 2001).

Rhinitis paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rhinitis viral
(common cold) dan rhinitis nasal bacterial. Juga terjadi sebagai akibat masuknya benda asing ke
dalam hidung.

Pasien dengan rhinitis diinstruksikan untuk menghindari allergen atau iritan, seperti debu, asap,
bau, tepung, sprei, atau asap tembakau. Untuk kesembuhan yang maksimal pasien diinstruksikan
untuk menghembuskan hidung sebelum memberikan obat apapun kedalam rongga hidung.

Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. Sinusitis
mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran pernafasan atas.(Brunner dan Suddarth,
2001).

Sinusitis biasanya disebabkan oleh Rinitis Akut (influenza). polip, septum deviasi dan oleh
kuman Streptococcus pneumonia, Hamophilus influenza, Steptococcus viridians, Staphylococcus
aureus, Branchamella catarhatis. Pada pasien sinusitis, seorang perawat dapat menginstruksikan
pasien tentang metode untuk meningkatkan drainase seperti inhalasi uap (mandi uap, mandi
hangat, mandi sauna), meningkatkan masukan cairan dan memberikan kompres hangat
setempat.(handuk basah hangat). Perawat mengajarkan pasien tentang tanda-tanda dini infeksi
sinus dan menganjurkan tindakan pencegahan

1. II. SARAN

Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa calon
perawat,sebagai baakal terutama ketika melakukan prektik atau bekerja pada ruang perawatan
bedah,sehingga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca Dan memahami
isimakalah ini sehingga menjadi bekal bila menghadapi kasus yang saya bahas ini
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat dan golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi imunologis
terhadap alergi lingkungan. Walaupun faktor lingkunan merupakan faktor penting, faktor genetik
dalam manifestasi alergi tidak dapat di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergi tertentu
menunjukkan bahwa sesorang pernah terpajan dengan alergi bersangkutan sebelumnya. Penyakit
alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Penyakit alergi
merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. (WHO ARIA tahun 2001)
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang paling sering dijumpai menyerang 20% anak dan
dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain alergi hidung dan penyakit atopi
lainya lebih rendah, terutama pada negara yang kurang berkembang. Insidensi penyakit tinggi
pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya
umur. Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di Amerika Serikat,
mempengaruhi lebih dari 50 juta orang.
Dilaporkan penyakit alergi yang sering dijumpai di Bagian Penyakit Dalam RSCM Jakarta
adalah asma, rinitis, urtikaria dan alergi makanan. Di Medan dilaporkan manifestasi klinis pasien
alergi saluran pernapasan adalah rinitis 41,9%, asma 30,6%, asma + rinitis 25% dan batuk kronik
5%. Diperkirakan 10-20 % penduduk pernah atau sedang menderita penyakit tersebut.
Alergi dapat menyerang setiap organ tubuh. Tetapi organ yang sering terkena adalah saluran
napas, kulit dan saluran pencernaan. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan
lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada
beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada
telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak
terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya. Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat
endemis maupun muncul sebagai KLB.
Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin,
dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar
orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa
terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Apa konsep teori dari “RINITIS ALERGI” dan bagaimana asuhan keperawatan pada klien
dengan penyakit “RINITIS ALERGI”?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umumnya adalah untuk memenuhi Tugas blok imun dan hematologi pada
kasus Dangue Hemoragic fever serta untuk memberikan pengetahuan kepada mahasiswa
mengenai renitis alergi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari renitis alergi.
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari renitis alergi.
3. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari renitis alergi.
4. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan untuk renitis alergi.
5. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari renitis alergi.
6. Mahasiswa mampu memahami komplikasi dari renitis alergi.
7. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari renitis alergi.
8. Mahasiswa mampu memahami WOC dari renitis alergi.
9. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan renitis alergi.
1.4 MANFAAT
Penulis berharap dari adanya penulisan makalah ini dapat memberikan manfaat kebanyak
pihak diantaranya sbb :
1. Bagi penulis, memberikan gambaran mengenai renitis alergi secara umum
dan terperinci.
2. Bagi mahasiswa, dapat di manfaatkan dan digunakan oleh teman-teman sebagai
bahan referensi terkait renitis alergi dan penerapannya pada bidang ilmu Kesehatan, selain
itu juga dapat bermanfaat sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut
3. Pihak umum, sebagai bahan bacaan, sumber informasi dan referensi terkait masalah
penyakit renitis alergi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi.
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan
pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan
bagian-bagian dari atas ke bawah : pangkal hidung, (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi,
kolumela, dan lubang hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang
hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis), prosesus frontalis os maksila dan
prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor, beberapa pasang
kartilago ala minor dan tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk
terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh
septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai
dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior,
disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-
rambut panjang yang disebutvibrase. Tiap kavum nasi
mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.
Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista
nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan
kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada
bagian tulang,sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.
Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat
konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi
ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema ini biasanya rudimenter.
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat ronga sempit yang disebut
meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di
antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral ronga hidung. Pada meatus inferior
terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.
Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus medius terdapat pula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum
etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara
sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.
Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media
terdapat sinus etmoid terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior
merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior
atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga
tengkorak dari rongga hidung.
2.2 Defenisi
Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya
cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang
mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO ARIA tahun 2001).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi
alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki
yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi
terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. (Dorland,2002 ).
Rinitis alergi merupakan gangguan imun dan reaksi terhadap alergen yang terbawa udara
(terhirup). Tergantung pada alergennya, rinitis dan konjungtivitis yang terjadi bisa musiman (bay
fever) atau sepanjang tahun (rinitis alergis perenial). (menurut :lippincott Williams
&Wilkins,2011)
Rinitis alergis merupakan reaksi alergis atopik yang paling umum dan menyerang lebih
dari 20 juta penduduk amerika serikat. (menurut :lippincott Williams &Wilkins,2011)
2.3 Epidemologi
Di Amerika Serikat rinitis alergi merupakan penyakit alergi terbanyak dan menempati
posisi ke-6 penyakit yang bersifat menahun (kronis). Rinitis alergi juga merupakan alasan ke-2
terbanyak kunjungan masyarakat ke ahli kesehatan profesional setelah pemeliharaan gigi. Angka
kejadian rinitis alergi mencapai 20%.5,6
Valovirta7 dkk melaporkan, di AS sekitar 20-40% pasien rinitis alergi menderita asma
bronkial. Sebaliknya 30-90% pasien asma bronkial memiliki gejala rinitis alergi sebelumnya.
Dikutip dari Evans, penelitian dilakukan dari tahun 1965 sampai tahun 1984 di AS, didapatkan
hasil yang hampir sama yaitu 38% pasien rinitis alergi juga memiliki gejala asma bronkial, atau
sekitar 3-5% dari total populasi.8
Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC, 2006),
Indonesia bersama-sama dengan negara Albania, Rumania, Georgia dan Yunani memiliki
prevalensi rinitis alergi yang rendah yaitu kurang dari 5%. Begitu juga dengan prevalensi asma
bronkial juga kurang dari 5%. Prevalensi rinitis tertinggi di Nigeria (lebih dari 35%), Paraguay
(30-35%) dan Hongkong (25-30%).3
Di Indonesia, dikutip dari Sundaru, menyatakan bahwa rinitis alergi yang menyertai asma
atopi pada 55% kasus dan menyertai asma atopi dan non atopi pada 30,3% kasus
Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada saat
seseorang menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya maka mereka
akan beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta membuktikan, tidak
semua anggapan tersebut benar. Hanya 1% pada orang dewasa dan 3% pada anak anak yang
terbukti jika mereka memang benar benar alergi terhadap makanan tertentu.
Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-2% bayi alergi terhadap susu
sapi, sekitar 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan, dan 2% orang
dewasa juga menderita alergi makananPerkiraan insidensi alergi makanan yang diantara IgE dan
merupakan hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0% populasi.

2.4 Etiologi
Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.
Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas
1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu
rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang.
2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu,
telur, coklat, ikan, udang.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa.
4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik, perhiasan.
Respons hipersensitivitas imunoglobulin (ig) termediasi-E, tipe I terhadap antigen lingkungan
( alergen ) pada individu yang suseptibel secara genetik. (menurut :lippincott Williams
&Wilkins,2011)

2.5 Diagnosa Banding


1. Rhinitis non alergik eosinofilik terjadi kebanyakan pada orang dewasa. Gejala-gejalanya;
membran mukosa yang pucat, dan mungkin disertai polip hidung atau penyakit sinus.
2. Rhinitis neutrofilik (menular) terjadi selama tahun-tahun awal masa kanak-kanak ketika rhinitis
alergika tidak lazim: terdapat keluhan rhinorrhea kronis dan penyumbatan hidung, kebanyakan
selama cuaca dingin.
3. Rhinitis vasomotor menggambarkan suatu gangguan yang sangat kurang dimengerti: diduga
akibat dari ketidakseimbangan sistem pengendalian saraf otonom terhadap vaskularisasi mukosa
dan kelenjar mukosa, dimana gejala-gejalanya memberi kesan rhinitis alergika namun penyebab
alerginya tidak dapat diketahui.

2.6 Klasifikasi.
Rinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi rinitisalergi
musiman (seasonal), sepanjang tahun (perenial) dan akibat kerja(occasional).Rinitis alergi musiman
hanya ada di negara yang memiliki empat musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari
dan spora jamur. Gejala ketiganya hampir sama, hanya sifat berlangsungnya yang berbeda. Gejala
rinitis alergi sepanjang tahuntimbul terus menerus atau intermiten.
Namun sekarang klasifikasi rinitis alergi menggunakan parameter gejala dankualitas hidup,
berdasarkan lamanya dibagi menjadi intermiten dengan gejala ≤4 hari perminggu atau ≤4 minggu
dan persisten dengan gejala >4 hari perminggu dan >4minggu. Berdasarkan beratnya penyakit
dibagi dalam ringan dan sedang-berattergantung dari gejala dan kualitas hidup. Dikatakan ringan
yaitu tidak ditemukan. gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, olah raga, belajar,
bekerja danlain-lain yang mengganggu. Dikatakan sedang-berat jika terdapat satu atau
lebihgangguan tersebut di atas.
Sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari ARIA,WHO 2001
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) disdasarkan pada waktu terjadinya gejala dan
keparahannya adalah:
Berdasarkan lamanya terjadi gejala
Klasifikas Gejala dialami selama
i
Intermitte Kurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4 minggu setiap
n saat kambuh.
Persisten Lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari 4 minggu setia
p saat kambuh.
Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup
Ringan Tidak mengganggu tidur, aktivitas harian, olahraga, sekolah
atau pekerjaan. Tidak ada gejala yang mengganggu.
Sedang Terjadi satu atau lebih kejadian di bawah ini:
sampai berat 1. Gangguan tidur
2. gangguan aktivitas harian, kesenangan, atau olah raga
3. gangguan pada sekolah atau pekerjaan
4. gejala yang mengganggu

1.7 Patofisiologi.
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan
diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera
dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari
bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan
dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.
2. Late Phase Allergic Reaction atau
Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam
(fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan
dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul
dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa
pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan
dengan infiltrasi sel-sel peradangan,
eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan
CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen
yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan
sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks
antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin
seperti IL1yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2.
Th2menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini
disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen
spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat
terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.
Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah,
sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara individual.
Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi namun
pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh respon protein ekstrinsik.
Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen
ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada
individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang
ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus ini
menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik
(misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada
sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-
mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast
dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2.
Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore
(termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan, tekanan
telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan peningkatan sekresi.
Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan
gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan
fase reaksi awal atau segera.
Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan
pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit dan makrofag.
Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat
mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat
bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama
beberapa jam sampai beberapa hari.
Sebagai ringkasan, pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang
sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan limfoid
dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan
menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi vaskular, sekresi
kelenjar dan kontraksi otot polos.
2.8 Menifestasi klinis.
 Lingkaran hitam dibawah mata (bengkak alergis).
 Studi kimiawi terhadap darah menunjukkan kadar igE normal atau naik.
 Uji kulit, berpasangan dengan respons teruji terhadap stimulus lingkungan, bisa membantu
menunjukkan alergen yang menjadi penyebabnya. (menurut :lippincott Williams &Wilkins
:16,2011)
Gejala-gejala rhinitis alergika adalah bersin, yang sdering kali paroksismal; rhinorhea, sering kali
berair dan banyak; penyumbatan hidung dan gatalnya: hidung, palatum, faring, serta telinga. Mata
yang gatal dan kemerahan, serta keluarnya air mata dapat juga terjadi, sehingga menyebabkan rasa
yang sangat tidak enak.
Penderita rhinitis alergika yang khas, datang denagn penyumbatan hidung bilaeteral akibat
edema basah membran mukosa. Seringkali, mukosa yang berlebihan ditutup pada dasar hidung.
Membran mukosa berwarna kebuiruan dan agak pucat, serta terdapat cairan hidung bersifat
mukoid yang jernih. Anak sering mempunyai perangai yang disebabkan oleh gatalnya hidung atau
upaya untuk memperbaiki jalan nafas. Anak menggarukkan hidung (hidung kelinci) dan mungkin
menggosoknya denagn cara yang khas (salam alergi). Menggosok kearah atas dapat menimbulkan
lipatan horizontal pada sambungan ujung bula6tan hidung dan jembatan yang lebih kaku.
Lingkaran gelap dibawah mata duihubungkan dengan stasis vena akibat dari ganngguan aliran
darah yang disebabkan oleh membran mukosa hidung yang edema. Umunya didapati pernafasan
mulut. Demam tidak biasa ditemui, kecuali bila rhinitis alergika berkomplikasi dengan sinusitis
atau otitis media.
Diagnosis rhinitis alergika diperkuat dengan penemun eosinofil yang mencolok pada ulasan
yang dibuat dari sekret hidung. Pulasan hidung paling baik dipersiapkan dengan menyuruh anak
untuk sisi (bahasa jawa artinya: mengeluarkan ingus) pada kertas liln; kemudian contoh mukosa
dipindahkan kelempeng gelas dan dicat secara elektif untuk eosinofil. Sering dijumpai riwayat
perseorangan ataupun keluarga dangan eksim atau asma.

2.9 Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah :
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satufaktor penyebab
terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.Polip hidung biasanya tumbuh di meatus
medius dan merupakan manifestasiutama akibat proses inflamasi kronis yang menimbulkan
sumbatan sekitar ostiasinus di meatus medius. Polip memiliki tanda patognomonis
:inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih-lebih
eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, danmetaplasia skuamosa.
Ditemukan juga mRNA untuk GM-CSF, TNF-alfa, IL-4dan IL-5 yang berperan meningkatkan
reaksi alergis.
2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak -anak
3. Sinusitis paranasal
Merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibatedema ostia sinus
oleh proses alergis dalam mukosa. Edema mukosa ostiamenyebabkan sumbatan ostia.
Penyumbatan tersebut akan menyebabkan penimbunan mukus sehingga terjadi penurunan
oksigenasi dan tekanan udararongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri
terutama bakteri anaerob. Selain dari itu, proses alergi akan menyebabkan rusaknyafungsi barier
epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator-mediator protein basa yang dilepas sel
eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitisakan semakin parah.
Pengobatan komplikasi rinits alergi harus ditujukan untuk menghilangkanobstruksi ostia
sinus dan tuba eustachius, serta menetralisasi atau menghentikanreaksi humoral maupun seluler
yang terjadi lebih meningkat. Untuk tujuan ini maka pengobatab rasionalnya adalah pemberian
antihistamin, dekongestan, antiinflamasi,antibiotia adekuat, imunoterapi dan bila perlu operatif.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal,
kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi
juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih
bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked
Immuno SorbentAssay Test).
Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna
sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan,
sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.1
b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk
alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial
untuk desensitisasi dapat diketahui.
Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis
biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (³Challenge Test´).
Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada
Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari
menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis
makanan.( Smeltzer, suzanne C. 2001)

2.11 Penatalaksanaan
Menurut ARIA WHO 2001. Untuk mencapai tujuan pengobatan rinitis alergi,medis dapat
diberikan obat-obatan sebagai berikut:
1. Antihistamin
Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rinitis alergi. Secara garis besar
dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan antihistamin H1 golongan baru. Antihistamin H1 klasik
seperti Diphenhydramine, Tripolidine, Chlorpheniramine dan lain-lain. Sedangkan antihistamine
generasi baru seperti Terfenadine, Loratadine, Desloratadine dan lain-lain.
Desloratadine memiliki efektifitas yang sama dengan montelukast dalam mengurangi gejala
rinitis yang disertai dengan asma. Levocetirizine yang diberikan selama 6 bulan terbukti
mengurangi gejala rinitis alergi persisten dan meningkatkan kualitas hidup pasien rinitis alergi
dengan asma.
2. Dekongestan hidung
Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena efeknya pada
reseptor-reseptor α-adrenergik. Efek vasokonstriksi terjadi dalam 10 menit, berlangsung selama 1
sampai 12 jam.
Pemakaian topikal sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk
keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama 10 hari. Kombinasi antihistamin dan
dekongestan oral dimaksud untuk mengatasi obstruksi hidung yang tidak dipengaruhi oleh
antihistamin.
3. Kortikosteroid
Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo steroid
intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan tidak ada penelitian komparatif
mengenai cara mana yang lebih baik dan hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral
sangat efektif dalam mengurangi gejala rinitis alergi terutama dalam episode akut.
Efek samping sistemik dari pemakaian jangka panjang kortikosteroid sistemik baik peroral
atau parenteral dapat berupa osteoporosis, hipertensi, memperberat diabetes, supresi
darihypothalamic-pituitary-adrenal axis, obesitas, katarak, glukoma, cutaneous striae. Efek
samping lain yang jarang terjadi diantaranya sindrom Churg-Strauss. Pemberian kortikosteroid
sistemik dengan pengawasan diberikan pada kasus asma yang disertai tuberkulosis, infeksi parasit,
depresi yang berat dan ulkus peptikus.
Pemakaian kortikosteroid topikal (intranasal) untuk rinitis alergi seperti Beclomethason
dipropionat, Budesonide, Flunisonide acetate fluticasone dan Triamcinolone acetonide dinilai
lebih baik karena mempunyai efek antiinflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi
pada reseptornya, serta memiliki efek samping sitemik yang lebih kecil. Tapi pemakaian dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan mukosa hidung menjadi atropi dan dapat memicu
tumbuhnya jamur.
4. Antikolinergik
Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi kelenjar.
Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik sehingga mengurangi
volume sekresi kelenjar dan vasodilatasi.
Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara topikal dapat mengurangi
hidung tersumbat atau bersin.
5. Natrium Kromolin
Digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru. Mekanisme kerja belum diketahui
secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat penglepasan mediator dari sel mastosit, atau
mungkin melalui efek terhadap saluran ion kalsium dan klorida.
6. Imunoterapi
Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran alergen dan terapi
medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis alergi. Terdapat beberapa cara
pemberian imunoterapi seperti injeksi subkutan, pernasal, sub lingual, oral dan lokal.
Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar selama 3 tahun,
terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma yang disertaiseasonal
rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah imunoterapi dihentikan.
Penatalaksanaan keperawatan adalah:
1. Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara. Umumnya
pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya
makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian
berkurang menjelang matahari terbenam.
2. Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk membantu
mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan kipas dengan
buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam rumah
anda.
3. Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
4. Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
- Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
- Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.
5. Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke tempat
di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
6. Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.
7. Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama saat
bekerja dengan kompos), memotong rumput.
8. Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan
kompos.
9. Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela paling
sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hati-hati,
karena dapat membuat hidung anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi, gejala alergi anda dapat
memburuk.
10. Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
11. Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
12. Jangan gunakan karpet.

2.12 Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Anamnesa
Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor registrasi,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
b. Riwayat penyakit
- Keluhan utama
Merupakan keluhan yang dirasakan pasien sehingga menjadi alasan pasien datang
kerumah sakit.
- Riwayat penyakit saat ini
Merupakan kronologis dari penyakit yang diderita dari penyakit saat ini mulai awal
hingga di bawa ke rumah sakit secara lengkap meliputi :
Provoking incident : Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah peradangan.
Quality Of Pain : Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk.
Region : Nyeri dapat menjalar atau menyebar , dan nyeri terjadi di sendi yang mengalami
masalah.
Severity(scale) Of Pain : Nyeri yang dirasakan ada diantara 1-3 pada rentang skala pengukuran
0-4.
Time : Berapa lama nyeri berlangsung,kapan,apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang
hari.
- Riwayat penyakit dahulu
Ditemukan kemungkinan penyabab yang mendukung terjadinya rinitis alergi. Penyakit tertentu
seperti hevar dapat menghambat proses penyebuhan rinitis alergi. Masalah lain yang perlu
ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang sama .
- Riwayat penyakit keluarga
Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan
klien.
- Riwayat psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit dan perannya dalam keluarga dan masyarakat. Klien ini
dapat mengalami ketakutan akan kecacatan karena perubahan bentuk sendi dan pandangan
terhadap dirinya yang salah.

2. Masalah keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
secret, sekresi tertahan tebal, sekresi kental, penurunan energy/kelemahan.
2. Perubahan sensori persepsi penciuman berhubungan dengan perubahan sensori,
transmisi dan/atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal :penyakit, stress
psikologis, ketidakaktifan. Faktor eksternal : perubahan lingkungan, rutinitas fasilitas.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan
gigi, dangkalnya indera pembau dan pengecap. Keterbatasan kognitif, depresi,
ketidakmampuan untuk makanj sendiri secara efektif, tingkat aktivitas monoton.

BAB III
TINJAUAN KASUS
An. X usia 11 tahun. Datang ke rumah sakit dengan keluhan bersin-bersin, hidung
tersumbat dan hidung terasa gatal. Awalnya pasien mengira hal tersebut merupakan pilek biasa,
tapi ternyata pileknya tidak sembuh-sembuh. Ibunya mengatakan bahwa anaknya juga sering
mengalami sulit tidur karena sulit bernapas, dan tak jarang menganga ketika kesulitan bernapas.
Dari pemeriksaan fisik ketika diinspeksi kulit tampak berwarna kehitaman dibawah kelopak mata
bawah. Ketika dipalpasi An.X merasa nyeri karena ada inflamasi. Setelah dilakukan pemeriksaan
rongga hidung dengan spekulum didapatkan sekret hidung jernih, membran mukosa edema, basah
dan kebiru-biruan (boggy and bluish). Dan dari hasil tes laboratorium (pemeriksaan sekret)
terdapat sel eusinofil meningkat > 3 %.
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : An. X
Umur : 11 tahun

B. Keluhan Utama
An. X datang kerumah sakit dengan keluhan bersin-bersin, hidung tersumbat dan hidung terasa
gatal.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya juga sering mengalami sulit tidur karena sulit bernafas,
dan tak jarang menganga ketika kesulitan bernafas.

D. Riwayat penyakit Masa Lalu :-


E. Riwayat Penyakit Keluarga :-
F. Riwayat Psiko Sosial :-

G. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : kulit tampak berwarna kehitaman di bawah kelopak mata bawah.
Palpasi : An. X merasa nyeri karena adanya inflamasi.
H. Data Penunjang
Setelah dilakukan pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum didapatkan secret hidung jernih,
membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan ( boggy dan bluish).

Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan secret : terdapat sel eusinofil meningkat > 3%

I. Penatalaksanaan :-

J. Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


a. Klien mengeluh bersin-bersin a. Ditemukan Kulit tampak berwarna
b. Klien mengeluh hidung tersumbat kehitaman dibawah kelopak mata bawah
dan terasa gatal b. Pada saat dipalpasi An. X merasa
c. Klien mengatakan awalnya klien nyeri karena ada inflamasi
mengira hal tersebut merupakan pilek c. Setelah dilakukan pemeriksaan
biasa. rongga hidung dengan spekulum
d. Ibu klien mengatakan bahwa didapatkan secret hidung jernih,
anaknya juga sering mengalami sulit membrane mukosa edema, basah dan
tidur karena sulit bernafas, dan tak kebiru-biruan (boggy dan bluish)
jarang menganga ketika kesulitan d. Ditemukan sel eusinofil meningkat >3
bernafas. %

2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : Peningkatan Ketidakefektifan
- Klien mengeluh bersin- produksi sekret bersihan jalan nafas
bersin
- Klien mengeluh hidung
tersumbat dan terasa gatal
- tak jarang menganga ketika
kesulitan bernafas.
DO :
- Setelah dilakukan
pemeriksaan rongga hidung
dengan spekulum didapatkan
secret hidung jernih,
membrane mukosa edema,
basah dan kebiru-biruan
(boggy dan bluish)
- Ditemukan nyeri ketika
dipalpasikarena adanya
imflamasi.
DS : Pnyumbatan Gangguan pola tidur
- Ibu klien mengatakan pada hidung
bahwa anaknya juga sering
mengalami sulit tidur karena
sulit bernafas

DO :
- Kulit tampak berwarna
kehitaman dibawah kelopak
mata bawah

3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit.

BAB IV
PENUTUP
2.13Kesimpulan
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi
mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-
laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh
alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Gejala-gejala rhinitis alergika adalah bersin, yang sdering kali paroksismal; rhinorhea, sering
kali berair dan banyak; penyumbatan hidung dan gatalnya: hidung, palatum, faring, serta telinga.
Mata yang gatal dan kemerahan, serta keluarnya air mata dapat juga terjadi, sehingga
menyebabkan rasa yang sangat tidak enak.
Penderita rhinitis alergika yang khas, datang denagn penyumbatan hidung bilaeteral
akibat edema basah membran mukosa. Seringkali, mukosa yang berlebihan ditutup pada dasar
hidung. Membran mukosa berwarna kebuiruan dan agak pucat, serta terdapat cairan hidung
bersifat mukoid yang jernih. Anak sering mempunyai perangai yang disebabkan oleh gatalnya
hidung atau upaya untuk memperbaiki jalan nafas. Anak menggarukkan hidung (hidung kelinci)
dan mungkin menggosoknya denagn cara yang khas (salam alergi).
4.2 Saran
 Diharapkan mahasiswa atau perawat mampu melakukan dan menerapkan proses keperawatan pada
anak dengan rinitis alergi.
 Agar perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara profesional pada anak dengan rinitis
alergi.

http://dasmaniar10.blogspot.co.id/2014/12/askep-rhinitis_13.html

ALER=EN

DIPROSES OLE, LIM"OSI+

I=E

SENSI+ISASII=E 2erintera0si antigen +ERPAPAR LA=I e iator in a asi

>aso ilatasi5hista in pg le/0otrin

pening0atan

per ea2ilitas>as0/lar

pro /0si se0resi nasal

gatal

2ersin

hi /ng ters/ 2at.


http://www.jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/296/282

Anda mungkin juga menyukai