Anda di halaman 1dari 9

TINDAKAN OPERASI PADA SINUSITIS

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun Oleh:

Charlina Amelia Br Barus

42160073

Dosen Pembimbing Klinik :

dr. Arin Dwi Iswarini, Sp.THT-KL., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN RUMAH SAKIT BETHESDA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2018
1. Functional Endoskopic Sinus Surgery (FESS)
Functional Endoskopic Sinus Surgery atau Bedah Endoskopi Sinus Fungsional,
adalah bedah sinus yang dilakukan dengan penggunaan alat endoskopi dengan tujuan
melakukan eradikasi penyakit, memperbaiki pengudaraan (aerasi) dan drainase sinus
dengan prinsip mempertahan fungsi sinus secara fisiologis.
Penggunaan endoskopi tujuannya adalah untuk mendapatkan pandangan yang
jelas dan akurat organ sinus paranasal sehingga ahli THT-KL akan dapat bekerja lebih
akurat, jelas dan dapat mengangkat kelainan sinus saja tanpa merusak jarungan yang
sehat dan masih perlu dipertahankan secara fungsional.
Operasi FESS ini dapat dimasukkan dalam kategori operasi Minimal Invasif, yaitu
operasi yang seminimal mungkin merusak jaringan sehat untuk eradikasi penyakitnya
dan mempertahankan fungsi organ yang dioperasi semaksimal mungkin.
Keuntungan yang didapat bagi pasien adalah waktu rawat yang lebih singkat,
bahkan hanya perlu rawat sehari saja, perdarahan yang terjadi sangat minimal, rasa nyeri
juga lebih ringan, dan pasien masih dapat melakukan aktivitas rutin yang ringan tanpa
terganggu.

Indikasi FESS
Indikasi absolut tindakan FESS adalah rinosinusitis dengan komplikasi, mukosil
yang luas, rinosinusitis jamur alergi atau invasif dan kecurigaan neoplasma. Indikasi
relatif tindakan ini meliputi polip nasi simptomatik dan rinosinusitis kronis atau rekuren
simptomatik yang tidak respon dengan terapi medikamentosa. Pengobatan sinusitis
secara konservatif adalah antibiotika yang tepat, kortikosteroid oral atau topikal, cuci
hidung dengan air garam fisiologis, antialergi, dan atau fisioterapi.
Diagnosis sinusitis harus ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang endoskopi
dan CT Scan. Foto Rontgen sinus ikhtisar kurang dianjurkan untuk penunjang
diagnosis sinusitis. Sinusitis dapat disertai dengan adanya polip hidung (Nasal polyp).
Perlu diperhatikan sinusitis pada anak harus lebih hati-hati untuk pertimbangan operasi
FESS, sebaiknya pengobatan konservatif lebih dutamakan kecuali adanya komplikasi
pada sinutis kroniknya.
FESS dapat untuk penanggulangan tumor hidung baik jinak atau ganas. Secara
endoskopi dapat untuk operasi koreksi sekat hidung yang bengkok (septum deviasi),
operasi memperkecil turbin hidung (konka hipertrofi) pengangkatan adenoid dan
sebagainya.
Kontraindikasi FESS
 Pasien dengan penyakit kelainan darah (leukimia, anemia)
 Pasien yang mengkonsumsi obat-obat anti-koagulasi (golongan salisilat), sebaiknya
sudah menghentikan konsumsi obat tsb 6-8 hari sebelum operasi.
 Pasien dengan penyakit sistemik

Metode Tindakan FESS


Prinsip tindakan FESS adalah membuang jaringan yang menghambat KOM dan
memfasilitasi drainase dengan tetap mempertahankan struktur anatomi normal. Teknik
bedah sinus endoskopi fungsional meliputi unsinektomi, etmoidektomi, sfenoidektomi
dengan etmoidektomi, bedah resesus frontalis, antrostomi maksila, konkotomi dan
septoplasti.
Operasi dilakukan melalui lubang hidung dengan bantuan alat endoskopi sehingga
rongga hidung dan sinus dapat dilihat dengan detail dan jelas. Pertama kali dokter THT-
KL akan mengecek semua lobang sinus secara teliti.
Dengan alat endoskopi dokter akan membuang semua jaringan yang patologis,
seperti polip, mukosa yang menebal, tumor dan lain sebagainya, dengan tetap
mempertahankan jaringan sehat. Lubang sinus yang tersumbat diperlebar, cairan didalam
sinus seperti nanah atau cairan lendir lainya akan dibersihkan, sehingga sinus akan
mendapat aerasi dan drainase kembali normal.

Tindakan bedah ini dapat dilakukan dengan bius lokal dan penenang (obat tidur)
atau lebih populer dengan bius total dengan sistem hipotensi sehingga perdarahan akan
sangat minimal.
Pasien setelah dioperasi akan diobservasi selama 6-8 jam bila tidak ada keluhan
paska bedah yang serius pasien dapat berobat jalan. Bila khawatir dapat berada dirumah
sakit 1-2 hari paska bedah. Paska bedah perlu perawatan yang teliti dan secara rutin.
Tampon hidung biasanya akan diangkat sesudah 2-3 hari paska bedah. Setelah itu pada
hari-hari berikutnya akan dilakukan pencucian rongga hidung dan sinus secara rutin
sesuai dengan petunjuk dokter.
Kontrol paska bedah ini sebaiknya dilakukan dengan endoskopi juga, sampai
mukosa rongga hidung dan sinus menjadi normal kembali.

Komplikasi Operasi FESS


Komplikasi pasca tindakan FESS dapat dibedakan menjadi komplikasi awal dan
lanjut. Komplikasi awal meliputi hematoma orbita, penurunan penglihatan, diplopia,
kebocoran cairan serebrospinal, meningitis, abses otak, cedera arteri karotis dan epifora.
Komplikasi lanjut yang dapat terjadi adalah rekurensi, mukosil dan miosferulosis akibat
salep yang digunakan dan benda asing. Komplikasi orbita dan intrakranial juga dapat
terjadi sebagai komplikasi lanjut.
Perdarahan selama atau sesudah operasi, hal ini dapat dihindari bila persiapan pra
bedah dijalan dengan baik. Perdarahan ringan dapat diatasi dengan obat-obatan saja.
Perdarahan sedang atau berat biasanya dilakukan tampon hidung ulang.
Perdarahan dapat menjalar ke bola mata sehingga terlihat bola mata lebih
menonjol, seperti hematoma orbita, penurunan penglihatan dan diplopia. Biasanya dalam
beberapa hari akan menghilang.
Infeksi dapat terjadi sesudah operasi, untuk menghindari sebaiknya diketahui pola
kuman infeksi awalnya, dan menetapkan antibiotik yang sesuai dengan hasil
rekomendasi kumannya dan dosis yang tepat.

2. Etmoidektomi
Operasi sinusitis etmoid yang dianjurkan apabila pasien tidak merespon obat -
obatan, semakin memburuk, atau telah mengakibatkan komplikasi lain, seperti
terbentuknya abses. Kebanyakan pasien yang menjalani etmoidektomi dapat
disembuhkan. Sekitar 50 -90% pasien melaporkan kondisinya sangat membaik
setelah etmoidektomi. Setelah operasi, serangan infeksi sinus yang dialami pasien
biasanya akan berkurang, dan gejala sinusitis menghilang.
Cara Kerja
Etmoidektomi dapat dilakukan dengan beberapa metode. Prosedur yang standar
adalah melakukan operasi dari luar, dengan memberikan bius total. Kemudian dibuat
sayatan melengkung di antara mata dan hidung, hingga menjangkau tulang. Diseksi
dilanjutkan di bawah periosteum untuk mengangkat sel anterior, lalu tabung drainase
dipasang. Tabung ini digunakan untuk membersihkan rongga hidung pasca operasi.
Setelah itu, sayatan ditutup secara bertahap. Metode ini memiliki tingkat
keberhasilan yang sangat tinggi, mulai dari 70% hingga 90%.
Metode lain adalah operasi intranasal, yang dikenal sebagai etmoidektomi
endoskopi. Belakangan ini, metode ini semakin sering digunakan dan tingkat
keberhasilannya juga meningkat. Pada operasi intranasal, dokter akan menggunakan
kombinasi anestesi topikal dan lokal untuk membius membran mukosa hidung.
Apabila ada bagian turbinat tengah yang menyumbat sinus, maka juga akan
diangkat. Kemudian, infundibulum dipotong dan sel anterior diangkat, menggunakan
berbagai alat bedah. Selanjutnya, rongga hidung ditutup dengan kasa yang telah
diolesi antibiotik.
Metode terakhir adalah operasi transantral, yang sangat jarang digunakan. Pada
metode ini, sinus maksilaris dibuka untuk menjangkau sinus ethmoidalis dan
sebagian besar sel udara anterior dan posterior.
Penutup hidung atau drainase biasanya akan dilepas setelah 2 - 3 hari. Pasien
biasanya perlu menggunakan nasal dekongestan selama beberapa hari setelah
operasi. Pemeriksaan endoskopi juga dapat dilakukan setelah operasi.

Komplikasi dan Resiko Etmoidektomi


Sinus ethmoidalis terletak di bagian tubuh yang sangat sensitif. Maka dari
ituAkibatnya, resiko terlukanya bagian tubuh penting di sekitar sinus karena operasi,
jauh lebih besar sinus . beresiko melukai beberapa bagian tubuh penting di
sekitarnya. Oleh karena itu, agar operasi dapat berhasil dan tanpa komplikasi, dokter
bedah harus memahami struktur serta bagian vital yang terlibat.
Saat operasi, diseksi harus dilakukan dengan hati-hati. Pelat cribriform harus
dijaga agar tidak patah ketika dokter memotong turbinat tengah. Apabila pelat ini
rusak, pasien beresiko mengalami kebocoran cairan serebrospinal (CSF). Kerusakan
otot mata dapat membatasi pergerakan mata, sedangkan cedera saraf optik dapat
mengakibatkan kebutaan. Pasien juga dapat mengalami gangguan penglihatan akibat
bekas luka yang tidak normal dan terbentuknya hematoma.
Bagian tubuh lain yang harus dijaga adalah mukosa septum. Jika septum terluka,
pasien dapat mengalami pendarahan. Kondisi ini harus ditangani dengan kauterisasi.
Jika tidak berhasil, dokter dapat memberikan kasa berbalut epinefrin atau bahan
hemostasis bedah lainnya, seperti Surgicel atau Gelfoam. Pada kasus langka,
etmoidektomi dapat menyebabkan hilangnya kemampuan mencium bau.

3. Caldwell-Luc
Caldwell-Luc adalah fenestration dinding anterior dari sinus maksilaris dan
drainase sinus ini ke dalam hidung melalui antrostomy. Prosedur ini pertama kali
dijelaskan oleh George Caldwell pada tahun 1893. Caldwell Luc (CWL) adalah operasi
membuka salah satu dinding sinus dengan membuka fossa kanina.
Indikasi :
 Tumor jinak
 Empyema kronik yang resisten terhadap pengobatan konservatif
 Fraktur maxila yang kompleks
 Sinus maksilaris kronis
 Explorasi
Prosedur ini seharusnya dihindari jika curiga pada lesi keganasan, lebih baik
menggunakan aspirasi jarum pada meastus inferior atau menggunakan intranasal
antrostomy dengan curetage.
Caldwell - Luc dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau umum tergantung pada
konsisi pasien, kesehatan, usia pasien dan kompleksitas prosedur yang diusulkan.
Anestesi lokal dengan epinefrin harus disuntikkan ke dalam jaringan lunak di atas sinus
maksilaris. Tunggu beberapa menit sebelum memulai operasi untuk mendapatkan efek
anestesi yang baik dan vasokonstriksi pembuluh darah .

Teknik operasi
A. Dalam sulkus gingivobuccal (caninus fossa), di atas soket gigi,
insisi dibuat melalui mukosa dan periosteum beberapa sentimeter
dari garis tengah. Mukosa yang disisakan cukup untuk
penutupan.
B. Periosteum diangkat. Otot-otot wajah di diseksi tajam untuk
membebaskan otot dari dinding anterior antrum.

C. Eksposur tersebut dilakukan atas ke satu titik saja di bawah


batas infraorbital, dimana saraf infraorbital diidentifikasi dan di
preservasi dengan hati-hati. Dengan menggunakan osteotome atau
bor, dinding anterior antrum dibuka.

D. Dengan Kerrison forceps, lubang diperbesar ke ukuran yang


diinginkan untuk memungkinkan eksplorasi.

E. Pengangkatan tumor jinak dan kista dilakukan dengan


memegang tang dan scissors. Jangan terlalu banyaj melukai
mukosa, namun, semua penyakit yang ada di mukosa harus diambil

F. Biasanya setelah selesai dilakukan, antrostomy intranasal bawah


konka inferior dilakukan untuk dengan tujuan drainase.
Setelah menyelesaikan pengangkatan tumor atau prosedur lain yang
membutuhkan Caldwell - Luc, sebaiknya pembukaan akses ke dalam
cavum nasi secara rutin dilakukan. Antrostomy ini dimaksudkan
untuk mengeringkan sinus maksilaris dari darah pasca operasi atau
untuk memberikan akses dari sinus ke cavum nasi untuk jangka
panjang.

G. Antrostomy intranasal ini dapat diperbesar melalui pada saat


operasi menggunakan bone tang, tergantung pada tujuan dari operasi

J. Flap mukosa pada lubang dinding anterior adalah di jahit secara


simple interupted atau kontinu dengan benang nilon 4-0 atau benang
diserap.
Komplikasi:
 Trauma pada nervus infra orbita
 Trauma pada akar gigi
 Trauma pada dasar orbita
 Hypoestesi atau parasestesi dari pipi
 Emfysema subkutis
 Trauma pada nervus alveolar superior dan socket gigi
 Edema berkepanjangan
Yang penting adalah karena gigi dapat devitalized jika suplai darah atau saraf
yang terluka oleh fenestration tersebut dan semakin besar fenestration semakin besar
kemungkinan jaringan lunak wajah akan runtuh pasca- bedah ke dalam sinus maksilaris.
Komplikasi potensial ketiga adalah cedera pada saraf infraorbital . Saraf ini berada dalam
atap sinus maksilaris untuk memberikan sensasi ke daerah wajah pertengahan dan gigi .
Selama fenestration saraf dapat terluka secara langsung atau diregangkan meninggalkan
pasien dengan mati rasa sementara atau permanen.

4. Bedah Killian
Bedah ini diindikasikan untuk sinusitis frontal. Insisi dibuat seperti pada insisi
etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas alis. Tulang frontal dibuka
dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan. Salurannya ke hidung diperiksa dan bila
tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga sinus frontal bersih, luka insisi dijahit dan diberi
perban-tekan.
Daftar Pustaka

Bestari Jaka Budiman, Rossy Rosalinda, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr. M. Djamil Padang .
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional Revisi Pada Rinosinusitis Kronis. Diunduh dari :
http://repository.unand.ac.id/17210/1/Bedah_Sinus_Endoskopi_Fungsional_Revisi_
pada_Rinosinusitis_Kronis.pdf
Crovetto-Martinez R, Martin-Arregui FJ, Zabala-Lopez-de-Maturana A, Tudela-Cabello K,
Crovetto-de la Torre MA. Frequency of the odontogenic maxillary sinusitis extended
to the anterior ethmoid sinus and response to surgical treatment. Med Oral Patol
Oral Cir Bucal. 2014 Jul 1. 19 (4):e409-13.
Maqbool, M. & Maqbool, S. (2013). Textbook of Ear, Nose, and Throat Disease - Twelfth
Edition. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
Meghanadh, K. R. & Sethi, D. S. (2012). Functional Endoscopic Sinus Surgery - ECAB - E-
Book, 1st Edition. New Delhi: Elsevier
Pattel A, Surgical Treatment of Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Overview. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/861886-overview
Smmen, D. & Jones, N. (2005). Manual of Endoscopic Sinus Surgery and Its Extended
Applications. Stuttgart: Thieme Publishing Group

Anda mungkin juga menyukai