Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN TUGAS INDIVIDU

PRAKTIK KLINIK KETERAMPILAN DASAR KEBIDANAN

LAPORAN TINDAKAN PADA PASIEN AN.A.P DENGAN DENGUE


HEMMORAGIC FEVER

DI RUANG MAWAR RSUD PASAR REBO JAKARTA TIMUR

Penulis :

Ririn Febriani (P3.73.24.3.15.069)

PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN

JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III

TAHUN 2016
LEMBAR PENGESAHAN

Judul: Laporan Tindakan Pada An.A.P dengan Dengue Hemmoragic Fever

Di Ruang Mawar RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur

Laporan Tindakan ini telah diperbaiki oleh penulis sesuai dengan masukan Pembimbing
Lahan Praktik dan Dosen Pembimbing Praktik untuk disetujui sebagai Laporan Tugas
Individu Praktik Klinik Keterampilan Dasar Kebidanan.

Jakarta, ............. Juni 2016


Mengetahui, Menyetujui,
Pembimbing Lahan Praktik Dosen Pembimbing Praktik Institusi
Clinical Instructure / Kepala Ruangan

dr. Endang Susilowati Wa Ode Hajrah,S.ST,M.Keb


NIP. ....................................... NIP. 19.............................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever) merupakan masalah


kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di daerah
perkotaan. DBD merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi,
yang ditemukan pertama kali pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, saat ini
dapat ditemukan di sebagian besar negara di Asia. Jumlah negara yang mengalami
wabah DBD telah meningkat empat kali lipat setelah tahun 1995. Sebagian besar
kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus DBD dapat mencapai lebih
dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun hingga kurang dari
1% (WHO,2008).

Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 30 tahun


terakhir. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 t e l a h mencapai 139.695 kasus, dengan
angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per 100,000 penduduk. Total kasus
meninggal adalah 1.395 kasus /Case Fatality Rate sebesar 1% (Depkes RI, 2008a).
Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200
kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD (Depkes RI, 2008b)

Pola penularan DBD dipengaruhi iklim dan kelembaban udara. Kelembaban udara
yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes aegypti bertahan lama.
Sehingga kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit mungkin akan berbeda-beda
dari satu tempat dengan tempat yang lain tergantung dari iklim dan kelembaban
udara. Di Jawa, umumnya kasus DBD merebak mulai awal Januari sampai
dengan April-Mei setiap tahun (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2006).

Pasien An. A.P di Ruang Mawar RSUD Pasar Rebo membutuhkan Asuhan
Kebidanan serta pengkajian untuk pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia antara lain
pengukuran tanda-tanda vital, pengukuran Hb dan Ht secara rutin, serta pemenuhan
nutrisi pada pasien DBD.

B. TUJUAN
Tujuan dari Asuhan Kebidanan ini adalah untuk mengkaji Kebutuhan Dasar Manusia
terhadap pasien An. A.p dengan Dengue Hemmoragic Fever di Ruang Mawar RSUD
Pasar Rebo.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Pengawasan khusus yang dilakukan pada pasien DBD menurut Depkes (2005) sesuai
tata laksana pasien DBD meliputi pengawasan terhadap hal dibawah ini.
1. Tingkat Kesadaran
Perubahan tingkat kesadaran pasien DBD menurut WHO (2009) adalah letargi
( keadaan kesadaran yang menurun seperti tidur lelap dapat dibangunkan
sebentar, tetapi segera tidur kembali), koma (keadaan pingsan yang lama
disertai penurunan daya reaksi), dan convulsion (kejang, serangkaian kontraksi
otot-otot rangka diluar kemauan)
2. Tanda-tanda Vital
Pengukuran tanda-tanda vital meliputi suhu tubuh, nadi, frekuensi nafas, dan
tekanan darah, suhu tubuh normal anak sekitar 370C.
Pengukuran suhu tubuh pada anak dilakukan dengan menggunakan termometer
aksila dengan waktu pengukuran selama 5-9 menit atau dengan termometer
digital (Muscari, 2001). Pada kondisi anak dengan DBD, demam yang muncul
dikenal denghan demam pelana kuda. Pada hari pertama terjadi demam tinggi
(suhu tubuh 39-40 C), kemudian demam mereda pada hari keempat, lalu
demam terjadi lagi saat hari ke lima. Bila dibuat grafik kurva demamnya
menyerupai pelana kuda (Nadesul, 2007).

Nadi pada anak usia 3 bulan sampai 3 tahun sekitar 80 sampai 150 kali/menit
dan nadi pada anak usia 4 tahun sekitar 80 sampai 120 kali/menit. Nadi pada
anak usia 6 tahun sekitar 75 sampai 115 kali/menit dan pada anak usia 8 sanpai
12 tahun sekitar 70 sampai 110 kali/menit. Pengukuran nadi dilakukan pada
arteri radialis dan pengukuran dilakukan selama satu menit penuh. Tingkatan
denyut nadi adalah 0 (tidak diraba), +1 (sulit untuk diraba, lemah, halus, mudah
lenyap dengan tekanan), +2 ( sulit untuk diraba, dapat lenyap dengan tekanan),
+3 (mudah diraba, tidak mudah hilang dengan tekanan/normal), +4 (kuat,
berdenyut, tidak hilang dengan tekanan)
(Muscari, 2001).

Frekuensi nafas pada anak usia 6 bulan-2 tahun sekitar 20-30 kali/menit,
frekuensi nafas anak usia 3-10 tahun sekitar 20-28 kali/menit, dan frekuensi
nafas anak usia 10-14 tahun sekitar 16-20 kali/menit. Pengukuran frekuensi
nafas dilakukan selama 1 menit penuh, dan perlu dicatat kedalaman saat anakl
bernafas (Muscari, 2001).

Tekanan darah anak usia toddler (usia 1-3 tahun) dan prasekolah (usia 3-6
tahun), sisitoliknya seklitar 80 – 100 mmHg dan diastioliknya sekitar 64 mmHg.
Tekanan darah anak usia sekolah ( usia 6-12 tahun), sistoliknya sekitar 94- 112
mmHg dan diastoliknya sekitar 56-60 mmHg.penggunaan ukuran manset yang
tepat mengacu pada kantong bagian dalam yang dapat dikembangkan. Ukuran
manset untuk anak-anak adalah panjang kantong 17-19 cm dan lebar 7,5-9 cm
(Wong, 2004).
3. Nyeri tekan pada epigastrium
Adanya nyeri pada saat penekanan epigastrium dapat disebabkan karena
adanya perdarahan di lambung (Depkes, 2005). Lokasi nyeri adalah di area
sepertiga antara uluhati dan pusar. Pada kondisi normal bila dilakukan palpasi
pada epigastrium tidak ada keluahan nyeri.
4. Pembesaran hati
Pembesaran hati lebih sering terjadi pada kasus DSS dibandingkan DBD tanpa
terjadi syok (WHO, 2009). Palpasi organ abdominal dilakukan dan hepar
biasanya berada diatas margin kostal bagian kanan pada anak muda dan
dewasa 9Fergusson, 2008). Pada kondisi normal, hati tidak dapat diraba.
Terjadi pembesaran hati bila hati teraba 3 cm dibawah margin kostal kanan
(Wong, 2004).
5. Tanda syok
Tanda-tanda syok yang harus diwaspadai adlah kulit terasa lembab dan dingin,
tekanan darah menurun, denyut nadi cepat dan lemah, anak mengeluh nyeri
perut yang hebat, anak mengalami perdarahan baik dari mulut,
hidungbmaupun anus. Anak berada dalam kondisi lemah dan mengalami
penurunan tingkat kesadaran. Anak juga terlihat gelisah, sianosis pada mulut,
hidung, dan jari-jari tangan ataupun kaki, capillary refill > 2 detik, dan anak
tidak buang air kecil selama 4-6 jam (Anggraeni, 2010).
6. Manifestasi perdarahan
Bentuk perdarahan yang dapat terjadi adlah melalui uji tourniquet yang positif,
petckie, purpura, ckimosis, perdarahan konjungtiva, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena, dan hematuri. Sekitar 70% penderita DBD
menunjukkan gejala bintik merah pada kulit (Satari & Meiliasari, 2004). Uji
tourniquet positif jika terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi
(2,5 cm x 2,5 cm) di llengan bawah bagian depan dekat lipat siku. Untuk
membedakan oetekie dengan bekas gigitan nyamuk, bila kulit di regangkan
dan bintik merah hilang berarti bukan petekie (Depkes, 2005). Epistaksis
merupakan perdarahan spontan utama yang terjadi dan perdarahan terjadi pada
pasien dengan trombositopenia berat (Kulkarni, et al, 2010)
7. Pemberian Cairan
Pemberian cairan disesuaikan dengan berat badan pasien. Kebutuhan cairan
menggunakan perhitungan: kebutuhan cairan untuk BB 1-10 kg adalah
100ml/kg, kebutuhan cairan untuk BB 11-20 kg adalah 1000 ml + 50 ml/kg
untuk setiap kg diatas 10 kg. Kebutuhan cairan untuk BB > 20 kg adalah 1500
ml + 20 ml/kg untuk setiap kg diatas 20 kg (Ball & Bindler,2003).
8. Pemeriksaan laboratoriun darah
Pemeriksaan darah dilakukan sesuai kebutuhan berdasarkan kondisi pasien.
Pemeriksaan darah yang utama pada pasien DBD adalah pemeriksaan darah
lengkap meliputi trombosit, hematokrit, leukosit dan hemoglobin. Jumlah
trombosit normal pada anak adalah 150.000-400.000 (Muscari, 2001). Jumlah
trombosit < 100.000 biasanya ditemukan pada hari ketiga sampai ketujuh
sakit. Pemeriksaan trombosit perlu di ulang sampai terbukti bahwa jumlah
trombosit dalam batas normal (Depkes, 2005).
Jumlah Ht normal pada anak adalah 35-45% (Muscari, 2001). Peningkatan
jiumlah Ht menggambarkan hemokonsentrasi yang merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan
hematokrit secar berkala (Nadsul, 2007).

Jumlah leukosit normal pada anak usia 1-3 tahun adalah 6000-17.500, usia 4-7
tahun adalah 5500-15.500, dan anak usia 8-13 tahun adalah 4500-13.500
(Muscari,2001). Pada serangan virus dengue leukosit menurun karena sumsum
tulang ditekan oleh reaksi imun akibat masuknya virus dengue ( Nadsul,
2007).

Uji serologi dengue Ig M dan Ig G untuk memastikan DBD sering dilakukan.


Pada infeksi primer atau infeksi pertama kali oleh virus dengue hasil
pemeriksaan serologi menunjukkan Ig M positif, biasanya terdeteksi pada hari
ketiga dan mencapain puncaknya pada hari kelima. Pada infeksi sekunder atau
infeksi kedua kali oleh virus dengue hasil pemeriksaan serologi menunjukkan
Ig M dan Ig G cenderung positif. Pemeriksaan serologi dengue Ig M dan Ig G
umumnya dilakuakn pada hari kelima demam (Satari & Meiliasari, 2004).

B. TERAPI INTRAVENA (INFUS)


1. Pengertian Terapi Intravena (Infus)

Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum, langsung
ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium,
kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat (Brunner &
Sudarth,2002).

Terapi intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui


sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh (Darmadi,2010).
Terapi intravena (IV) digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak
dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang
dirperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang
diperlukan untuk metabolisme dan memberikan medikasi (Perry & Potter, 2006).

2. Vena Tempat Pemasangan Infus

Menurut Perry & Potter (2006) vena-vena tempat pemasangan infus: Vena
Metakarpal, vena sefalika, vena basilica, vena sefalika mediana, vena basilika
mediana, vena antebrakial mediana.

3. Tipe-tipe Cairan Intravena

Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum


(konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam
serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas rendah keosmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada
pasien cuci darah
(dialysis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah
perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan
kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada
beberapa orang.Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati


serum (bagiancair dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas
(tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagiancair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien
yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah
terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya
pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer- Laktat (RL), dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,


sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh
darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin,
dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan
Hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-
Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin. (Perry &
Potter, 2006)

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan


kelompoknya:

a. Cairan Kristaloid : bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah


volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu
yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.
Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.

b. Cairan Koloid : ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga


tidak akan keluar dari membrane kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh
darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh
darah. Contohnya adalah albumin dan steroid (Perry & Potter, 2006).

4. Menentukan kecepatan cairan Intravena (Infus)

Pertama atur kecepatan tetesan pada tabung IV. Tabung makrodrip dapat
meneteskan 10 atau 15 tetes per 1 ml. Tabung mikrodrip meneteskan 60 tetes per
1 ml. Jumlah tetesan yang diperlukan untuk 1 ml disebut faktor tetes.

Atur jumlah mililiter cairan yang akan diberikan dengan jumlah total cairan
yang akan diberikan dengan jumlah jam infus yang berlangsung. Kemudian
kalikan hasil tersebut dengan faktor tetes. Untuk menentukan berapa banyak
tetesan yang
akan diberikan permenit, bagi dengan 60. Hitung jumlah tetesan permenit yang
akan diinfuskan. Jika kecepatan alirannya tidak tepat, sesuaikan dengan
kecepatan tetesan (Smeltzer & Bare, 2002).

5. Cara Pemilihan Daerah Insersi Pemasangan Infus

Menurut Perry&Potter (2006) banyak tempat bisa digunakan untuk terapi


intravena, tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di antara tempat-
tempat ini. Pertimbangan perawat dalam memilih vena adalah sebagai
berikut: Usia klien (usia dewasa biasanya menggunakan vena di lengan,
sedangkan infant biasanya menggunakan vena di kepala dan kaki), lamanya
pemasangan infus (terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk
memelihara vena), type larutan yang akan diberikan, kondisi vena klien,
kontraindikasi vena-vena tertentu yang tidak boleh dipungsi, aktivitas pasien
(misal bergerak, tidak bergerak, perubahan tingkat kesadaran, gelisah), terapi IV
sebelumnya (flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk
digunakan), tempat insersi/pungsi vena yang umum digunakan adalah tangan
dan lengan. Namun vena-vena superfisial di kaki dapat digunakan jika klien
dalam kondisi tidak memungkinkan dipasang di daerah tangan. Apabila
memungkinkan, semua klien sebaiknya menggunakan ekstremitas yang tidak
dominan

C. KASUS DENGUE HEMMORAGIC FEVER


1. Pengertian DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular
yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari
tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan
(petechia), ruam (purpura). Kadang- kadang mimisan, berak darah,
muntah darah, kesadaran menurun. Hal yang dianggap serius pada
demam berdarah dengue adalah jika muncul perdarahan dan tanda-tanda
syok/ renjatan (Mubin, 2009: 19).
Fever Dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali
ditandai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam, dan
leukopenia sebagai gejalanya. Demam berdarah dengue (Dengue
Haemoragick Frever/DHF) ditandai dengan empat gejala klinis utama:
demam tinggi/ suhu meningkat tiba-tiba, sakit kepala supra, nyeri otot
dan tulang belakang, sakit perut dan diare, mual muntah. Fenomena
e-USUhemoragi, sering dengan
Repository ©2004 hepatomegali
Universitas dan pada kasus berat disertai tanda 1
Sumatera Utara 0
– tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok yang
diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut Sindrom Syock
Dengue (DSS) dan sering menyebabkan fatal ( Mubin, 2009:19).

2. Cara Penularan

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk


Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit
mengisap darah orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau
tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang
yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber
penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam
darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita
tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut
terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan
memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk
termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap
darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang
lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh
nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang
telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang
hidupnya Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk
menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur
melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak
membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain (Sirega,2004)

3. Gejala
a. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Diagnosa DBD ditegakkan jika ada 2 kriteria klinis ditambah


dengan 2 kriteria laboratoris (Tabel 1). Kasus DBD yang menjadi
lebih berat, menjadi kasus Dengue Shock Syndrome (DSS)

e-USU Repository ©2004 Universitas 1


Sumatera Utara 1
Tabel 1. Kriteria Klinik dan Laboratoris DBD

Kriteria 1. Demam tinggi mendadak, terus


menerus selama 2-7 hari
Klinik
2. Terdapat manifestasi perdarahan
seperti torniquet positif, petechiae,
echimosis, purpura, perdarahan mukosa,
epistaksis, perdarahan gusi dan
hematemesis dan atau melena

3. Pembesaran hati

4. Syok ditandai dengan nadi lemah


dan cepat, tekanan nadi turun, tekanan
darah turun, kulit dingin dan lembab
terutama di ujung jari dan ujung
hidung, sianosis sekitar mulut dan
gelisah.

5. Trombositopenia (100.000ul atau


kurang)
6. Hemokonsentrasi,peningkatan
Kriteria hematokrit 20% atau lebih
laboratoris

7.
Menurut (Mubin, 2009) derajat penyakit DBD terbagi
empat derajat :
Ghgnn

1. Derajat 1

8.
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi
perdarahan (uji tourniquet positif)

2. Derajat II

Seperti derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan


perdarahan lain pada hidung (epistaksis)
9.
3. Derajat III

e-USU Repository ©2004 Universitas 1


Sumatera Utara 2
Ditemukan kegagalan sirkulasi dengan adanya nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mm/Hg) / hipotensi
disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah

4. Derajat IV

Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah


yang tidak dapat diukur, akral dingin dan akan mengalami syok.

b. Demam Dengue (DD)


Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut.
 Nyeri kepala
 Nyeri retro-orbital.
 Mialgia / artralgia.
 Ruam kulit.
 Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung-rumple
leed positif).
 Leukopenia.

Dan pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien


DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang
sama. (Suhendro, et.al., 2006).

c. Dengue Shock Syndrome (DSS).

Pada DSS, setelah demam berlangsung selama beberapa hari


keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat
atau setelah demam menurun, yaitu di antara hari sakit ke 3-7. Hal
ini dapat di terangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi
imunologis (the immunological enchancement hypothesis). Pada
sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit
teraba lembab dan dingin, sianosis di sekitar mulut, nadi menjadi cepat
dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam
fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat
sebelum syok. Fabie (1996) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat
seringkali mendahului pendarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah
retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberikan petunjuk
adanya pendarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi
selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lembut,
cepat, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun
menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai
e-USU 80Repository
mmHg atau lebih Universitas
©2004 rendah. Syok harus segera diobati apabila 1
Sumatera Utara 3
terlambat pasien dapat mengalami syok berat (profound shock), tekanan
darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok
yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolik,
hipoksia, pendarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis
buruk. Sebaliknya dengan pengobatan yang tepat segera terjadi masa
penyembuhan dengan cepat. Pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari.
Selera makan membaik merupakan petunjuk prognosis baik.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan


hemokonsentrasi. Jumlah trombosit < 100.000/µ l ditemukan di antara
hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti
adanya kebocoran plasma, terjadi pula pada kasus derajat ringan
walaupun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium lain
yang sering ditemukan ialah hipoproteinemia, hiponatremia, kadar
transaminase serum dan nitrogen darah meningkat. Pada beberapa
kasus ditemukan asidosis metabolik. Jumlah leukosit bervariasi antara
leukopenia dan leukositosis. Kadang- kadang ditemukan albuminuria
ringan yang bersifat sementara. (Sudarmo, et al, 2002)

4. Pengobatan DBD

Prinsip Penanganan

1. Masa krisis DBD adalah hari ke 3 sampai ke 5 demam


(umumnya). Oleh karena itu peranan anamnese yang cermat
sangat penting2.

2. Pemberian cairan yang optimal dengan menghitung initial


loading dose dan maintenance yang tepat. Untuk itu Berat
Badan harus ditimbang, dan anamnese Berat Badan sebelum
sakit (kalau ada).

3. Patokan secara umum, penderita dianggap mengalami dehidrasi


sedang, dengan taksiran kehilangan cairan 5- 8 % dari Berat
Badan3

4. Pemantauan keadaan klinis yang cermat dan pemantauan


laboratorium yang yang akurat dan tepat waktu.

e-USU Repository ©2004 Universitas 1


Sumatera Utara 4
Penatalaksanaan Penderita

1. Tirah baring

2. Diet makanan lunak, atau makanan biasa tanpa bahan perangsang.

3. Infus Ringer Lactate atau Ringer Acetate atau NaCl 0,9% dengan
tetesan 20 cc / Kg BB / Jam diguyur, atau secara praktis : 1
– 1,5 liter di guyur (cor), selanjutnya 5 cc / Kg BB / Jam atau
50 cc / Kg BB / 24 jam, atau secara praktis 40 tetes/menit,
sebagai kebutuhan cairan rumatan. Cairan oral sebanyak
mungkin. Larutan Oralit lebih baik.

4. Keadaan klinis di monitor : TD, Nadi, Pernafasan tiap 30 menit,


Suhu ( minimal 2 kali sehari, pagi dan sore dan dicatat pada
grafik suhu pada status), jumlah urine perjam (sebaiknya ≥ 50
cc/jam)

5. Obat-obat simtomatik hanya diberikan bila benar-benar


diperlukan, seperti parasetamol atau Xylomidon/Novalgin injeksi
bila suhu tubuh ≥ 38,50C dan Metoklopramide bila terjadi
muntah-muntah.

6. Bila TD sistolik menurun ≥ 20 mmHg, atau Nadi ≥ 110 x /


menit, atau tekanan nadi (TD sistol – TD diastol ≤ 20 mmHg),
atau jumlah urine ≤ 40 cc / jam, pertanda adanya kebocoran
plasma (plasma leakage) → tambahkan cairan infus guyur 5 cc /
KgBB / Jam sampai keadaan kembali stabil. Setelah Tekanan
darah dan nadi stabil, kembali ke tetesan rumatan

7. Monitor Laboratorium tergantung keadaan klinis. Bila terjadi


penurunan TD, peningkatan Nadi, atau penurunan volume urine
yang berlanjut, atau terjadi perdarahan masif, atau penurunan
kesadaran, perlu di periksa Hb, Ht, Trombosit. Penurunan
jumlah trombosit perlu dipantau secara laboratorium dan
kondisi klinis. Dan bila diperlukan periksa Haemorrhagic test.

8. Bila selama pemantauan lebih dari 12 jam, keadaan klinis


makin memberat atau respons pemberian cairan minimal, maka
penderita dinyatakan untuk dirujuk (bila dirawat di Puskesmas
atau klinik atau rumah sakit daerah) atau dilakukan tindakan
yang lebih intensif, kalau perlu di rawat di ICU.

9. Infus trombosit diberikan bila ada penurunan jumlah trombosit


yang menyolok disertai dengan tanda-tanda perdarahan masif.
e-USU Repository ©2004 Universitas 1
Sumatera Utara 5
Bila terjadi perdarahan yang masif dengan penurun kadar Hb dan
Ht, segera beri tansfusi Whole blood.

10. Bila keadaan syok masih belum teratasi dengan pemberian


cairan yang cukup sesuai perhitungan, tanda-tanda perdarahan
tidak nyata, dan pemantauan laboratorium tidak menunjukkan
perbaikan, maka pilihan kita adalah pemberian FFP (Fresh
Frozen Plasma) atau Plasma biasa.

11. Bila keadaa klinis stabil, pemeriksaan ulangan laboratorium


pada fase penyembuhan.

Pasien dikirim ke ruang rawat DBD/dirujuk bila selama


pemantauan didapati :

1. Terjadi perdarahan masif

2. Trombosit terus menurun sampai < 50.000/ mm3

3. Dengan pemberian cairan diatas, terjadi perburukan kondisi klinis.

4. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim,


seperti kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya.

e-USU Repository ©2004 Universitas 1


Sumatera Utara 6
BAB III

PERKEMBANGAN KASUS TINDAKAN

A. PENGKAJIAN HARI PERTAMA

Hari senin tanggal 30 mei 2016

a. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A.P
Umur : 10 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Dewa Ujung RT 15 RW 07 Kel. Ciracas

b. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama Saat Datang Ke Rumah Sakit
Pasien sudah mengalami demam selama 6 hari yaitu sejak hari rabu tanggal 25 mei
2016 dan pasien mengalami kesulitan tidur
2. Di Rawat Sejak
Pasien sudah di rawat sejak tanggal 29 mei 2016
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami Muntah-muntah
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
5. Gaya Hidup
a. Merokok : Tidak
b. Minum alkohol : Tidak
c. Narkoba : Tidak
d. Makan Junk Food atau makanan cepat saji : Tidak
6. Kebiasaaan
a. Pola Istirahat : Biasanya pasien tidur malam jam 21.00-05.00 WIB dan jarang tidur
siang
b. Pola Makan dan Nutrisi : Pasien makan 2-3 kali sehari dengan lauk pauk yang
cukup
c. Personal hygiene : Pasien mandi 2 kali sehari dan keramas 2-3 kali seminggu

e-USU Repository ©2004 Universitas 1


Sumatera Utara 7
c. DATA OBJEKTIF
Kesadaran : Compos Mentis
Kestabilan Emosi : Stabil
Tanda-tanda vital :
TD = 90/60 mmHg
Nadi = 92 x/menit
Pernafasan / Rr = 22 x/menit
Suhu = 37,2◦C
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb : 12,7
Ht : 37
Leukosit : 2,93
Trombosit : 38000

d. ASSESMENT
An. A.P usia 10 tahun dengan Dengue Hemmoragic Fever
Masalah : panas dansulit tidur malam hari
Kebutuhan : Penyuluhan tentang kebutuhan istirahat
Pemberian obat penurun panas

Diagnosa Potensial : Tidak ada

e. PLANNING
1. Melakukan pengukuran tanda-tanda vital
2. Melakukan penyuluhan tentang cara relaksasi menjelang tidur malam dan kebutuhan
istirahat
3. Memberikan cairan infus RF 30 tetes/menit selama 11 jam
4. Memberikan paracetamol
5. Melakukan pemeriksaan laboratorium darah secara rutin
6. Memberikan penkes tentang kebutuhan nutrisi

e-USU Repository ©2004 Universitas 1


Sumatera Utara 8
B. PENGKAJIAN HARI KEDUA

Hari selasa tanggal 31 mei 2016

a. DATA SUBJEKTIF

Pasien sudah mengalami panas hari ke 7 , pasien mau makan dan minum pasien sudah
BAB 1x dan BAK

b. DATA OBJEKTIF
Kesadaran : Compos Mentis
Kestabilan Emosi : Stabil
Tanda-tanda vital :
TD = 90/60 mmHg
Nadi = 87x/menit
Pernafasan / Rr = 24 x/menit
Suhu = 37,3◦C
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb : 13,9
Ht : 41
Leukosit : 3,97
Trombosit : 19000

c. ASSESMENT
An. A.P usia 10 tahun dengan Dengue Hemmoragic Fever
Masalah : panas
Kebutuhan : pemberian obat penurun panas

Diagnosa Potensial : Tidak ada

d. PLANNING
1. Melakukan pengukuran tanda-tanda vital
2. Memberikan cairan infus RA 5 cc/kg BB
3. Memberikan paracetamol
4. Penkes kebutuhan nutrisi

e-USU Repository ©2004 Universitas 1


Sumatera Utara 9
C. PENGKAJIAN HARI KETIGA

Hari rabu tanggal 1 juni 2016

e. DATA SUBJEKTIF

Pasien sudah mengalami panas hari ke 8, pasien sudah bisa tidur nyenyak

f. DATA OBJEKTIF
Kesadaran : Compos Mentis
Kestabilan Emosi : Stabil
Tanda-tanda vital :
TD = 100/70 mmHg
Nadi = 88x/menit
Pernafasan / Rr = 24 x/menit
Suhu = 36,8◦C
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb : 13,6
Ht : 410
Leukosit : 5,42
Trombosit : 34000

g. ASSESMENT
An. A.P usia 10 tahun dengan Dengue Hemmoragic Fever
Masalah : Panas hari ke 8
Kebutuhan : melanjutkan pemberian cairan infus

Diagnosa Potensial : Tidak ada

h. PLANNING
1. Melakukan pengukuran tanda-tanda vital
2. Memberikan cairan infus RA 30 tetes/menit dalam waktu 4 jam
3. Observasi terjadinya perdarahan

e-USU Repository ©2004 Universitas 2


Sumatera Utara 0
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pasien An. A.P setiap saat dilakukan pengecekan tanda-tanda vital dan dilakukan
pengambilan darah 1 kali sehari untuk memantau jumlah trombositnya serta diberikan
cairan infus RA untuk membantu memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya.

B. SARAN
Waspada jika pasien mengalami penurunan jumlah trombosit dan terjadi
perdarahan, harus segera dilakukan penanganan lebih lanjut.

e-USU Repository ©2004 Universitas 2


Sumatera Utara 1
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2009). Profil kesehatan Indonesia 2009. http:// www.depkes.go.id

https://id.wikipedia.org/wiki/Demam_berdarah_Dengue

e-USU Repository ©2004 Universitas 2


Sumatera Utara 2

Anda mungkin juga menyukai