TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme penyebab
meningitis bakterial memasuki area secara langsung sebagai akibat cedera
traumatik atau secara tidak langsung bila dipindahkan dari tempat lain di dalam
tubuh ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Berbagai agens dapat menimbulkan
inflamasi pada meninges termasuk bakteri, virus, jamur, dan zat kimia (Betz,
2009). Meningitis adalah infeksi yang terjadi pada selaput otak (termasuk
durameter, arachnoid, dan piameter).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa meningitis
adalah suatu peradangan dari selaput-selaput (meningen) yang mengelilingi otak
dan sumsum tulang belakang (spinal cord).
B. Etiologi
1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.
3. Organisme jamur (Muttaqin, 2010).
1
C. Klasifikasi
1. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau
menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis,
limfoma, leukimia, atau darah di ruang subarakhnoid. Eksudat yang biasanya
terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak
ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh
korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak
terhadap virus bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.
2. Sepsis
Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme
bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza. Bakteri
paling sering dijumpai pada meningitis bakteri akut, yaitu Neiserria
meningitdis (meningitis meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada
dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anakanak dan dewasa muda).
Bentuk penularannya melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan
sekret dari hidung dan tenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau
infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi
infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi pada meningitis
disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia sama seperti
pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami
gangguan respons imun.
3. Tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel. Infeksi meningen
umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui salah satu
aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti
selulitis, atau melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera
2
traumatik tulang wajah. Dalamjumlah kecil pada beberapa kasus merupakan
iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif seperti lumbal pungsi) atau
alat-alat invasive (seperti alat pemantau TIK) (Muttaqin, 2010).
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis Serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis Purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococcus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus Meningitis dibagi
menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
yaitu :
a. Meningitis Serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b. Meningitis Purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otakdan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococcus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus.
3
D. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di
dalam meningen dan di bawah korteks yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga
menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri
dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barrier otak),
edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel
dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus (Corwin,
2009).
4
maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudinzinski positif,
ptechial (menunjukkan infeksi meningococal) (Nurarif, 2013).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal,
dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
a. Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping
itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Smeltzer, 2011).
5
G. Penataksanaan
1. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
2. Steroid untuk mengatasi inflamasi
3. Antipiretik untuk mengatasi demam
4. Antikonvulsant untuk mencegah kejang
5. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa
dipertahankan
6. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Peritoneal Shunt)
Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan
untuk membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu
banyaknya cairan serbrospinal. Cairan dialirkan dari ventrikel di otak menuju
rongga peritoneum. Prosedur pembedahan ini dilakukan di dalam kamar
operasi dengan anastesi umum selama sekitar 90 menit. Rambut di belakang
telinga dicukur, lalu dibuat insisi tapal kuda di belakang telinga dan insisi
kecil lainnya di dinding abdomen. Lubang kecil dibuat pada tulang kepala,
lalu selang kateter dimasukkan ke dalam ventrikel otak. Kateter lain
dimasukkan ke bawah kulit melalui insisi di belakang telinga, menuju ke
rongga peritoneum. Sebuah katup diletakkan di bawah kulit di
belakang telinga yang menempel pada kedua kateter. Bila terdapat tekanan
intrakranial meningkat, maka CSS akan mengalir melalui katup menuju
rongga peritoneum Terapi bedah merupakan pilihan yang lebih baik.
Alternatif lain selain
pemasangan shunt antara lain:
a. Choroid pleksotomi atau koagulasi pleksus Choroid
b. Membuka stenosis akuaduktus
c. Eksisi tumor
d. Fenestrasi endoskopi
6
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Primer
1. Airway
Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan refleks batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a. Chin lift atau jaw trust
b. Suction atau hisap
c. Guedel airway
d. Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral
2. Breathing
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu apas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan
pada klien meningitis disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan.
Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada
pada klien dengan efusi pleura masif (jarang terjadi pada klien dengan
meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer di paru.
3. Circulationtekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
4. Dissability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan (Muttaqin, 2010).
7
B. Pengkajian Sekunder
1. Anamnesa
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
8
mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan
keperawatan.
b. Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motoric yang pada
klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
c. Pemeriksaan saraf kranial
Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium
klinik rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa).
Pemeriksaan faal hemostatis diperlukan untuk mengetahui secara awal
adanya DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk
mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremia (Muttaqin, 2010).
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal,
dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
a. Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan mikroskopik CSS pada sebagian besar meningitis menunjukkan
peningkatan jumlah sel darah putih (PMN) di atas 100/mm3. Selanjutnya
dilakukan pengecatan Gram. Tambahan informasi bisa diperoleh dari kadar
glukosa CSS (rendah: < 1.5 mmol/liter), protein CSS (tinggi: > 0.4 g/l), dan
biakan CSS (bila memungkinkan). Jika terdapat tanda peningkatan tekanan
intrakranial, tunda tindakan pungsi lumbal tetapi tetap lakukan pengobatan.
9
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
10
3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion
nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
7.Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
8. Monitor status oksigen pasien
10. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
2. Perfusi jaringan tak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau
vena terputus, dengan batasan karak-teristik:
-Perubahan respon motoric
-Perubahan status mental
-Perubahan respon pupil Amnesia retrograde (gang-guan memori)
Noc
1. Status sirkulasi
2. Perfusi jaringan serebral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, klien mampu
men-capai :
1. Status sirkulasi dengan indikator:
2. Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan
3. Tidak ada ortostatik hipotensi
4. Tidak ada tanda tan-da PTIK
Nic :
1. Catat perubahan respon klien terhadap stimu-lus / rangsangan
2. Monitor TIK klien dan respon neurologis terhadap aktivitas
3. Monitor intake dan output
4. Pasang restrain, jika perlu
5. Monitor suhu dan angka leukosit
11
6. Kaji adanya kaku kuduk
7. Kelola pemberian antibiotik
8. Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-40Odengan leher dalam posisi
netral
9. Minimalkan stimulus dari lingkungan
10. Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk meminimalkan
peningkatan TIK
11. Kelola obat obat untuk mempertahankan TIK dalam batas spesifik
12
4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon
penerimaan klien terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah ungkapan nyeri.
9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi sebelum atau sesudah nyeri
berlangsung.
10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memilih tindakan selain obat
untuk meringankan nyeri.
13
Daftar Pustaka
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Herdman, T. 2009. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2012
2014. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North
America Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Yogyakarta :
Mediaction Publishing.
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Tangerang : Gramedia
Pustaka Utama.
14