Abstract
This study aims to determine the effect of guided inquiry learning for students’ scientific
literacy skills. The research was conducted at SMAN 24 Kabupaten Tangerang along
January-June 2013. The method used was quasi-experimental, research subjects in this
study were 77 students, divided into 2 groups: the experimental group and the control
group. Research design in this study was the nonequivalent control group design. The
instrument used was the science literacy test and observation sheet used. The research
shows that students' science literacy for experimental group (mean = 54.49 and standard
deviation = 18.67) was lower than the control group (mean = 57.63 and standard
deviation of 14.37). After Mann-Whitney test (at the 95% significance level) α values
obtained for 0.293 > 0.05. It can be concluded there is no significant difference between
the average science literacy experimental group and control group students.
Abstrak
110
PENDAHULUAN literasi sains siswa Indonesia pada PISA
Dewasa ini telah banyak 2009 tersebut bisa menjadi salah satu
dilakukan penelitian-penelitian di gambaran bahwa pembelajaran sains di
bidang pendidikan sains yang berkaitan Indonesia masih membutuhkan
dengan literasi sains, hal ini dianggap perbaikan yang berarti.
wajar dan cukup menarik, karena PISA 2000 dan 2003 membagi
manfaat yang dihasilkan dari penelitian- literasi sains ke dalam tiga domain
penelitian tersebut memberikan hasil besar, yakni konten sains, proses sains,
positif terhadap kebijakan-kebijakan di dan konteks aplikasi sains (OECD,
dunia pendidikan IPA khususnya di 2001, OECD, 2004). Sedangkan PISA
Indonesia, misalnya penelitian yang 2006 dan PISA 2009 mengembangkan
dilakukan oleh El Islami (2015) yang domain literasi sains ke dalam empat
mengaitkan literasi sains dengan domain besar yakni konten sains,
kepercayaan diri siswa dan penelitian kompetensi/proses sains, konteks
oleh Rakhmawan (2015) yang aplikasi sains dan sikap. Domain sikap
melakukan perancangan pembelajaran pada PISA 2006 dan PISA 2009, terdiri
literasi sains berbasis inkuiri pada dari mendukung penyelidikan ilmiah,
kegiatan laboratorium, serta penelitian kepercayaan diri, minat terhadap sains
lainnya yang dapat memberikan dan rasa tanggung jawab terhadap
kontribusi positif bagi peningkatan sumber daya dan lingkungan (OECD,
literasi sains di Indonesia. 2007, OECD, 2010). Pada PISA 2009
Hasil terbaru yaitu PISA 2009 definisi literasi sains sama seperti pada
menunjukkan rata-rata literasi sains PISA 2006, dan membagi literasi sains
siswa Indonesia sebesar 383 dengan ke dalam empat domain seperti pada
rata-rata literasi sains dari seluruh PISA 2006, hanya saja pada PISA 2009
negara peserta yang mengikuti PISA domain sikap tidak dimasukan ke dalam
2009 sebesar 501. Hasil ini item tes (OECD, 2010).
menunjukkan bahwa posisi rata-rata Depdiknas (2007) telah membuat
literasi sains siswa indonesia masih sebuah kajian kebijakan kurikulum mata
berada jauh di bawah rata-rata, bahkan pelajaran IPA yang cukup relevan
berada pada deretan negara-negara dengan fakta-fakta mengenai hasil PISA
peserta PISA 2009 yang memiliki rata- tentang kondisi rata-rata literasi sains
rata literasi sains rendah yaitu berada siswa Indonesia. Kajian ini dilakukan
pada rangking 59 dari 65 negara peserta oleh Pusat Kurikulum Badan Penelitian
(OECD, 2010). Rendahnya rata-rata dan Pengembangan Depdiknas
JPPI, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, Hal. 110-120 El Islami, dkk
e-ISSN 2477-2038
111
mengenai Kurikulum IPA masa depan. menafsirkan (interpretasi) data dan
Salah satu hasil dari kajian tersebut informasi (narasi, gambar, bagan,
menghasilkan kesimpulan mengenai tabel) serta menarik kesimpulan.
pembelajaran sains yang berkaitan Mengacu pada uraian mengenai
dengan literasi sains. Beberapa hal yang pembelajaran IPA pada kurikulum IPA
direkomendasikan dalam naskah masa depan tersebut, artinya
akademik tersebut, diantaranya: pembelajaran IPA masa depan akan
1. Pembelajaran IPA harus dapat berorientasi pada literasi sains, sikap
menumbuhkan kepercayaan diri ilmiah, keterampilan ilmiah,
siswa, yaitu membuat siswa percaya kemampuan bernalar, kemampuan
diri bahwa mereka mampu belajar melakukan penyelidikan ilmiah,
IPA dan mereka menganggap bahwa keterampilan proses sains, dan
pelajaran IPA bukanlah pelajaran kepercayaan diri. Selain itu, kemampuan
yang harus ditakuti. dalam proses penyelidikan maupun
2. Membelajarkan IPA harus disertai perencanaan dalam penyelidikan ilmiah
dengan pengembangan sikap dan atau yang dikenal dengan inkuiri
keterampilan ilmiah, sehingga dalam menjadi satu variabel penting lainnya
pembelajaran IPA tidak hanya dalam pembelajaran IPA masa depan,
membelajarkan konsep-konsep saja. sehingga peneliti merasa perlu
3. Pembelajaran IPA hendaknya melakukan penelitian yang dapat
membuat siswa mampu menggabungkan pembelajaran inkuiri
mengembangkan kemampuan dan literasi sains.
bernalarnya dan dapat merencanakan Pada penelitian ini peneliti
serta melakukan penyelidikan ilmiah, menerapkan pembelajaran inkuiri pada
serta dapat menggunakan mata pelajaran kimia. Pembelajaran
pengetahuan yang dimilikinya untuk yang berbasis literasi sains tentu dapat
memahami kejadian-kejadian alam diterapkan dalam konsep kimia sesuai
yang terjadi di sekitarnya. dengan pendapat Shwartz, et al.(2006)
4. Pembelajaran IPA harus dapat yang dikenal sebagai literasi kimia.
merevitalisasi ”keterampilan proses Konsep yang akan digunakan dalam
sains” bagi siswa, guru, dan calon penelitian ini adalah konsep asam basa,
guru sebagai misi utama PBM IPA di Hal ini dikarenakan konsep asam basa
sekolah untuk mengembangkan dipandang memenuhi tiga prinsip dasar
kemampuan mengobservasi, pemilihan konten PISA yang
merencanakan penyelidikan, dikemukakan oleh Hayat dan Yusuf