Laporan Praktikum Farmakologi A28
Laporan Praktikum Farmakologi A28
KELOMPOK A2-8
Khainori Annisa 1102015114
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
PENUNTUN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT OTONOM
Praktikum obat otonom ini dibagi atas dua bagian, yaitu praktikum obat otonom dengan
menggunakan hewan percobaan dan diskusi obat otonom dengan menggunakan kasus atau
skenario.
Tujuan :
Jalan percobaan:
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang di butuhkan kemudian disiapkan mencit yang
telah ditimbang, dimana berat mencit ialah 20-25 g. Kemudian dihitung Vp dari mencit dengan
berat 20-25 mg. Kemudian di suntukkan pilocarpin sebanyak 0.8 mL secara i.p lalu diamati
dalam rentan waktu 15, 30, 60 dan 90 menit. Apakah terdapat efek atau gejala yang timbul
pada hewan percobaan seperti terjadinya diare, lakrimasi, rhinorea, piloereksi, grooming,
salivasi, takikardi, vasodilatasi, bradikardi dan vasokontriksi. Dan dicatat hasilnya. (Vp = x ml
= 0,8 mL)
Hasil Observasi:
5 10 15 20 5 10 15 20
Lacrimasi
Salivasi
Rhinorea
Laboured breathing \
Pilo ereksi
Urinasi
defekasi
Pada mencit yang diberi pilocarpin, terjadi laboured breathing karena pilocarpin menyebabkan
terjadinya spasme bronkus dan juga menyebabkan produksi lendir berlebihan sehingga terjadi
salivasi. Pilocarpin juga menyebabkan kapasitas kandung kemih berkurang, tekanan
pengosongan meningkat, dan peristalsis ureter bertambah yang menyebabkan terjadi urinasi
pada mencit yang diberikan pilocarpin. Pada saluran cerna, perangsangan vagus menyebabkan
aktivitas otot dan kelenjar saluran cerna meningkat, dimana saluran cerna itu sendiri
aktivitasnya akan meningkat sesuai dengan perangsangan saraf parasimpatis, dibuktikan
dengan adanya defekasi pada mencit yang diberikan pilocarpin.
Pada mencit yang diberi atropin tidak terjadi salivasi karena atropin mengurangi sekresi sekret
hidung, mulut, faring dan bronkus. Atropin juga merupakan bronkodilator sehingga tidak
terjadi laboured breathing. Atropin menyebabkan relaksasi otot detrusor dan konstriksi sfingter
urethra sehingga terjadi retensi urin dan menyebabkan tidak terjadinya urinasi pada mencit
yang diberi atropin. Atropin juga disebut sebagai antispasmodik karena dia bersifat
menghambat peristalsis lambung dan usus sehingga tidak terjadi defekasi pada mencit yang
diberikan atropin.
Kesimpulan:
Pupil merupakan organ yang baik dalam menunjukkan efek lokal dari suatu obat, karena obat
yang diteteskan dalam saccus conjungtivalis dapat memberi efek setempatb yang nyata tanpa
menunjukkan efek sistemik.
Penggaris
Lampu senter
Larutan Pilokarpin 1%
Larutan Atropin sulfat 1%
Cara Kerja :
Pilihlah seekor kelinci putih dan taruhlah di atas meja. Perlakukanlah hewan secara baik.
Periksalah hewan dalam keadaan penerangan yang cukup dan tetap. Perhatikan lebar pupil
sebelum dan sesudah dikenai sinar yang terang. Amati apakah refleks konsensual seperti yang
terjadi pada manusia juga terjadi pada kelinci. Ukur lebar pupil dengan penggaris milimeter.
Rangsanglah kelinci dan catatlah lebar pupil dalam keadaan eksitasi. Ambil pilokarpin 1% dan
teteskan pada bola mata kanan. Perhatikanlah pupil sesudah satu menit dan ulangi jika diamater
pupil belum berubah setelah 5 menit. Setelah terjadi miosis, sekarang tetskan larutan atropin
1% pada mata yang sama. Observasi pupil setiap satu menit dan ulangi penetasan setelah 5
menit jika perlu untuk menghasilkan midriasis. Lihatlah reaksi pupil tersebut terhadap sinar.
Hasil observasi :
Pilocarpin Atropin
Obat miotikum adalah obat yang menyebabkan miosis (konstriksi dari pupil mata).
Pilokarpin bekerja pada reseptor muskarinik (M3) yang terdapat pada otot spingter iris, yang
menyebabkan otot berkontraksi dan menyebabkan pupil mata mengalami miosis. Pembukaan
terhadap jala mata trabekular secara langsung meningkatkan tekanan pada cabang skleral. Aksi
ini memfasilitasi pengeluaran cairan pada kelopak mata sehingga menurunkan tekanan
intraokular (dalam mata).
Obat midriatikum adalah obat yang digunakan untuk membesarkan pupil mata. Obat
midriatikum menggunakan tekanan pada efeknya dengan memblokade inervasi dari pupil
spingter dan otot siliari. Obat untuk midriatikum bisa dari golongan obat simpatomimetik dan
antimuskarinik. Atropine, adalah alkaloid derivat solanasid dari Atropa belladonna yaitu suatu
ester organik asam tropik dan tropin. Atropin merupakan antimuskarinik pertama yang
digunakan sebagai obat, Atropin sangat potensial sebagai obat midriatikum-siklopegia dengan
panjang waktu kerja lebih dari dua minggu.
Kesimpulan :
Pemberian pilokarpin menyebabkan miosis pada pupil kelinci, hal ini menyebabkan pupil tidak
bisa bermiosis lagi meski telah disinari dengan cahaya. Begitu juga sebaliknya, penetesan
atropin menyebabkan pupil kelinci mengalami midriasis yang memungkinkan pupil kelinci
berdilatasi lebih besar dari normal.
Kesimpulannya adalah bahwa kedua obat tersebut dapat merusak mekanisme otot konstriktor
dan dilatator pupil, sehingga tidak bisa berfungsi dengan baik.
Pertanyaan :
3. Jelaskan efek lokal pilokarpin dan atropin pada pupil dan mekanisme kerjanya ?
Efek lokal pilokarpin : Efeknya sangat luas diberbagai organ. Reseptor muskarinik di
sistem saraf perifer terdapat di organ efektor otonomik, dan disana efeknya dikenal sebagai
efek muskarinik. Perangsangan reseptor muskarinik di ganglion dan di medula adrenal akan
memodulasi efek perangsangan nikotinik.
Mekanisme kerja pilokarpin : kerjanya selalu singkat karena segera dihancurkan oleh
asetilkolinesterase atau butirilkolinesterase. Tidak dapat diberikan per oral, karena
dihidrolisis oleh lambung. Reseptor muskarinik juga terdapat di ganglion dan di medula
adrenal, di sel tertentu seperti endotel dan di SSP.
Efek lokal atropin : (1)untuk mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya
antispasmodik,(2) penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum, (3) memperoleh efek
sentral misalnya untuk mengobati penyakit parkinson, (4) bronkodilatasi dan (5)
memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
Mekanisme kerja atropin : selektif menghambat reseptor muskarinik, pada dosis sangat
besar atropin memperlihatkan efek penghambatan juga di gangglion otonom dan otot
rangka yang reseptornya nikotinik.
4. Jelaskan indikasi dan kontraindikasi pilokarpin dan atropin ?
Atropin
Indikasi : Meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan
spasme otot polos (antispasmodic); mydriasis dan cyclopedia pada mata; premedikasi
untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang bertambah pada intubasi dan
anestesia inhalasi; mengembalikan bradikardi yang berlebihan; bersama dengan
neostigmin untuk mengembalikan penghambatan non-depolarising neuromuscular,
antidote untuk keracunan organophosphor ; cardiopulmonary resucitation.
Kontraindikasi : Antimuscarinic kontraindikasi pada angle-closure glaucoma ( glaukoma
sudut sempit), myasthenia gravis ( tetapi dapat digunakan untuk menurunkan efek samping
muskarinik dari antikolinesterase), paralytic ileus, pyloric stenosis, pembesaran prostat.
Pilokarpin
Indikasi : Atonia saluran cerna, dan atonia kandung kemih. Pengobatan glaukoma
kronik, glaukoma sudut tertutup akut dan kronik.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap pilokarpin atau komponen lain dalam sediaan;
inflamasi akut pada ruang anterior mata, kondisi konstriksi pupil seperti iritis akut, anterior
evetis dan glaukoma sekunder tertutup. Asma bronkial, hipertiroid, insufisiensi koroner,
dan ulkus peptikum.
KASUS I
Seorang gadis 12 tahun datang ke dokter dengan radang tenggorakan dan demam. Dokter
mendiagnosa sebagai faringitis akut yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolytic
group A. Ia diberikan injeksi penisilin. Sekitar 5 menit kemudian, ditemukan kondisi
respiratory distress dan adanya wheezing, kulit dingin, takikardi, tekanan darah turun
sampai 70/20 mmHg. Dokter kemudian mendiagnosa sebagai reaksi anafilaktik terhadap
penisilin lalu memberikan injeksi epinefrin SC.
Pertanyaan :
Mengurangi Hipersensitivitas – b2
Epinefrin + Reseptor beta, bekerja dengan sangat cepat sebagai bronkodilator sehingga syok
anaphilaktik dan reaksi hipersensitivitas akut lainnya dapat diatasi. Penggunaan epinefrin dapat
menaikan tekanan darah dan mempertahankan sirkulasi koroner dan serebral sampai dapat
mengembalikan sirkulasi darah,sehingga vasodilatasi akibat anestesi lokal yang menyebabkan
tekanan darah menurun dapat segera diatasi dengan efek vasokonstriktor ini.
Epinefrin sebagai Anti Histamin. Epinefrin + Reseptor beta2 merelaksasi otot polos bronkus
(bronkodilator),efek ini jelas bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena histamin,disini
epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Berdasarkan sifatnya ini,epinefrin juga
digunakan pada pasien dengan serangan asma bronkial.
Epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast,melalui reseptor
beta2.serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui reseptor alpha1.
Epinefrin menghambat kerja histamin pada otot polos usus dan bronkus dengan efek
bronkodilatasinya.
Epinefrin + Reseptor alpha dapat mengubah respon vasodilatasi akibat histamin dengan
autakoid lainnya menjadi vasokonstriksi,sehingga dapat menghambat permeabilitas kapiler
dan edema.
4. Terangkan apa yang terjadi bila epinefrin diberikan pada syok hipovolemik ?
Epinefrin dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan
kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan berakhir dalam
waktu pendek. laju dan kekuatan denyut jantung meningkat sehingga tekanan darah meningkat.
DAFTAR PUSTAKA