BAB I .................................................................................................................................. 2
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 2
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
PENUTUP ........................................................................................................................ 12
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah jaminan sosial muncul pertama kali di Amerika Serikat dalam The
Social Security Act tahun 1935 untuk mengatasi masalah- masalah pengangguran,
manula, orang-orang sakit dan anak-anak akibat depresi ekonomi. Meskipun
penyelenggaraan jaminan sosial di negara-negara maju belakangan ini mengalami
perubahan, pada dasamya penyelenggaraan jaminan sosial di sana pada
hakekatnya dipahami sebagai bentuk nyata perlindungan negara terhadap
rakyatnya.1
Jaminan sosial (social security) merupakan bagian dari konsep perlindungan
sosial (social protection), dimana perlindungan sosial sifatnya lebih luas.
Perbedaan keduanya adalah bahwa jaminan sosial memberikan perlindungan
sosial bagi individu dengan dana yang diperoleh dari iuran berkala, sedangkan
perlindungan sosial biasanya melibatkan banyak pihak dalam memberikan
perlindungan baik kepada individu, keluarga atau komunitas dari berbagai risiko
kehidupan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti krisis ekonomi, atau
bencana alam.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat BAPPENAS yang telah mengadakan
Kajian awal Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan dalam kajian
tersebut dikemukakan pendapat bahwa jaminan sosial mencakup dua hal yaitu (a)
Asuransi Sosial (social insurance) dan (b) Bantuan Sosial (Social Assistance).2
Asuransi sosial mempunyai konsep sebagaimana asuransi pada umumnya, dimana
pembayaran premi menjadi tanggungan bersama antara pemberi kerja (yaitu
pemerintah atau pengusaha) dan pekerja (Pegawai Negeri Sipil (PNS),
1
Mudiyono, Jaminan Sosial di Indonesia: Relevansi Pendekatan Informal, Jurnaillmu Sosial dan
llmu Politik, Volume 6, Nomor I, Juli 2002, hal. 68.
2
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Sistim Perlindungan dan Jaminan
Sosial (Suatu Kajian awal), 2002.
3
ABRI/POLRI atau pegawai swasta) oleh karena adanya hubungan kerja. Menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, definisi Asuransi Sosial
adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat 3 yaitu suatu mekanisme
pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota
keluarganya. Sedangkan bantuan sosial, berupa “bantuan” dalam berbagai bentuk,
uang, jasa maupun barang dengan tujuan sosial.
Pengertian yang lain dikemukakan oleh Agusmindah, bahwa jaminan sosial
adalah bentuk perlindungan bagi pekerja/buruh yang berkaitan dengan
penghasilan berupa materi, guna memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam
hal terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan yang menyebabkan seseorang tidak
dapat bekerja, ini diistilahkan juga sebagai perlindungan ekonomis. 3 Pengertian
ini mencerminkan konsep asuransi sosial yang ditujukan bagi pekerja di sektor
formal dengan rumus yang telah ditentukan yaitu berdasarkan partisipasi pekerja
dan majikan yang menyetorkan porsi iuran secara berkala yang
penyelenggaraannya dilakukan oleh PT JAMSOSTEK.
Ahli lain yang mempertahankan konsep asuransi sosial sebagai dasar teknik
jaminan sosial adalah Vladimir Rys, yang mengatakan bahwa jaminan sosial
adalah seluruh rangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk
melindungi mereka dan keluarga mereka dari segala akibat yang muncul karena
gangguan yang tidak terhindarkan, atau karena berkurangnya penghasilan yang
mereka butuhkan untuk mempertahankan taraf hidup yang layak.4
Pendapat Rys sejalan dengan berkembangnya pemikiran Tentang cara-cara
menghadapi risiko ketidakstabilan penghasilan manakala seseorang mengalami
kecelakaan, sakit ataupun ketika seseorang tidak lagi mempunyai kemampuan
fisik karena usia tua atau cacat phisik (risiko fisiologis) dan juga ketika seseorang
tidak bekerja (risiko sosial), padahal mereka harus tetap mempertahankan
kehidupan keluarganya. Untuk mengantisipasi risiko-risiko dimaksud, maka
diperlukan dana sehingga perlu diciptakan sumber keuangan, harus ada
3
Agusmindah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika & Kajian Teori, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2010, hal.xi.
4
Rys, Vladimir, Merumuskan Ulang Jaminan Sosial, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011, hal. 23.
4
pihak/lembaga yang melakukan pengelolaan dana tersebut serta perlu dirumuskan
program-program yang sesuai dengan setiap risiko sehingga dapat mewujudkan
cita-cita melindungi setiap warga negara untuk mendapatkan taraf hidup yang
layak. Tentang hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam sesi Pengelolaan Jaminan
Sosial Nasional.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dimana Pasal 1 angka 1 mendefinisikan bahwa Jaminan Sosial adalah
salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. dan Pasal 1 ayat 2
mendefisinikan Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara
jaminan sosial. Selanjutnya, Subianto menjelaskan bahwa SJSN adalah sistem
pemberian jaminan kesejahteraan berlaku kepada semua warganegara dan sifatnya
adalah dasar (Basic).5
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, Jaminan Sosial mempunyai pengertian yang universal, sehingga
jika disimak lebih dalam, maka Jaminan Sosial merupakan suatu perlindungan
bagi seluruh rakyat dalam bentuk santunan baik berupa uang sebagai pengganti
sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang maupun pelayanan sebagai
akibat peristiwa atau keadaan yang diakibatkan oleh risiko-risiko sosial berupa
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia melalui
mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib.6
Menurut ILO bahwa jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh
masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan-tekanan
ekonomi dan sosial bahwa jika tidak diadakan system jaminan sosial akan
menimbulkan hilangnya sebagia pendapatan akibat sakit, persalinan, kecelakaan
kerja, sementara tidak bekerja, cacat, hari tua dan kematian dini, perawatan medis
termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang membutuhkan.
5
Achmad Subianto, Sistem Jaminan Sosial Nasional, hal: 277, Gibon Books, Jakarta, 2010
6
Tim Internal SJSN PT Jamsostek (Persero), Kerangka Jaminan Sosial, “Menuju Implementasi
SJSN yang Ideal”.
5
Jaminan sosial (social security) dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian
uang dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko tidak
memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit,
menganggur, kehamilan, masa tua, dan kematian. Spicker (1995) dan MHLW
(1999)7 ,
Jaminan sosial mempunyai beberapa aspek yaitu:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan
hidup minimal bagi tenaga kerja serta keluarganya.
2. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan
kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan,
sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.
3. Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya
perlindungan terhadap resiko ekonomi maupun sosial.
4. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya
ketenangan kerja akan berdampak meningkatkan produktifitas
kerja.
5. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya
mendukung kemandirian dan harga manusia dalam menerima
dan menghadapi resiko sosial ekonomi.
7
Llihat, Spicker, Paul (1995), Social Policy: Themes and Approaches, London: Prentice-Hall dan
MHLW (Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan) (1999), Tokyo: MHLW.
8
Pasal 34 ayat (2) UUD 1945
6
Dalam rangka pembangunan nasional Indonesia, pembangunan
ketenagakerjaan haruslah melindungi hak-hak dasar dari pekerja/buruh sehingga
pada saat yang sama dapat terwujudnya kondisi yang kondusif bagi dunia usaha.
Pekerja/buruh adalah sebuah subsistem yang merupakan motor penggerak dari
sebuah sistem berjalannya sebuah perusahaan. Oleh sebab itu sering kali kita
menjumpai adagium yang berbunyi “pekerja/buruh adalah tulang punggung
perusahaan”. Adagium ini tampaknya biasa saja, sepertinya tidak bermakna, tetapi
kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan kebenarannya.9
9
pasal 34 ayat (2) UUD 1945
10
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, 2009
7
2) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Jamsostek
diselenggarakan oleh PT (Persero) Jamsostek, meliputi 4 (empat) program
dan kepada perusahaan yang mempekerjakan paling sedikit 10 orang
pekerja/buruh atau perusahaan yang membayar upah paling sedikit satu
juta rupiah perbulan, mempunyai kewajiban untuk mengikutsertakan para
pekerja/buruhnya ke dalam Program Jamsostek. Program dimaksud
meliputi :
1. Jaminan Kecelakaan Kerja
2. biaya pengangkutan
3. biaya pemeriksaan
4. pengobatan, dan/atau perawatan
5. biaya rehabilitasi
6. santunan berupa uang yang meliputi santunan sementara tidak
mampu bekerja,
7. santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya
8. santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun
mental
9. ]santunan kematian,
10. Jaminan Kematian
11. biaya pemakaman
12. santunan berupa uang
13. Jaminan Hari Tua
Dibayarkan secara sekaligus, atau berkala, atau sebagian dan berkala, kepada
tenaga kerja karena telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau cacat
total tetap setelah ditetapkan oleh dokter.
Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, Jaminan Hari Tua dibayarkan
kepada janda atau duda atau anak yatim piatu dan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan, hak ini adalah untuk tenaga kerja, suami atau isteri, dan anaknya,
meliputi rawat jalan tingkat pertama, rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap,
pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, penunjang diagnostic,
8
pelayanan khusus dan pelayanan gawat darurat. Perlindungan hukum terhadap
pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh
konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 “Tiap-
tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”, dan Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwa“ Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan”. Pelanggaran terhadap hak
dasar yang dilindungi konstitusi merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
2. Hak Pengusaha
Dan oleh Sebab itu Maka dapat di simpulkan Pengusaha tidak harus
menjalankan Program Jamsostek bagi karyawan nya ketika dia belum mempunyai
karyawan sebanyak 10 orang atau Lebih.
9
b. Pasal 126 (1) : Pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan
pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian
kerja bersama.
c. Pasal 126 (2) : Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh wajib
memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada
seluruh pekerja/ buruh.
d. Pasa1 36 (1) : Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib
dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.
e. Pasal 140 (1) : Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja
sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat
pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada
pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat.
2. Kewajiban Perusahaan.
10
Dengan demikian, apabila suatu perusahaan telah mempekerjakan pekerja
(dalam hubungan kerja) 100 orang atau lebih, maka tentu sudah sangat wajib ikut
dan mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jamsostek pada PT
Jamsostek (Persero). Kalau perusahaan Saudara tidak ikut/tidak mengikutsertakan
tenaga kerjanya dalam Program Jamsostek, maka selain diancam dengan sanksi
hukuman kurungan (penjara) selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-
tingginya Rp50 juta (pasal 29 ayat (1) UU No.3 Tahun 1992) juga kemungkinan
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha (pasal 47 huruf a PP
No.14 Tahun 1992). Bahkan, perusahaan Saudara diwajibkan menanggung semua
konsekuensi yang terjadi dan terkait dengan program jaminan sosial tersebut,
seperti konsekuensi bilamana terjadi kecelakaan kerja, kematian dan/atau jaminan
11
hari tua serta jaminan pelayanan kesehatan (pasal 8 ayat (1) dan pasal 12 ayat
pasal 14 ayat (1) dan pasal 16 ayat (1) UU No.3 Tahun 1992).
a. Sanksi
Bagi perusahaan yang tidak melakukan kewajiban tersebut dapat
dikenakan sanksi pidana yang diatur dalam pasal 29, yakni diancam dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Dalam hal pengulangan tindak pidana
untuk kedua kalinya atau lebih, setelah putusan akhir telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, maka pelanggaran tersebut dipidana kurungan selama-lamanya 8
(delapan) bulan. Tindak pidana dimaksud adalah pelanggaran. Selanjutnya dapat
juga dikenakan sanksi administratif, ganti rugi atau denda sebagaimana diatur
dalam pasal 30 UU No. 3 tahun 1992.
11
Pasal 5 dan Pasal 6 UU BPJS
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari eksplikasi pada pembahasan di atas, maka penulis
berkesimpulan sebagai berikut :
12
DAFTAR PUSTAKA
Asikin. Zainal & dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002,
13