Anda di halaman 1dari 9

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

BLOK SARAF DAN PERILAKU

KELOMPOK A2-8
Khainori Annisa 1102015114

Khairifa Adlina Razie 1102015115

Khalfia Khairin 1102015116

Khanza Isdiharana Keusuma 1102015117

Laras Oktaviani 1102015118


Larasati Yofi Putri 1102015119

Lufthi Fahreza 1102015120

Luthfi Mubarak 1102015121

M. Fikri Ridha 1102015122

Magma Sanggiri 1102015124

Mahek Monawar Patel 1102015125

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT OTONOM

Praktikum obat otonom ini dibagi atas dua bagian, yaitu praktikum obat otonom dengan
menggunakan hewan percobaan dan diskusi obat otonom dengan menggunakan kasus atau
skenario.

Tujuan :

1. Menjelaskan system saraf otonom


2. Menjelaskan efek farmakodinamik obat otonom
3. Menggolongkan obat otonom yang digunakan dalam praktikum ini ke dalam obat
kolinergik, antikolinergik, adrenergik, antiadrenergik.
4. Menjelaskan dasar kerja obat yang digunakan pada praktikum ini.

1. PERCOBAAN EFEK OBAT OTONOM PILOCARPIN TERHADAP MENCIT

Alat dan Bahan:

Hewan percobaan: Mencit jantan dengan BB 20 – 25 g dipasukan sebelum percobaan (6 jam)

Bahan Obat: - Atropin 1% (1mg/Kg BB) tetes mata

- Pilocarpin 0,02% (2 mg/Kg BB) s.c

Jalan percobaan:

Pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang di butuhkan kemudian disiapkan mencit yang
telah ditimbang, dimana berat mencit ialah 20-25 g. Kemudian dihitung Vp dari mencit dengan
berat 20-25 mg. Kemudian di suntukkan pilocarpin sebanyak 0.8 mL secara i.p lalu diamati
dalam rentan waktu 15, 30, 60 dan 90 menit. Apakah terdapat efek atau gejala yang timbul
pada hewan percobaan seperti terjadinya diare, lakrimasi, rhinorea, piloereksi, grooming,
salivasi, takikardi, vasodilatasi, bradikardi dan vasokontriksi. Dan dicatat hasilnya. (Vp = x ml
= 0,8 mL)

Hasil Observasi:

5 10 15 20 5 10 15 20

Efek Pilocarpin Atropin

Lacrimasi

Salivasi    

Rhinorea

Laboured breathing  \   
Pilo ereksi    

Urinasi  

defekasi  

Analisis dan diskusi:

Pada mencit yang diberi pilocarpin, terjadi laboured breathing karena pilocarpin menyebabkan
terjadinya spasme bronkus dan juga menyebabkan produksi lendir berlebihan sehingga terjadi
salivasi. Pilocarpin juga menyebabkan kapasitas kandung kemih berkurang, tekanan
pengosongan meningkat, dan peristalsis ureter bertambah yang menyebabkan terjadi urinasi
pada mencit yang diberikan pilocarpin. Pada saluran cerna, perangsangan vagus menyebabkan
aktivitas otot dan kelenjar saluran cerna meningkat, dimana saluran cerna itu sendiri
aktivitasnya akan meningkat sesuai dengan perangsangan saraf parasimpatis, dibuktikan
dengan adanya defekasi pada mencit yang diberikan pilocarpin.

Pada mencit yang diberi atropin tidak terjadi salivasi karena atropin mengurangi sekresi sekret
hidung, mulut, faring dan bronkus. Atropin juga merupakan bronkodilator sehingga tidak
terjadi laboured breathing. Atropin menyebabkan relaksasi otot detrusor dan konstriksi sfingter
urethra sehingga terjadi retensi urin dan menyebabkan tidak terjadinya urinasi pada mencit
yang diberi atropin. Atropin juga disebut sebagai antispasmodik karena dia bersifat
menghambat peristalsis lambung dan usus sehingga tidak terjadi defekasi pada mencit yang
diberikan atropin.

Kesimpulan:

Pilocarpin merupakan agonist muskarinik sedangkan atropin adalah antagonist muskarinik.


Hal tersebut menyebabkan efek yang di timbulkan pilocarpin dan atropin saling berlawanan.

2. REAKSI PUPIL MATA KELINCI TERHADAP OBAT OTONOM

Pupil merupakan organ yang baik dalam menunjukkan efek lokal dari suatu obat, karena obat
yang diteteskan dalam saccus conjungtivalis dapat memberi efek setempatb yang nyata tanpa
menunjukkan efek sistemik.

Bahan dan Obat

 Penggaris
 Lampu senter
 Larutan Pilokarpin 1%
 Larutan Atropin sulfat 1%

Cara Kerja :
Pilihlah seekor kelinci putih dan taruhlah di atas meja. Perlakukanlah hewan secara baik.
Periksalah hewan dalam keadaan penerangan yang cukup dan tetap. Perhatikan lebar pupil
sebelum dan sesudah dikenai sinar yang terang. Amati apakah refleks konsensual seperti yang
terjadi pada manusia juga terjadi pada kelinci. Ukur lebar pupil dengan penggaris milimeter.
Rangsanglah kelinci dan catatlah lebar pupil dalam keadaan eksitasi. Ambil pilokarpin 1% dan
teteskan pada bola mata kanan. Perhatikanlah pupil sesudah satu menit dan ulangi jika diamater
pupil belum berubah setelah 5 menit. Setelah terjadi miosis, sekarang tetskan larutan atropin
1% pada mata yang sama. Observasi pupil setiap satu menit dan ulangi penetasan setelah 5
menit jika perlu untuk menghasilkan midriasis. Lihatlah reaksi pupil tersebut terhadap sinar.

Hasil observasi :

Pilocarpin Atropin

Waktu Diameter pupil Waktu Diameter pupil

Sebelum penetesan 0,8 cm Sebelum penetesan 0,7 cm

3 menit 0,8 cm 3 menit 0,7 cm

6 menit 0,8 cm 6 menit 0,7 cm

9 menit 0,5 cm 9 menit 0,8 cm

12 menit 0,4 cm 12 menit 0,8 cm

15 menit 0,3 cm 15 menit 0,8 cm

Analisis dan diskusi :

Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi dari pupil mata).
Pilokarpin bekerja pada reseptor muskarinik (M3) yang terdapat pada otot spingter iris, yang
menyebabkan otot berkontraksi dan menyebabkan pupil mata mengalami miosis. Pembukaan
terhadap jala mata trabekular secara langsung meningkatkan tekanan pada cabang skleral. Aksi
ini memfasilitasi pengeluaran cairan pada kelopak mata sehingga menurunkan tekanan
intraokular (dalam mata).

Obat midriatikum adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil mata. Obat
midriatikum menggunakan tekanan pada efeknya dengan memblokade inervasi dari pupil
spingter dan otot siliari. Obat untuk midriatikum bisa dari golongan obat simpatomimetik dan
antimuskarinik. Atropine, adalah alkaloid derivat solanasid dari Atropa belladonna yaitu suatu
ester organik asam tropik dan tropin. Atropin merupakan antimuskarinik pertama yang
digunakan sebagai obat, Atropin sangat potensial sebagai obat midriatikum-siklopegia dengan
panjang waktu kerja lebih dari dua minggu.

Kesimpulan :

Pemberian pilokarpin menyebabkan miosis pada pupil kelinci, hal ini menyebabkan pupil tidak
bisa bermiosis lagi meski telah disinari dengan cahaya. Begitu juga sebaliknya, penetesan
atropin menyebabkan pupil kelinci mengalami midriasis yang memungkinkan pupil kelinci
berdilatasi lebih besar dari normal.

Kesimpulannya adalah bahwa kedua obat tersebut dapat merusak mekanisme otot konstriktor
dan dilatator pupil, sehingga tidak bisa berfungsi dengan baik.

Pertanyaan :

1. Apa yang dimaksud dengan refleks konsensual ?


Refleks konsensual disebut juga refleks cahaya tidak langsung adalah mengecilnya pupil
(miosis) pada mata yang tidak disinari cahaya. Jika pupil yang satu disinari maka secara
serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.

2. Jelaskan sistim saraf yang dipengaruhi oleh pilokarpin dan atropin ?


Parasimpatomimetik (kolinergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek menyerupai
efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf parasimpatis. Contohnya: pilokarpin.
Parasimpatolitik (antikolonergik), merupakan obat-obatan yang memiliki efek yang
menghambat efek saraf parasimpatis. Contohnya : atropin.

3. Jelaskan efek lokal pilokarpin dan atropin pada pupil dan mekanisme kerjanya ?
Efek lokal pilokarpin : Efeknya sangat luas diberbagai organ. Reseptor muskarinik di
sistem saraf perifer terdapat di organ efektor otonomik, dan disana efeknya dikenal sebagai
efek muskarinik. Perangsangan reseptor muskarinik di ganglion dan di medula adrenal akan
memodulasi efek perangsangan nikotinik.
Mekanisme kerja pilokarpin : kerjanya selalu singkat karena segera dihancurkan oleh
asetilkolinesterase atau butirilkolinesterase. Tidak dapat diberikan per oral, karena
dihidrolisis oleh lambung. Reseptor muskarinik juga terdapat di ganglion dan di medula
adrenal, di sel tertentu seperti endotel dan di SSP.
Efek lokal atropin : (1)untuk mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya
antispasmodik,(2) penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum, (3) memperoleh efek
sentral misalnya untuk mengobati penyakit parkinson, (4) bronkodilatasi dan (5)
memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
Mekanisme kerja atropin : selektif menghambat reseptor muskarinik, pada dosis sangat
besar atropin memperlihatkan efek penghambatan juga di gangglion otonom dan otot
rangka yang reseptornya nikotinik.
4. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi pilokarpin dan atropin ?

Atropin
Indikasi : Meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan
spasme otot polos (antispasmodic); mydriasis dan cyclopedia pada mata; premedikasi
untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang bertambah pada intubasi dan
anestesia inhalasi; mengembalikan bradikardi yang berlebihan; bersama dengan
neostigmin untuk mengembalikan penghambatan non-depolarising neuromuscular,
antidote untuk keracunan organophosphor ; cardiopulmonary resucitation.
Kontraindikasi : Antimuscarinic kontraindikasi pada angle-closure glaucoma ( glaukoma
sudut sempit), myasthenia gravis ( tetapi dapat digunakan untuk menurunkan efek samping
muskarinik dari antikolinesterase), paralytic ileus, pyloric stenosis, pembesaran prostat.

Pilokarpin
Indikasi : Atonia saluran cerna, dan atonia kandung kemih. Pengobatan glaukoma
kronik, glaukoma sudut tertutup akut dan kronik.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap pilokarpin atau komponen lain dalam sediaan;
inflamasi akut pada ruang anterior mata, kondisi konstriksi pupil seperti iritis akut, anterior
evetis dan glaukoma sekunder tertutup. Asma bronkial, hipertiroid, insufisiensi koroner,
dan ulkus peptikum.

KASUS I

Seorang gadis 12 tahun datang ke dokter dengan radang tenggorakan dan demam. Dokter
mendiagnosa sebagai faringitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolytic
group A. Ia diberikan injeksi penisilin. Sekitar 5 menit kemudian, ditemukan kondisi
respiratory distress dan adanya wheezing, kulit dingin, takikardi, tekanan darah turun
sampai 70/20 mmHg. Dokter kemudian mendiagnosa sebagai reaksi anafilaktik terhadap
penisilin lalu memberikan injeksi epinefrin SC.

Pertanyaan :

1. Jelaskan efek pemberian epinefrin pada kasus di atas ?

 Mengurangi Spasme Bronkus – b2

 Untuk terapi asma bronkhial akut (sekarang digunakan b2 stimulan).

 Mengurangi Hipersensitivitas – b2

 Merangsang b2 di membran sel mast sehingga release histamin dihambat (membran


stabilizer).
 Meningkatkan frekuensi denyut jantung.

 Meningkatkan tekanan darah

2. Bagaimana mekanisme kerja epinefrin ?

Epinefrin disekresikan di bawah pengendalian sistem persarafan simpatis. Dapat meningkat


dalan keadaan dimana individu tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Pengeluaran yang
bertambah akan meningkatkan tekanan darah untuk melawan shok yang disebabkan oleh
situasi darurat.
Reseptor adrenergik:
Alfa1:
Meningkatkatkan kontraksi jantung. Vasokontriksi: meningkatkan tekanan darah. Midriasis:
dilatasi pupil mata. Kelenjar saliva: pengurangan sekresi
Alfa2:
Menghambat pelepasan norepineprin. Dilatasi pembuluh darah (hipotensi)
Beta1:
Meningkatkan denyut jantung. Menguatkan kontraksi
Beta2:
Dilatasi bronkiolus. Relaksasi peristaltik GI dan uterus
Sekresi hormon ini terjadi dengan meningkatan kerja sistem pernafasan yang mengakibatkan
paru-paru bekerja ekstra untuk mengambil oksigen lebih banyak hingga meningkatkan juga
peredaran darah di seluruh bagian tubuh mulai dari otot-otot hingga ke otak, dan peningkatan
tersebut disebutkan beberapa riset bisa naik mencapai 300% melebihi batas normal. Akibatnya,
bukan jantung saja yang dapat terasa berdebar, namun keseluruhan sistem tubuh termasuk
pengeluaran keringat juga akan meningkat dengan cepat. Aliran darah di kulit akan berkurang
untuk dialihkan ke organ lain yang lebih penting sehingga orang-orang yang menghadapi stress
biasanya gampang berkeringat, dimana dalam pengertian awam sering disebut keringat dingin.
Sekresi ini menaikkan konsentrasi gula darah dengan menaikkan kecepatan glikogenolisis di
dalam liver. Rangsangan sekresi epinefrin bisa berupa stres fisik atau emosional yang bersifat
neurogenik.
Faktor yang berfungsi mengatur sekresi epinefrin, antara lain :
a. Faktor Saraf : Bagian medula mendapat pelayanan dari saraf otonom. Oleh karena itu
sekresinya diatur oleh saraf otonom
b. Faktor kimia: Susunan bahan kimia atau hormon lain dalam aliran darah mempengaruhi
sekresi hormon tertentu.
c. Komponen non hormonal :
Epinefrin segera dilepaskan di dalam tubuh saat terjadi respon terkejut atau waspada. Saat
tubuh mengalami ketegangan yang parah, hipotalamus mengirimkan perintah ke kelenjar
pituitari agar melepaskan ACTH (hormon adrenokortikotropis). Di sisi lain, ACTH
merangsang korteks adrenal, mendorong pembuatan kortikosteroid. Kortikosteroid ini
memastikan produksi glukosa dari molekul-molekul seperti protein, yang tak mengandung
karbohidrat. Akibatnya, tubuh menerima tenaga tambahan dan tekanan pun berkurang.
Cairan ini mengirimkan lebih banyak gula dan darah ke otak, membuat orang lebih
siaga. Tekanan darah dan detak jantungnya meningkat, membuatnya lebih waspada. Ini
hanyalah beberapa perubahan yang dihasilkan epinefrin pada tubuh seseorang.
Saat ada bahaya, reseptor di dalam tubuh ditekan, dan otak mengirimkan perintah secepat kilat
ke kelenjar adrenal. Sel-sel di bagian dalam kelenjar adrenal lalu beralih ke keadaan siaga dan
melepaskan hormon epinefrin untuk menghadapi keadaan darurat. Molekul-molekul epinefrin
bercampur dengan darah dan menyebar ke seluruh bagian tubuh.

3. Apa sebabnya epinefrin merupakan obat terpilih untuk reaksi anafilaktif ?

Epinefrin + Reseptor beta, bekerja dengan sangat cepat sebagai bronkodilator sehingga syok
anaphilaktik dan reaksi hipersensitivitas akut lainnya dapat diatasi. Penggunaan epinefrin dapat
menaikan tekanan darah dan mempertahankan sirkulasi koroner dan serebral sampai dapat
mengembalikan sirkulasi darah,sehingga vasodilatasi akibat anestesi lokal yang menyebabkan
tekanan darah menurun dapat segera diatasi dengan efek vasokonstriktor ini.
Epinefrin sebagai Anti Histamin. Epinefrin + Reseptor beta2 merelaksasi otot polos bronkus
(bronkodilator),efek ini jelas bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena histamin,disini
epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Berdasarkan sifatnya ini,epinefrin juga
digunakan pada pasien dengan serangan asma bronkial.
Epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast,melalui reseptor
beta2.serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor alpha1.
Epinefrin menghambat kerja histamin pada otot polos usus dan bronkus dengan efek
bronkodilatasinya.
Epinefrin + Reseptor alpha dapat mengubah respon vasodilatasi akibat histamin dengan
autakoid lainnya menjadi vasokonstriksi,sehingga dapat menghambat permeabilitas kapiler
dan edema.

4. Terangkan apa yang terjadi bila epinefrin diberikan pada syok hipovolemik ?

Epinefrin dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan
kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam
waktu pendek. laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

 FKUI, Bagian Farmakologi. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta.


 Deglin, Vallerand. 2005. Pedoman Obat untuk Perawat. Jakarta: EGC.
 Olson James. 2003. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta:EGC.
 Djamhuri, Agus, Dr. 1990. Sinopsis Farmakologi dengan Terapan Khusus di Klinik
dan Perawatan. Jakarta:Hipokrates.

Anda mungkin juga menyukai