Disusun Oleh:
42160073
Indikasi FESS
Indikasi absolut tindakan FESS adalah rinosinusitis dengan komplikasi, mukosil
yang luas, rinosinusitis jamur alergi atau invasif dan kecurigaan neoplasma. Indikasi
relatif tindakan ini meliputi polip nasi simptomatik dan rinosinusitis kronis atau rekuren
simptomatik yang tidak respon dengan terapi medikamentosa. Pengobatan sinusitis
secara konservatif adalah antibiotika yang tepat, kortikosteroid oral atau topikal, cuci
hidung dengan air garam fisiologis, antialergi, dan atau fisioterapi.
Diagnosis sinusitis harus ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang endoskopi
dan CT Scan. Foto Rontgen sinus ikhtisar kurang dianjurkan untuk penunjang
diagnosis sinusitis. Sinusitis dapat disertai dengan adanya polip hidung (Nasal polyp).
Perlu diperhatikan sinusitis pada anak harus lebih hati-hati untuk pertimbangan operasi
FESS, sebaiknya pengobatan konservatif lebih dutamakan kecuali adanya komplikasi
pada sinutis kroniknya.
FESS dapat untuk penanggulangan tumor hidung baik jinak atau ganas. Secara
endoskopi dapat untuk operasi koreksi sekat hidung yang bengkok (septum deviasi),
operasi memperkecil turbin hidung (konka hipertrofi) pengangkatan adenoid dan
sebagainya.
Kontraindikasi FESS
Pasien dengan penyakit kelainan darah (leukimia, anemia)
Pasien yang mengkonsumsi obat-obat anti-koagulasi (golongan salisilat), sebaiknya
sudah menghentikan konsumsi obat tsb 6-8 hari sebelum operasi.
Pasien dengan penyakit sistemik
Tindakan bedah ini dapat dilakukan dengan bius lokal dan penenang (obat tidur)
atau lebih populer dengan bius total dengan sistem hipotensi sehingga perdarahan akan
sangat minimal.
Pasien setelah dioperasi akan diobservasi selama 6-8 jam bila tidak ada keluhan
paska bedah yang serius pasien dapat berobat jalan. Bila khawatir dapat berada dirumah
sakit 1-2 hari paska bedah. Paska bedah perlu perawatan yang teliti dan secara rutin.
Tampon hidung biasanya akan diangkat sesudah 2-3 hari paska bedah. Setelah itu pada
hari-hari berikutnya akan dilakukan pencucian rongga hidung dan sinus secara rutin
sesuai dengan petunjuk dokter.
Kontrol paska bedah ini sebaiknya dilakukan dengan endoskopi juga, sampai
mukosa rongga hidung dan sinus menjadi normal kembali.
2. Etmoidektomi
Operasi sinusitis etmoid yang dianjurkan apabila pasien tidak merespon obat -
obatan, semakin memburuk, atau telah mengakibatkan komplikasi lain, seperti
terbentuknya abses. Kebanyakan pasien yang menjalani etmoidektomi dapat
disembuhkan. Sekitar 50 -90% pasien melaporkan kondisinya sangat membaik
setelah etmoidektomi. Setelah operasi, serangan infeksi sinus yang dialami pasien
biasanya akan berkurang, dan gejala sinusitis menghilang.
Cara Kerja
Etmoidektomi dapat dilakukan dengan beberapa metode. Prosedur yang standar
adalah melakukan operasi dari luar, dengan memberikan bius total. Kemudian dibuat
sayatan melengkung di antara mata dan hidung, hingga menjangkau tulang. Diseksi
dilanjutkan di bawah periosteum untuk mengangkat sel anterior, lalu tabung drainase
dipasang. Tabung ini digunakan untuk membersihkan rongga hidung pasca operasi.
Setelah itu, sayatan ditutup secara bertahap. Metode ini memiliki tingkat
keberhasilan yang sangat tinggi, mulai dari 70% hingga 90%.
Metode lain adalah operasi intranasal, yang dikenal sebagai etmoidektomi
endoskopi. Belakangan ini, metode ini semakin sering digunakan dan tingkat
keberhasilannya juga meningkat. Pada operasi intranasal, dokter akan menggunakan
kombinasi anestesi topikal dan lokal untuk membius membran mukosa hidung.
Apabila ada bagian turbinat tengah yang menyumbat sinus, maka juga akan
diangkat. Kemudian, infundibulum dipotong dan sel anterior diangkat, menggunakan
berbagai alat bedah. Selanjutnya, rongga hidung ditutup dengan kasa yang telah
diolesi antibiotik.
Metode terakhir adalah operasi transantral, yang sangat jarang digunakan. Pada
metode ini, sinus maksilaris dibuka untuk menjangkau sinus ethmoidalis dan
sebagian besar sel udara anterior dan posterior.
Penutup hidung atau drainase biasanya akan dilepas setelah 2 - 3 hari. Pasien
biasanya perlu menggunakan nasal dekongestan selama beberapa hari setelah
operasi. Pemeriksaan endoskopi juga dapat dilakukan setelah operasi.
3. Caldwell-Luc
Caldwell-Luc adalah fenestration dinding anterior dari sinus maksilaris dan
drainase sinus ini ke dalam hidung melalui antrostomy. Prosedur ini pertama kali
dijelaskan oleh George Caldwell pada tahun 1893. Caldwell Luc (CWL) adalah operasi
membuka salah satu dinding sinus dengan membuka fossa kanina.
Indikasi :
Tumor jinak
Empyema kronik yang resisten terhadap pengobatan konservatif
Fraktur maxila yang kompleks
Sinus maksilaris kronis
Explorasi
Prosedur ini seharusnya dihindari jika curiga pada lesi keganasan, lebih baik
menggunakan aspirasi jarum pada meastus inferior atau menggunakan intranasal
antrostomy dengan curetage.
Caldwell - Luc dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau umum tergantung pada
konsisi pasien, kesehatan, usia pasien dan kompleksitas prosedur yang diusulkan.
Anestesi lokal dengan epinefrin harus disuntikkan ke dalam jaringan lunak di atas sinus
maksilaris. Tunggu beberapa menit sebelum memulai operasi untuk mendapatkan efek
anestesi yang baik dan vasokonstriksi pembuluh darah .
Teknik operasi
A. Dalam sulkus gingivobuccal (caninus fossa), di atas soket gigi,
insisi dibuat melalui mukosa dan periosteum beberapa sentimeter
dari garis tengah. Mukosa yang disisakan cukup untuk
penutupan.
B. Periosteum diangkat. Otot-otot wajah di diseksi tajam untuk
membebaskan otot dari dinding anterior antrum.
4. Bedah Killian
Bedah ini diindikasikan untuk sinusitis frontal. Insisi dibuat seperti pada insisi
etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis. Tulang frontal dibuka
dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperiksa dan bila
tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit dan diberi
perban-tekan.
Daftar Pustaka
Bestari Jaka Budiman, Rossy Rosalinda, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang .
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis. Diunduh dari :
http://repository.unand.ac.id/17210/1/Bedah_Sinus_Endoskopi_Fungsional_Revisi_
pada_Rinosinusitis_Kronis.pdf
Crovetto-Martinez R, Martin-Arregui FJ, Zabala-Lopez-de-Maturana A, Tudela-Cabello K,
Crovetto-de la Torre MA. Frequency of the odontogenic maxillary sinusitis extended
to the anterior ethmoid sinus and response to surgical treatment. Med Oral Patol
Oral Cir Bucal. 2014 Jul 1. 19 (4):e409-13.
Maqbool, M. & Maqbool, S. (2013). Textbook of Ear, Nose, and Throat Disease - Twelfth
Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
Meghanadh, K. R. & Sethi, D. S. (2012). Functional Endoscopic Sinus Surgery - ECAB - E-
Book, 1st Edition. New Delhi: Elsevier
Pattel A, Surgical Treatment of Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Overview. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/861886-overview
Smmen, D. & Jones, N. (2005). Manual of Endoscopic Sinus Surgery and Its Extended
Applications. Stuttgart: Thieme Publishing Group