Anda di halaman 1dari 84

SEJARAH PERKEMBANGAN MEDIA

A. PERKEMBANGAN MEDIA DARI MASA-KEMASA


Pada zaman Romawi kuno sekitar 60 SM muncul media untuk pernyataan
umum yang dikenal dengan nama Acta Senatus atau Acta Diurna Populi
Romawi. Acta Diurna ini terbit setiap hari yang isinya memuat pengumuman
dari Kaisar Roma dan berita – berita kegiatan kekaisaran lainya yang ditempel
atau di pasang di pusat kota yang disebut Forum Romanum. Dikenal juga
orang yang menjual jasa untuk mencatat isi beritanya disebut dengan Actuari.
Semakin lama jumlah Actuari semakin banyak sehingga berita dibacakan
setiap pagi selama dua jam oleh pegawai istana. Perkembangan selanjutnya
ditulis dan ditempel di Forum Romanum. Acta Diurna diterbitkan oleh Julius
Caesar pada tahun 59 SM dan bertahan 4 abad sampai runtuhnya kekaisaran
Roma pada tahun 476 M. Dizaman kekaisaran Augustus cara penyampaian
berita banyak diperbaiki, yaitu dengan cara beranting. Para pakar menyebut
masa sebelum Acta Diurna sebagai Masa Prajunalis dan masa setelah Acta
Diurna sebagai Masa Jurnalis. 1. SURAT KABAR TERCETAK PERTAMA
Ts’ai Lun pegawai istana Kaisar Ho Ti membuat kertas pertama dari kulit
murbei, sebelum itu orang menulis diatas papyrus dan kulit kambing atau
lembu. Teknik pembuatan kertas baru dikenal orang Eropa sekitar abad ke-12
dan sejak itu kertas mulai digunakan secara luas. Surat kabar tertulis pertama
di Venesia dan Roma sekitar abad pertengahan yang mereka sebut dengan
Gazetta yang berisi seputar pengumuman pemerintah Venesia dan berita –
berita lain. Johan Gutenberg (1450) menemukan mesin cetak pertama di
Jerman dan mulai dikenallah istilah press (pers).Meskipun mesin cetak sudah
ditemukan abad 14 namun surat kabar tercetak pertama baru abad 17 dengan
nama Relation yang diterbitkan oleh Johan Carolus. Kemudian menyusul di
Belanda (1618) dengan nama Courante van Uyt Italien Duytshlandt ec yang
diterbitkan oleh Casper Van Hilten, Tydinghen Uytverscheyde Quartihen oleh
Broer Jauszoon. Di Inggris (1622) terbit Currant of General Newes oleh
Nicholas Bourne dan Thomas Acher. Prancis (1631) terbit Gazette de France
oleh Theopraste Renaudof dan milik pemerintah ( Raja Louis XIII dan
Kardinal Richeliu). Theopraste juga dikenal dengan gagasanya, yaitu
mendirikan biro iklan yang disebut Bereau d’addresses. Pada umumnya surat
kabar tersebut terbit mingguan. Surat kabar harian pertama terbit di Leipzig
(1660) dengan nama Leipziger Zeitung. Lalu menyusul Daily Courant di
Inggris tahun 1720, Journal de Paris di Prancis tahun 1777, Daily Advertaiser
di AS (Philadelpia) tahun 1784, Algemeen Handelsblad di Belanda tahun
1830, Sourabaya Courant di Hindia Belanda tahun 1837 yang merupakan
surat kabar pertama di Indonesia. Media cetak (surat kabar) merupakan media
massa yang muncul pertama dank arena proses cetak yang dilakukan dengan
cara menekan kertas diatas susunan huruf (image) dengan menggunakan
silinder atau penekan dater lainnya, sehingga disebut pers (press). 2. RADIO
Guglielmo Marconi (Italia) pada tahun 1874 menemukan radio. Dia berhasil
membuat peralatan yang diperlukan untuk mengirim tanda-tanda tanpa kabel .
Tahun 1899 ia sanggup mengirim berita melalui gelombang elektromagnetic
menyeberangi selat Inggris. Dan tahun 1901 Marconi berhasil mengirim berita
radio dari Inggris ke Newfoundland melintasi Atlantik. Dia juga memicu
berkembangnya penyiaran radio tahun 1920-an. Radio digunakan untuk
keperluan hiburan, promosi dan juga sebagai media penyampaian berita.
Peristiwa myang terjadi pada hari ini langsung dapat diketahui hari itu juga.
Lalu muncul istilah jurnalisme radio (radio journalism atau broadcasting
journalism). 3. FILM Film ditemukan sejalan dengan ditemukanya pita
seluloid. Berita film popular pada tahun 1930-1960 yang dikenal dengan
nama movie news atau newsreel. Seiring perkembanganya film justru
mengarah ke seni pertunjukan. Film tumbuh mengikuti para pembuatnya,
sejak awal ditemukanya gambar bergerak oleh Thomas Alva Edison (1847-
1931). Joseph M.Boggs dalam bukunya The Art of Watching Film mencoba
menjelaskan bahwa latar belakang film condong berkembang sebagai media
pertunjukan adalah semata-mata untuk membuat orang merasa terhibur. 4.
TELEVISI John L.Baird menemukan televise tahun 1926 dan
didemonstrasikan lewat radio BBC (British Broadcasting Corporation)
London Inggris. Upaya John L.Braid ini tentunya didahului dengan
penemuan-penemuan selenium – sel sensitive (1893), nipkow scaning disc
(1884), sinar katode (1909), dan iconoscope (1923). November 1936 , melalui
stasiun BBC Television di Alexandria Palace dilakukan penyiaran high-
definition pertama dengan 240 saluran dengan menggunakan Baird System
dan 405 saluran dengan Marconi-EMI System. Tahun 1949 di AS sudah bisa
mengadakan jaringan siaran dengan jangkauan 2000 mil dan meliputi 14 kota
yang diantaranya New York, Washington, Boston, Chicago, dan St. Louis.
Media televisi dan radio disebut sebagai jurnalisme elektronik (electronics
journalism) ,termasuk didalamnya media internet. 5. PERKEMBANGAN
BARU – MEDIA BARU Komunikasi menyangkut proses penyampaian pesan
dalam bentuk simbol dan perlambang yang dapat dipahami bersama oleh
pemberi dan penerima pesan. Untuk saluran penyampaian pesan , diperlukan
media dalam bentuk komunikasi massa yang disebut media massa. Media
masa mengalami perkembangan mulai dari surat kabar, radio, film,televisi,
dan terakhir internet. Internet member ruang yang sangat luas kepada pribadi
dan komunitas social untuk berkomunikasi dan bertukar informasi melalui
blog atau jejaring social seperti facebook, twitter, dan lain-lain. Dewasa ini
muncul lagi TV penyiaran bergerak (TV mobile) yang menggunakan
teknologi unicast and broadcast MBMS (Multimedia Broadcast Multicast
Service). Teknologi ini memiliki jaringan dua arah, artinya orang dapat
memesan jenis siaran yang ingin dinikmati. Dengan menggunakan jaringan
pita lebar / broadband, TV digital ini juga disalurkan melalui jaringan protocol
internet, sama menyaksikan TV biasa, tetapi di komputer. B. Perkembangan
Media menurut para ahli 1. Robert L. mathis dan Jhon H. Jackson Menurut
Robert l. Mathis dan Jhon H. Jackson (2004) kontributor utama globalisasi
adalah perkembangan dan evolusi telekomunikasi dan teknologi yang
membantu pengiriman informasi yang cepat. Teknologi komunikasi seperti
satelit telah menghadirkan televisi dan layanan telepon nirkabel ke desa-desa
terpencil di Afrika, India, China, dan Amerika Latin. Pertumbuhan pengunaan
internet di seluruh dunia telah menjadikan orang-orang dan perusahaan-
perusahan dapat dengan mudah berkomunikasi dan memiliki akses data dalam
jumlah yang sangat besar. 2. Daniel Lerner, Daniel Bell, dan Collin Cherry a.
Daniel Lerner dengan “Revolusi Komunikasi” Ada saling keterkaitan antara
Era Ideologi – berkembangnya ideologi di abad ke 18 dan 19 – serta revolusi
komunikasi yang didasarkan pada pengembangan teknologi cetak dan
produksi barang-barang cetak. Morse Peckham menyatakan: Di tahun 1830,
bidang penerbitan mengalami revolusi, barang-barang cetak menjadi murah –
untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia tingkat melek huruf bisa meluas
ke seluruh tingkatan populasi. Di Inggris populasinya berkembang dengan
rasio satu banding empat; sementara tingkat golongan yang melek huruf
berkembang dengan rasio 1 : 32. Hal ini tidak hany memepengaruhi produksi
buku, tapi semua jenis komunikasi dan pendokumentasian yang melibatkan
kertas – majalah, surat kabar, surat-surat; bisnis, pemerintahan dan
korespondensi militer. … abad ke 19 mengalami revolusi komunikasi yang
merupakan bagian dan hasil terpenting dari revolusi industri. Karenanya,
terjadi perkembangan besar-besaran dalam informasi dikarenakan akeselerasi
kesediaan materi cetak, surat kabar atau dokumen resmi. Halini meningkatkan
permasalahan pemrosesan informasi, dan menjelaskan arti dari informasi.
Mencapai artian, bukan mencapai informasi – menjadi hal yang semakin
problematik. Makna tidak berasal dari informasi itu sendiri. Makna tidak
menyertai jumlah dokumen, fakta atau kepingan informasi tapi bergantung
(minimal sebagian) pada komitmen awal skema konseptual, teori dan
perspektif. Perkembangan ideologi, Era Ideologi merupakan respon dasar
terhadap revolusi komunikasi; ia merupakan usaha untuk memberikanmakna.
Era Ideologi bisa dilihat sebagai perkembangan produksi sistem simbol yang
merespon meningkatnya pasar kebutuhan makna; khsususnya, makna sekuler,
dikarenakan menurunnya sistem nilai lama dan agama yang sebelumnya
terkait dengan rezim lama; sebagian dikarenakan struktur sosial baru dan
kejadian-kejadian revolusioner yang harus disintesakan; dan sebagian besar
disebabkan oleh meluasnya informasi ke segala arah karena revolusi
komunikasi Era Ideologi tidak hanya dilihat sebagai respons terhadap
fragmentasi berita, tapi juga berkaitan dengan pengembangan sejarah modern
– perkembangan sejarah modern menghubungkat kejadian masa lalu dan
sekarang dan mendorong saling keterkaitan antar subsistem tersendiri dalam
masyarakat. Contohnya, saling keterkaitan antara ekonomi dan politik dan
sejarah tidak lagi merupakan kepingan kisah mengenai kekuasaan kerajaan.
Sejarah baru mengalami perluasan konteks sebagaimana ideologi. Dengan
meningkat dan meluasnya tingkat baca, teknologi cetak dan perkembangan
surat kabar modern berkembangklah gagasan modern tentang berita. Di tahun
1780 dan 1830, perkembangan jurnal, newsletter dan surat kabar menjadi
sangat besar di Eropa sehingga muncul fenomena baru – khalayak pembaca
berita. Munculnya media masssa dan media publik merupakan perkembangan
konstruktif. Publik muncul ketika terjadi penurunan pola dan interaksi sosial
antar budaya.kelompok tradisional memiliki karakteristik pola interaksi sosial
antar anggotanya yang mendorong pemahaman dan minat bersama dan
memungkinkan interaksi sosial. Publik, adalah sejumlah orang yang
terekspose kepada rangsangan yang sama dan memiliki kesamaan bahkan
tanpa berinteraksi satu sama lainnya. Dalam masyarakat tradisional pasar dan
hari libur menjadi dasar struktur periodik penyebaran informasi ke komunitas
yang lebih luas, antar pihak yang tidak saling mengenal atau antar anggota
dari keluarga yang berbeda; penyebaran informasi dilakukan dari mulut ke
mulut dalam dialog tatap muka yang memungkinkan jawaban atas feedback
dan pertanyaa. Dengan perkembangan media massa yang pertama kali
ditunjukkan melalui barang cetakan, sejumlah orang terkena ekspose pada
aliran informasi berkelanjutan pada saat yang hampir bersamaan. Informasi
harus dapat dimengerti, menarik dan meyakinkan bagi orang-orang dengan
latar belakang dan kepentingan yang berbeda, orang-orang yang tidak saling
kenal tidak bertemu dan berinteraksi. Media massa memudahkan interaksi
sosial untuk kesamaan budaya. Informasi dan orientasi, fakta dan nilai-nilai
bisa diketahui tanpa interaksi antar manusia. Keyakinan sebagian orang lyang
dinilai sebagai hal yang nyata dan bernilai sekarang bisa dikontrol dari
kejauhan, terpisah dan diluar dari mereka yang meyakininya. Secara historis,
publik terdiri dari orang-orang yang terbiasa mendapatkan berita dan orientasi
dari media massa umum yang mengandung informasi dan orientasi beragam
yang disebarkan oleh para pengusaha dan perusahaan. Surat kabar misalnya,
memperkuat rasionalitas publik dalam cara-cara yang khusus. Pertama,
mereka menyediakan informasi dalam ukuran luas yang melampaui kondisi
lokal untuk memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian di tempat
yang jauh. Berita memungkinkan seseorang membandingkan kondisinya
dengan orang lain. Berita memungkinkan alternatif ditentukan sebagai
realistis dengan menunjukkan kondisi berbeda yang sudah ada. Berita
memungkinkan seseorang untuk meramalkan kondisi di masa datang,
contohnya pada laporan ramalan cuaca. Analisis awal terhadap publik dan
berita adalah bahwa berita menafsirkan sebuah publik dengan mendorong
dialog tatap muka. Percakapan diperkuat untuk memecahkan ketidak-pastian
tentang makna berita. Percakapan berdasar berita, sebagai sarana rasionalitas
publik bergantung pada tidak adanya mata-mata pemerintahan, informan,
sensor dan agen rahasia yang ditugaskan oleh pemerintah. Sistem kelas dan
negara harus dikeluarkan dari percakapan agar publik bisa mengaktualisasikan
potensinya untuk mengajukan kritik rasional. Transformasi sosial sendiri tidak
akan bisa meningkatkan rasionalitas publik jika ia tidak mencegah negara agar
tidak membebankan hukuman atau penyelidikan atas percakapan kritis.
Ideologi berfungsi memobilisasi pergerakan sosial dalam publik melalui
perantara surat kabar dan media lainnya. Pergerakan merupakan sektor publik
yang bertujuan untuk proyek publik dan identitas sosial umum. Pergerakan
sosial merupakan sektor pulik yang responsif terhadap ideologi; mereka
memiliki ideologi yang pada satu sisi menterjemahkan berita dan di sisi lain,
menyediakan kesadaran atas identitas sosialnya dari laporan-laporan dalam
media berita. Gagasan “publik” berkembang dengan munculnya gagasan
“pribadi”. Hubungan antara keduanya tidak selalu sama di semua negara.
Publik dan pribadi berkembang bersama. Untuk membuat suatu permasalahan
menjadi masalah publik berarti membukanya terhadap orang-orang asing,
mereka yang umumnya tidak telrihat dan terdengar. Pada tingkatan
paradigmatik publik adalah di laur keluarga. Pertumbuhan publik dan pribadi
yang bersamaan berarti perkembangan batasan kekuatan publik, pembentukan
batasan bagi sebuah lembaga dimana publik tidak bisa ikut campur di
dalamnya. b. Daniel Bell dengan “masyarakat pasca industri” Daniel Bell
menyediakan enam perubahan struktur sosial yang berkaitan dengan transisi
ke masyarakat pasca-industri: I. Dalam ekonomi, ada transisi dari produksi
barang dengan penyediaan layanan. Produksi barang seperti pakaian dan
penurunan baja dan layanan seperti menjual hamburger dan saran
menawarkan investasi meningkat. Meskipun layanan mendominasi dalam
berbagai sektor, kesehatan, pendidikan, penelitian, dan jasa pemerintah yang
paling menentukan bagi suatu masyarakat pasca-industri. II. Pentingnya kerah
biru , (misalnya pekerjaan manual, pekerja perakitan line) dan penurunan
(misalnya pengacara profesional, dokter, dan insinyur) dan pekerjaan teknis
(misalnya pemrogram komputer) datang untuk mendominasi. Yang paling
penting khusus adalah munculnya ilmuwan (misalnya, insinyur khusus,
seperti genetik atau listrik). Banyak kota-kota pertambangan dan permukiman
serupa wajah skala besar pengangguran sebagai akibat dari pentingnya
peningkatan baik pengetahuan teoritis dengan penurunan simultan di bidang
manufaktur dan meningkatkan pentingnya lingkungan hidup . Banyak
penduduk kota-kota industri manfaat, seperti yang sedekah . III. Alih-alih
pengetahuan praktis, teoritis pengetahuan semakin penting dalam masyarakat
pasca-industri. pengetahuan tersebut dilihat sebagai sumber dasar inovasi
(misalnya, pengetahuan yang diciptakan oleh orang-orang ilmuwan yang
terlibat dalam Proyek Genom Manusia mengarah kepada cara-cara baru untuk
mengobati banyak penyakit). Uang Muka dalam pengetahuan juga
menyebabkan kebutuhan untuk inovasi lain seperti cara untuk menghadapi
pertanyaan-pertanyaan etis yang diajukan oleh kemajuan Teknologi kloning.
Semua ini melibatkan penekanan pada teori daripada pengetahuan empiris dan
di kodifikasi pengetahuan. Pertumbuhan eksponensial pengetahuan teoretis
dan dikodifikasi, dalam semua varietas, adalah penting bagi munculnya
masyarakat pasca-industri. IV. masyarakat pasca-industri berusaha untuk
menilai dampak teknologi baru dan, jika diperlukan, untuk melakukan kontrol
atas mereka Harapannya, misalnya, untuk lebih baik memantau hal-hal seperti
pembangkit listrik tenaga nuklir dan untuk meningkatkan mereka sehingga
kecelakaan seperti itu di Three-Mile Island atau Chernobyl dapat dicegah di
masa depan. Tujuannya adalah dunia teknologi lebih pasti dan lebih aman.
Doktrin prinsip pencegahan ini kadang-kadang digunakan dalam mencegah
aspek terburuk dari teknologi baru, seperti kloning dan rekayasa genetik , bila
tidak ada bukti dampak negatif mereka. V. Untuk menangani penilaian
tersebut dan kontrol, dan lebih umum kompleksitas murni masyarakat pasca-
industri, teknologi intelektual baru yang dikembangkan dan
diimplementasikan. Mereka termasuk cybernetics , teori permainan dan teori
Informasi . VI. Hubungan baru ditempa dalam masyarakat pasca-industri
antara ilmuwan dan teknologi baru yang mereka ciptakan, serta
perkembangan teknologi sistematis, terletak di dasar masyarakat pasca-
industri. Ini mengarah pada kebutuhan universitas lebih dan mahasiswa yang
berbasis. Bahkan, universitas ini sangat penting masyarakat pasca-industri.
universitas ini menghasilkan para ahli yang dapat membuat, panduan, dan
kontrol dan secara dramatis mengubah Teknologi baru. Daniel Bell
mengembangkan gagasan "Post-Industrial Society" Daniel Bell didirikan
terutama ide tentang masyarakat pasca-industri melalui karyanya 1973
Kedatangan Masyarakat Post-Industri. Dalam karya ini ia menggambarkan
Uni Soviet dan Amerika Serikat sebagai negara industri hanya dua. Dikotomi
antara dua adalah pola pikir kapitalis dan kolektivis. Dia benar memprediksi
atribut dari masyarakat kapitalis industri-pos, seperti difusi modal global,
etidakseimbangan perdagangan internasional, dan penurunan sektor
manufaktur di dalam negeri depan AS. Aspek budaya masyarakat pasca-
industri Bell menekankan perubahan asyarakat pasca-industri tidak hanya
sosial struktural dan ekonomi; nilai-nilai dan norma dalam masyarakat pasca-
industri yang berubah. Rasionalitas dan efisiensi menjadi nilai penting dalam
masyarakat pasca-industri. Akhirnya, menurut Bell, menyebabkan nilai-nilai
ini memutuskan antara struktur sosial dan budaya. Sebagian besar masalah
yang unik hari ini modern dapat secara umum dikaitkan dengan pengaruh
masyarakat pasca-industri. Sejumlah besar orang dapat menemukan diri
dengan peran tidak didefinisikan dengan jelas. Masalah ini terutama
diucapkan di mana pasar-bebas mendominasi. Mereka dapat mencakup
kesenjangan ekonomi, melakukan outsourcing pekerjaan domestik, dll The
post-modern dan pasca-Marxis gagasan bahwa basis ekonomi (manufaktur
dan pertanian) dan suprastruktur ideologis (seni, agama, filsafat, ilmu
pengetahuan, dll) adalah hal yang sama, yang serupa dengan sebuah
monocoque bertubuh mobil (seperti sebagai Tawon Hudson ) , adalah sebuah
benang merah dalam pemikiran pasca-industri. Sebagai contoh, penekanan
pada seni sebagai sektor ekonomi yang penting bukan hanya sarana untuk
mengeksplorasi tema rohani dan ide-ide politik, atau alat ekspresi pribadi
adalah kasus di titik. Aktor dan direktur artistik Old Vic Theatre , Kevin
Spacey , berpendapat kasus ekonomi untuk seni dalam hal penyediaan
lapangan kerja dan menjadi lebih penting dalam ekspor dari manufaktur (serta
peran pendidikan) di kolom tamu ia menulis untuk The Times. Dapat
dikatakan bahwa sektor kreatif telah mengambil peran yang lebih menonjol di
belakang kemunduran manufaktur dan bahwa, di beberapa negara,
menghasilkan ekspor lebih dari manufaktur sendiri. Lain jelas lagi contoh
argumen ini monocoque adalah internet . Sementara digunakan untuk e-
commerce dan kegiatan ekonomi lainnya, juga dapat digunakan untuk
menyebarluaskan puisi, memberi saran praktis atas yang ditolak cintanya oleh
pacar Anda dan memberi Anda hasil sepak bola terakhir sebagai bagian dari
suprastruktur ideologis. Mereka secara efektif menjadi monocoqued dengan
menggunakan alat yang sama dan perangkat lunak. Namun, ini argumen dasar
dan superstruktur yang bisa dibedakan dari satu sama lain juga dapat
digunakan secara retrospektif sepanjang sejarah. Hal ini dapat digunakan
untuk menyatakan bahwa pra-Kristen kultus kesuburan adalah ekonomi
maupun ideologis konstruksi karena ekonomi mereka depedent pada
kesuburan mereka sembah, terutama saat mereka pra-industri agraria ekonomi
di mana makanan sering kali langka. Kritik Teori Bell bukanlah tanpa
masalah (Veneris, 1984, 1990). Bell (1973, p.15) menyatakan bahwa
"masyarakatnya pasca-industri" adalah "layanan ekonomi". "Layanan" adalah
sektor ekonomi yang ketiga, sesuai dengan Colin Clark , dua lainnya menjadi
"primer" dan "sekunder" (itu sebabnya sektor jasa ini disebut juga "tinggi").
Bell menyadari adanya kekurangan dari pendekatan ini. Teori revolusi
Informasi menyediakan sebuah metode kerangka teoritis dan empiris jelas
jauh dari masyarakat pasca-industri "". Salah satu yang harus diperhatikan
juga bahwa ketika sejarawan dan sosiolog dianggap revolusi yang diikuti
masyarakat pertanian mereka tidak menyebutnya "pasca-pertanian"
masyarakat / revolusi. Sebaliknya, mereka mencoba untuk mengidentifikasi
fitur yang paling menonjol dari revolusi baru dan menciptakan istilah
"industri". Dalam cara yang sama, istilah "pasca-industri" yang bermasalah
karena hanya menandakan keberangkatan, bukan arah, dan istilah alternatif
harus dicari. Lain kritik dengan ide-industri masyarakat pasca berasal dari
kelompok ahli geografi (seperti Allen Scott dan Edward Soja ) yang
berpendapat bahwa industri tetap di pusat dari keseluruhan proses akumulasi
kapitalis, dengan layanan tidak hanya menjadi semakin maju dan automotized
, tapi tetap sangat tergantung dari pertumbuhan industri. Tidak hanya layanan
produktif yang secara langsung dapat disewa oleh sektor industri, tetapi
bahkan jasa keuangan di kota-kota global, secara langsung didukung oleh
keuntungan yang diperoleh dengan investasi pada sektor industri di seluruh
dunia. Strategi baru lokalisasi industri, yang sejak tahun 1970-an bergeser
beberapa blok kegiatan manufaktur ke daerah rendah biaya di luar negara-
negara industri, dibuat, menurut argumen ini, ilusi masyarakat pascaindustri di
wilayah ini pekerjaan yang terkonsentrasi di sektor jasa, namun masih sangat
terhubung dengan ekonomi industri outsourcing ke daerah lain. Para penulis,
terutama Ed Soja (berdasarkan Henri Lefebvre ), mengusulkan agar sosiologi
mana para pendukung ini transisi pascaindustri memiliki masalah metodologis
yang kurang pentingnya ruang, produksi dan organisasi, dalam reproduksi
hubungan sosial, dan kapitalisme itu sendiri . Ini "manhattanist" sikap
terhadap hasil penelitian urbanitas dalam penempatan industri di tempat buta,
dan tidak memvisualisasikan skala geografis lain yang pokok untuk
pemahaman yang tepat dari kota global itu sendiri. c. Collin Cherry dengan
“ledakan komunikasi massa” Komunikasi massa adalah proses interaksi
antara komunikator dengan audiens melalui media massa. Tayangan-tayangan
yang dihadirkan oleh media massa kepada audiens semata-mata ingin
memberikan informasi dan hiburan kepada audiens. Respon dari audiens
adalah hal yang dibutuhkan oleh media tersebut. Jika tayangan yang disajikan
oleh media sangat menarik perhatian audiens, maka disini bisa terjadi yang
Collin Cherry sebut sebagai “ledakan komunikasi massa.” Yakni dimana
audiens secara keseluruhan memberikan respon terhadap apa yang dihadirkan
oleh media. Hal ini bisa berupa kritik dan saran dari audiens. Misalnya,
pemberitaan mengenai kasus Gayus Tambunan yang menjadi tersangka
korupsi pajak sebesar 25 M. Kasus ini menimbulkan opini public yang
beragam. Public seakan bisa menghakimi kesalahan yang dibuat oleh Gayus.
Padahal kasus nya pun belum disidangkan di pengadilan Tipikor. Tapi atas
kesalahan yang dilakukan oleh Gayus dan rekan-rekanya ini menimbulkan
spekulasi yang negative di kalangan masyarakat luas BAB III KESIMPULAN
Perkembangan Media sangat cepat darizaman Romawi kuno sekitar 60 SM
sampai sekarng ini, dengan ditandai beberapa macam media media surat
kabar, radio, film dan televisi serta media baru yang sekrng berkembang dan
sangat banyak peminatnya yaitu media internet. Dan beberapa ilmuan juga
berpendapat tentang perkembangan media tersebut. Diataranya Robert L.
mathis dan Jhon H. Jackson serta Daniel Lerner, Daniel Bell, Collin Cherry

Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu


http://aliminiaincirebon.blogspot.co.id/2012/12/sejarah-perkembangan-media.html

perkembangan media menurut para ahli

BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah mengenai Teknologi dan Komunikasi
A. Sejarah komunikasi
Dewasa ini, kehidupan manusia di dunia menjadi sangat berkembang. Seiring dengan
perkembangan zaman pula, manusia dihadapkan dengan situasi dan kondisi dimana
mereka harus saling berinteraksi dengan manusia lainnya, karena pada hakikatnya
manusia adalah makhluk sosial. Proses interaksi antar manusia ini disebut dengan
komunikasi. Secara umum, istilah komunikasi adalah suatu proses penyampaian
informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak yang lainnya agar terjadi
saling mempengaruhi diantara keduanya (feedback). Komunikasi dibedakan menjadi
2 yakni, komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal
merupakan interaksi antar dua orang atau lebih, dimana dalam pemyampaian
informasi disampaikan secara lisan dan langsung pada pihak yang dituju untuk
disampaikan informasi tersebut. Sedangkan komunikasi non verbal merupakan proses
interaksi antar dua orang atau lebih, dimana dalam penyampaian pesan, caranya
adalah dengan berupa tulisan (seperti surat, telegram, sms, email, dll) dan bersifat
tidak lansung. Komponen komunikasi terdiri dari pengirim pesan (sender), pesan
(informasi), penerima pesan (receiver), dan juga timbal balik (feedback). Adapun
sejarah mengeani komunikasi yakni sebagai berikut.
Pada awal kehidupan di dunia, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan
kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk
reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif
yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang
terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan.
Pada binatang, komunikasi juga dilakukan untuk menunjukkan keunggulan, biasanya
dengan sikap menyerang. Munurut sejarah evolusi sekitar 250 juta tahun yang lalu
munculnya "otak reptil" menjadi penting karena otak memungkinkan reaksi-reaksi
fisiologis terhadap kejadian di dunia luar yang kita kenal sebagai emosi. Pada
manusia modern, otak reptil ini masih terdapat pada sistem limbik otak manusia, dan
hanya dilapisi oleh otak lain "tingkat tinggi". Manusia berkomunikasi untuk membagi
pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum komunikasi manusia termasuk bahasa
sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran. Komunikasi dapat berupa interaktif,
transaktif, bertujuan, atau tak bertujuan. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan
seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi,
komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan
sama oleh penerima pesan tersebut. Walaupun komunikasi sudah dipelajari sejak
lama dan termasuk “barang antik”, topik ini menjadi penting khususnya pada abad 20
karena pertumbuhan komunikasi digambarkan sebagai “penemuan yang
revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan teknologi komunikasi yang pesat
seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan komuter seiring dengan
industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik yang mendunia. Komunikasi
dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen sendiri dimana
komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi pembawa acara,
humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam komunikasi
mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri.
B. Sejarah Teknologi informasi
Teknologi Informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi.
Secara mudahnya teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses
penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima sehingga pengiriman
informasi tersebut akan lebih cepat, lebih luas sebarannya, dan lebih lama
penyimpanannya.
Pada awal sejarah, manusia bertukar informasi melalui bahasa. Maka bahasa adalah
teknologi. Bahasa memungkinkan seseorang memahami informasi yang disampaikan
oleh orang lain. Tetapi bahasa yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya bertahan
sebentar saja, yaitu hanya pada saat si pengirim menyampaikan informasi melalui
ucapannya itu saja. Setelah ucapan itu selesai, maka informasi yang berada di tangan
si penerima itu akan dilupakan dan tidak bisa disimpan lama. Selain itu jangkauan
suara juga terbatas. Untuk jarak tertentu, meskipun masih terdengar, informasi yang
disampaikan lewat bahasa suara akan terdegradasi bahkan hilang sama sekali. Setelah
itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar. Dengan gambar
jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-bawa dan disampaikan
kepada orang lain. Selain itu informasi yang ada akan bertahan lebih lama. Beberapa
gambar peninggalan zaman purba masih ada sampai sekarang sehingga manusia
sekarang dapat (mencoba) memahami informasi yang ingin disampaikan pembuatnya.
Ditemukannya alfabet dan angka arabik memudahkan cara penyampaian informasi
yang lebih efisien dari cara yang sebelumnya. Suatu gambar yang mewakili suatu
peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet, atau dengan penulisan angka, seperti
MCMXLIII diganti dengan 1943. Teknologi dengan alfabet ini memudahkan dalam
penulisan informasi itu. Kemudian, teknologi percetakan memungkinkan pengiriman
informasi lebih cepat lagi. Teknologi elektronik seperti radio, tv, komputer
mengakibatkan informasi menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan
lebih lama tersimpan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia
Bagaimana sejarah singkat perkembangan teknologi komunikasi di
Indonesia?Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk
mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan,
memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang
berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan
untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang
strategis untuk pengambilan keputusan. Teknologi ini menggunakan seperangkat
komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer
dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi
telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global.
Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah mendapatkan
informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi,
dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita
bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu
dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu,
negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat
bertukar pikiran.
Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru
dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti
ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai
kebutuhan secara elektronik. Dan sekarang ini sedang semarak dengan berbagai huruf
yang dimulai dengan awalan e- seperti e-commerce, e-government, e-education, e-
library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi
yang berbasis elektronika.
Sejarah singkat perkembangan teknologi di Indonesia:
1. televisi
2. radio
Di tahun 1986-1987-an awal perkembangan jaringan paket radio di Indonesia
3. telepon
4. pager
5. handphone
6. Bluetooth
7. Wi-fi
8. GPS
9. internet :
Ledakan Internet di Indonesia sendiri terjadi sekitar tahun 1994. Sebelumnya Internet
sudah masuk ke Indonesia melalui jaringan akademis dan pusat riset, sehingga hanya
golongan akademis dan peneliti yang dapat memanfaatkannya. Itupun masih terbatas
pada fasilitas e-mail saja. Nicholas Negroponte sendiri mengakui, “…bahwa
pertumbuhan host Internet tercepat pada kwartal ketiga 1994 terjadi di Argentina,
Iran, Peru, Mesir, Filipina, Federasi Rusia, Slovenia dan Indonesia.” (Being Digital,
Mizan, 1998, hal. 184). Di Indonesia, jumlah pengguna Internet menurut perkiraan
sebesar 1 juta orang dari sekitar 200 juta penduduk Indonesia. Angka tersebut
sangatlah kecil dibandingkan dengan rasio pengguna di Amerika Serikat.
Berdasarkan data yang didapat dari APJII (Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia)
dari 11.000 Sekolah Menengah Umum (SMU) di Indonesia, kurang dari 2% yang
mempunyai sambungan ke Internet. Itu pun terkonsentrasi di wilayah Jabotabek dan
kota-kota besar di Pulau Jawa. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan menjadikan
Indonesia tertinggal jauh dibanding negara-negara lainnya yang telah terbiasa
memanfaatkan Internet untuk pendidikan di sekolah-sekolah. Di sisi lain, memasuki
abad ke-21 ini, diperkirakan kebutuhan tenaga ahli di bidang teknologi informasi
akan meledak dan berbagai urusan diperkirakan hampir semuanya akan berbasiskan
Internet.
Tekonologi Sekarang:
Dalam kehidupan kita dimasa mendatang, sektor teknologi informasi dan
telekomunikasi merupakan sektor yang paling dominan. Siapa saja yang menguasai
teknologi ini, maka dia akan menjadi pemimpin dalam dunianya. Teknologi informasi
banyak berperan dalam bidang-bidang antara lain : Bidang pendidikan(e-
education).Globalisasi telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia
pendidikan dari pendidikan tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang
lebih terbuka (Mukhopadhyay M., 1995). Sebagai contoh kita melihat di Perancis
proyek “Flexible Learning?. Hal ini mengingatkan pada ramalan Ivan Illich awal
tahun 70-an tentang “Pendidikan tanpa sekolah (Deschooling Socieiy)” yang secara
ekstrimnya guru tidak lagi diperlukan.
Bishop G. (1989) meramalkan bahwa
pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes (flexible), terbuka, dan dapat diakses
oleh siapapun juga yang memerlukan tanpa pandang faktor jenis, usia, maupun
pengalaman pendidikan sebelumnya.
E-government mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh pemerintahan,
seperti menggunakan intranet dan internet, yang mempunyai kemampuan
menghubungkan keperluan penduduk, bisnis, dan kegiatan lainnya. Bisa merupakan
suatu proses transaksi bisnis antara publik dengan pemerintah melalui sistem otomasi
dan jaringan internet, lebih umum lagi dikenal sebagai world wide web. Pada intinya
e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan
hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. penggunaan teknologi informasi
ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Governmet to
Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (Government to Government).
B. Perkembangan Media menurut para ahli
1. Robert L. mathis dan Jhon H. Jackson
Menurut Robert l. Mathis dan Jhon H. Jackson (2004) kontributor utama globalisasi
adalah perkembangan dan evolusi telekomunikasi dan teknologi yang membantu
pengiriman informasi yang cepat. Teknologi komunikasi seperti satelit telah
menghadirkan televisi dan layanan telepon nirkabel ke desa-desa terpencil di Afrika,
India, China, dan Amerika Latin. Pertumbuhan pengunaan internet di seluruh dunia
telah menjadikan orang-orang dan perusahaan-perusahan dapat dengan mudah
berkomunikasi dan memiliki akses data dalam jumlah yang sangat besar.
2. Daniel Lerner, Daniel Bell, dan Collin Cherry
a. Daniel Lerner dengan “Revolusi Komunikasi”
Ada saling keterkaitan antara Era Ideologi – berkembangnya ideologi di abad ke 18
dan 19 – serta revolusi komunikasi yang didasarkan pada pengembangan teknologi
cetak dan produksi barang-barang cetak. Morse Peckham menyatakan:
Di tahun 1830, bidang penerbitan mengalami revolusi, barang-barang cetak menjadi
murah – untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia tingkat melek huruf bisa
meluas ke seluruh tingkatan populasi. Di Inggris populasinya berkembang dengan
rasio satu banding empat; sementara tingkat golongan yang melek huruf berkembang
dengan rasio 1 : 32. Hal ini tidak hany memepengaruhi produksi buku, tapi semua
jenis komunikasi dan pendokumentasian yang melibatkan kertas – majalah, surat
kabar, surat-surat; bisnis, pemerintahan dan korespondensi militer. … abad ke 19
mengalami revolusi komunikasi yang merupakan bagian dan hasil terpenting dari
revolusi industri.
Karenanya, terjadi perkembangan besar-besaran dalam informasi dikarenakan
akeselerasi kesediaan materi cetak, surat kabar atau dokumen resmi. Halini
meningkatkan permasalahan pemrosesan informasi, dan menjelaskan arti dari
informasi. Mencapai artian, bukan mencapai informasi – menjadi hal yang semakin
problematik. Makna tidak berasal dari informasi itu sendiri. Makna tidak menyertai
jumlah dokumen, fakta atau kepingan informasi tapi bergantung (minimal sebagian)
pada komitmen awal skema konseptual, teori dan perspektif. Perkembangan ideologi,
Era Ideologi merupakan respon dasar terhadap revolusi komunikasi; ia merupakan
usaha untuk memberikanmakna.
Era Ideologi bisa dilihat sebagai perkembangan produksi sistem simbol yang
merespon meningkatnya pasar kebutuhan makna; khsususnya, makna sekuler,
dikarenakan menurunnya sistem nilai lama dan agama yang sebelumnya terkait
dengan rezim lama; sebagian dikarenakan struktur sosial baru dan kejadian-kejadian
revolusioner yang harus disintesakan; dan sebagian besar disebabkan oleh meluasnya
informasi ke segala arah karena revolusi komunikasi Era Ideologi tidak hanya dilihat
sebagai respons terhadap fragmentasi berita, tapi juga berkaitan dengan
pengembangan sejarah modern – perkembangan sejarah modern menghubungkat
kejadian masa lalu dan sekarang dan mendorong saling keterkaitan antar subsistem
tersendiri dalam masyarakat. Contohnya, saling keterkaitan antara ekonomi dan
politik dan sejarah tidak lagi merupakan kepingan kisah mengenai kekuasaan
kerajaan. Sejarah baru mengalami perluasan konteks sebagaimana ideologi. Dengan
meningkat dan meluasnya tingkat baca, teknologi cetak dan perkembangan surat
kabar modern berkembangklah gagasan modern tentang berita. Di tahun 1780 dan
1830, perkembangan jurnal, newsletter dan surat kabar menjadi sangat besar di Eropa
sehingga muncul fenomena baru – khalayak pembaca berita.
Munculnya media masssa dan media publik merupakan perkembangan konstruktif.
Publik muncul ketika terjadi penurunan pola dan interaksi sosial antar
budaya.kelompok tradisional memiliki karakteristik pola interaksi sosial antar
anggotanya yang mendorong pemahaman dan minat bersama dan memungkinkan
interaksi sosial. Publik, adalah sejumlah orang yang terekspose kepada rangsangan
yang sama dan memiliki kesamaan bahkan tanpa berinteraksi satu sama lainnya.
Dalam masyarakat tradisional pasar dan hari libur menjadi dasar struktur periodik
penyebaran informasi ke komunitas yang lebih luas, antar pihak yang tidak saling
mengenal atau antar anggota dari keluarga yang berbeda; penyebaran informasi
dilakukan dari mulut ke mulut dalam dialog tatap muka yang memungkinkan
jawaban atas feedback dan pertanyaa. Dengan perkembangan media massa yang
pertama kali ditunjukkan melalui barang cetakan, sejumlah orang terkena ekspose
pada aliran informasi berkelanjutan pada saat yang hampir bersamaan. Informasi
harus dapat dimengerti, menarik dan meyakinkan bagi orang-orang dengan latar
belakang dan kepentingan yang berbeda, orang-orang yang tidak saling kenal tidak
bertemu dan berinteraksi.
Media massa memudahkan interaksi sosial untuk kesamaan budaya. Informasi dan
orientasi, fakta dan nilai-nilai bisa diketahui tanpa interaksi antar manusia. Keyakinan
sebagian orang lyang dinilai sebagai hal yang nyata dan bernilai sekarang bisa
dikontrol dari kejauhan, terpisah dan diluar dari mereka yang meyakininya.
Secara historis, publik terdiri dari orang-orang yang terbiasa mendapatkan berita dan
orientasi dari media massa umum yang mengandung informasi dan orientasi beragam
yang disebarkan oleh para pengusaha dan perusahaan. Surat kabar misalnya,
memperkuat rasionalitas publik dalam cara-cara yang khusus. Pertama, mereka
menyediakan informasi dalam ukuran luas yang melampaui kondisi lokal untuk
memberikan informasi mengenai kejadian-kejadian di tempat yang jauh.
Berita memungkinkan seseorang membandingkan kondisinya dengan orang lain.
Berita memungkinkan alternatif ditentukan sebagai realistis dengan menunjukkan
kondisi berbeda yang sudah ada. Berita memungkinkan seseorang untuk meramalkan
kondisi di masa datang, contohnya pada laporan ramalan cuaca.
Analisis awal terhadap publik dan berita adalah bahwa berita menafsirkan sebuah
publik dengan mendorong dialog tatap muka. Percakapan diperkuat untuk
memecahkan ketidak-pastian tentang makna berita. Percakapan berdasar berita,
sebagai sarana rasionalitas publik bergantung pada tidak adanya mata-mata
pemerintahan, informan, sensor dan agen rahasia yang ditugaskan oleh pemerintah.
Sistem kelas dan negara harus dikeluarkan dari percakapan agar publik bisa
mengaktualisasikan potensinya untuk mengajukan kritik rasional. Transformasi sosial
sendiri tidak akan bisa meningkatkan rasionalitas publik jika ia tidak mencegah
negara agar tidak membebankan hukuman atau penyelidikan atas percakapan kritis.
Ideologi berfungsi memobilisasi pergerakan sosial dalam publik melalui perantara
surat kabar dan media lainnya. Pergerakan merupakan sektor publik yang bertujuan
untuk proyek publik dan identitas sosial umum. Pergerakan sosial merupakan sektor
pulik yang responsif terhadap ideologi; mereka memiliki ideologi yang pada satu sisi
menterjemahkan berita dan di sisi lain, menyediakan kesadaran atas identitas
sosialnya dari laporan-laporan dalam media berita.
Gagasan “publik” berkembang dengan munculnya gagasan “pribadi”. Hubungan
antara keduanya tidak selalu sama di semua negara. Publik dan pribadi berkembang
bersama. Untuk membuat suatu permasalahan menjadi masalah publik berarti
membukanya terhadap orang-orang asing, mereka yang umumnya tidak telrihat dan
terdengar. Pada tingkatan paradigmatik publik adalah di laur keluarga. Pertumbuhan
publik dan pribadi yang bersamaan berarti perkembangan batasan kekuatan publik,
pembentukan batasan bagi sebuah lembaga dimana publik tidak bisa ikut campur di
dalamnya.
b. Daniel Bell dengan “masyarakat pasca industri”
Daniel Bell menyediakan enam perubahan struktur sosial yang berkaitan dengan
transisi ke masyarakat pasca-industri:
1. Dalam ekonomi, ada transisi dari produksi barang dengan penyediaan layanan.
Produksi barang seperti pakaian dan penurunan baja dan layanan seperti menjual
hamburger dan saran menawarkan investasi meningkat. Meskipun layanan
mendominasi dalam berbagai sektor, kesehatan, pendidikan, penelitian, dan jasa
pemerintah yang paling menentukan bagi suatu masyarakat pasca-industri.
2. Pentingnya kerah biru , (misalnya pekerjaan manual, pekerja perakitan line) dan
penurunan (misalnya pengacara profesional, dokter, dan insinyur) dan pekerjaan
teknis (misalnya pemrogram komputer) datang untuk mendominasi. Yang paling
penting khusus adalah munculnya ilmuwan (misalnya, insinyur khusus, seperti
genetik atau listrik). Banyak kota-kota pertambangan dan permukiman serupa wajah
skala besar pengangguran sebagai akibat dari pentingnya peningkatan baik
pengetahuan teoritis dengan penurunan simultan di bidang manufaktur dan
meningkatkan pentingnya lingkungan hidup . Banyak penduduk kota-kota industri
manfaat, seperti yang sedekah .
3. Alih-alih pengetahuan praktis, teoritis pengetahuan semakin penting dalam
masyarakat pasca-industri. pengetahuan tersebut dilihat sebagai sumber dasar inovasi
(misalnya, pengetahuan yang diciptakan oleh orang-orang ilmuwan yang terlibat
dalam Proyek Genom Manusia mengarah kepada cara-cara baru untuk mengobati
banyak penyakit). Uang Muka dalam pengetahuan juga menyebabkan kebutuhan
untuk inovasi lain seperti cara untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan etis yang
diajukan oleh kemajuan Teknologi kloning. Semua ini melibatkan penekanan pada
teori daripada pengetahuan empiris dan di kodifikasi pengetahuan. Pertumbuhan
eksponensial pengetahuan teoretis dan dikodifikasi, dalam semua varietas, adalah
penting bagi munculnya masyarakat pasca-industri.
4. masyarakat pasca-industri berusaha untuk menilai dampak teknologi baru dan, jika
diperlukan, untuk melakukan kontrol atas mereka Harapannya, misalnya, untuk lebih
baik memantau hal-hal seperti pembangkit listrik tenaga nuklir dan untuk
meningkatkan mereka sehingga kecelakaan seperti itu di Three-Mile Island atau
Chernobyl dapat dicegah di masa depan. Tujuannya adalah dunia teknologi lebih
pasti dan lebih aman. Doktrin prinsip pencegahan ini kadang-kadang digunakan
dalam mencegah aspek terburuk dari teknologi baru, seperti kloning dan rekayasa
genetik , bila tidak ada bukti dampak negatif mereka.
5. Untuk menangani penilaian tersebut dan kontrol, dan lebih umum kompleksitas
murni masyarakat pasca-industri, teknologi intelektual baru yang dikembangkan dan
diimplementasikan. Mereka termasuk cybernetics , teori permainan dan teori
Informasi .
6. Hubungan baru ditempa dalam masyarakat pasca-industri antara ilmuwan dan
teknologi baru yang mereka ciptakan, serta perkembangan teknologi sistematis,
terletak di dasar masyarakat pasca-industri. Ini mengarah pada kebutuhan universitas
lebih dan mahasiswa yang berbasis. Bahkan, universitas ini sangat penting
masyarakat pasca-industri. universitas ini menghasilkan para ahli yang dapat
membuat, panduan, dan kontrol dan secara dramatis mengubah Teknologi baru.

Daniel Bell mengembangkan gagasan "Post-Industrial Society"


Daniel Bell didirikan terutama ide tentang masyarakat pasca-industri melalui
karyanya 1973 Kedatangan Masyarakat Post-Industri. Dalam karya ini ia
menggambarkan Uni Soviet dan Amerika Serikat sebagai negara industri hanya dua.
Dikotomi antara dua adalah pola pikir kapitalis dan kolektivis. Dia benar
memprediksi atribut dari masyarakat kapitalis industri-pos, seperti difusi modal
global, ketidakseimbangan perdagangan internasional, dan penurunan sektor
manufaktur di dalam negeri depan AS.
Aspek budaya masyarakat pasca-industri
Bell menekankan perubahan masyarakat pasca-industri tidak hanya sosial struktural
dan ekonomi; nilai-nilai dan norma dalam masyarakat pasca-industri yang berubah.
Rasionalitas dan efisiensi menjadi nilai penting dalam masyarakat pasca-industri.
Akhirnya, menurut Bell, menyebabkan nilai-nilai ini memutuskan antara struktur
sosial dan budaya. Sebagian besar masalah yang unik hari ini modern dapat secara
umum dikaitkan dengan pengaruh masyarakat pasca-industri. Sejumlah besar orang
dapat menemukan diri dengan peran tidak didefinisikan dengan jelas. Masalah ini
terutama diucapkan di mana pasar-bebas mendominasi. Mereka dapat mencakup
kesenjangan ekonomi, melakukan outsourcing pekerjaan domestik, dll
The post-modern dan pasca-Marxis gagasan bahwa basis ekonomi (manufaktur dan
pertanian) dan suprastruktur ideologis (seni, agama, filsafat, ilmu pengetahuan, dll)
adalah hal yang sama, yang serupa dengan sebuah monocoque bertubuh mobil
(seperti sebagai Tawon Hudson ) , adalah sebuah benang merah dalam pemikiran
pasca-industri. Sebagai contoh, penekanan pada seni sebagai sektor ekonomi yang
penting bukan hanya sarana untuk mengeksplorasi tema rohani dan ide-ide politik,
atau alat ekspresi pribadi adalah kasus di titik. Aktor dan direktur artistik Old Vic
Theatre , Kevin Spacey , berpendapat kasus ekonomi untuk seni dalam hal
penyediaan lapangan kerja dan menjadi lebih penting dalam ekspor dari manufaktur
(serta peran pendidikan) di kolom tamu ia menulis untuk The Times. Dapat dikatakan
bahwa sektor kreatif telah mengambil peran yang lebih menonjol di belakang
kemunduran manufaktur dan bahwa, di beberapa negara, menghasilkan ekspor lebih
dari manufaktur sendiri.
Lain jelas lagi contoh argumen ini monocoque adalah internet . Sementara digunakan
untuk e-commerce dan kegiatan ekonomi lainnya, juga dapat digunakan untuk
menyebarluaskan puisi, memberi saran praktis atas yang ditolak cintanya oleh pacar
Anda dan memberi Anda hasil sepak bola terakhir sebagai bagian dari suprastruktur
ideologis. Mereka secara efektif menjadi monocoqued dengan menggunakan alat
yang sama dan perangkat lunak.
Namun, ini argumen dasar dan superstruktur yang bisa dibedakan dari satu sama lain
juga dapat digunakan secara retrospektif sepanjang sejarah. Hal ini dapat digunakan
untuk menyatakan bahwa pra-Kristen kultus kesuburan adalah ekonomi maupun
ideologis konstruksi karena ekonomi mereka depedent pada kesuburan mereka
sembah, terutama saat mereka pra-industri agraria ekonomi di mana makanan sering
kali langka.
Kritik
Teori Bell bukanlah tanpa masalah (Veneris, 1984, 1990). Bell (1973, p.15)
menyatakan bahwa "masyarakatnya pasca-industri" adalah "layanan ekonomi".
"Layanan" adalah sektor ekonomi yang ketiga, sesuai dengan Colin Clark , dua
lainnya menjadi "primer" dan "sekunder" (itu sebabnya sektor jasa ini disebut juga
"tinggi"). Bell menyadari adanya kekurangan dari pendekatan ini.
Teori revolusi Informasi menyediakan sebuah metode kerangka teoritis dan empiris
jelas jauh dari masyarakat pasca-industri "". Salah satu yang harus diperhatikan juga
bahwa ketika sejarawan dan sosiolog dianggap revolusi yang diikuti masyarakat
pertanian mereka tidak menyebutnya "pasca-pertanian" masyarakat / revolusi.
Sebaliknya, mereka mencoba untuk mengidentifikasi fitur yang paling menonjol dari
revolusi baru dan menciptakan istilah "industri". Dalam cara yang sama, istilah
"pasca-industri" yang bermasalah karena hanya menandakan keberangkatan, bukan
arah, dan istilah alternatif harus dicari.
Lain kritik dengan ide-industri masyarakat pasca berasal dari kelompok ahli geografi
(seperti Allen Scott dan Edward Soja ) yang berpendapat bahwa industri tetap di
pusat dari keseluruhan proses akumulasi kapitalis, dengan layanan tidak hanya
menjadi semakin maju dan automotized , tapi tetap sangat tergantung dari
pertumbuhan industri. Tidak hanya layanan produktif yang secara langsung dapat
disewa oleh sektor industri, tetapi bahkan jasa keuangan di kota-kota global, secara
langsung didukung oleh keuntungan yang diperoleh dengan investasi pada sektor
industri di seluruh dunia. Strategi baru lokalisasi industri, yang sejak tahun 1970-an
bergeser beberapa blok kegiatan manufaktur ke daerah rendah biaya di luar negara-
negara industri, dibuat, menurut argumen ini, ilusi masyarakat pascaindustri di
wilayah ini pekerjaan yang terkonsentrasi di sektor jasa, namun masih sangat
terhubung dengan ekonomi industri outsourcing ke daerah lain. Para penulis,
terutama Ed Soja (berdasarkan Henri Lefebvre ), mengusulkan agar sosiologi mana
para pendukung ini transisi pascaindustri memiliki masalah metodologis yang kurang
pentingnya ruang, produksi dan organisasi, dalam reproduksi hubungan sosial, dan
kapitalisme itu sendiri . Ini "manhattanist" sikap terhadap hasil penelitian urbanitas
dalam penempatan industri di tempat buta, dan tidak memvisualisasikan skala
geografis lain yang pokok untuk pemahaman yang tepat dari kota global itu sendiri.
c. Collin Cherry dengan “ledakan komunikasi massa”
Komunikasi massa adalah proses interaksi antara komunikator dengan audiens
melalui media massa. Tayangan-tayangan yang dihadirkan oleh media massa kepada
audiens semata-mata ingin memberikan informasi dan hiburan kepada audiens.
Respon dari audiens adalah hal yang dibutuhkan oleh media tersebut. Jika tayangan
yang disajikan oleh media sangat menarik perhatian audiens, maka disini bisa terjadi
yang Collin Cherry sebut sebagai “ledakan komunikasi massa.” Yakni dimana
audiens secara keseluruhan memberikan respon terhadap apa yang dihadirkan oleh
media. Hal ini bisa berupa kritik dan saran dari audiens. Misalnya, pemberitaan
mengenai kasus Gayus Tambunan yang menjadi tersangka korupsi pajak sebesar 25
M. Kasus ini menimbulkan opini public yang beragam. Public seakan bisa
menghakimi kesalahan yang dibuat oleh Gayus. Padahal kasus nya pun belum
disidangkan di pengadilan Tipikor. Tapi atas kesalahan yang dilakukan oleh Gayus
dan rekan-rekanya ini menimbulkan spekulasi yang negative di kalangan masyarakat
luas.
BAB III
PEMBAHASAN
Analisis Teori Menurut Para Ahli
Sebagaimana teori-teori yang telah diulas pada BAB II dari para ahli seperti Robert
L. mathis dan Jhon H. Jackson, serta Daniel Lerner, Daniel Bell, dan Collin Cherry
mengenai perkembangan teknologi komunikasi adalah sebagai berikut :
1. Robert L. Mathis dan Jhon H. Jackson
Antara Robert dan Jhon mengenai perkembangan teknologi komunikasi, tidak ada
yang bertentangan. Justru mereka berdua sependapat mengenai hal itu. Menurut
Robert l. Mathis dan Jhon H. Jackson (2004) kontributor utama globalisasi adalah
perkembangan dan evolusi telekomunikasi dan teknologi yang membantu pengiriman
informasi yang cepat. Disini jelas terlihat bahwa bagi mereka menitikberatkan bahwa
perkembangan teknologi komunikasi adalah karena globalisasi. Di Indonesia, saya
menyadari bahjwa memang di era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat jadi
sangat bergantung pada teknologi. Seperti tidak bisa lepas dari peran teknologi itu
sendiri. Misalnya, penggunaan handphone (telepon genggam). Menurut pengalaman
saya pribadi, saya pernah lupa membawa handphone ke kampus. Akhirnya, saya
merasa kosong. Tidak tahu harus melakukan apa, karena tidak adanya media yang
bisa membantu saya dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

2. Daniel Lerner, Daniel Bell, dan Collin Cherry


Masing-masing dari mereka memiliki pandangan sendiri-sendiri mengenai
perkembangan teknologi komunikasi. Daniel Lerner menekankan bahwa
perkembangan teknologi komunikasi adalah peristiwa “revolusi komunikasi.” Yakni
dimana sudah adanya perkembangan dalam menyebarluaskan informasi kepada orang
banyak. Misalnya, dikaitkan dengan perkembangan teknologi komunikasi di
Indonesia. Dulu, Indonesia sekitar tahun 1970-an masih mengenal media cetak.
Media elektronik masih belum sempurna seperti sekarang ini. Barulah pada tahun
1986-1987-an, Indonesia mulai bisa menyebarluaskan informasi melalui radio,
televisi, dll. Disini terlihat jelas adanya revolusio komunikasi dalam bidang media
perantaranya.
Lain hal dengan pendapat Daniel Bell mengenai perkembangan teknologi
komunikasi. Ia menitikberatkan perkembangan teknologi komunikasi dengan
“masyarakat pasca industri.” Yakni dimana dalam perkembangan teknologi
komunikasi, masyarakat dibagi dalam struktur social dan budaya. Mengapa
demikian? Daniel Bell disini ingin menjelaskan bhawa perkembangan teknologi
komunikasi telah menklasifikasikan masyarakat sesuai struktur social dan budayanya.
Struktur social misalnya adalah, dilihat dari segi profesi masyarakat seperti dokter,
pengacara, mahasiswa, pelajar, guru, presiden, dll. Apakah struktur social tersebut
berpengaruh? Daniel Bell menjawab iya. Ambil contoh adalah mahasiswa di
Indonesia. Dewasa ini, dosen memberi tugas melalui internet. Dan mahasiswa
dipersepsikan orang sebagai orang yang setidaknya berada dalam struiktur social
yang baik. Sehingga bisa memiliki atau minimal menggunakan fasilitas internet
dengan baik. Jujur itu juga merupakan pengalaman pribadi saya sebagai mahasiswa di
Binus University. Selain itu dilihat dari segi budaya. Dengan adanya tugas yang
selalu diberikan dosen lewat media internet, otomatis akan merubah gaya hidup
mahasiswa di lingkungan social. Mahasiswa cenderung akan menggunakan sarana
media tersebut. Hingga dalam hal berkomunikasi pun mereka lebih suka dengan
“chatting” dibandingkan dengan face to face. Ini membuat intens bertemu antar
mahasiswa hanya di wilayah kampus saja. Selebihnya melalui kecanggihan teknologi
seperti internet.
Pendapat Chollin Cherry pun berbeda dengan kedua orang tersebut. Collin
menitikberatkan perkembangan teknologi komunikasi kepada hal itu adalah sebagai
“ledakan komunikasi massa.” Disini dijelaskan bahwa masyarakat cenderung
berkomunikasi melalui media massa. Menurut saya, hal ini hamper serupa dengan
pendapat dari Dabiel Bell dimana kecanggihan teknologi membuat gaya hidup
masyarakat menjadi sangat tergantung pada teknologi. Ketergantungan ini yang
menyebabkan “ledakan komunikasi massa.” Misalnya, penggunaan situs jejaring
sosial di Indonesia. Dewasa ini, situs jejaring social adalah media yang paling mudah
dalam mencari teman dan bertukar informasi. Biaya yang tidak mahal, dan waktu
yang sangat cepat jadi incaran banyak orang dalam berpartisipasi. Rasanya jika tidak
punya akun situs jejaring social seperti tidak leluasa dalam mencari teman untuk
share informasi.
Demikianlah analisis saya mengenai perkembangan teknologi komunikasi menurut
para ahli dan dikaitkan dengan perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia.

Kata Pengantar
Pertama-tama saya ucapkan puji dan syukur atas kehadirat dan berkat dari ALLAH
SWT yang telah meridhoi saya dalam pengerjaan makalah ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya karena
mereka telah dengan tulus mendukung apapun yang saya lakukan dalam hal yang
positif, termasuk di dalamnya adalah setiap pengerjaan tugas-tugas kuliah saya.
Tanpa dukungan mereka mungkin saya tidak bias menyelesaikan makalah mengenai
“Berbagai hal mengenai Perkembangan Teknologi Komunikasi saat ini.” Ucapan
terima kasih juga saya haturkan kepada dosen mata kuliah Perkembangan Teknologi
Komunikasi Universitas Bina Nusantara yang telah memberikan tugas ini, sehingga
saya bisa menambah pengetahuan saya mengenai mata kuliah ini. Dan juga atas
kepercayaan ibu dosen kepada kami, mahasiswa Universitas Bina Nusantara, untuk
dapat mengerjakan tugas ini.
Makalah ini saya buat dengan ketulusan hati saya dan sesuai dengan kemampuan
saya pribadi. Saya mengakui adanya banyak kekurangan dalam makalah saya ini.
Tapi saya mengharapkan bahwa makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi orang
banyak mengenai perkembangan teknologi komunikasi. Untuk itu saya mengucapkan
maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Dan
kepada pihak-pihak yang mungkin tidak bisa saya sebutkan semuanya saya ucapkan
terima kasih banyak atas dukungannya.

Jakarta, April 2010


Novita Indriyani

Daftar pustaka
www.slideshare.net/.../perkembangan-tik-di-indonesia
inherent.brawijaya.ac.id/vlm/mod/resource/view.php?id...
www.answers.com/topic/post-industrial-society
Nurudin.2007.Pengantar komunikasi massa.Jakarta:Rajagrafindo Persada
Diposkan oleh Tulisan mengenai Mc Luhan dan Karl Marx di 08.54 1 komentar:

Minggu, 04 April 2010

tugas perkembangan teknologi komunikasi

Sejarah mengenai Teknologi dan Komunikasi


A. Sejarah komunikasi
Dewasa ini, kehidupan manusia di dunia menjadi sangat berkembang. Seiring dengan
perkembangan zaman pula, manusia dihadapkan dengan situasi dan kondisi dimana
mereka harus saling berinteraksi dengan manusia lainnya, karena pada hakikatnya
manusia adalah makhluk sosial. Proses interaksi antar manusia ini disebut dengan
komunikasi. Secara umum, istilah komunikasi adalah suatu proses penyampaian
informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak yang lainnya agar terjadi
saling mempengaruhi diantara keduanya (feedback). Komunikasi dibedakan menjadi
2 yakni, komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Komunikasi verbal
merupakan interaksi antar dua orang atau lebih, dimana dalam pemyampaian
informasi disampaikan secara lisan dan langsung pada pihak yang dituju untuk
disampaikan informasi tersebut. Sedangkan komunikasi non verbal merupakan proses
interaksi antar dua orang atau lebih, dimana dalam penyampaian pesan, caranya
adalah dengan berupa tulisan (seperti surat, telegram, sms, email, dll) dan bersifat
tidak lansung. Komponen komunikasi terdiri dari pengirim pesan (sender), pesan
(informasi), penerima pesan (receiver), dan juga timbal balik (feedback). Adapun
sejarah mengeani komunikasi yakni sebagai berikut.
Pada awal kehidupan di dunia, komunikasi digunakan untuk mengungkapkan
kebutuhan organis. Sinyal-sinyal kimiawi pada organisme awal digunakan untuk
reproduksi. Seiring dengan evolusi kehidupan, maka sinyal-sinyal kimiawi primitif
yang digunakan dalam berkomunikasi juga ikut berevolusi dan membuka peluang
terjadinya perilaku yang lebih rumit seperti tarian kawin pada ikan.
Pada binatang, komunikasi juga dilakukan untuk menunjukkan keunggulan, biasanya
dengan sikap menyerang. Munurut sejarah evolusi sekitar 250 juta tahun yang lalu
munculnya "otak reptil" menjadi penting karena otak memungkinkan reaksi-reaksi
fisiologis terhadap kejadian di dunia luar yang kita kenal sebagai emosi. Pada
manusia modern, otak reptil ini masih terdapat pada sistem limbik otak manusia, dan
hanya dilapisi oleh otak lain "tingkat tinggi".
Manusia berkomunikasi untuk membagi pengetahuan dan pengalaman. Bentuk umum
komunikasi manusia termasuk bahasa sinyal, bicara, tulisan, gerakan, dan penyiaran.
Komunikasi dapat berupa interaktif, transaktif, bertujuan, atau tak bertujuan. Melalui
komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami
oleh pihak lain. Akan tetapi, komunikasi hanya akan efektif apabila pesan yang
disampaikan dapat ditafsirkan sama oleh penerima pesan tersebut. Walaupun
komunikasi sudah dipelajari sejak lama dan termasuk “barang antik”, topik ini
menjadi penting khususnya pada abad 20 karena pertumbuhan komunikasi
digambarkan sebagai “penemuan yang revolusioner”, hal ini dikarenakan peningkatan
teknologi komunikasi yang pesat seperti radio. Televisi, telepon, satelit dan jaringan
komuter seiring dengan industiralisasi bidang usaha yang besar dan politik yang
mendunia. Komunikasi dalam tingkat akademi mungkin telah memiliki departemen
sendiri dimana komunikasi dibagi-bagi menjadi komunikasi masa, komunikasi bagi
pembawa acara, humas dan lainnya, namun subyeknya akan tetap. Pekerjaan dalam
komunikasi mencerminkan keberagaman komunikasi itu sendiri.
B. Sejarah Teknologi informasi
Teknologi Informasi dilihat dari kata penyusunnya adalah teknologi dan informasi.
Secara mudahnya teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses
penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima sehingga pengiriman
informasi tersebut akan lebih cepat, lebih luas sebarannya, dan lebih lama
penyimpanannya.
Pada awal sejarah, manusia bertukar informasi melalui bahasa. Maka bahasa adalah
teknologi. Bahasa memungkinkan seseorang memahami informasi yang disampaikan
oleh orang lain. Tetapi bahasa yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya bertahan
sebentar saja, yaitu hanya pada saat si pengirim menyampaikan informasi melalui
ucapannya itu saja. Setelah ucapan itu selesai, maka informasi yang berada di tangan
si penerima itu akan dilupakan dan tidak bisa disimpan lama. Selain itu jangkauan
suara juga terbatas. Untuk jarak tertentu, meskipun masih terdengar, informasi yang
disampaikan lewat bahasa suara akan terdegradasi bahkan hilang sama sekali. Setelah
itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar. Dengan gambar
jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-bawa dan disampaikan
kepada orang lain. Selain itu informasi yang ada akan bertahan lebih lama. Beberapa
gambar peninggalan zaman purba masih ada sampai sekarang sehingga manusia
sekarang dapat (mencoba) memahami informasi yang ingin disampaikan pembuatnya.
Ditemukannya alfabet dan angka arabik memudahkan cara penyampaian informasi
yang lebih efisien dari cara yang sebelumnya. Suatu gambar yang mewakili suatu
peristiwa dibuat dengan kombinasi alfabet, atau dengan penulisan angka, seperti
MCMXLIII diganti dengan 1943. Teknologi dengan alfabet ini memudahkan dalam
penulisan informasi itu. Kemudian, teknologi percetakan memungkinkan pengiriman
informasi lebih cepat lagi. Teknologi elektronik seperti radio, tv, komputer
mengakibatkan informasi menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan
lebih lama tersimpan.

Perkembangan Teknologi Komunikasi


Jika berbicara tentang teknologi, tentunya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia. Selamanya, selama peradaban manusia masih ada, teknologi akan terus
menjadi hal terpenting dalam kehidupan. Hal yang saat ini sedang menjadi trend dan
ramai diperbincangkan adalah teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang mana
merupakan salah satu hal terpenting di abad ini. Tidak dapat dipungkiri kalau TIK
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Mulai dari anak kecil hinga orang tua,
pedagang kecil hingga pengusaha besar, baik disadari maupun tidak sudah begitu
tergantung pada TIK. Jika dilihat dari kacamata sejarah, TIK sesungguhnya sudah
mulai dikenal manusia sejak beratus-ratus berabad-abad lalu. Sejak manusia
diciptakan di muka bumi ini, manusia sudah mulai mencoba berkomunikasi dengan
symbol-simbol dan isyarat. Hal ini merupakan titik awal perkembangan TIK.
Manusia yang lebih maju dan modern mampu berkomunikasi secara lisan dan mulai
mampu mendokumentasikan informasi dalam bentuk tulisan dan ukiran baik dalam
bentuk simbol maupun gambar.

Pada jaman dahulu kala, teknik pendokumentasian informasi pun masih sangat
sederhana, tetapi akhirnya terus berkembang dengan sangat pesat hingga saat ini.
Beberapa alat yang digunakan pada zaman dahulu antara lain adalah, tulang, batu,
kulit kayu, tanah liat, dan kulit binatang. Adapun karakteristik dari cara penyampaian
informasi pada zaman dahulu adalah informasi menyebar dengan lambat dan kurang
efektif.
Setelah masa revolusi industri, alat-alat mekanik bahkan elektronik mulai ditemukan,
termasuk didalamnya alat-alat yang mampu membuat penyebaran informasi menjadi
lebih mudah dan efektif. Jika pada awalnya orang yang berjarak jauh hanya mampu
berkomunikasi lewat surat atau melalui kurir, maka pada abad pertengahan ini sudah
mulai digunakan telegraf. Beberapa tahun kemudian, Alexander Graham Bel
menemukan telepon yang mampu dipakai untuk berkomunikasi oleh orang walaupun
berjarak jauh.

TIK berkembang dengan sangat pesat hingga saat ini. Saat ini, jarak dan waktu
seakan tidak lagi menjadi halangan dalam berkomunikasi. Orang yang berada di
pulau yang berbeda bahkan negara yang berbeda kini sudah mampu melakukkan
komunikasi bahkan mampu ditampilkan secara visual. Salah satu hal yang sedang
menjadi trend sat ini adalah kegiatan yang berbasis internet dan elektronik. Beberapa
contoh diantaranya adalah e-learnig, e-banking, e-library, e-labolatory, e-mail dan
sebagainya. Aktivitas-aktivitas berbasis elektronik ini sudah pasti sangat membantu
kegiatan manusia. Dengan hal tersebut di atas, dimensi ruang dan waktu tidak lagi
menjadi hambatan.
Selain itu,proses pengolahan data pun semakin cepat dan efisien. Berbagai barang
elektonik mulai dari televisi, handphone, pager, PDA, laptop hingga plamptop sudah
menjadi barang-barang yang tidak asing lagi bagi masyarakat. Perkembangan TIK
pun semakin pesat seiring dengan ditemukannya alat-alat yang lebih canggih. Melihat
apa yang terjadi saat ini, dapat dibayangkan apa yang mungkin dapat terjadi di masa
nanti. Jauhnya jarak tidak lagi akan terasa. Kelak komunikasi jarak jauh akan
dilakukan dengan hologram tiga dimensi yang begitu nyata. Pekerjaan-pekerjaan
manusia akan mulai dikerjakan oleh robot yang bekerja secara otomatis dan mampu
belajar dari pengalamannya sehingga mampu mengkoreksi kesalahan yang ia lakukan
dengan sendirinya.
Teknologi kompuuter pun akan berkembang dengan pesat. Komputer masa depan
akan mampu merespon tindakan-tindakan manusia dan memahami bahasa manusia.
Lebih canggihnya lagi, komputer generasi yang akan datang diramalkan, akan
memiliki perasaan layaknya manusia. Melihat fakta dan gambaran masa depan seperti
diuraikan di atas, muncul satu kekhawatiran, “Akankan eksistensi manusia digantikan
oleh komputer?” dan “Akankah manusia mampu bertahan dari kepunahan?”. Satu hal
yang patut kita sadari dan tekadkan, “Teknologi dibuat untuk membantu manusia,
bukan untuk memperbudak manusia”.

Berikut ini adalah teori mengenai perkembangan teknologi komunikasi menurut


Marshall Mcluhan dan Karl Marx.
Determinisme Teknologi Marshall McLuhan
Marshall McLuhan, media-guru dari University of Toronto, pernah mengatakan
bahwa the medium is the mass-age. Media adalah era massa. Maksudnya adalah
bahwa saat ini kita hidup di era yang unik dalam sejarah peradaban manusia, yaitu era
media massa. Terutama lagi, pada era media elektronik seperti sekarang ini. Media
pada hakikatnya telah benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan
bertingkah laku manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu
revolusi masyarakat menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa tadi.
McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode: a tribal
age (era suku atau purba), literate age (era literal/huruf), a print age (era cetak), dan
electronic age (era elektronik). Menurutnya, transisi antar periode tadi tidaklah
bersifat bersifat gradual atau evolusif, akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan
teknologi komunikasi.

The Tribal Age. Menurut McLuhan, pada era purba atau era suku zaman dahulu,
manusia hanya mengandalkan indera pendengaran dalam berkomunikasi. Misalnya,
komunikasi pada era itu hanya mendasarkan diri pada narasi, cerita, dongeng tuturan,
dan sejenisnya. Jadi, telinga adalah “raja” ketika itu, “hearing is believing”, dan
kemampuan visual manusia belum banyak diandalkan dalam komunikasi. Era primitif
ini kemudian tergusur dengan ditemukannya alfabet atau huruf.
Selanjutnya adalah The Age of Literacy. Semenjak ditemukannya alfabet atau huruf,
maka cara manusia berkomunikasi banyak berubah. Indera penglihatan kemudian
menjadi dominan di era ini, mengalahkan indera pendengaran. Misalnya Manusia
berkomunikasi tidak lagi mengandalkan tuturan, tapi lebih kepada tulisan. Seperti
menulis surat kepada kerabat yang berada jauh dari kita.
Lain halnya dengan The Print Age. Sejak ditemukannya mesin cetak menjadikan
alfabet semakin menyebarluas ke penjuru dunia. Kekuatan kata-kata melalui mesin
cetak tersebut semakin merajalela. Kehadiran mesin cetak, dan kemudian media
cetak, menjadikan manusia lebih bebas lagi untuk berkomunikasi. Misalnya, Koran.
Koran menampilkan berbagai informasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
mengetahui berbagai keadaan yang terjadi di sekitar. Dan Koran juga memberikan
tampilan lain selain memberi informasi, seperti menghibur, edukasi, dll. Koran juga
adalah sumber informasi yang sangat terjangkau oleh masyarakat karena harganya
yang relative murah.
Lalu ada pula The Electronic Age. Era ini juga menandai ditemukannya berbagai
macam alat atau teknologi komunikasi. Telegram, telepon, radio, film, televisi, VCR,
fax, komputer, dan internet. Manusia kemudian menjadi hidup di dalam apa yang
disebut sebagai “global village”. Maksudnya global village adalah manusia
dimanapun mereka berada, mereka bisa saling berhubungan, memberi informasi,
dalam waktu yang bersamaan dan tanpa ada batasan. Misalnya, si A berada jauh di
amerika, sementara si B ada di Jakarta. Si A tetap bisa bertukar informasi dengan Si
B dengan menggunakan media (dalam hal ini misalnya internet) dalam waktu yang
bersamaan. Mereka merasa ada dalam ruangan yang sama, meskipun sebenarnya
mereka berada di dua tempat yang berbeda jarak dan waktu. Dan mereka seperti tidak
ada batas dalam bertukar informasi tersebut. Hal ini menandakan bahwa Media massa
pada era ini mampu membawa manusia mampu untuk bersentuhan dengan manusia
yang lainnya, kapan saja, di mana saja, seketika itu juga, dan tanpa batas.
Inti dari teori McLuhan adalah determinisme teknologi. Maksudnya adalah penemuan
atau perkembangan teknologi komunikasi itulah yang sebenarnya yang mengubah
kebudayaan manusia. Jika Karl Marx berasumsi bahwa sejarah ditentukan oleh
kekuatan produksi, maka menurut McLuhan eksistensi manusia ditentukan oleh
perubahan mode komunikasi. Kalau mau kita lihat saat ini tidak ada satu segi
kehidupan manusia pun yang tidak bersinggungan dengan apa yang namanya media
massa. Mulai dari ruang keluarga, dapur, sekolah, kantor, pertemanan, bahkan agama,
semuanya berkaitan dengan media massa. Hampir-hampir tidak pernah kita bisa
membebaskan diri dari media massa dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam bahasa
Em Griffin (2003: 344) disebutkan, “Nothing remains untouched by communication
technology.
McLuhan juga menyebutkan bahwa media massa adalah ekstensi atau perpanjangan
dari inderawi manusia (extention of man). Media tidak hanya memperpanjang
jangkauan kita terhadap suatu tempat, peristiwa, informasi, tapi juga menjadikan
hidup kita lebih efisien. Lebih dari itu media juga membantu kita dalam menafsirkan
tentang kehidupan kita. Medium is the message. Dalam perspektif McLuhan, media
itu sendiri lebih penting daripada isi pesan yang disampaikan oleh media tersebut.
Misalkan saja, mungkin isi tayangan di televisi memang penting atau menarik, akan
tetapi sebenarnya kehadiran televisi di ruang keluarga tersebut menjadi jauh lebih
penting lagi. Televisi, dengan kehadirannya saja sudah menjadi penting, bukan lagi
tentang isi pesannnya. Kehadiran media massa telah lebih banyak mengubah
kehidupan manusia, lebih dari apa isi pesan yang mereka sampaikan. Dilema yang
kemudian muncul seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi
komunikasi adalah bahwa manusia semakin didominasi oleh teknologi komunikasi
yang diciptakannya sendiri. Teknologi komunikasi bukannya dikontrol oleh manusia
namun justru kebalikannya, kita yang dikontrol oleh mereka. Sebagai contoh, betapa
gelisahnya kita kalau sampai terlewat satu episode sinetron kesayangan yang
biasanya kita tonton tiap hari. Atau mungkin kalau kita sudah lebih dari seminggu
tidak membuka halaman Facebook di internet. Satu hari saja tidak menonton televisi
mungkin kita akan merasa betapa kita telah ketinggalan berapa banyak informasi hari
itu. Kehadiran media massa, dan segala kemajuan teknologi komunikasi yang
lainnya, seharusnya menjadikan kehidupan manusia lebih baik. Namun ketika yang
terjadi justru sebaliknya, kita menjadi didominasi oleh media massa dan teknologi
komunikasi yang semakin pesat tersebut, maka ini menjadi sebuah ironi.

Perkembangan teknologi komunikasi menurut Karl Marx


KARL MARX
Karl Marx lahir di Trier, distrik Moselle, Prussian Rhineland, Jerman pada tanggal 15
Mei 1818, dikenal sebagai pelopor ideologi sosialis. Marx tumbuh di tengah
pergolakan politik yang dikuasai oleh kekuatan kapitalis para Borjuis yang
menentang kekuasaan aristokrasi feodal dan membawa perubahan hubungan sosial.
Meskipun ia memperjuangkan kelas orang-orang tertindas sebagai referensi empiris
dalam mengembangkan teori filsafatnya, namun ia lebih dikenal sebagai peletak dasar
ideologi komunis. Bersama dengan sahabat karibnya, Friederich Engels, tahun 1847
mereka menerbitkan buku Communist Manifesto, buku yang menjadi bacaan dunia
dan menjadi referensi utama lahirnya negara-negara berideologi komunis seperti Uni
Sovyet dibawah pimpinan Lenin dan China yang dipimpin oleh Mao Tse-Tung. Marx
meninggal di London pada 13 Maret 1883, sebelum ia menyelesaikan dua jilid terkhir
dari bukunya yang sangat populer, Das Kapital yang diterbitkan pada tahun 1867.
Kedua jilid lanjutan yang belum rampung tersebut diselesaikan oleh sahabatnya
Friederich Engels yang dirujuknya dari catatan-catatan dan naskah peninggalan Marx.
Pandangan Karl Marx mengenai perkembangan teknologi komunikasi adalah sejarah
ditentukan oleh kekuatan produksi. Maksudnya, sejarah mengenai perkembangan
teknologi komunikasi adalah bagaimana komunikasi itu selalu diciptakan oleh
manusia untuk dapat slaing bertukar informasi, dan komunikasi tersebut dijalankan
secara terus menerus sehingga tercapai komunikasi yang efektif. Disinilah letak
perbedaan pemikiran yang dikemukakan oleh Karl Marx dengan Mcluhan.
Sekalipun pendekatan para pakar tersebut saling bertolak belakang dari sudut
pandang yang berbeda dan berakhir pada konklusi yang juga beragam, namun secara
umum semua mengandung arti pentingnya peranan teknologi komunikasi dalam
bentuk masa depan.
Opini mengenai kedua pemikiran dari Karl Marx dan Mcluhan

Pemikiran-pemikiran yang disampaikan oleh Karl Marx dan juga Mcluhan, menurut
saya adalah kajian yang khas mengenai perkembangan teknologi komunikasi. Tapi
seperti yang tertuang dalam tulisan ini adalah bahwa Mcluhan lebih menekankan
pada perkembangan media ditentukan oleh eksistensi manusia dalam menerima mode
komunikasi itu sendiri sesuai dengan zamannya. Sedangkan Karl Marx lebih
menekankan pada kekuatan produksi yang mana hal itu bisa melangsungkan
berkembangnya kajian teknologi komunikasi. Menurut saya pribadi, pemikiran yang
mereka ciptakan tidak bisa seenaknya saja kita bandingkan. Karena dari pemikiran
masing-masing pasti punya kelebihan dan kekurangannya. Menurut saya, pemikiran
yang dituangkan oleh Mcluhan mengenai eksistensi manusia .ditentukan oleh mode
komunikasi adalah benar adanya. Yang saya ketahui dan saya alami sendiri mengenai
perkembangan media adalah hal tersebut telah merubah gaya hidup manusia secara
garis besar. Misalnya, internet. Dewasa ini, masyarakat bisa bertukar informasi
dengan bebas dengan siapaun, kapanpun, dan dimanapun. Tidak hanya secara local
saja mereka bisa saling berinteraksi, tapi bisa sampai ke seluruh penjuru dunia. Inilah
yang disebut global village. Dan pada pemikiran ini, Mcluhan benar-benar
menjelaskan secara detail sejarah berkembangnya media. Mulai dari zaman primitif
hingga ke zaman modern seperti sekarang ini. Dimana dulu manusia hanya
menggunakan indera pendengaran saja dalam berkomunkasi, hingga sekarang yang
sudah menggunakan media dalam berkomunikasi. Semua itu merupakan tahapan
yang pasti dari berkembangnya media dalam memfasilitasi komunikasi antar
manusia.
Lain halnya dengan pemikiran yang dituangkan oleh Karl marx. Ia mengatakan
bahwa sejarah perkembangan media ditentukan oleh kekuatan produksi. Menurut
saya, hal ini ada benarnya juga. Mengapa? Komunikasi memilki komponen-
komponen komunikasi yang khas, yakni pengirim pesan (sender), pesan (message),
channel (media), penerima pesan (receiver), dan feedback (respon). Masing-masing
komponen komunikasi tersebut melakukan aksi sesuai perannya. Dan itu memerlukan
daya kreativitas yang tinggi sehingga bisa menciptakan proses interaksi yang bisa
saling dimengerti oleh satu sama lain (sender dan receiver). Kreativitas dalam proses
interaksi tersebutlah yang bisa disebut dengan kekuatan produksi. Yakni dimana
masing-masing orang (baik sender maupun receiver) bisa melakukan komunikasi dan
menyampaikan suatu pesan dalam komunikasi tersebut. Tidaklah mudah untuk
menciptakan komunikasi yang efektif, tapi memungkinkan untuk terjadi komunikasi
yang baik, yakni yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak dalam komponen
komunikasi.
Jadi, kedua pemikiran tersebut adalah baik adanya jika disesuaikan dengan keadaan
yang tepat dalam penggunaannya. Dan kedua pemikiran tersebut sedianya adalah
pengetahuan baru bagi kita semua untuk dipelajari. Kita sebagai manusia sudah
sepatutnya belajar terus menerus selama hidup di dunia. Hal ini bukan dalam artian
haruis belajar di sekolah, tapi kita selalu mencari informasi, ilmu, untuk menambah
wawasan kita mengenai berbagai bidang di dunia. Dan saya mengharapkan dari
tulisan ini, kita bisa menambah pengetahuan kita mengenai perkembangan media.

http://perkembanganmedia.blogspot.co.id/

Sejarah Perkembangan Media

 Tinggalkan komentar
Rate This

Hai sobat katahindu, kali kita share sejarah perkembangan media,,, ya ga banyak sih
tapi mudah-mudahan bisa membantu… :) Selamat membaca…

Pada zaman Romawi kuno sekitar 60 SM muncul media


untuk pernyataan umum yang dikenal dengan nama Acta Senatus atau Acta Diurna
Populi Romawi. Acta Diurna ini terbit setiap hari yang isinya memuat pengumuman
dari Kaisar Roma dan berita – berita kegiatan kekaisaran lainya yang ditempel atau di
pasang di pusat kota yang disebut Forum Romanum. Dikenal juga orang yang
menjual jasa untuk mencatat isi beritanya disebut dengan Actuari. Semakin lama
jumlah Actuari semakin banyak sehingga berita dibacakan setiap pagi selama dua jam
oleh pegawai istana. Perkembangan selanjutnya ditulis dan ditempel di Forum
Romanum. Acta Diurna diterbitkan oleh Julius Caesar pada tahun 59 SM dan
bertahan 4 abad sampai runtuhnya kekaisaran Roma pada tahun 476 M. Dizaman
kekaisaran Augustus cara penyampaian berita banyak diperbaiki, yaitu dengan cara
beranting. Para pakar menyebut masa sebelum Acta Diurna sebagai Masa Prajunalis
dan masa setelah Acta Diurna sebagai Masa Jurnalis.
SURAT KABAR TERCETAK PERTAMA

Ts’ai Lun pegawai istana Kaisar Ho Ti membuat kertas pertama dari kulit murbei,
sebelum itu orang menulis diatas papyrus dan kulit kambing atau lembu. Teknik
pembuatan kertas baru dikenal orang Eropa sekitar abad ke-12 dan sejak itu kertas
mulai digunakan secara luas.

Surat kabar tertulis pertama di Venesia dan Roma sekitar abad pertengahan yang
mereka sebut dengan Gazetta yang berisi seputar pengumuman pemerintah Venesia
dan berita – berita lain. Johan Gutenberg (1450) menemukan mesin cetak pertama di
Jerman dan mulai dikenallah istilah press (pers).Meskipun mesin cetak sudah
ditemukan abad 14 namun surat kabar tercetak pertama baru abad 17 dengan nama
Relation yang diterbitkan oleh Johan Carolus. Kemudian menyusul di Belanda
(1618) dengan nama Courante van Uyt Italien Duytshlandt ec yang diterbitkan oleh
Casper Van Hilten, Tydinghen Uytverscheyde Quartihen oleh Broer Jauszoon. Di
Inggris (1622) terbit Currant of General Newes oleh Nicholas Bourne dan Thomas
Acher. Prancis (1631) terbit Gazette de France oleh Theopraste Renaudof dan milik
pemerintah ( Raja Louis XIII dan Kardinal Richeliu). Theopraste juga dikenal dengan
gagasanya, yaitu mendirikan biro iklan yang disebut Bereau d’addresses. Pada
umumnya surat kabar tersebut terbit mingguan.

Surat kabar harian pertama terbit di Leipzig (1660) dengan nama Leipziger Zeitung.
Lalu menyusul Daily Courant di Inggris tahun 1720, Journal de Paris di Prancis
tahun 1777, Daily Advertaiser di AS (Philadelpia) tahun 1784, Algemeen
Handelsblad di Belanda tahun 1830, Sourabaya Courant di Hindia Belanda tahun
1837 yang merupakan surat kabar pertama di Indonesia. Media cetak (surat kabar)
merupakan media massa yang muncul pertama dank arena proses cetak yang
dilakukan dengan cara menekan kertas diatas susunan huruf (image) dengan
menggunakan silinder atau penekan dater lainnya, sehingga disebut pers (press).
RADIO

Guglielmo Marconi (Italia) pada tahun 1874 menemukan radio. Dia berhasil
membuat peralatan yang diperlukan untuk mengirim tanda-tanda tanpa kabel . Tahun
1899 ia sanggup mengirim berita melalui gelombang elektromagnetic menyeberangi
selat Inggris. Dan tahun 1901 Marconi berhasil mengirim berita radio dari Inggris ke
Newfoundland melintasi Atlantik. Dia juga memicu berkembangnya penyiaran radio
tahun 1920-an. Radio digunakan untuk keperluan hiburan, promosi dan juga sebagai
media penyampaian berita. Peristiwa myang terjadi pada hari ini langsung dapat
diketahui hari itu juga. Lalu muncul istilah jurnalisme radio (radio journalism atau
broadcasting journalism).

FILM

Film ditemukan sejalan dengan ditemukanya pita seluloid. Berita film popular pada
tahun 1930-1960 yang dikenal dengan nama movie news atau newsreel. Seiring
perkembanganya film justru mengarah ke seni pertunjukan. Film tumbuh mengikuti
para pembuatnya, sejak awal ditemukanya gambar bergerak oleh Thomas Alva
Edison (1847-1931). Joseph M.Boggs dalam bukunya The Art of Watching Film
mencoba menjelaskan bahwa latar belakang film condong berkembang sebagai media
pertunjukan adalah semata-mata untuk membuat orang merasa terhibur.

TELEVISI

John L.Baird menemukan televise tahun 1926 dan didemonstrasikan lewat radio BBC
(British Broadcasting Corporation) London Inggris. Upaya John L.Braid ini tentunya
didahului dengan penemuan-penemuan selenium – sel sensitive (1893), nipkow
scaning disc (1884), sinar katode (1909), dan iconoscope (1923). November 1936 ,
melalui stasiun BBC Television di Alexandria Palace dilakukan penyiaran high-
definition pertama dengan 240 saluran dengan menggunakan Baird System dan 405
saluran dengan Marconi-EMI System. Tahun 1949 di AS sudah bisa mengadakan
jaringan siaran dengan jangkauan 2000 mil dan meliputi 14 kota yang diantaranya
New York, Washington, Boston, Chicago, dan St. Louis. Media televisi dan radio
disebut sebagai jurnalisme elektronik (electronics journalism) ,termasuk didalamnya
media internet.

PERKEMBANGAN BARU – MEDIA BARU

Komunikasi menyangkut proses penyampaian pesan dalam bentuk simbol dan


perlambang yang dapat dipahami bersama oleh pemberi dan penerima pesan. Untuk
saluran penyampaian pesan , diperlukan media dalam bentuk komunikasi massa yang
disebut media massa. Media masa mengalami perkembangan mulai dari surat kabar,
radio, film,televisi, dan terakhir internet. Internet member ruang yang sangat luas
kepada pribadi dan komunitas social untuk berkomunikasi dan bertukar informasi
melalui blog atau jejaring social seperti facebook, twitter, dan lain-lain. Dewasa ini
muncul lagi TV penyiaran bergerak (TV mobile) yang menggunakan teknologi
unicast and broadcast MBMS (Multimedia Broadcast Multicast Service). Teknologi
ini memiliki jaringan dua arah, artinya orang dapat memesan jenis siaran yang ingin
dinikmati. Dengan menggunakan jaringan pita lebar / broadband, TV digital ini juga
disalurkan melalui jaringan protocol internet, sama menyaksikan TV biasa, tetapi di
komputer. https://katahindu.wordpress.com/2012/10/18/sejarah-perkembangan-
media/

Sejarah Media Pembelajaran

Wednesday, May 22, 2013 Media, Pengertian


Selama ini media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids).
Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek, dan
alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi belajar, serta
mempertinggi daya serap belajar siswa. Dengan masuknya pengaruh teknologi audio
pada pertengahan abad 20, alat visual untuk mengkonkretkan materi pelajaran
selanjutnya dilengkapi dengan audio sehingga dikenal menjadi alat audio-visual atau
audio visual aids (AVA).
Berbagai peralatan digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan kepada
siswa melalui penglihatan dan pendengaran dengan maksud menghindari verbalisme
yang masih mungkin terjadi, kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Pada
akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu
audio-visual, sehingga selain sebagai alat bantu, media juga berfungsi sebagai
penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu alat audio-visual bukan hanya
dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga sebagai alat penyalur pesan
atau media.

Sekitar tahun 1960-1965 (Sadiman dkk, 2005 : 8--11) siswa mulai


diperhatikan sebagai komponen yang penting dalam proses pembelajaran. Pada saat
itu teori tingkah laku (behaviorism theory) ajaran B.F. Skinner mulai mempengaruhi
penggunaaan media dalam kegiatan belajar-mengajar. Teori ini mendorong untuk
lebih memperhatikan siswa dalam proses belajar-mengajar. Menurut teori ini
mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku ini
ditanamkan pada diri siswa sehingga menjadi adat kebiasaan, untuk itu jika ada
perubahan tingkah laku positif ke arah yang dikehendaki, perlu diberikan penguatan
(reinforcement) berupa pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut telah benar.
Pada sekitar tahun 1965-1970 pendekatan sistem (system approach) mulai
menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran.
Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam
program pembelajaran. Setiap program pembelajaran perlu direncanakan secara
sitematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Program pengajaran
direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan pada
perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam
perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara yang digunakan telah ditentukan
dengan pertimbangan saksama.
Pada dasarnya guru dan para ahli audio-visual menyambut baik perubahan ini.
Guru mulai merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku siswa. Untuk
mencapai tujuan itu, mulai dipakai berbagai format media. Berdasarkan pengalaman,
keberhasilan siswa sangat berbeda jika digunakan satu jenis media, ada siswa yang
lebih senang menggunakan media audio, namun ada pula yang lebih menginginkan
media visual, maka itu digunakan berbagai macam media sesuai dengan minat siswa,
sehingga muncullah konsep penggunaan multi media dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan perkembangan media di atas ternyata arca (relief) sebagai salah
satu bentuk relief dapat dikatakan sebagai cikal bakalnya media pendidikan, hanya
saja sesuai perkembangan, relief sepertinya terkubur dan telah digantikan oleh media
pendidikan moderen yang muncul belakangan. Selain itu sudah selayaknya media
tidak lagi dipandang sebagai alat bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih
sebagai penyalur pesan dari pemberi pesan. Sebagai pembawa pesan media tidak
hanya digunakan oleh guru, tetapi yang lebih penting semestinya dapat digunakan
oleh siswa secara mandiri. Sebagai pembawa dan penyaji pesan, maka media dalam
hal tertentu dapat menggantikan peran guru untuk menyampaikan informasi secara
teliti dan menarik. Fungsi tersebut dapat diterapkan tanpa kehadiran guru secara fisik,
dengan demikian pandangan tentang guru sebagai satu-satunya sumber informasi
tidak berlaku lagi.
media pembelajaran

TUGAS MATA KULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

PERKEMBANGAN MEDIA
PEMBELAJARAN
DISUSUN OLEH :
KIKI PRATIWI 13187203017
EKONOMI 1/A

STIKIP PGRI TULUNGAGUNG


Pendidikan Ekonomi
2013

BAB 1
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Saat ini perkembangan teknologi dan dunia hiburan semakin canggih sehingga
anak-anak lebih suka bermain game ,internet,melihat tv film ,dll .Sehingga anak-anak
menjadi malas untuk mendengarkan pelajaran dari guru mereka ,jika hal ini
dibiarkan saja bisa jadi anak akan mendapatkan dampak negative dari kemajuan
teknologi itu sendiri .oleh karena itu guru di zaman sekarang dituntut untuk
menciptakan pembelajaran yang menarik sekaligus menghibur agar tidak kalah
dengan teknologi informasi dan dunia hiburan yang semakin canggih.
Sesuai dengan kemajuan Teknologi Pendidikan (Educational Technology),
maupun Teknologi Pembelajaran (Instructional Technology) menuntut digunakannya
berbagai media pembelajaran (instructional media) serta peralatan-peralatan yang
semakin canggih (sophisticated).
Dunia pendidikan dewasa memasuki era dunia media, di mana kegiatan
pembelajaran menuntut dikuranginya metode ceramah dan diganti dengan pemakaian
banyak media. Lebih-lebih pada kegiatan pembelajaran saat ini yang menekankan
pada keterampilan proses dan active learning, maka kiranya peranan media
pembelajaran, menjadi semakin penting.
1. TUJUAN
Untuk dapat mengetahui tentang media pembelajaran
2. Ruang lingkup materi :

A. Pengertian Media Pembelajaran


B. Sejarah Perkembagan Media Pembelajaran
C. Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran
D. Manfaat Penggunaan Media Pembelajaran
E. Macam-Macam Media Pembelajaran
F. Prinsip Pengembangan Media Pembelajaran
G. Perencanaan Media Pembelajaran
H. Media Pembejaran Saat Ini

BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian media pembelajarann


Media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari
bahasa latin medius, yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’
. Dalam kaitannya dengan pengajaran-pembelajaran, media adalah segala sesuatu
yang dapat menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga terjadi proses
belajar. Media dapat berupa sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware).
Istilah media mula-mula dikenal dengan alat peraga, kemudian dikenal dengan
istilah audio visual aids (alat bantu pandang/dengar). Selanjutnya disebut
instructional materials (materi pembelajaran), dan kini istilah yang lazim digunakan
dalam dunia pendidikan nasional adalah instructional media (media pendidikan atau
media pembelajaran). Dalam perkembangannya, sekarang muncul istilah e-Learning.
Huruf “e” merupakan singkatan dari “elektronik”. Artinya media pembelajaran
berupa alat elektronik, meliputi CD Multimedia Interaktif sebagai bahan ajar offline
dan Web sebagai bahan ajar online.

B. Sejarah Perkembangan Media


Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching
aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan
alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta
mempertinggi daya serap atau retensi belajar. Namun karena terlalu memusatkan
perhatian pada alat Bantu visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan
pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya
pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan
ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual atau
audio visual aids (AVA) .
Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat
bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau informasi belajar.
Pada tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen
yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah-laku
(behaviorism theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media
dalam pembelajaran. Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah tingkah-laku siswa.
Teori ini membantu dan mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah
tingkah-laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.
Pada tahun 1965-1970 , pendekatan system (system approach) mulai menampakkan
pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan
system ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses
pembelajaran Dari pengalaman guru sebelumnya, guru mulai belajar bahwa cara
belajar siswa itu berbeda-beda, sebagian ada yang lebih cepat belajar melalui media
visual, sebagian audio, media cetak, dan sebagainya. Sehingga dari sinilah lahir
konsep media pembelajaran.

C. Tujuan Penggunaan Media Pembelajaran

Penggunaan media pembelajaran sangat diperlukan dalam kaitannya dengan


peningkatan mutu pendidikan . Menurut Achsin (1986:17-18) menyatakan bahwa
tujuan penggunaan media pengajaran adalah
agar proses belajar mengajar yang sedang berlangsung dapat berjalan dengan tepat
guna dan berdaya guna,
untuk mempermudah bagi guru/pendidik daiam menyampaikan informasi materi
kepada anak didik,
untuk mempermudah bagi anak didik dalam menyerap atau menerima serta memahami
materi yang telah disampaikan oleh guru/pendidik,
untuk dapat mendorong keinginan anak didik untuk mengetahui lebih banyak dan
mendalam tentang materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik,
untuk menghindarkan salah pengertian atau salah paham antara anak didik yang satu
dengan yang lain terhadap materi atau pesan yang disampaikan oleh guru/pendidik

D. Manfaat penggunaan media pembelajaran


Pemilihan media pembelajaran yang tepat diharapkan dapat meningkatkan
kualitas proses belajar siswa, hal tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002: 2) tentang pemanfaatan media pengajaran
dalam proses belajar siswa, sebagai berikut:
Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar.
Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para
siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik.
Metode pengajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru harus mengajar untuk setiap jam pelajaran.

Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan

uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,


mendemonstrasikan, dan lain-lain.

E. Macam – Macam Media Pembelajaran


media menurut taksonomi Bretz dikelompokkan menjasi 8 kategori:
1) media audio visual gerak,
2) media audio visual diam,
3) media audio semi gerak,
4) media visual gerak,
5) media visual diam,
6) media semi gerak,
7) media audio, dan
8) media cetak
Arsyad (2002) mengklasifikasikan media atas empat kelompok:
1) media hasil teknologi cetak,
2) media hasil teknologi audio-visual,
3) media hasil teknologi berbasis komputer, dan
4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
Dari segi perkembangan teknologi
1)media tradisional
visual diam yang diproyeksikan, misal proyeksi opaque (tak tembus pandang),
proyeksi overhead, slides, dan filmstrips.
visual yang tidak diproyeksikan, misal gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram,
pemaran, papan info.
penyajian multimedia, misal slide plus suara (tape), multi-image.
visual dinamis yang diproyeksikan, misal film, televisi, video.
cetak, misal buku teks, modul, teks terprogram, workbook, majalah ilmiah/berkala,
lembaran lepas (hand-out).
permainan, misal teka-teki, simulasi, permainan papan.
realia, misal model, specimen (contoh), manipulatif (peta, boneka).
2)media teknologi mutakhir
media berbasis telekomunikasi, misal teleconference, kuliah jarak jauh.
media berbasis mikroprosesor, misal computer-assistted instruction, permainan
komputer, sistem tutor intelejen, interaktif, hypermedia, dan compact (video) disc.

F. Prinsip Pengembangan Media Pembelajaran


Menurut Mukminan untuk mengembangkan media pembelajaran perlu
diperhatikan prinsip VISUALS, yang dapat digambarkan sebagai singkatan dari kata-
kata:
Visible : Mudah dilihat
Interesting :Menarik
Simple : Sederhana
Useful : Isinya berguna/bermanfaat
Accurate :Benar (dapat dipertanggungjawabkan)
Legitimate : Masuk akal/sah
Structured : Terstruktur/tersusun dengan baik

G. Perencanaan Media Pembelajaran


1) Identifikasi kebutuhan dan karakteristik siswa
Sebuah perencanaan media didasarkan atas kebutuhan (need), Salah satu indikator
adanya kebutuhan yaitu kemampuan, keterampilan dan sikap siswa yang kita
inginkan agar dapat dikuasai siswa.
2) Perumusan Tujuan
Media pembelajaran harus dibuat sedemikian rupa sehingga akan membantu dan
memudahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3) Memilih, Merubah dan Merancang Media Pembelajaran
Untuk membuat media yang tepat bagi kegiatan pembelajaran biasanya akan meliputi
salah satu dari tiga kemungkinan yaitu 1. Memilih media pembelajaran yang sudah
tersedia, 2. Merubah media yang sudah ada, dan 3. Merancang pembuatan media
yang baru.
4) Perumusan Materi
Materi berkaitan dengan substansi isi pelajaran yang harus diberikan. Sebuah
program media di dalamnya haruslah berisi materi yang harus dikuasai siswa.
5) Pelibatan siswa
Situasi belajar yang paling efektif adalah situasi belajar yang memberikan
kesempatan siswa merespon dan terlibat dalam pembelajaran. Oleh karena itu siswa
harus dilibatkan semaksimal mungkin dalam pemanfaatan penggunaan media.
6) Evaluasi (Evaluation)
Tujuan evaluasi media pembelajaran adalah untuk memilih media pembelajaran yang
akan dipergunakan dikelas, untuk melihat prosedur penggunaan media, untuk
memeriksa apakah tujuan penggunaan media tersebut telah tercapai, menilai
kemampuan guru menggunakan media, memberikan informasi untuk kepentingan
administrasi, dan untuk memperbaiki media itu sendiri.

H. Media Pembelajaran Saat Ini


Dalam tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam
pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme. Menurut pandangan ini bahwa
pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa, tetapi
pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu sendiri. Guru bukanlah
satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi yang lebih
diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student centered).
Dalam kondisi seperti ini, guru atau pengajar lebih banyak berfungsi sebagai
fasilitator pembelajaran. Jadi, siswa atau pebelajar sebaiknya secara aktif berinteraksi
dengan sumber belajar, berupa lingkungan. Lingkungan yang dimaksud (menurut
Arsyad, 2002) adalah guru itu sendiri, siswa lain, kepala sekolah, petugas
perpustakaan, bahan atau materi ajar (berupa buku, modul, selebaran, majalah,
rekaman video, atau audio, dan yang sejenis), dan berbagai sumber belajar serta
fasilitas (OHP, perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan,
laboratorium, pusat-pusat sumber belajar, termasuk alam sekitar).
Perkembangan ilmu dan teknologi semakin mendorong usaha-usaha ke arah
pembaharuan dalam memanfaatkan hasil-hasil teknologi dalam pelaksanaan
pembelajaran. Dalam melaksanakan tugasnya, guru (pengajar) diharapkan dapat
menggunakan alat atau bahan pendukung proses pembelajaran, dari alat yang
sederhana sampai alat yang canggih (sesuai dengan perkembangan dan tuntutan
jaman). Bahkan mungkin lebih dari itu, guru diharapkan mampu mengembangkan
keterampilan membuat media pembelajarannya sendiri. Oleh karena itu, guru
(pengajar) harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media
pembelajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994):
(i) media sebagai alat komunikasi agar lebih mengefektifkan proses belajar mengajar;
(ii) fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan;
(iii) hubugan antara metode mengajar dengan media yang digunakan;
(iv) nilai atau manfaat media dalam pengajaran;
(v) pemilihan dan penggunaan media pembelajaran;
(vi) berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran; dan
(vii) usaha inovasi dalam pengadaan media pembelajaran.

media adalah bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari proses
pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.
BAB3
KESIMPULAN

Perkembagan ilmu teknologi yang semakin canggih guru(pengajar)


diharapkan mampu menguasai teknologi sebagai media pembelajaran dari alat yang
sederhana sampai alat yang canggih (sesuai dengan perkembangan dan tuntutan
jaman sehingga proses pembelajaran dapat terasa menyenangkan untuk murid-
muridnya .
Melihat perkembangan teknologi (yang tentunya memiliki dampak positif
dan negatif) saat ini, media pembelajaran yang tepat dapat membantu pendidik
(mengajar) dalam penyampaian keapada anak didik sehingga anaka didik dapat
mengetahui informasi secara kongkrit, dan memudahkan anak didik dalam proses
belajar, serta dapat memberikan motivasi yang lebih.
implus dan momentum

Jumlah pengunjung blog indri

14,262

Google+ Followers

Pengikut

Perkembangan media pembelajaran

Perkembangan Media Pembelajaran


Pada awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk
memperoleh pelajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu
kemudian bertambah dengan adanya buku. Pada masa itu kita mengenal tokoh
bernama Johan Amos Comenius yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis
buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah. Buku tersebut berjudul Orbis
Sensualium Pictus (Dunia Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657.
Penulisan buku itu dilandasi oleh suatu konsep dasar bahwa tidak ada sesuatu dalam
akal pikiran manusia, tanpa terlebih dahulu melalui penginderaan. Dari sinilah para
pendidik mulai menyadari perlunya sarana belajar yang dapat meberikan rangsangan
dan pengalaman belajar secara menyeluruh bagi siswa melalui semua indera,
terutama indera pandang – dengar.
Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching
aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan
alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta
mempertinggi daya serap atau retensi belajar. Namun karena terlalu memusatkan
perhatian pada alat bantu visual kurang memperhatikan aspek disain, pengembangan
pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya
pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan
ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual atau
audio visual aids (AVA) . Untuk memahami peranan media dalam proses
mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam
sebuah kerucut yang kemudian dinamakan Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Edgar
Dale cone of experience).
Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan
alat bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau informasi belajar.
Pada tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen
yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah-laku
(behaviorism theory) dari B.F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media
dalam pembelajaran. Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah tingkah-laku siswa.
Teori ini membantu dan mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah
tingkah-laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Pada tahun 1965-1970
pendekatan system (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam
kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan system ini mendorong
digunakannya media sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran. Setiap
program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan
perhatian pada siswa.

Perkembangan Media Pembelajaran

by BelajarKreatif · 0 comments

in Artikel

Pada awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk


memperoleh pelajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu
kemudian bertambah dengan adanya buku. Pada masa itu kita mengenal tokoh
bernama Johan Amos Comenius yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis
buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah. Buku tersebut berjudul Orbis
Sensualium Pictus (Dunia Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657.
Penulisan buku itu dilandasi oleh suatu konsep dashjhgar bahwa tak ada sesuatu
dalam akal pikiran manusia, tanpa terlebih dahulu melalui penginderaan.
Dari sinilah para pendidik mulai menyadari perlunya sarana belajar yang dapat
meberikan rangsangan dan pengalaman belajar secara menyeluruh bagi siswa melalui
semua indera, terutama indera pandang – dengar. Kalau kita amati lebih cermat lagi,
pada mulanya media pembelajaran hanyalah dianggap sebagai alat untuk membantu
guru dalam kegiatan mengajar (teaching aids). Alat bantu mengajar yang mula-mula
digunakan adalah alat bantu visual seperti gambar, model, grafis atau benda nyata
lain. Alat-alat bantu itu dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lebih konkrit,
memotivasi serta mempertinggi daya serap dan daya ingat siswa dalam belajar.
Sekitar pertengahan abad 20 usaha pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi dengan
peralatan audio, maka lahirlah peralatan audio visual pembelajaran. Usaha-usaha
untuk membentuk pembelajaran abstrak menjadi lebih konkrit terus dilakukan. Dalam
usaha itu, Edgar Dale membuat klasifikasi 11 tingkatan pengalaman belajar dari yang
paling konkrit sampai yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal
dengan nama ”Kerucut Penglaman” (Cone of Experience) dari Edgar Dale. Ketika
itu, para pendidik sangat terpikat dengan kerucut pengalaman itu, sehingga pendapat
Dale tersebut banyak dianut dalam pemilihan jenis media yang paling sesuai untuk
memberikan pengalaman belajar tertentu pada siswa. Pada akhir tahun 1950, teori
komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat audio visual. Dalam pandangan
teori komunikasi, alat audio visual berfungsi sebagai alat penyalur pesan dari sumber
pesan kepada penerima pesan. Begitupun dalam dunia pendidikan, alat audio visual
bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga berfungsi
sebagai penyalur pesan belajar. Sayangnya, waktu itu faktor siswa, yang merupakan
komponen utama dalam pembelajaran, belum mendapat perhatian khusus.
Baru pada tahun 1960-an, para ahli mulai memperhatikan siswa sebagai komponen
utama dalam pembelajaran. Pada saat itu teori Behaviorisme BF. Skinner mulai
mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini telah
mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa sebagai
hasil proses pembelajaran. Produk media pembelajaran yang terkenal sebagai hasil
teori ini adalah diciptakannya teaching machine (mesin pengajaran) dan Programmed
Instruction (pembelajaran terprogram). Pada tahun 1965-70, pendekatan sistem
(system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam dunia pendidikan dan
pengajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian
intregal dalam proses pembelajaran. Media, yang tidak lagi hanya dipandang sebagai
alat bantu guru, melainkan telah diberi wewenang untuk membawa pesan belajar,
hendaklah merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran. Media, yang tidak
lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru, melainkan telah diberi wewenang
untuk membawa pesan belajar, hendaklah merupakan bagian integral dari kegiatan
belajar mengajar.

Sumber://Artikel lengkap dapat dibaca di


http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/06/27/pengertian-fungsi-dan-peranan-
media-pembelajaran/
MEDIA PEMBELAJARAN

Media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari bahasa
latin medius, yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’
(Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990). Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai
perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media dapat berupa
sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware). Sedangkan menurut Gerlach &
Ely (dalam Arsyad, 2002), bahwa media jika dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian
ini, guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang
siswa merupakan media. Pengertian ini sejalan dengan batasan yang disampaikan
oleh Gagne (1985), yang menyatakan bahwa media merupakan berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
Banyak batasan tentang media, Association of Education and Communication
Technology (AECT) memberikan pengertian tentang media sebagai segala bentuk
dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi. Dalam hal ini
terkandung pengertian sebagai medium (Gagne, et al., 1988) atau mediator, yaitu
mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar -siswa
dan isi pelajaran. Sebagai mediator, dapat pula mencerminkan suatu pengertian
bahwa dalam setiap sistem pengajaran, mulai dari guru sampai kepada peralatan yang
paling canggih dapat disebut sebagai media. Heinich, et.al., (1993) memberikan
istilah medium, yang memiliki pengertian yang sejalan dengan batasan di atas yaitu
sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Dalam dunia pendidikan, sering kali istilah alat bantu atau media komunikasi
digunakan secara bergantian atau sebagai pengganti istilah media pendidikan
(pembelajaran). Seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (1994) bahwa dengan
penggunaan alat bantu berupa media komunikasi, hubungan komunikasi akan dapat
berjalan dengan lancar dan dengan hasil yang maksimal. Batasan media seperti ini
juga dikemukakan oleh Reiser dan Gagne (dalam Criticos, 1996; Gagne, et al., 1988),
yang secara implisit menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang
digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dalam pengertian ini,
buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera video, televisi, radio, film,
slide, foto, gambar, dan komputer adalah merupakan media pembelajaran. Menurut
National Education Association -NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), media adalah
bentuk-bentuk komunikasi baik yang tercetak maupun audio visual beserta
peralatannya.
Berdasarkan batasan-batasan mengenai media seperti tersebut di atas, maka dapat
dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut
software dan hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari
sumber belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses
belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
Posisi Media Pembelajaran
Bruner (1966) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus belajar, seperti:
enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial atau gambar), dan
symbolic (pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan serta
perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya interaksi antara pengalaman
baru dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya melalui proses belajar.
Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk memahami apa dan bagaimana mencangkok.
Dalam tingkatan pengalaman langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar
secara langsung mengerjakan atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua,
iconic, pemahaman tentang mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau
rekaman video. Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya
lewat membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat
orang mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam proses belajar mengajar sebaiknya
diusahakan agar terjadi variasi aktivitas yang melibatkan semua alat indera pebelajar.
Semakin banyak alat indera yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi
(isi pelajaran), semakin besar kemungkinan isi pelajaran tersebut dapat dimengerti
dan dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar pesan-pesan dalam materi yang
disajikan dapat diterima dengan mudah (atau pembelajaran berhasil dengan baik),
maka pengajar harus berupaya menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan
berbagai indera pebelajar. Pengertian stimulus dalam hal ini adalah suatu “perantara”
yang menjembatani antara penerima pesan (pebelajar) dan sumber pesan (pengajar)
agar terjadi komunikasi yang efektif.
Media pembelajaran merupakan suatu perantara seperti apa yang dimaksud pada
pernyataan di atas. Dalam kondisi ini, media yang digunakan memiliki posisi sebagai
alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru
(teaching aids). Misalnya alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk
menangkap, memproses, dan menyususn kembali informasi visual atau verbal.
Sebagai alat bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat memberikan pengalaman
kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa.
Sehingga alat bantu yang banyak dan sering digunakan adalah alat bantu visual,
seperti gambar, model, objek tertentu, dan alat-alat visual lainnya. Oleh karena
dianggap sebagai alat bantu, guru atau orang yang membuat media tersebut kurang
memperhatikan aspek disainnya, pengembangan pembelajarannya, dan evaluasinya.
Dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang, misalnya dalam teknologi
komunikasi dan informasi pada saat ini, media pembelajaran memiliki posisi sentral
dalam proses belajar dan bukan semata-mata sebagai alat bantu. Media pembelajaran
memainkan peran yang cukup penting untuk mewujudkan kegiatan belajar menjadi
lebih efektif dan efisien. Dalam posisi seperti ini, penggunaan media pembelajaran
dikaitkan dengan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media, yang mungkin tidak
mampu dilakukan oleh guru (atau guru melakukannya kurang efisien). Dengan
kehadiran media pembelajaran maka posisi guru bukan lagi sebagai satu-satunya
sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator. Bahkan pada saat ini media telah diyakini
memiliki posisi sebagai sumber belajar yang menyangkut keseluruhan lingkungan di
sekitar pebelajar.

Edukasi

Jadikan Teman | Kirim Pesan

Ketut Juliantara

I WANNA BE A LECTURER.. THAT IS MY DREAM... jika ada saran dan


kritik mengenai tulisan saya: silahkan kirim pesan ke: ikpj_biology@yahoo.com Jika
berkenan untuk menjadi sahabat saya, bisa add saya di fb dengan nama account 'Ketut
Juliantara' Terima Kasih ^_^

Media Pembelajaran: Arti, Posisi, Fungsi, Klasifikasi, dan


Karakteristiknya
OPINI | 18 December 2009 | 15:43 50083 5 Nihil
Dalam tahun-tahun belakangan ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam
pembelajaran ke arah paradigma konstruktivisme. Menurut pandangan ini bahwa
pengetahuan tidak begitu saja bisa ditransfer oleh guru ke pikiran siswa, tetapi
pengetahuan tersebut dikonstruksi di dalam pikiran siswa itu sendiri. Guru bukanlah
satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered), tetapi yang lebih
diharapkan adalah bahwa pembelajaran berpusat pada siswa (student centered).
Dalam kondisi seperti ini, guru atau pengajar lebih banyak berfungsi sebagai
fasilitator pembelajaran. Jadi, siswa atau pebelajar sebaiknya secara aktif berinteraksi
dengan sumber belajar, berupa lingkungan. Lingkungan yang dimaksud (menurut
Arsyad, 2002) adalah guru itu sendiri, siswa lain, kepala sekolah, petugas
perpustakaan, bahan atau materi ajar (berupa buku, modul, selebaran, majalah,
rekaman video, atau audio, dan yang sejenis), dan berbagai sumber belajar serta
fasilitas (OHP, perekam pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan,
laboratorium, pusat-pusat sumber belajar, termasuk alam sekitar).
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut di atas, maka proses belajar mengajar pada
hakikatnya adalah suatu proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (isi atau
materi ajar) dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan
(siswa/pebelajar atau mungkin juga guru). Penyampaian pesan ini bisa dilakukan
melalui simbul-simbul komunikasi berupa simbul-simbul verbal dan non-verbal atau
visual, yang selanjutya ditafsirkan oleh penerima pesan (Criticos, 1996). Adakalanya
proses penafsiran tersebut berhasil dan terkadang mengalami kegagalan. Kegagalan
ini bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya adanya hambatan psikologis
(yang menyangkut minat, sikap, kepercayaan, inteligensi, dan pengetahuan),
hambatan fisik berupa kelelahan, keterbatasan daya alat indera, dan kondisi kesehatan
penerima pesan. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah hambatan kultural (berupa
perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai panutan),
dan hambatan lingkungan yaitu hambatan yang ditimbulkan oleh situasi dan kondisi
keadaan sekitar (Sadiman, dkk., 1990).
Untuk mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang terjadi selama proses
penafsiran dan agar pembelajaran dapat berlangsung secara efektif, maka sedapat
mungkin dalam penyampaian pesan (isi/materi ajar) dibantu dengan menggunakan
media pembelajaran. Diharapkan dengan pemanfaatan sumber belajar berupa media
pembelajaran, proses komunikasi dalam kegiatan belajar mengajar berlangsung lebih
efektif (Gagne, 1985) dan efisien.
Perkembangan ilmu dan teknologi semakin mendorong usaha-usaha ke arah
pembaharuan dalam memanfaatkan hasil-hasil teknologi dalam pelaksanaan
pembelajaran. Dalam melaksanakan tugasnya, guru (pengajar) diharapkan dapat
menggunakan alat atau bahan pendukung proses pembelajaran, dari alat yang
sederhana sampai alat yang canggih (sesuai dengan perkembangan dan tuntutan
jaman). Bahkan mungkin lebih dari itu, guru diharapkan mampu mengembangkan
keterampilan membuat media pembelajarannya sendiri. Oleh karena itu, guru
(pengajar) harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media
pembelajaran, yang meliputi (Hamalik, 1994): (i) media sebagai alat komunikasi agar
lebih mengefektifkan proses belajar mengajar; (ii) fungsi media dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan; (iii) hubugan antara metode mengajar dengan media
yang digunakan; (iv) nilai atau manfaat media dalam pengajaran; (v) pemilihan dan
penggunaan media pembelajaran; (vi) berbagai jenis alat dan teknik media
pembelajaran; dan (vii) usaha inovasi dalam pengadaan media pembelajaran.

Berdasarkan deskripsi di atas, maka media adalah bagian yang sangat penting dan
tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan
pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, lebih jauh perlu dibahas tentang arti, posisi,
fungsi, klasifikasi, dan karakteristik beberapa jenis media, untuk mendapatkan
gambaran dan pemahaman sebelum menggunakan atau mungkin memproduksi media
pembelajaran.

ARTI, POSISI DAN FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN

Pengertian Media Pembelajaran


Media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal dari bahasa
latin medius, yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’
(Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990). Oleh karena itu, media dapat diartikan sebagai
perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Media dapat berupa
sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware). Sedangkan menurut Gerlach &
Ely (dalam Arsyad, 2002), bahwa media jika dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian
ini, guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang
siswa merupakan media. Pengertian ini sejalan dengan batasan yang disampaikan
oleh Gagne (1985), yang menyatakan bahwa media merupakan berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
Banyak batasan tentang media, Association of Education and Communication
Technology (AECT) memberikan pengertian tentang media sebagai segala bentuk
dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi. Dalam hal ini
terkandung pengertian sebagai medium (Gagne, et al., 1988) atau mediator, yaitu
mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar -siswa
dan isi pelajaran. Sebagai mediator, dapat pula mencerminkan suatu pengertian
bahwa dalam setiap sistem pengajaran, mulai dari guru sampai kepada peralatan yang
paling canggih dapat disebut sebagai media. Heinich, et.al., (1993) memberikan
istilah medium, yang memiliki pengertian yang sejalan dengan batasan di atas yaitu
sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima.
Dalam dunia pendidikan, sering kali istilah alat bantu atau media komunikasi
digunakan secara bergantian atau sebagai pengganti istilah media pendidikan
(pembelajaran). Seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (1994) bahwa dengan
penggunaan alat bantu berupa media komunikasi, hubungan komunikasi akan dapat
berjalan dengan lancar dan dengan hasil yang maksimal. Batasan media seperti ini
juga dikemukakan oleh Reiser dan Gagne (dalam Criticos, 1996; Gagne, et al., 1988),
yang secara implisit menyatakan bahwa media adalah segala alat fisik yang
digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dalam pengertian ini,
buku/modul, tape recorder, kaset, video recorder, camera video, televisi, radio, film,
slide, foto, gambar, dan komputer adalah merupakan media pembelajaran. Menurut
National Education Association -NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), media adalah
bentuk-bentuk komunikasi baik yang tercetak maupun audio visual beserta
peralatannya.
Berdasarkan batasan-batasan mengenai media seperti tersebut di atas, maka dapat
dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut
software dan hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari
sumber belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses
belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
Posisi Media Pembelajaran
Bruner (1966) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus belajar, seperti:
enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial atau gambar), dan
symbolic (pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan serta
perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya interaksi antara pengalaman
baru dengan pengalaman yang telah dialami sebelumnya melalui proses belajar.
Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk memahami apa dan bagaimana mencangkok.
Dalam tingkatan pengalaman langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar
secara langsung mengerjakan atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua,
iconic, pemahaman tentang mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau
rekaman video. Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya
lewat membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat
orang mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam proses belajar mengajar sebaiknya
diusahakan agar terjadi variasi aktivitas yang melibatkan semua alat indera pebelajar.
Semakin banyak alat indera yang terlibat untuk menerima dan mengolah informasi
(isi pelajaran), semakin besar kemungkinan isi pelajaran tersebut dapat dimengerti
dan dipertahankan dalam ingatan pebelajar. Jadi agar pesan-pesan dalam materi yang
disajikan dapat diterima dengan mudah (atau pembelajaran berhasil dengan baik),
maka pengajar harus berupaya menampilkan stimulus yang dapat diproses dengan
berbagai indera pebelajar. Pengertian stimulus dalam hal ini adalah suatu “perantara”
yang menjembatani antara penerima pesan (pebelajar) dan sumber pesan (pengajar)
agar terjadi komunikasi yang efektif.
Media pembelajaran merupakan suatu perantara seperti apa yang dimaksud pada
pernyataan di atas. Dalam kondisi ini, media yang digunakan memiliki posisi sebagai
alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru
(teaching aids). Misalnya alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk
menangkap, memproses, dan menyususn kembali informasi visual atau verbal.
Sebagai alat bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat memberikan pengalaman
kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa.
Sehingga alat bantu yang banyak dan sering digunakan adalah alat bantu visual,
seperti gambar, model, objek tertentu, dan alat-alat visual lainnya. Oleh karena
dianggap sebagai alat bantu, guru atau orang yang membuat media tersebut kurang
memperhatikan aspek disainnya, pengembangan pembelajarannya, dan evaluasinya.
Dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang, misalnya dalam teknologi
komunikasi dan informasi pada saat ini, media pembelajaran memiliki posisi sentral
dalam proses belajar dan bukan semata-mata sebagai alat bantu. Media pembelajaran
memainkan peran yang cukup penting untuk mewujudkan kegiatan belajar menjadi
lebih efektif dan efisien. Dalam posisi seperti ini, penggunaan media pembelajaran
dikaitkan dengan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media, yang mungkin tidak
mampu dilakukan oleh guru (atau guru melakukannya kurang efisien). Dengan
kehadiran media pembelajaran maka posisi guru bukan lagi sebagai satu-satunya
sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator. Bahkan pada saat ini media telah diyakini
memiliki posisi sebagai sumber belajar yang menyangkut keseluruhan lingkungan di
sekitar pebelajar.
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (kongkret)
berdasarkan kenyataan yang ada di lingkungan hidupnya, kemudian melalui benda-
benda tiruan, dan selanjutnya sampai kepada lambang-lambang verbal (abstrak).
Untuk kondisi seperti inilah kehadiran media pembelajaran sangat bermanfaat. Dalam
posisinya yang sedemikian rupa, media akan dapat merangsang keterlibatan beberapa
alat indera. Di samping itu, memberikan solusi untuk memecahkan persoalan
berdasarkan tingkat keabstrakan pengalaman yang dihadapi pebelajar. Kenyataan ini
didukung oleh landasan teori penggunaan media yang dikemukakan oleh Edgar Dale,
yaitu teori Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience) seperti Gambar 1
di bawah. Teori ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan
pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner.

Fungsi Media Pembelajaran


Efektivitas proses belajar mengajar (pembelajaran) sangat dipengaruhi oleh faktor
metode dan media pembelajaran yang digunakan. Keduanya saling berkaitan, di mana
pemilihan metode tertentu akan berpengaruh terhadap jenis media yang akan
digunakan. Dalam arti bahwa harus ada kesesuaian di antara keduanya untuk
mewujudkan tujuan pembelajaran. Walaupun ada hal-hal lain yang juga perlu
diperhatikan dalam pemilihan media, seperti: konteks pembelajaran, karakteristik
pebelajar, dan tugas atau respon yang diharapkan dari pebelajar (Arsyad, 2002).
Sedangkan menurut Criticos (1996), tujuan pembelajaran, hasil belajar, isi materi
ajar, rangkaian dan strategi pembelajaran adalah kriteria untuk seleksi dan produksi
media. Dengan demikian, penataan pembelajaran (iklim, kondisi, dan lingkungan
belajar) yang dilakukan oleh seorang pengajar dipengaruhi oleh peran media yang
digunakan.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat
baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan
berpengaruh secara psikologis kepada siswa (Hamalik, 1986). Selanjutnya
diungkapkan bahwa penggunaan media pengajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi (pesan dan isi pelajaran)
pada saat itu. Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan dapat membantu
peningkatan pemahaman siswa, penyajian data/informasi lebih menarik dan
terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Jadi dalam hal
ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar
mengajar.
Sadiman, dkk (1990) menyampaikan fungsi media (media pendidikan) secara umum,
adalah sebagai berikut: (i) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
visual; (ii) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misal objek yang
terlalu besar untuk dibawa ke kelas dapat diganti dengan gambar, slide, dsb.,
peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat film, video, fota atau
film bingkai; (iii) meningkatkan kegairahan belajar, memungkinkan siswa belajar
sendiri berdasarkan minat dan kemampuannya, dan mengatasi sikap pasif siswa; dan
(iv) memberikan rangsangan yang sama, dapat menyamakan pengalaman dan
persepsi siswa terhadap isi pelajaran.
Fungsi media, khususnya media visual juga dikemukakan oleh Levie dan Lentz,
seperti yang dikutip oleh Arsyad (2002) bahwa media tersebut memiliki empat fungsi
yaitu: fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Dalam
fungsi atensi, media visual dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk
berkonsentrasi kepada isi pelajaran. Fungsi afektif dari media visual dapat diamati
dari tingkat “kenikmatan” siswa ketika belajar (membaca) teks bergambar. Dalam hal
ini gambar atau simbul visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Berdasarkan
temuan-temuan penelitian diungkapkan bahwa fungsi kognitif media visual melalui
gambar atau lambang visual dapat mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran
untuk memahami dan mengingat pesan/informasi yang terkandung dalam gambar
atau lambang visual tersebut. Fungsi kompensatoris media pembelajaran adalah
memberikan konteks kepada siswa yang kemampuannya lemah dalam
mengorganisasikan dan mengingat kembali informasi dalam teks. Dengan kata lain
bahwa media pembelajaran ini berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah
dan lambat dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam
bentuk teks (disampaikan secara verbal).
Dengan menggunakan istilah media pengajaran, Sudjana dan Rivai (1992)
mengemukakan beberapa manfaat media dalam proses belajar siswa, yaitu: (i) dapat
menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih menarik
perhatian mereka; (ii) makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga
dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian
tujuan pengajaran; (iii) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata; dan (iv) siswa lebih banyak
melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan tetapi juga
mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan memerankan.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media pembelajaran yang dikemukakan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar
memiliki pengaruh yang besar terhadap alat-alat indera. Terhadap pemahaman isi
pelajaran, secara nalar dapat dikemukakan bahwa dengan penggunaan media akan
lebih menjamin terjadinya pemahaman yang lebih baik pada siswa. Pebelajar yang
belajar lewat mendengarkan saja akan berbeda tingkat pemahaman dan lamanya
“ingatan” bertahan, dibandingkan dengan pebelajar yang belajar lewat melihat atau
sekaligus mendengarkan dan melihat. Media pembelajaran juga mampu
membangkitkan dan membawa pebelajar ke dalam suasana rasa senang dan gembira,
di mana ada keterlibatan emosianal dan mental. Tentu hal ini berpengaruh terhadap
semangat mereka belajar dan kondisi pembelajaran yang lebih hidup, yang nantinya
bermuara kepada peningkatan pemahaman pebelajar terhadap materi ajar.

KLASIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN


Media pembelajaran merupakan komponen instruksional yang meliputi pesan, orang,
dan peralatan. Dengan masuknya berbagai pengaruh ke dalam dunia pendidikan
(misalnya teori/konsep baru dan teknologi), media pendidikan (pembelajaran) terus
mengalami perkembangan dan tampil dalam berbagai jenis dan format, dengan
masing-masing ciri dan kemampuannya sendiri. Dari sinilah kemudian timbul usaha-
usaha untuk melakukan klasifikasi atau pengelompokan media, yang mengarah
kepada pembuatan taksonomi media pendidikan/pembelajaran.
Usaha-usaha ke arah taksonomi media tersebut telah dilakukan oleh beberapa ahli.
Rudy Bretz, mengklasifikasikan media berdasarkan unsur pokoknya yaitu suara,
visual (berupa gambar, garis, dan simbol), dan gerak. Di samping itu juga, Bretz
membedakan antara media siar (telecommunication) dan media rekam (recording).
Dengan demikian, media menurut taksonomi Bretz dikelompokkan menjasi 8
kategori: 1) media audio visual gerak, 2) media audio visual diam, 3) media audio
semi gerak, 4) media visual gerak, 5) media visual diam, 6) media semi gerak, 7)
media audio, dan 8) media cetak.
Pengelompokan menurut tingkat kerumitan perangkat media, khususnya media
audio-visual, dilakukan oleh C.J Duncan, dengan menyususn suatu hirarki. Dari
hirarki yang digambarkan oleh Duncan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
semakin tinggi tingkat hirarki suatu media, semakin rendah satuan biayanya dan
semakin khusus sifat penggunaannya. Namun demikian, kemudahan dan keluwesan
penggunaannya semakin bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika suatu media berada
pada hirarki paling rendah. Schramm (dalam Sadiman, dkk., 1986) juga melakukan
pegelompokan media berdasarkan tingkat kerumitan dan besarnya biaya. Dalam hal
ini, menurut Schramm ada dua kelompok media yaitu big media (rumit dan mahal)
dan little media (sederhana dan murah). Lebih jauh lagi ahli ini menyebutkan ada
media massal, media kelompok, dan media individu, yang didasarkan atas daya liput
media.
Beberapa ahli yang lain seperti Gagne, Briggs, Edling, dan Allen, membuat
taksonomi media dengan pertimbangan yang lebih berfokus pada proses dan interaksi
dalam belajar, ketimbang sifat medianya sendiri. Gagne misalnya, mengelompokkan
media berdasarkan tingkatan hirarki belajar yang dikembangkannya. Menurutnya, ada
7 macam kelompok media seperti: benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan,
media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin belajar. Briggs
mengklasifikasikan media menjadi 13 jenis berdasarkan kesesuaian rangsangan yang
ditimbulkan media dengan karakteristik siswa. Ketiga belas jenis media tersebut
adalah: objek/benda nyata, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak,
pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film bingkai, film (16
mm), film rangkai, televisi, dan gambar (grafis).
Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun mengalami
perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan perkembangan
teknologi tersebut, Arsyad (2002) mengklasifikasikan media atas empat kelompok: 1)
media hasil teknologi cetak, 2) media hasil teknologi audio-visual, 3) media hasil
teknologi berbasis komputer, dan 4) media hasil gabungan teknologi cetak dan
komputer. Seels dan Glasgow (dalam Arsyad, 2002) membagi media ke dalam dua
kelompok besar, yaitu: media tradisional dan media teknologi mutakhir. Pilihan
media tradisional berupa media visual diam tak diproyeksikan dan yang
diproyeksikan, audio, penyajian multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan,
media cetak, permainan, dan media realia. Sedangkan pilihan media teknologi
mutakhir berupa media berbasis telekomunikasi (misal teleconference) dan media
berbasis mikroprosesor (misal: permainan komputer dan hypermedia).
Dari beberapa pengelompokkan media yang dikemukakan di atas, tampaknya bahwa
hingga saat ini belum terdapat suatu kesepakatan tentang klasifikasi (sistem
taksonomi) media yang baku. Dengan kata lain, belum ada taksonomi media yang
berlaku umum dan mencakup segala aspeknya, terutama untuk suatu sistem
instruksional (pembelajaran). Atau memang tidak akan pernah ada suatu sistem
klasifikasi atau pengelompokan yang sahih dan berlaku umum. Meskipun demikian,
apapun dan bagaimanapun cara yang ditempuh dalam mengklasifikasikan media,
semuanya itu memberikan informasi tentang spesifikasi media yang sangat perlu kita
ketahui. Pengelompokan media yang sudah ada pada saat ini dapat memperjelas
perbedaan tujuan penggunaan, fungsi dan kemampuannya, sehingga bisa dijadikan
pedoman dalam memilih media yang sesuai untuk suatu pembelajaran tertentu.
KARAKTERISTIK BEBERAPA JENIS MEDIA PEMBELAJARAN
Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik tertentu, yang dikaitkan atau dilihat
dari berbagai segi. Misalnya, Schramm melihat karakteristik media dari segi
ekonomisnya, lingkup sasaran yang dapat diliput, dan kemudahan kontrolnya oleh
pemakai (Sadiman, dkk., 1990). Karakteristik media juga dapat dilihat menurut
kemampuannya membangkitkan rangsangan seluruh alat indera. Dalam hal ini,
pengetahuan mengenai karakteristik media pembelajaran sangat penting artinya untuk
pengelompokan dan pemilihan media. Kemp, 1975, (dalam Sadiman, dkk., 1990)
juga mengemukakan bahwa karakteristik media merupakan dasar pemilihan media
yang disesuaikan dengan situasi belajar tertentu.
Gerlach dan Ely mengemukakan tiga karakteristik media berdasarkan petunjuk
penggunaan media pembelajaran untuk mengantisipasi kondisi pembelajaran di mana
guru tidak mampu atau kurang efektif dapat melakukannya. Ketiga karakteristik atau
ciri media pembelajaran tersebut (Arsyad, 2002) adalah: a) ciri fiksatif, yang
menggambarkan kemampuan media untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan
merekonstruksi suatu peristiwa atau obyek; b) ciri manipulatif, yaitu kamampuan
media untuk mentransformasi suatu obyek, kejadian atau proses dalam mengatasi
masalah ruang dan waktu. Sebagai contoh, misalnya proses larva menjadi kepompong
dan kemudian menjadi kupu-kupu dapat disajikan dengan waktu yang lebih singkat
(atau dipercepat dengan teknik time-lapse recording). Atau sebaliknya, suatu
kejadian/peristiwa dapat diperlambat penayangannya agar diperoleh urut-urutan yang
jelas dari kejadian/peristiwa tersebut; c) ciri distributif, yang menggambarkan
kemampuan media mentransportasikan obyek atau kejadian melalui ruang, dan secara
bersamaan kejadian itu disajikan kepada sejumlah besar siswa, di berbagai tempat,
dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian tersebut.
Berdasarkan uraian sebelumnya, ternyata bahwa karakteristik media, klasifikasi
media, dan pemilihan media merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam
penentuan strategi pembelajaran. Banyak ahli, seperti Bretz, Duncan, Briggs, Gagne,
Edling, Schramm, dan Kemp, telah melakukan pengelompokan atau membuat
taksonomi mengenai media pembelajaran. Dari sekian pengelompokan tersebut,
secara garis besar media pembelajaran dapat diklasifikasikan atas: media grafis,
media audio, media proyeksi diam (hanya menonjolkan visual saja dan disertai
rekaman audio), dan media permainan-simulasi. Arsyad (2002) mengklasifikasikan
media pembelajaran menjadi empat kelompok berdasarkan teknologi, yaitu: media
hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audio-visual, media hasil teknologi
berdasarkan komputer, dan media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
Masing-masing kelompok media tersebut memiliki karakteristik yang khas dan
berbeda satu dengan yang lainnya. Karakteristik dari masing-masing kelompok media
tersebut akan dibahas dalam uraian selanjutnya.
Media grafis. Pada prinsipnya semua jenis media dalam kelompok ini merupakan
penyampaian pesan lewat simbul-simbul visual dan melibatkan rangsangan indera
penglihatan. Karakteristik yang dimiliki adalah: bersifat kongkret, dapat mengatasi
batasan ruang dan waktu, dapat memperjelas suatu masalah dalam bidang masalah
apa saja dan pada tingkat usia berapa saja, murah harganya dan mudah mendapatkan
serta menggunakannya, terkadang memiliki ciri abstrak (pada jenis media diagram),
merupakan ringkasan visual suatu proses, terkadang menggunakan simbul-simbul
verbal (pada jenis media grafik), dan mengandung pesan yang bersifat interpretatif.
Media audio. Hakekat dari jenis-jenis media dalam kelompok ini adalah berupa
pesan yang disampaikan atau dituangkan kedalam simbul-simbul auditif (verbal
dan/atau non-verbal), yang melibatkan rangsangan indera pendengaran. Secara umum
media audio memiliki karakteristik atau ciri sebagai berikut: mampu mengatasi
keterbatasan ruang dan waktu (mudah dipindahkan dan jangkauannya luas),
pesan/program dapat direkam dan diputar kembali sesukanya, dapat mengembangkan
daya imajinasi dan merangsang partisipasi aktif pendengarnya, dapat mengatasi
masalah kekurangan guru, sifat komunikasinya hanya satu arah, sangat sesuai untuk
pengajaran musik dan bahasa, dan pesan/informasi atau program terikat dengan
jadwal siaran (pada jenis media radio).
Media proyeksi diam. Beberapa jenis media yang termasuk kelompok ini
memerlukan alat bantu (misal proyektor) dalam penyajiannya. Ada kalanya media ini
hanya disajikan dengan penampilan visual saja, atau disertai rekaman audio.
Karakteristik umum media ini adalah: pesan yang sama dapat disebarkan ke seluruh
siswa secara serentak, penyajiannya berada dalam kontrol guru, cara penyimpanannya
mudah (praktis), dapat mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan indera, menyajikan
obyek -obyek secara diam (pada media dengan penampilan visual saja), terkadang
dalam penyajiannya memerlukan ruangan gelap, lebih mahal dari kelompok media
grafis, sesuai untuk mengajarkan keterampilan tertentu, sesuai untuk belajar secara
berkelompok atau individual, praktis dipergunakan untuk semua ukuran ruangan
kelas, mampu menyajikan teori dan praktek secara terpadu, menggunakan teknik-
teknik warna, animasi, gerak lambat untuk menampilkan obyek/kejadian tertentu
(terutama pada jenis media film), dan media film lebih realistik, dapat diulang-ulang,
dihentikan, dsb., sesuai dengan kebutuhan.
Media permainan dan simulasi. Ada beberapa istilah lain untuk kelompok media
pembelajaran ini, misalnya simulasi dan permainan peran, atau permainan simulasi.
Meskipun berbeda-beda, semuanya dapat dikelompkkan ke dalam satu istilah yaitu
permainan (Sadiman, 1990). Ciri atau karakteristik dari media ini adalah: melibatkan
pebelajar secara aktif dalam proses belajar, peran pengajar tidak begitu kelihatan
tetapi yang menonjol adalah aktivitas interaksi antar pebelajar, dapat memberikan
umpan balik langsung, memungkinkan penerapan konsep-konsep atau peran-peran ke
dalam situasi nyata di masyarakat, memiliki sifat luwes karena dapat dipakai untuk
berbagai tujuan pembelajaran dengan mengubah alat dan persoalannya sedikit saja,
mampu meningkatkan kemampuan komunikatif pebelajar, mampu mengatasi
keterbatasan pebelajar yang sulit belajar dengan metode tradisional, dan dalam
penyajiannya mudah dibuat serta diperbanyak.
KESIMPULAN
Ada beberapa batasan atau pengertian tentang media pembelajaran yang disampaikan
oleh para ahli. Dari batasan-batasan tersebut, dapat dirangkum bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan hardware yang
dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber belajar ke pebelajar
(individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses belajar (di dalam/di luar kelas)
menjadi lebih efektif.
Dalam awal perkembangannya, media memiliki posisi sebagai alat bantu dalam
kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu mengajar bagi guru (teaching aids). Sebagai
alat bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat memberikan pengalaman
kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa.
Dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang, misalnya dalam teknologi
komunikasi dan informasi pada saat ini, media pembelajaran memiliki posisi sentral
dalam proses belajar dan bukan semata-mata sebagai alat bantu. Media adalah bagian
integral dari proses belajar mengajar. Dalam posisi seperti ini, penggunaan media
pembelajaran dikaitkan dengan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media, yang
mungkin tidak mampu dilakukan oleh guru (atau guru melakukannya kurang efisien).
Dengan kata lain, bahwa posisi guru sebagai fasilitator dan media memiliki posisi
sebagai sumber belajar yang menyangkut keseluruhan lingkungan di sekitar
pebelajar.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media pembelajaran yang dikemukakan oleh para
ahli, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar
memiliki pengaruh yang besar terhadap alat-alat indera. Penggunaan media akan
lebih menjamin terjadinya pemahaman dan retensi yang lebih baik terhadap isi
pelajaran. Media pembelajaran juga mampu membangkitkan dan membawa pebelajar
ke dalam suasana rasa senang dan gembira, di mana ada keterlibatan emosianal dan
mental. Tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat mereka belajar dan kondisi
pembelajaran yang lebih “hidup”, yang nantinya bermuara kepada peningkatan
pemahaman pebelajar terhadap materi ajar. Jadi, sasaran akhir penggunaan media
adalah untuk memudahkan belajar, bukan kemudahan mengajar (Degeng, 2001).
Usaha-usaha ke arah pembuatan sistem taksonomi media pembelajaran telah
dilakukan oleh para ahli dengan dasar pertimbangannya masing-masing. Duncan dan
Scrhamm mengelompokkan media berdasarkan kerumitan dan biayaya. Sedangkan
Gagne, Briggs, Edling, dan Allen, membuat taksonomi media dengan pertimbangan
yang lebih berfokus pada proses dan interaksi dalam belajar, ketimbang sifat
medianya sendiri. Rudy Bretz, mengklasifikasikan media berdasarkan unsur
pokoknya yaitu suara, visual, dan gerak. Klasifikasi berdasarkan pemanfaatan dan
perkembangan teknologi dilakukan oleh Arsyad dan Seels & Glasgow. Walaupun
demikian, belum ada taksonomi media yang baku, berlaku umum dan mencakup
segala aspeknya, terutama untuk suatu sistem instruksional (pembelajaran).
Pengelompokan media yang sudah ada pada saat ini dapat memperjelas perbedaan
tujuan penggunaan, fungsi dan kemampuannya, sehingga bisa dijadikan pedoman
dalam memilih media yang sesuai untuk suatu pembelajaran tertentu.
Setiap jenis media memiliki karakteristiknya yang khas, yang dikaitkan atau dilihat
dari berbagai segi (misalnya dari segi ekonomisnya, lingkup sasaran yang dapat
diliput, dan kemudahan kontrolnya oleh pemakai, menurut kemampuannya
membangkitkan rangsangan seluruh alat indera, dan petunjuk penggunaannya untuk
mengatasi kondisi pembelajaran). Secara umum media pembelajaran memiliki tiga
karakteristik atau ciri yaitu: a) ciri fiksatif, yang menggambarkan kemampuan media
untuk merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau
obyek; b) ciri manipulatif, yaitu kamampuan media untuk mentransformasi suatu
obyek, kejadian atau proses dalam mengatasi masalah ruang dan waktu.; c) ciri
distributif, yang menggambarkan kemampuan media mentransportasikan obyek atau
kejadian melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian itu disajikan kepada sejumlah
besar siswa, di berbagai tempat, dengan stimulus pengalaman yang relatif sama
mengenai kejadian tersebut.
Artikel ini milik dan karya: I Wayan Sukra Warpala

DAFTAR RUJUKAN

Anderson, R. H. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media Untuk Pembelajaran,


Alih bahasa oleh: Yusufhadi Miarso, dkk., edisi 1. Jakarta: Penerbit CV. Rajawali.

Arsyad, A. 2002. Media Pembelajaran, edisi 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Bruner, J. S. 1966. Toward a Theory of Instruction. Cambridge: Harvad University.

Criticos, C. 1996. Media selection. Plomp, T & Ely, D.P (Eds): International
Encyclopedia of Educational Technology, 2nd ed. UK: Cambridge University Press.
pp. 182 - 185.

Degeng, N. S. 2001. Media Pembelajaran. Dalam kumpulan makalah PEKERTI


(Pengembangan Keterampilan Instruntur) untuk Quatum Teaching. Karya tidak
diterbitkan.

Gagne, R. M. 1985. The Condition of Learning and Theory of Instruction, 4th ed. New
York: CBS College Publishing.

Gagne, R.M., Briggs, L.J & Wager, W.W. 1988. Principles of Instruction Design, 3rd
ed. New York: Saunders College Publishing.
Hamalik, O. 1994. Media Pendidikan, cetakan ke-7. Bandung: Penerbit PT. Citra
Aditya Bakti.

Heinich, R., Molenda, M., & Russel, J.D. 1993. Instructional Media and the New
Technologies of Instruction, 4th ed. New York: Macmillan Publishing Company.

Sadiman, A.S., Rahardjo, R., Haryono, A., & Rahadjito. 1990. Media Pendidikan:
pengertian, pengembangan dan pemanfaatannya, edisi 1. Jakarta: Penerbit CV.
Rajawali.

Sudjana, N. & Rivai, A. 1992. Media Pengajaran. Bandung: Penerbit CV. Sinar Baru
Badung.

Sejarah Perkembangan Media Pendidikan

Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan tentang apa itu pengertian media
pendidikan, jenis-jenis, fungsi, manfaat dan lain sebagainya, ada baiknya kita
mengetahui sejarah perkembangan media pendidikan itu sendiri di dunia.
Pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar (teaching
aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya model, objek dan
alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta
mempertinggi daya serap atau retensi belajar. Namun karena terlalu memusatkan
perhatian pada alat bantu visual kurang memperhatikan aspek desain, pengembangan
pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Jadi, dengan masuknya
pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual untuk mengkongkritkan
ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal dengan audio visual atau
audio visual aids (AVA).
Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan
ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari
verbalisme yang masih mengkin terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual
semata. Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman
belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian
dinamakan Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Edgar Dale cone of experience).
Kerucut pengalaman ini dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau
media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar secara mudah.
Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale itu memberikan gambaran
bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau
mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati, dan mendengarkan melalui
media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa. Semakin konkret siswa
mempelajari bahan pengajaran, contohnya melalui pengalaman langsung, maka
semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya semakin abstrak siswa
memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa verbal, maka
semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh siswa .
Edgar Dale memandang bahwa nilai media pembelajaran diklasifikasikan
berdasarkan nilai pengalaman. Menurutnya, pengalaman itu mempunyai dua belas
(12) tingkatan. Tingkatan yang paling tinggi adalah pengalaman yang paling konkret.
Sedangkan yang paling rendah adalah yang paling abstrak, diantaranya :
1. Direct Purposeful Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak langsung
dengan lingkungan, obyek, binatang, manusia, dan sebagainya, dengan cara
perbuatan langsung.
2. Contrived Experiences : Pengalaman yang diperoleh dari kontak melalui model,
benda tiruan, atau simulasi.
3. Dramatized Experiences : Pengalaman yang diperoleh melalui prmainan, sandiwara
boneka, permainan peran, drama soial.
4. Demonstration : Pengalaman yang idperoleh dari pertunjukan.
5. Study Trips : Pengalaman yang diperoleh melalui karya wisata.
6. Exhibition : Pengalaman yang diperoleh melalui pameran.
7. Educational Television : Pengalaman yang diperoleh melalui televisi pendidikan.
8. Motion Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar, film hidup, bioskop.
9. Still Pictures : Pengalaman yang diperoleh melalui gambar mati, slide, fotografi.
10. Radio and Recording : Pengalaman yang diperoleh melalui siaran radio atau rekaman
suara.
11. Visual Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui simbol yang dapat dilihat seperti
grafik, bagan, diagram.
12. Verbal Symbol : Pengalaman yang diperoleh melalui penuturan kata-kata.

Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai memengaruhi penggunaan alat
bantu audio visual, yang berguna sebagai penyalur pesan atau informasi belajar.
Pada tahun 1960-1965 orang-orang mulai memperhatikan siswa sebagai
komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah-
laku (behaviorism theory) dari B.F Skinner mulai memengaruhi penggunaan media
dalam pembelajaran. Dalam teorinya, mendidik adalah mengubah tingkah-laku siswa.
Teori ini membantu dan mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah
tingkah-laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.
Pada tahun 1965-1970 pendekatan sistem (system approach) mulai
menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran.
Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam
proses pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara
sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Ada dua ciri pendekatan sistem
pengajaran, yaitu sebagai berikut :
1. Pendekatan sistem pengajaran mengarah ke proses belajar mengajar. Proses belajar-
mengajar adalah suatu penataan yang memungkinkan guru dan siswa berinteraksi
satu sama lain.
2. Penggunaan metode khusus untk mendesain sistem pengajaran yang terdiri atas
prosedur sistemik perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan
proses belajar-mengajar.
Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik
siswa diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang
dicapai. Pada dasarnya pendidik dan ahli visual menyambut baik perubahan ini.
Sehingga untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mulai dipakai berbagai
format media. Dari pengalaman mereka, guru mulai belajar bahwa cara belajar siswa
itu berbeda-beda, sebagian ada yang lebih cepat belajar melalui media visual,
sebagian audio, media cetak, dan sebagainya. Sehingga dari sinilah lahir konsep
media pembelajaran.
Berdasarkan perkembangan media di atas sudah selayaknya media tidak lagi
dipandang sebagai alat bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai
penyalur pesan dari pemberi pesan. Sebagai pembawa pesan media tidak hanya
digunakan oleh guru, tetapi yang lebih penting semestinya dapat digunakan oleh
siswa secara mandiri. Sebagai pembawa dan penyaji pesan, maka media dalam hal
tertentu dapat menggantikan peran guru untuk menyampaikan informasi secara teliti
dan menarik. Fungsi tersebut dapat diterapkan tanpa kehadiran guru secara fisik,
dengan demikian pandangan tentang guru satu-satunya sumber informasi tidak
berlaku.

Source : https://assabbab.wordpress.com/2011/04/10/7/

Anda mungkin juga menyukai