http://adisuryamandala.blogspot.co.id/2013/10/askep-rhinitis.html
etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/65193/.../S1-2013-288685-chapter1.pdf
spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/AI02_Rintis-Alergi.pdf
http://dasmaniar10.blogspot.co.id/2014/12/askep-rhinitis_13.html
Latar belakang
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa
pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa hidung (mukosa olfaktori). Mukosa pernapasan
terdapat pada sebagian besar pada rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu (pseudo stratified columnar ephitelium) yang mempunyai silia dan diantaranya
terdapat sel-sel goblet.
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang aling sering dijumpai, menyerang 20% dari populasi
anak-anak dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain, alergi hidung
dan penyakit atopi lainnya kelihatannya lebih rendah, terutama pada negara-negara yang kurang
berkembang. Penderita Rhinitis alergika akan mengalami hidung tersumbat berat, sekresi hidung
yang berlebihan atau rhinore, dan bersin yang terjadi berulang cepat.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. I. DEFENISI
Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung. (Dipiro, 2005 )
Rinitis adalah suatu inflamasi membrane mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik
sebagai rhinitis alergik atau non alergik.(Brunner dan Suddarth, 2001).
Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi
dua:
Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan
sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai
hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi
tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh
infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.
1. II. ETIOLOGI
Belum jelas, beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya seperti infeksi oleh kuman
spesifik, yaitu spesies Klebsiella, yang sering Klebsiella ozanae, kemudian stafilokok, sreptokok,
Pseudomonas aeruginosa, defisiensi Fe, defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan
hormonal, dan penyakit kolagen. Mungkin berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.
Keluhan subyektif yang sering ditemukan pada pasien biasanya nafas berbau (sementara pasien
sendiri menderita anosmia), ingus kental hijau, krusta hijau, gangguan penciuman, sakit epala,
dan hidung tersumbat.
Pada pemeriksaan THT ditemukan rongga hidung sangat lapang, konka inferior dan media
hipotrofi atau atrofi secret purulen hijau dan krusta berwarna hijau.
1. IV. PATOFISIOLOGI
X. PENATALAKSANAAN
Belum adanya yang baku. Penatalaksanaan ditunjukkan untuk menghilangkan etiologi, selain
gejalanya dapat dilakukan secara konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat diberikan:
v Antibiotic presprektum luas atau sesuaiuji resistensi kuman sampai gejala hilang.
v Obat cuci hidung agar bersih dari krusta dan bau busuk hilang dengan larutan betadine satu
sendok makan dalam 100 cc air hangat
v Preparat Fe
Dapat dilakukan transiluminasi, fotosinus para nasal, pemeriksaan mikro organisme uji resistensi
kuman, pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan Fe serum, dan serologi darah. Dari pemeriksaan
histo patologi terlihat mukosa hidung menjadi tipis, silia hilang, metaplasia thoraks menjadi
epitel kubik atau gepeng berlapis, kelenjar degenerasi dan atrofi, jumlahnya berkurang dan
bentuknya mengecil.
1. VII. KOMPLIKASI
v Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung.
v Otitis media. Rinitis alergi dapat menyebabkan otitis media yang sering residif dan terutama
kita temukan pada pasien anak-anak.
v Sinusitis kronik
v Otitis media dan sinusitis kronik bukanlah akibat langsung dari rinitis alergi melainkan adanya
sumbatan pada hidung sehingga menghambat drainase
BAB III
1. I. PENGKAJIAN
v Identitas
Nama
jenis kelamin
umur
v keluhan utama
v Riwayat kesehatan
v Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
a.Pemeriksaan nasoendoskopi
v Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis
v Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adanya secret yang mengental
III. INTERVENSI
v Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang penyakit dan prosedur tindakan
medis
Kriteria :
B.Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien 1. Menentukan tindakan selanjutnya
v Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi /adnya secret yang mengental.
Kriteria :
Intervensi Rasional
a. Kaji penumpukan secret yang ada a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan
selanjutnya
b. Observasi tanda-tanda vital.
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum
c. Kolaborasi dengan team medis dilakukan operasi
Kriteria :
Intervensi Rasional
a. Kaji kebutuhan tidur klien. a. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. ciptakan suasana yang nyaman.
b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut
c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian
obat d. Pernafasan dapat efektif kembali lewat
hidung
v Gangguan konsep diri berhubungan dengan rhinore
Intervensi Rasional
a. Dorong individu untuk bertanya mengenai a. memberikan minat dan perhatian, memberikan
masalah, penanganan, perkembangan dan kesempatan untuk memperbaiakikesalahan
prognosis kesehatan konsep
BAB IV
PENUTUP
1. I. KESIMPULAN
Rinitis adalah suatu inflamasi membrane mukosa hidung dan mungkin dikelompokkan baik
sebagai rhinitis alergik atau non alergik.(Brunner dan Suddarth, 2001).
Rhinitis paling sering disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas, termasuk rhinitis viral
(common cold) dan rhinitis nasal bacterial. Juga terjadi sebagai akibat masuknya benda asing ke
dalam hidung.
Pasien dengan rhinitis diinstruksikan untuk menghindari allergen atau iritan, seperti debu, asap,
bau, tepung, sprei, atau asap tembakau. Untuk kesembuhan yang maksimal pasien diinstruksikan
untuk menghembuskan hidung sebelum memberikan obat apapun kedalam rongga hidung.
Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. Sinusitis
mencakup proporsi yang tinggi dalam infeksi saluran pernafasan atas.(Brunner dan Suddarth,
2001).
Sinusitis biasanya disebabkan oleh Rinitis Akut (influenza). polip, septum deviasi dan oleh
kuman Streptococcus pneumonia, Hamophilus influenza, Steptococcus viridians, Staphylococcus
aureus, Branchamella catarhatis. Pada pasien sinusitis, seorang perawat dapat menginstruksikan
pasien tentang metode untuk meningkatkan drainase seperti inhalasi uap (mandi uap, mandi
hangat, mandi sauna), meningkatkan masukan cairan dan memberikan kompres hangat
setempat.(handuk basah hangat). Perawat mengajarkan pasien tentang tanda-tanda dini infeksi
sinus dan menganjurkan tindakan pencegahan
1. II. SARAN
Diharapkan makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa calon
perawat,sebagai baakal terutama ketika melakukan prektik atau bekerja pada ruang perawatan
bedah,sehingga kami menyarankan agar teman-teman perawat membaca Dan memahami
isimakalah ini sehingga menjadi bekal bila menghadapi kasus yang saya bahas ini
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi.
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung dengan
pendarahan serta persarafannya, serta fisiologi hidung. Hidung luar berbentuk piramid dengan
bagian-bagian dari atas ke bawah : pangkal hidung, (bridge), dorsum nasi, puncak hidung, ala nasi,
kolumela, dan lubang hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang
hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasalis), prosesus frontalis os maksila dan
prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang
rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
sepasang kartilago nasalis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor, beberapa pasang
kartilago ala minor dan tepi anterior kartilago septum.
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk
terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh
septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi
bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai
dengan ala nasi, tepat di belakang nares anterior,
disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-
rambut panjang yang disebutvibrase. Tiap kavum nasi
mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.
Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista
nasalis os palatina. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan
kolumela. Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada
bagian tulang,sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung.
Bagian depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dan dibelakangnya terdapat
konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateral hidung. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi
ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema ini biasanya rudimenter.
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin
etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat ronga sempit yang disebut
meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di
antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral ronga hidung. Pada meatus inferior
terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.
Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus medius terdapat pula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan infundibulum
etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana terdapat muara
sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid anterior.
Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media
terdapat sinus etmoid terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding inferior
merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding superior
atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribriformis, yang memisahkan rongga
tengkorak dari rongga hidung.
2.2 Defenisi
Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala-gejala bersin-bersin, keluarnya
cairan dari hidung, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar dengan allergen yang
mekanisme ini diperantarai oleh IgE (WHO ARIA tahun 2001).
Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 )
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi
alergi mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-laki
yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh alergi
terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara. (Dorland,2002 ).
Rinitis alergi merupakan gangguan imun dan reaksi terhadap alergen yang terbawa udara
(terhirup). Tergantung pada alergennya, rinitis dan konjungtivitis yang terjadi bisa musiman (bay
fever) atau sepanjang tahun (rinitis alergis perenial). (menurut :lippincott Williams
&Wilkins,2011)
Rinitis alergis merupakan reaksi alergis atopik yang paling umum dan menyerang lebih
dari 20 juta penduduk amerika serikat. (menurut :lippincott Williams &Wilkins,2011)
2.3 Epidemologi
Di Amerika Serikat rinitis alergi merupakan penyakit alergi terbanyak dan menempati
posisi ke-6 penyakit yang bersifat menahun (kronis). Rinitis alergi juga merupakan alasan ke-2
terbanyak kunjungan masyarakat ke ahli kesehatan profesional setelah pemeliharaan gigi. Angka
kejadian rinitis alergi mencapai 20%.5,6
Valovirta7 dkk melaporkan, di AS sekitar 20-40% pasien rinitis alergi menderita asma
bronkial. Sebaliknya 30-90% pasien asma bronkial memiliki gejala rinitis alergi sebelumnya.
Dikutip dari Evans, penelitian dilakukan dari tahun 1965 sampai tahun 1984 di AS, didapatkan
hasil yang hampir sama yaitu 38% pasien rinitis alergi juga memiliki gejala asma bronkial, atau
sekitar 3-5% dari total populasi.8
Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children (ISAAC, 2006),
Indonesia bersama-sama dengan negara Albania, Rumania, Georgia dan Yunani memiliki
prevalensi rinitis alergi yang rendah yaitu kurang dari 5%. Begitu juga dengan prevalensi asma
bronkial juga kurang dari 5%. Prevalensi rinitis tertinggi di Nigeria (lebih dari 35%), Paraguay
(30-35%) dan Hongkong (25-30%).3
Di Indonesia, dikutip dari Sundaru, menyatakan bahwa rinitis alergi yang menyertai asma
atopi pada 55% kasus dan menyertai asma atopi dan non atopi pada 30,3% kasus
Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada saat
seseorang menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya maka mereka
akan beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta membuktikan, tidak
semua anggapan tersebut benar. Hanya 1% pada orang dewasa dan 3% pada anak anak yang
terbukti jika mereka memang benar benar alergi terhadap makanan tertentu.
Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-2% bayi alergi terhadap susu
sapi, sekitar 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan, dan 2% orang
dewasa juga menderita alergi makananPerkiraan insidensi alergi makanan yang diantara IgE dan
merupakan hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0% populasi.
2.4 Etiologi
Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.
Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas
1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu
rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang.
2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu,
telur, coklat, ikan, udang.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa.
4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik, perhiasan.
Respons hipersensitivitas imunoglobulin (ig) termediasi-E, tipe I terhadap antigen lingkungan
( alergen ) pada individu yang suseptibel secara genetik. (menurut :lippincott Williams
&Wilkins,2011)
2.6 Klasifikasi.
Rinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi rinitisalergi
musiman (seasonal), sepanjang tahun (perenial) dan akibat kerja(occasional).Rinitis alergi musiman
hanya ada di negara yang memiliki empat musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepungsari
dan spora jamur. Gejala ketiganya hampir sama, hanya sifat berlangsungnya yang berbeda. Gejala
rinitis alergi sepanjang tahuntimbul terus menerus atau intermiten.
Namun sekarang klasifikasi rinitis alergi menggunakan parameter gejala dankualitas hidup,
berdasarkan lamanya dibagi menjadi intermiten dengan gejala ≤4 hari perminggu atau ≤4 minggu
dan persisten dengan gejala >4 hari perminggu dan >4minggu. Berdasarkan beratnya penyakit
dibagi dalam ringan dan sedang-berattergantung dari gejala dan kualitas hidup. Dikatakan ringan
yaitu tidak ditemukan. gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, olah raga, belajar,
bekerja danlain-lain yang mengganggu. Dikatakan sedang-berat jika terdapat satu atau
lebihgangguan tersebut di atas.
Sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut guideline dari ARIA,WHO 2001
(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) disdasarkan pada waktu terjadinya gejala dan
keparahannya adalah:
Berdasarkan lamanya terjadi gejala
Klasifikas Gejala dialami selama
i
Intermitte Kurang dari 4 hari seminggu, atau kurang dari 4 minggu setiap
n saat kambuh.
Persisten Lebih dari 4 hari seminggu, atau lebih dari 4 minggu setia
p saat kambuh.
Berdasarkan keparahan dan kualitas hidup
Ringan Tidak mengganggu tidur, aktivitas harian, olahraga, sekolah
atau pekerjaan. Tidak ada gejala yang mengganggu.
Sedang Terjadi satu atau lebih kejadian di bawah ini:
sampai berat 1. Gangguan tidur
2. gangguan aktivitas harian, kesenangan, atau olah raga
3. gangguan pada sekolah atau pekerjaan
4. gejala yang mengganggu
1.7 Patofisiologi.
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan
diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :
1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera
dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari
bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan
dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.
2. Late Phase Allergic Reaction atau
Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam
(fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan
dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul
dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa
pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan
dengan infiltrasi sel-sel peradangan,
eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan
CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen
yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan
sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks
antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin
seperti IL1yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2.
Th2menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini
disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen
spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat
terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.
Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah,
sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara individual.
Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi namun
pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh respon protein ekstrinsik.
Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen
ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada
individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang
ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus ini
menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik
(misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada
sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-
mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast
dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2.
Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore
(termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan, tekanan
telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan peningkatan sekresi.
Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan
gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan
fase reaksi awal atau segera.
Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan
pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit dan makrofag.
Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat
mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat
bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama
beberapa jam sampai beberapa hari.
Sebagai ringkasan, pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang
sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan limfoid
dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan
menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi vaskular, sekresi
kelenjar dan kontraksi otot polos.
2.8 Menifestasi klinis.
Lingkaran hitam dibawah mata (bengkak alergis).
Studi kimiawi terhadap darah menunjukkan kadar igE normal atau naik.
Uji kulit, berpasangan dengan respons teruji terhadap stimulus lingkungan, bisa membantu
menunjukkan alergen yang menjadi penyebabnya. (menurut :lippincott Williams &Wilkins
:16,2011)
Gejala-gejala rhinitis alergika adalah bersin, yang sdering kali paroksismal; rhinorhea, sering kali
berair dan banyak; penyumbatan hidung dan gatalnya: hidung, palatum, faring, serta telinga. Mata
yang gatal dan kemerahan, serta keluarnya air mata dapat juga terjadi, sehingga menyebabkan rasa
yang sangat tidak enak.
Penderita rhinitis alergika yang khas, datang denagn penyumbatan hidung bilaeteral akibat
edema basah membran mukosa. Seringkali, mukosa yang berlebihan ditutup pada dasar hidung.
Membran mukosa berwarna kebuiruan dan agak pucat, serta terdapat cairan hidung bersifat
mukoid yang jernih. Anak sering mempunyai perangai yang disebabkan oleh gatalnya hidung atau
upaya untuk memperbaiki jalan nafas. Anak menggarukkan hidung (hidung kelinci) dan mungkin
menggosoknya denagn cara yang khas (salam alergi). Menggosok kearah atas dapat menimbulkan
lipatan horizontal pada sambungan ujung bula6tan hidung dan jembatan yang lebih kaku.
Lingkaran gelap dibawah mata duihubungkan dengan stasis vena akibat dari ganngguan aliran
darah yang disebabkan oleh membran mukosa hidung yang edema. Umunya didapati pernafasan
mulut. Demam tidak biasa ditemui, kecuali bila rhinitis alergika berkomplikasi dengan sinusitis
atau otitis media.
Diagnosis rhinitis alergika diperkuat dengan penemun eosinofil yang mencolok pada ulasan
yang dibuat dari sekret hidung. Pulasan hidung paling baik dipersiapkan dengan menyuruh anak
untuk sisi (bahasa jawa artinya: mengeluarkan ingus) pada kertas liln; kemudian contoh mukosa
dipindahkan kelempeng gelas dan dicat secara elektif untuk eosinofil. Sering dijumpai riwayat
perseorangan ataupun keluarga dangan eksim atau asma.
2.9 Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah :
1. Polip hidung
Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satufaktor penyebab
terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.Polip hidung biasanya tumbuh di meatus
medius dan merupakan manifestasiutama akibat proses inflamasi kronis yang menimbulkan
sumbatan sekitar ostiasinus di meatus medius. Polip memiliki tanda patognomonis
:inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih-lebih
eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, danmetaplasia skuamosa.
Ditemukan juga mRNA untuk GM-CSF, TNF-alfa, IL-4dan IL-5 yang berperan meningkatkan
reaksi alergis.
2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak -anak
3. Sinusitis paranasal
Merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibatedema ostia sinus
oleh proses alergis dalam mukosa. Edema mukosa ostiamenyebabkan sumbatan ostia.
Penyumbatan tersebut akan menyebabkan penimbunan mukus sehingga terjadi penurunan
oksigenasi dan tekanan udararongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri
terutama bakteri anaerob. Selain dari itu, proses alergi akan menyebabkan rusaknyafungsi barier
epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator-mediator protein basa yang dilepas sel
eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitisakan semakin parah.
Pengobatan komplikasi rinits alergi harus ditujukan untuk menghilangkanobstruksi ostia
sinus dan tuba eustachius, serta menetralisasi atau menghentikanreaksi humoral maupun seluler
yang terjadi lebih meningkat. Untuk tujuan ini maka pengobatab rasionalnya adalah pemberian
antihistamin, dekongestan, antiinflamasi,antibiotia adekuat, imunoterapi dan bila perlu operatif.
2.11 Penatalaksanaan
Menurut ARIA WHO 2001. Untuk mencapai tujuan pengobatan rinitis alergi,medis dapat
diberikan obat-obatan sebagai berikut:
1. Antihistamin
Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rinitis alergi. Secara garis besar
dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan antihistamin H1 golongan baru. Antihistamin H1 klasik
seperti Diphenhydramine, Tripolidine, Chlorpheniramine dan lain-lain. Sedangkan antihistamine
generasi baru seperti Terfenadine, Loratadine, Desloratadine dan lain-lain.
Desloratadine memiliki efektifitas yang sama dengan montelukast dalam mengurangi gejala
rinitis yang disertai dengan asma. Levocetirizine yang diberikan selama 6 bulan terbukti
mengurangi gejala rinitis alergi persisten dan meningkatkan kualitas hidup pasien rinitis alergi
dengan asma.
2. Dekongestan hidung
Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena efeknya pada
reseptor-reseptor α-adrenergik. Efek vasokonstriksi terjadi dalam 10 menit, berlangsung selama 1
sampai 12 jam.
Pemakaian topikal sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk
keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama 10 hari. Kombinasi antihistamin dan
dekongestan oral dimaksud untuk mengatasi obstruksi hidung yang tidak dipengaruhi oleh
antihistamin.
3. Kortikosteroid
Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo steroid
intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan tidak ada penelitian komparatif
mengenai cara mana yang lebih baik dan hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral
sangat efektif dalam mengurangi gejala rinitis alergi terutama dalam episode akut.
Efek samping sistemik dari pemakaian jangka panjang kortikosteroid sistemik baik peroral
atau parenteral dapat berupa osteoporosis, hipertensi, memperberat diabetes, supresi
darihypothalamic-pituitary-adrenal axis, obesitas, katarak, glukoma, cutaneous striae. Efek
samping lain yang jarang terjadi diantaranya sindrom Churg-Strauss. Pemberian kortikosteroid
sistemik dengan pengawasan diberikan pada kasus asma yang disertai tuberkulosis, infeksi parasit,
depresi yang berat dan ulkus peptikus.
Pemakaian kortikosteroid topikal (intranasal) untuk rinitis alergi seperti Beclomethason
dipropionat, Budesonide, Flunisonide acetate fluticasone dan Triamcinolone acetonide dinilai
lebih baik karena mempunyai efek antiinflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi
pada reseptornya, serta memiliki efek samping sitemik yang lebih kecil. Tapi pemakaian dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan mukosa hidung menjadi atropi dan dapat memicu
tumbuhnya jamur.
4. Antikolinergik
Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi kelenjar.
Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik sehingga mengurangi
volume sekresi kelenjar dan vasodilatasi.
Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara topikal dapat mengurangi
hidung tersumbat atau bersin.
5. Natrium Kromolin
Digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru. Mekanisme kerja belum diketahui
secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat penglepasan mediator dari sel mastosit, atau
mungkin melalui efek terhadap saluran ion kalsium dan klorida.
6. Imunoterapi
Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran alergen dan terapi
medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis alergi. Terdapat beberapa cara
pemberian imunoterapi seperti injeksi subkutan, pernasal, sub lingual, oral dan lokal.
Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar selama 3 tahun,
terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma yang disertaiseasonal
rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah imunoterapi dihentikan.
Penatalaksanaan keperawatan adalah:
1. Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara. Umumnya
pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka kemudian jumlahnya
makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang siang. Jumlahnya kemudian
berkurang menjelang matahari terbenam.
2. Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk membantu
mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan kipas dengan
buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen masuk ke dalam rumah
anda.
3. Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.
4. Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:
- Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
- Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.
5. Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke tempat
di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.
6. Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.
7. Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama saat
bekerja dengan kompos), memotong rumput.
8. Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan
kompos.
9. Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela paling
sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih dengan hati-hati,
karena dapat membuat hidung anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi, gejala alergi anda dapat
memburuk.
10. Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.
11. Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.
12. Jangan gunakan karpet.
2. Masalah keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
secret, sekresi tertahan tebal, sekresi kental, penurunan energy/kelemahan.
2. Perubahan sensori persepsi penciuman berhubungan dengan perubahan sensori,
transmisi dan/atau integrasi ( trauma atau defisit neurologis)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan faktor internal :penyakit, stress
psikologis, ketidakaktifan. Faktor eksternal : perubahan lingkungan, rutinitas fasilitas.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan
gigi, dangkalnya indera pembau dan pengecap. Keterbatasan kognitif, depresi,
ketidakmampuan untuk makanj sendiri secara efektif, tingkat aktivitas monoton.
BAB III
TINJAUAN KASUS
An. X usia 11 tahun. Datang ke rumah sakit dengan keluhan bersin-bersin, hidung
tersumbat dan hidung terasa gatal. Awalnya pasien mengira hal tersebut merupakan pilek biasa,
tapi ternyata pileknya tidak sembuh-sembuh. Ibunya mengatakan bahwa anaknya juga sering
mengalami sulit tidur karena sulit bernapas, dan tak jarang menganga ketika kesulitan bernapas.
Dari pemeriksaan fisik ketika diinspeksi kulit tampak berwarna kehitaman dibawah kelopak mata
bawah. Ketika dipalpasi An.X merasa nyeri karena ada inflamasi. Setelah dilakukan pemeriksaan
rongga hidung dengan spekulum didapatkan sekret hidung jernih, membran mukosa edema, basah
dan kebiru-biruan (boggy and bluish). Dan dari hasil tes laboratorium (pemeriksaan sekret)
terdapat sel eusinofil meningkat > 3 %.
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : An. X
Umur : 11 tahun
B. Keluhan Utama
An. X datang kerumah sakit dengan keluhan bersin-bersin, hidung tersumbat dan hidung terasa
gatal.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya juga sering mengalami sulit tidur karena sulit bernafas,
dan tak jarang menganga ketika kesulitan bernafas.
G. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : kulit tampak berwarna kehitaman di bawah kelopak mata bawah.
Palpasi : An. X merasa nyeri karena adanya inflamasi.
H. Data Penunjang
Setelah dilakukan pemeriksaan rongga hidung dengan spekulum didapatkan secret hidung jernih,
membrane mukosa edema, basah dan kebiru-biruan ( boggy dan bluish).
Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan secret : terdapat sel eusinofil meningkat > 3%
I. Penatalaksanaan :-
J. Data Fokus
2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS : Peningkatan Ketidakefektifan
- Klien mengeluh bersin- produksi sekret bersihan jalan nafas
bersin
- Klien mengeluh hidung
tersumbat dan terasa gatal
- tak jarang menganga ketika
kesulitan bernafas.
DO :
- Setelah dilakukan
pemeriksaan rongga hidung
dengan spekulum didapatkan
secret hidung jernih,
membrane mukosa edema,
basah dan kebiru-biruan
(boggy dan bluish)
- Ditemukan nyeri ketika
dipalpasikarena adanya
imflamasi.
DS : Pnyumbatan Gangguan pola tidur
- Ibu klien mengatakan pada hidung
bahwa anaknya juga sering
mengalami sulit tidur karena
sulit bernafas
DO :
- Kulit tampak berwarna
kehitaman dibawah kelopak
mata bawah
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit.
BAB IV
PENUTUP
2.13Kesimpulan
Rhinitis alergi Adalah istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan setiap reaksi alergi
mukosa hidung, dapat terjadi bertahun-tahun atau musiman.
Rinitis alergi adalah penyakit umum yang paling banyak di derita oleh perempuan dan laki-
laki yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan oleh
alergi terhadap partikel, seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.
Gejala-gejala rhinitis alergika adalah bersin, yang sdering kali paroksismal; rhinorhea, sering
kali berair dan banyak; penyumbatan hidung dan gatalnya: hidung, palatum, faring, serta telinga.
Mata yang gatal dan kemerahan, serta keluarnya air mata dapat juga terjadi, sehingga
menyebabkan rasa yang sangat tidak enak.
Penderita rhinitis alergika yang khas, datang denagn penyumbatan hidung bilaeteral
akibat edema basah membran mukosa. Seringkali, mukosa yang berlebihan ditutup pada dasar
hidung. Membran mukosa berwarna kebuiruan dan agak pucat, serta terdapat cairan hidung
bersifat mukoid yang jernih. Anak sering mempunyai perangai yang disebabkan oleh gatalnya
hidung atau upaya untuk memperbaiki jalan nafas. Anak menggarukkan hidung (hidung kelinci)
dan mungkin menggosoknya denagn cara yang khas (salam alergi).
4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa atau perawat mampu melakukan dan menerapkan proses keperawatan pada
anak dengan rinitis alergi.
Agar perawat mampu memberikan asuhan keperawatan secara profesional pada anak dengan rinitis
alergi.
http://dasmaniar10.blogspot.co.id/2014/12/askep-rhinitis_13.html
ALER=EN
I=E
pening0atan
per ea2ilitas>as0/lar
gatal
2ersin